KAJIAN TEORI
D. Kerangka Pikir
Gambar II. 9 Kerangka Berpikir
Dalam penulisan ini kerangka perpikir berfungsi sebagai gambaran atau sketsa tentang arah penelitan yang akan dilakukan sehingga penelitian yang dilakukan dapat sesuai harapan. Yang menjadi latar belakang masalah adalah Konsep Penciptaan Seni Serat Tapestri Karya Biranul Anas Zaman dengan menggunakan pendekatan estetika sebagai „pisau bedah‟ dalam membuka permasalahan yang ada, sehingga menghasilkan analisa dan kesimpulan yang akurat.
Setelah menentukan latar belakang masalah, kemudian dibentuklah perumusan masalah. Dalam perumusan masalah terdiri dari dua jenis yaitu konsep penciptaan dan visualisasi karya. Setelah melalui proses perumusan masalah maka proses penelitian masuk dalam tahap pembedahan masalah yang di kaji dengan menggunakan pendekatan estetika. Proses pembedahan masalah dengan menggunakan pendekatan estetika terdapat visualisasi serta konsep penciptaan yang menujang proses pembedahan masalah.
Setelah melalui proses metodologi penelitian maka terpilihlah beberapa sample yang akan di kaji, berupa karya-karya tapestri Biranul Anas Zaman yang telah dipilih berdasarkan teknik pencuplikan yang ada. Karya-karya yang dipilih telah mewakili seluruh karya yang telah diciptakan oleh Biranul Anas Zaman selama kurun waktu lima tahun terakhir. Pemilihan dilakukan berdasarkan tema-tema yang diangkat dalam karya-karya Biranul Anas zaman.
Sample karya-karya yang telah ada kemudian masuk kedalam proses penelitian dengan menggunakan pendekatan estetika. Dalam proses ini terdiri dari dua macam data, yaitu: berdasarkan pendapat Narasumber dan berdasarkan penilaian Penulis. Guna menunjang hasil akhir dan validitas data yang diteliti maka
commit to user
diperlukanlah pendapat dari Orang yang kompeten serta mengetahui permasalahan yang diangkat sebagai Narasumber. Proses pengambilan data berupa pendapat Narasumber melalui proses wawancara.
Setelah mendapat data berupa penilaian dari Penulis serta pendapat Narasumber, maka data-data yang telah ada kemudian di analisis oleh penulis. Dari proses analisis data ini kemudian membentuk suatu kesimpulan. Kesimpulan yang ada kemudian digunakan untuk menjawab permasarahan yang ada. Dalam penjelasan diatas, banyak menyinggung mengenai estetika. Dalam penulisan di bawah ini akan membahas lebih dalam mengenai estetika. Hal ini diharapkan dapat menjelaskan penedakatan estetika yang akan digunkana dalam penelitian ini dalam membedah permasalahan yang ada.
“Berdasarkan pengertiannya, estetika berasal dari kata aesthetis (yunani) yang berarti pencerapan atau cerapan indra. Pencerapan atau persepsi tidak hanya melibatkan indra, tetapi juga proses psikofisik seperti asosiasi, pemahaman, khayal,
kehendak dan emosi” (Nanang Rizali, 2006: 16). Pada awalnya estetika adalah
bidang filsafat yang berurusan dengan pemahaman tentang keindahan alam dan seni. Dalam perkembangannya hingga kini estetika diartikan sebagai „inti seni‟ yang meliputi pemikiran dan penyusunan unsur-unsur seni (rupa), serta cara pengungkapannya.
Estetika bukan hanya sekedar penjelmaan keindahan saja, melainkan harkatnya ditingkatkan menjadi estetika yang etis, yang bertanggung jawab. Lebihlanjut dari itu, estetika tetap bertindak sebagai moralitas manusia untuk menyibak dunia dan mentransformnya ke dalam karya-karya kreatif. Estetika bukan lagi sekedar objek, melainkan justru objek itu sendiri, subjek yang menghidup, subyek yang mengada. … . Disamping merangkul dirinya sendiri menjadi subyek yang menyublim ke arah penyadaran manusia menuju renungan kreatif yang mendalam (Nanang Rizali, 2006: 20).
“Benda mempunyai fungsi sebagai benda, sesuai dengan konsepnya yang direncanakan, ia sebuah realitas. Di samping itu, ia juga merupakan perwujudan realitas lain, yakni realitas benda sebagai pembawa dari tanda-tanda atau simbol-simbol sebuah image” (Nanang Rizali, 2006: 18). Sejalan dengan meluasnya perkembangan dari kajian estetik, diikuti dengan munculnya model-model kajian estetik di dalamnya. Salah satu model kajian estetik adalah model kajian bahasa rupa (semantik). “Semantik dikenal sebagai ilmu tentang simbol-simbol linguistik yang bertitik tolak dari makna, serta apa yang menjadi rujukan makna tersebut. Istilah ini pertama kali digunakan untuk mengupas arti teknis pada filologi yang mengkaji
perubahan makna dalam perkataan” (Agus Sachari, 2005: 125).
Teori semantik diadopsi juga untuk mengkaji dan menganalisis desain karya seni rupa. Wujud visual sebuah karya mengekspresikan makna tidak hanya melalui deskripsi atau argumentasi, tetapi juga melalui bahasa rupa. Setiap objek maupun teks pada hakikatnya merupakan simbol, dan simbol-simbol penuh dengan makna yang „tersembunyi‟.
commit to user
Aktivitas manusia untuk membangun sesuatu dan membangun sesuatu merupakan usaha untuk membentuk makna. … . Salah satu tugas utama pemaknaan adalah berjuang melawan ‟distansi kultural‟, di mana penafsiran harus mengambil jarak supaya dapat membuat interpertasi yang subjektif. … walaupun penafsiran memilki jarak terhadap fenomena budaya tertentu, penafsiran tersebut sebenarnya tidak berkerja dengan „tangan kosong‟. Penafsiran tersebut „telah
membawa sesuatu‟ yang oleh Heidegger disebut vorhable (apa yang ia
miliki), Vorsicht (apa yang ia lihat) dan Vorgriff (apa yang digagas kemudian) (Agus Sachari, 2005: 126).
Dalam kajian makna, proses simbolisasi suatu objek estetik menjadi penting karena makna secara tajam dapat diamati pada proses penyimbolan satu fenomena atau juga penyimbolan gagasan estetik. Hal ini sejalan dengan pendapat Langer, bahwa: “simbol estetik bukanlah suatu sistem simbol, melainkan kesatuan simbol…
Simbol-simbol itu mempunyai maknanya masing-masing, tanpa perlu menjadi unsur-unsur tunggal dari keutuhan makna karya estetik itu, karena makna tersebut tidak bersifat struktural” (Agus Sachari, 2002:19). Lanjut lagi menurut Langer,bahwa:
Realitas yang diangkat k dalam simbol seni hakikatnya bukan realitas objektif, melainkan realitas subjektif, sehingga bentuk atau forma simbolis yang dihasilkan mempunyai ciri amat khas. Forma simbolis yang terbentuk adalah forma yang hidup. Pengalaman subjektif bias menjadi isu suatu forma simbolis. Jika pengalaman ini adalah suatu perasaan yang kuat, maka pembentukan forma ini akan menunjukkan eksprsivitas yang sedemekian kuat mengakar, sehingga forma itu seolah-olah hidup. Forma akan menjadi forma nilai-nilai estetik suatu objek atau artifak (Agus Sachari, 2002:19-20).
Jika dikaitkan dengan seni serat tapestri maka, pada hakekatnya dalam setiap karya (tapestri) terkandung makna simbolik sebagai ekspresi seniman tekstil. Dalam perwujudannya unsur-unsur rupa seperti bentuk, garis, tekstur bahkan ragam hias (motif) dan warna. Dari segi fungsi, tapestri umumnya digunakan untuk
barang-barang yang sifatnya sebagai benda dekoratif dan sebagian dari pakaian, karpet, serbet serta permadani dengan bentuk yang besar. Namun pada umumnya tapestri digunakan sebagai panjang dinding (Gillow, Sentence, 2001:76).
Dari beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa usaha mengubah lukisan menjadi tapestri bukan tanpa dasar, karena tapestri memiliki beberapa perbedaan. Dari perbedaan tersebut dapat dikatakan menjadi kalebihan tapestri dibandingkan dengan lukisan. Berikut merupakan penjelasannya:
Efek pembiasaan dan pemantulan cahaya juga berbeda. Cahaya yang dipantulkan dari permukaan yang tidak berpori pada lukisan, tetapi dngan benang, sehingga lebih banyak cahaya diserap dan cahaya tersebut memantul di dalam. Dengan demikian warna tresebut disemarkan, dan sebagai akibatnya tapestri dapat menjadi media yang sangat kaya. Tingkat kekerasan, jenis benang yang digunakan dan kerapatan kebengkokan (warp) per inci akan masing-masing menentukan hakikat tekstur dan dengan mengubah tekstur tersebut anda dapat, secara harafiah, membuat model dengan cahaya (Domer, 2008: 153-154).
“Berbagai kemungkinan teknis merupakan bagian dari eksplorasi estetis
dengan penekanan pada ungkapan bentuk warna permukaan (tekstur). Sebagaimana jalinan sehelai kain (tekstil) seni serat mempunyaidasara struktur anyaman yang dibentuk konstruksi horizontal dan vertikal. Dari keberadaan ini diperoleh kemungkinan pembentukan dan penempatan jalinan serat atau benang” (Nanang Rizali, 2006: 93).
Adanya kelenturan pencapaian bentuk tersebut menyebabkan obyek yang digarap memperlihatkan kesamaan visual seperti dalam pengarapan seni lukis dan seni patung. Bahkan dapat pula mencapai perwujudan secara rinci bentuk seperti pada efek dekoratif dan nuansa warna. dalam proses menentukan serta mengolongkan
commit to user
beberapa simbol yang muncul akan lebih mudah apabila dari beragam simbol yang ada pada suatu karya seni di kelompokan kedalam beberapa bagian. Namun dalam bagian satu dengan bagian yang lainnya memiliki satu keterkaitan atau satu kesatuan (unity).
“Unity adalah merupakan visinya mengenai bentuk dari karyanya.
Kegagalan dalam mencapai kesatuan akan mengakibatkan sebuah desain menjadi tidak menjadi tidak memiliki nilai/kaidah estetika. karena pada dasarnya secara visual , desain tumbuh dari proses perkembangan menyatunya unsur-unsur atau unit-unit yang berbeda-beda” (Nanang Rizali, 2006: 43). Untuk mencapai suatu kesatuan (unity) organisasi yang baik, sebuah karya seni memiliki kriteria dan prinsip yang perlu mendapat perhatian. Menurut Nanang Rizali, prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Irama
Pada bidang seni rupa irama terbentuk karena pengulangan (repetition) dan gerakan (movement). Pengulangan mungkin diwujudkan melalui warna dan nada bidang atau bentuk, garis dan tekstur.
b. Keseimbangan
Dalam seni rupa, keseimbangan (balance) adalah suatu kondisi atau kesan optimis tentang kesan berat, tekanan, tegangan dan kestabilan. Dalam penciptaan karya seni dapat diasosiasikan wujud-wujud elemen dasar seperti seperti garis, bidang tekstur, dan warna. Faktor atau variable pendukung keseimbangan adalah posisi atau penempatan, ukuran, proporsi, kualitas dan arah dari unsur-unsur yang ada.
c. Pusat Perhatian
Setiap bagian tertentu dari suatu karya seni hendaknya memilki perhatian atau tingkatan dominan yang layak atau pantas (Nanang Rizali, 2006: 43 - 47).
Terciptanya sebuah pola, prinsipnya terbentuk karena pengorganisasian unsur-unsur seni. Untuk mencapai suatu kesatuan yang menyeluruh harus dengan memperhatikan berbagai kriteria. Unsur-unsur terpenting dalam suatu seni rupa adalah garis ruang (space), bentuk (shape form), warna (color) dan tekstur (texture). Dalam penulisan ini akan mengkaji karya seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman melalui kajian estetika sebagai pisau bedah guna mengkaji unsur-unsur seni rupa didalam setiap karya seni yang dikaji.
commit to user