• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORI

C. Konsep Penciptaan

Dilihat dari katanya, seni memiliki persamaan atau hubungan yang dekat dengan kata-kata seperti dengan kehalusan serta kelembutan, khususnya dari kedekatan maknanya.

Art itu lebih dekat dengan kualitas halus dan lembut yang berlawanan dengan kasar. Dengan pengertian modern maupun pra-modern, sebuah karya (ciptaan) yang kita sebut „seni‟ itu berkaitan dengan spiritualitas. … spiritualitas berhbungan dengan keseluruhan yang lebih luas, lebih dalam dan lebih kaya yang meletakkan situasi terbatas kita saat ini dalam perspektif baru. Dengan demikian, spiritualitas berhubungan dengan sesuatu yang transeden. Sesuatu yang transeden adalah yang melampaui, menembus, mengatasi semua apa yang telah kita alami dan ketahui dalam hidup ini (Jakob Sumardjo, 2006:12).

Proses penciptaan dalam suatu kesenian berawal dari suatu pemikiran atau proses berpikir dari sang seniman. Dari suatu pemikiran ini kemudian lahirlah karya-karya yang indah dan bernilai tinggi. Namun pada kenyataannya pemikiran setiap orang berbeda, dari perbedaan pemikiran ini membuat karya yang dihasilkan setiap orang berbeda-beda. Perbedaan tersebut memunculkan penilaian dari karya-karya tersebut yang dinilai dari perbandingan karya yang ada. Cara berpikir manusia jika dibuat dari pendekatan psikologi kognitif maka ditemukan bahwa:

Kesadaran baru akan ada semacam fungsi pengendalian dan pelaksana dalam benak kita. Psikologi kognitif mengakui bahwa informasi secara aktif ditata dan dibagun ulang dalam ingatan dan bukan dicatat dan

diingat … teori kognitif memberikan penekanan yang besar pada cara

kita menaata dan menyimpan informasi yang diterima … perhatian dalam persepsi dan pemikiranlah yang dipandang mengarahkan pikiran kita, dan karenanya krusial bagi pemecahan masalah. Tema ini akan diungkit lagi dengan cara yang tidak begitu teoritis dan lebih praktis saat kita meninjau metode-metode untuk merangsang kreativitas dan memperbaiki keahlian memecahakan masalah (Lawson, 2007: 144-146)

commit to user

Permasalahan selalu muncul dalam setiap saat serta permasalahan yang dihadapi tiap-tiap orang itu sendiri berbeda-beda. Sehingga dalam penangganan atau penyelesaian masalah yang dilakukan setiap orang pun berbeda sesuai dengan pemkiran dari tiap-tiap orang. “seorang pemikir dapat mengendalikan arah

pemikirannya berkelana tanpa tujuan. Normalnya orang tidak sepenuhnya terlibat dalam satu jenis pikiran, namun lebih memvariasikan tingkat kendali atas arahan

pikirannya … seorang seniman dapat mengikuti arahan pikirannya secara alamiah,

atau mengendalikan dan mengubah arahan pikiran menurut apa yang dianggapnya

sesuai” (Lawson, 2007:151).

Konsep seni sendiri lahir dari pemikiran-pemikiran seni, “konsep seni mengandung arti konsep dasar yang membangun persepsi seni (kesamaan pandangan tentang seni pada suatu masyarakat)” (jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006:XV). Konsep seni sendiri jika dilihat dari sudut pandang budaya Indonesia dalam hal ini kebudayaan jawa.maka terdapat kata kagunan yang dalam kamus sastra jawa sebagai “(1) kepandaian (2) pekerjaan yang berguna dan berfaedah, (3) pengugkapan akal-budi melalui rasa keindahan (gambar, ukian, puisi dan lagu) kepamdaian pada definisi ini (dekat dengan penegtian muse) bias dijelaskan melalui pengertian mousike techne yang dicatat sebagai aktivitas berpikiran secara

rassional” (Jakob Sumardjo, 2006: 10).

Dari kedua ideologi tersebut tedapat satu benang merah yang saling berhubungan. Baik dalam istilah kagunan dan istilah art, berasal dari kata mousike techne dalam bahasa yunani yang ditransfer melalui istilah artes librles dalam bahasa

latin filsafat tentang keindahan. Namun ketika kedua ideologi ini terbentuk terjadi perkembangan yang berbeda.

Ideologi seni Indonesia tidak mengubah persepsi terhadap estetika tentang hubungan pengalaman merasakan keindahan dengan ungkapan seni. Membuat ideologi seni Indonesia dekat estetika dan pembahasan seni yang diturunkan mempersoalkan kepekaan, inilah yang menjadi sumber keahlian dalam memunculkan manifestasi seni. Sementara ini pembentukan ideologi seni barat memperlihatkan arah perkembangan yang berbeda.

Ideologi barat lebih cenderung meninggalkan estetika “ karena persepsi

hakikat pada kebendaan seni (art) ideology seni rupa (fine art)” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006: 38). Hal ini sejalan dengan muatan utama dari seni tradisi Indonesia. “eksistensi seni tradisi Indonesia, khususnya jawa, mengandung tiga

muatan penting, yaitu: (1) mitologi;(2) ritual; (3) symbol. Ketiga muatan itu saling bergayut, mencerminkan kandungan spirit, ruh, dan jiwa budaya bangsa, menyiratkan pencapaian kualitas estetik seni tradisi Indonesia, sesuai babak

sejarahnya” (Gustami, 2004:1).

Proses menyatunya pemikiran estetik kultural dapat saja terjadi karena adanya pertemuan dari dua hal yang berbeda namun dari perbedaan ini dapat menyelesaikan permasalahan serta menghasilkan suatu hal yang bernilai tinggi. Dalam hal ini adalah pertemuan antara fine art (yang erat kaitannya dengan kebebasan berekspresi) dengan kriya (yang erat kaitannya dengan tradisi, tradisi yang umumnya bersifat baku serta penuh dengan aturan).

commit to user

Wawasan kriya punya keyakinan khas soal aspek keterampilan kerja,seperti yang pernah dikatakan seniman dan pengraji seni rupa internasional, kelahiran Pakistan, Iftikar Dadi, ungkapnya: “keterampilan kerja bukan hanya persoalan proses, sebagaimana suatu keterampilan menubah suatu keterampilan dan praktek yang bersifat non-matrial. Yang melaluinya suatu bentuk pelayanan tertentu

dipersembahkan” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006:52).

Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat membuat seni mengalami perubahan, khususnya peran serta kedudukannya dalam sosial kemasyarakatan. “…, akhirnya seni menemukan bentuk pengabdiannya yang baru,

yaitu sebagai media ekspresi pribadi, sebagai media ungkap tersalurnya gagasan kretif dengan gaya dan penampilan yang berkpribadian. Spirit, ruh dan jiwa budaya

yang berkepribadian ini landasan kelahiran seni baru” (Gustami, 2004: 13).

Perubahan yang terjadi dalam peran serta kedudukan seni dalam sosial kemasyarakatan, tidak serta merta merubah proses penciptaan seni. Dalam koteks metodologis, terdapat tiga tahapan penciptaan seni, yaitu:

Pertama, tahapa eksplorasi, meliputi aktifitas penjelajahan menggali sumber ide dengan langkah identifikasi dan prumusan masalah, penelusuran, pengalian, pengumpulan data dan referensi. … kedua, tahap perancangan yang dirumuskan diteruskan visualisasi gagasan dalam bentuk sketsa alternatif, kemudian ditetapkan pilihan sketsa terbaik sebagai acuan reka bentuk atau dengan gambar teknik yang berguna bagi perwujudannya. Ketiga, tahapan perwujudan, bermula dari pembuatan model prototype sampai ditemukan kesempurnaan karya yang dikehendaki (Gustami, 2004:29).

Dengan cara itu, hasil akhir karya seni yang diinginkan dapat diditeksi sejak awal, meliputi kualitas material, teknik konstruksi, bentuk dan unsur estetik, berikut fungsi fisik dan kultur sosial. Jika dikaitkan dengan konsep penciptaan suatu karya

tapestri. Maka dalam hal pengungkapan gagasan dan sentuhan kreatif estetik banyak kemungkinan yang dapat dilakukan melalui seni serat (tapestri). “beragam karya seni

serat telah membuka realitas pengembangan tekstil melalui ungkapan seni, kriya dan desain. Dengan demikian tekstil sebagai benda yang bersifat lembut dan luwes dengan intuisi rasa, ungkapan, warna dan unsur psikologi yang akhirnya

menghadirkan keindahan” (Nanang Rizali, 2006: 96).

Pada seni serat terkandung makna simbolik sbagai ekspresi seniman, kriyawan atau desainer tekstil yang lebih „bebas‟. “Dalam perwujudannya unsur -unsur rupa seperti bentuk, garis, tekstur bahkan ragam hias (motif) dan warna merupakan unsur yang penting. Di samping pemilihan bahan serat benang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penggarapan teknik. Seni serat (fiber art) merupakan karya seni yang cenderung berkembang dan memberi peluang

pemahaman baru yang khas” (Nanang Rizali, 2006: 98).

Dalam perwujudan unsur rupa yang ada seperti bentuk, garis, tekstur bahkan ragam hias (motif) dan warna meruakan suatu satu kesatuan yang utuh. Sehingga dalam mengkaji suatu karya seni tidak dapat dipisah-pisahkan antara unsur yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Langer bahwa, “prinsip penciptaan nilai estetik yang bertolak dari jenis yang khas itu, dapat ditebak dalam berbagai jenis simbolisasi sebagai hasil abstraksi gagasankreatif. … Simbol

estetik bukanlah suatu system simbol, melaikan satu kesatuan” (Agus Sachari, 2002:

19). Dalam penelitian ini akan menggunakan kajian estetika dalam mengkaji konsep penciptaan seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman.

commit to user

Dokumen terkait