• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN TAHUN 2006 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN TAHUN 2006 2010"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN

TAHUN 2006 - 2010

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Persyaratan

Mencapai Gelar Sarjana Seni Jurusan Kriya Seni/Desain Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

AGDITYA DWIGANTARA C0905001

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

PERSETUJUAN

KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN TAHUN 2006 - 2010

Disusun Oleh : Agditya Dwigantara

C. 0905001

Telah disetujui untuk dihadapkan pada sidang Skripsi oleh : Pembimbing

Drs. Sarwono, M. Sn. NIP. 19590909 198603 1 002

Mengetahui

Ketua Jurusan Kriya Seni/Tekstil

(3)

commit to user

(4)

commit to user

PERNYATAAN

Nama : Agditya Dwigantara NIM : C.0905001

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi berjudul KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN TAHUN 2006 - 2010 adalah benar-benar karya sendiri, bukan plagiat, dan tugas akhir ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang penulis ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan ilmiah yang lazim. Hal-hal tersebut dalam karya ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Surakarta, 7 Januari 2011 Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

PERSEMBAHAN

Tugas akhir ini dipersembahkan penulis kepada :

(6)

commit to user

MOTTO

(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat, hiadayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN TAHUN 2006 - 2010, untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana seni dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir dan penyusunan laporan ini tidak dapat terwujud apabila tanpa partisipasi dari berbagai pihak yang senantiasa dengan senang hati memberikan dukungan, bimbingan serta bantuan. Maka dalam kesempatan ini pula, penulis akan menghaturkan banyak terima kasih kepada :

Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dra. Theresia Widiastuti, M.Sn, selaku ketua Jurusan Kriya Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Drs. Sarwono, M. Sn, selaku Pembimbing yang selalu membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan dorongan, semangat dan doanya sampai terselesaikannya Tugas akhir ini.

Dewan penguji Tugas Akhir Dra. Theresia Widiastuti, M.Sn, Sujadi R. Hidayat, S.S. M.Sn., Drs. F. Ari Dartono, M. Sn, Drs. Sarwono, M. Sn.

Para Narasumber yang telah membantu dalam proses penelitian, Prof. Dr. Biranul Anas Zaman, Jim Abiyasa Supangkat Silaen dan Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD.

(8)

commit to user

Bapak, Ibu, kakakku tercinta serta segenap keluarga yang dengan tulus ikhlas terus memberikan bantuan dan dukungannya.

Semua pihak yang telah membantu, dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu sampai terselesaikannya Skripsi ini.

Dalam penulisan laporan tugas akhir ini penulis sadari masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak manapun juga. Penulis juga berharap semoga hasil tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak khususnya Jurusan Kriya Seni/Tekstil dan masyarakat pada umumnya.

Surakarta, 3 Februari 2011

(9)
(10)

commit to user

2. Teknik dan Proses ... 17

C. Konsep Penciptaan ... 23

D. Kerangka Pikir ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ...…... 35

A.Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 32

B. Bentuk Penelitian ... 32

A.Gambaran Umum Seni Serat Tapestri Karya Biranul Anas …... 44

1. Latar Belakang Munculnya Karya Biranul Anas Zaman ……….. . 44

2. Proses Penciptaan Karya Seni Serat Tapestri Biranul Anas …….. 47

(11)

commit to user

9. GLARES OF DEFIANCE ... 70

10. THINKERS OF THE ALTERNATIVE ... 72 C. Konsep Penciptaan Tapestri karya Biranul Anas Melalui Pendekatan Estetika 74

BAB V KESIMPULAN ………. 84

(12)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bayeux Tapestry ……….. 11

Gambar 2 Karya Frank Stella yang dibuat dalam bentuk tapestri ... 12

Gambar 3 Karya Sir Eduardo Paolozzi yang dibuat dalam bentuk tapestri …… 12

Gambar 4 Tapestri karya Tiarma Sirait …..………... 14

Gambar 5 Karya Zaini Raiz dengan judul Borobudur ………….………...…….. 15

Gambar 6 Pile Rugs ...……….. 19

Gambar 7 Struktur tenun pipih (flat woven) ………. 19

Gambar 8 Teknik dalam tenun tapestri ...………. 20

Gambar 9 Kerangka Berpikir ...………... 28

Gambar 10 Skema analisis model interaktif ……… 42

Gambar 11 Karya-Karya Biranul Anas Periode 1975-1984 ……… 48

Gambar 12 Karya-Karya Biranul Anas Periode 1985-1990 ………... 49

Gambar 13 Karya-Karya Biranul Anas Periode 1990-2000 ……… 50

Gambar 14 Karya Biranul Anas Periode 2000-2007……... 51

Gambar 15 Karya-Karya Biranul Anas Periode 2008-2010 ……… 52

(13)

commit to user

Gambar 22 BURNING FOREST ON THE GOLDEN SOIL ……….……… 66

Gambar 23 BROKEN PARADISE ………...… 68

Gambar 24 GLARES OF DEFIANCE ……….……… 70

(14)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Hasil

1. Hasil wawancara dengan Biranul Anas Zaman 2. Hasil wawancara dengan Nanang Rizali 3. Hasil wawancara dengan Jim Supangkat

Foto

4. Foto Biranul Anas sewaktu di kantor

5. Foto penulis saat bertemu Jim Supangkat di Semarang 6. Foto proses pengerjaan tapestri karya Biranul Anas Zaman 7. Foto sketsa awal

8. Foto saat Biranul Anas memberikan pengarahan pada pengrajin karyanya 9. Foto tampak dekat karya THINKERS OF THE ALTERNATIVE

10.Foto tanda tangan Biranul Anas pada karya MADAME

11.Foto saat proses pelatihan yang diadakan di kediaman Biranul Anas 12.Foto karya Biranul Anas yang berjudul MASTER OF CONFLICT 13.Foto karya Biranul Anas yang berada di kediaman Biranul Anas 14.Foto Biranul Anas sewaktu di kediamannya

(15)

commit to user

ABSTRAK

Agditya Dwigantara. C0905001. 2011. KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN TAHUN 2006 - 2010. Skripsi: Jurusan Kriya Seni Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Seni serat atau disebut juga dengan istilah fiber art, merupakan upaya artistik melalui jalan serat atau benang yang menghasilkan konfigurasi bentuk dan warna. Seni serat sebagai ragam seni merupakan manifestasi kebebasan kreatif yang melatari sesuatu cipta seni. Perkembangan seni serat khususnya tapestri di Indonesia tergolong pesat. Saat pasang surutnya perkembangan seni serat di Indonesia terjadi. Masih terdapat beberapa seniman serat yang setia mengeluti seni serat. Salah satu seniman yang tetap setia pada dunia seni serat adalah Biranul Anas Zaman. Beragam jenis tema yang pernah Biranul Anas angkat dalam karya-karyanya merupakan merupakan daya tarik tersendiri bagi penulis untuk mengangkat konsep penciptaan seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman dalam penelitian ini.

Permasalahan yang dibahas dalam Skripsi adalah: Bagaimana latar belakang munculnya karya-karya Biranul Anas Zaman?, Apa jenis-jenis karya tapestri Biranul Anas Zaman?, Bagaiman konsep penciptaan tapestri karya Biranul Anas Zaman melalui pendekatan estetika? Bentuk penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskripsi analisis dengan menggunakan pendekatan estetika dalam mengkaji seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman. Sumber data dalam penelitian kualitatif berupa informan dari nara sumber, arsip, dokumentasi berbagai seni serat tapestri. Dalam proses penelitian, dikumpulkan data untuk menjamin validitas data dengan menggunakan teknik trianggulasi data.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seni serat atau disebut juga dengan istilah fiber art, merupakan upaya artistik melalui jalan serat atau benang yang menghasilkan konfigurasi bentuk dan warna. Seni serat sebagai ragam seni merupakan manifestasi kebebasan kreatif yang melatari sesuatu cipta seni. Hal inilah yang secara umum mempunyai kekuatan tersendiri sebagai gubahan yang artistik.

Dasar seni serat merupakan tenunan atau anyaman sebagai media daya tarik yang dikembangkan hingga pada tingkatan eksplorasi ungkapan seni rupa. Istilah seni serat berasal dari kata fiber art, yang sesungguhnya merupakan karya seni dengan media yang bermateri serat atau benang, diantaranya menghasilkan bentuk ungkap kain (tekstil) dan tapestri (permadani). Dalam beradaptasi dengan keberadaan ruang, bentuk seni serat tidak lagi bergantung dan bersandar pada dinding. Namun berupaya mengisi ruangan dengan berbagai kemungkinan yang diperoleh dari kekuatan unsur serat ke dalam bidang tiga dimensi.

(17)

commit to user

Dalam hal pengungkapan gagasan dan sentuhan kreatif estetik banyak kemungkinan yang dapat dilakukan melalui seni serat. Disamping membentuk gagasan dwimatra atau trimatra, juga dapat menyusun bentuk-bentuk dalam ruangan seperti karya seni rupa instalasi. Beragam karya seni serat telah mambuka realitas pengembangan tekstil memalui ungkapan seni, kriya, dan desain. Dengan demikian tekstil sebagai benda yang bersifat lembut dan luwes dengan instuisi rasa, ungkapan, warna dan unsur psikologis yang akhirnya menghadirkan keindahan.

Tapestri memiliki beberapa sifat serta ciri yang membedakannya dengan karya seni lainnya, khususnya yang bukan merupakan seni serat. Dari segi sifat bahannya, tapestri yang terbuat dari serat tekstil lebih cenderung bersifat lembut dan luwes dengan intuisi rasa, ungkapan, warna dan unsur psikologis sehingga memunculkan keindahan.

Sifat serta ciri lain dari tapestri adalah dari segi visualisasi atau penampilannya, tapestri memiliki keunikan tersendiri. Efek pembiasan dan pantulan cahaya dari permukaan yang tidak berpori pada lukisan, tetapi pada benang, sehingga lebih banyak cahaya diserap dan cahaya tersebut memantul ke dalam serat-serat benang. Dengan demikian, warna tersebut disemarakkan, dan sebagai akibatnya tapestri dapat menjadi media yang sangat kaya. Tingkat kekerasan, jenis benang yang digunakan dan kerapatan kebengkokan (warp) per inci akan masing-masing menentukan hakikat terstruktur tersebut dan dengan mengubah tekstur tersebut dapat membuat model dengan cahaya.

(18)

Dalam pengerjaan tapestri seperempat pertama dari tapestri tersebut sangat penting karena hal ini menentukan tentang warna, corak, dan tekstur bagi bagian lainnya dari komposisi tersebut.

Dalam pengerjaannya suatu karya tapestri diperlukan perencanaan yang matang untuk dapat memunculkan karakter serta bentuk yang sesuai dengan rancangan awal yang masih berada dalam bentuk skets atau dalam bentuk lukisan (media kertas). Dalam perancangannya di perlukan perencanaan mengenai ketebalan benang, kerapatan benang, jenis bahan serat (benang), warna benang, teknik imbuhan, dan sebagainya. Hal ini pula yang membedakan tapestri dengan seni lainnya, yang umumnya bersifat kebetulan dan spontan.

Perkembangan tapestri kontemporer di Indonesia sendiri mulai muncul pada pertengahan tahun 1970an. Dipelopori oleh Yusuf Affandi yang mulai mempopulerkan seni serat (tapestri kontemporer). Setelah itu mulailah bermunculan beberapa seniman serat baru, seperti Biranul Anas Zaman, Lengganu dan Hasanudin. Yang kemudian dilajutkan oleh munculnya generasi berikutnya seperti Jon Martono, Kahfiat Kahdar dan Tiarma Sirait.

(19)

commit to user

seni serat. Salah satu seniman yang tetap setia mengeluti dunia seni serat adalah Biranul Anas Zaman.

Biranul Anas Zaman telah menghasilkan berbagai macam karya seni serat mulai dari yang berbentuk tiga dimensi, tapestri, seni instalasi serta jenis-jenis lainnya yang terbuat dari serat (tekstil). Dari beragam jenis karya yang telah dibuat sebagian besar karya Binranul Anas berbentuk tapestri.

Kekayaan dan keberagaman yang ada pada karya-karya Biranul Anas tidak hanya dari segi bentuk namun juga dari segi tema. Beragam jenis tema yang pernah Biranul Anas angkat dalam karya-karyanya merupakan merupakan daya tarik tersendiri bagi penulis untuk mengangkat konsep penciptaan seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman dalam penelitian ini.

(20)

B. Perumusan Masalah

Pada proses penulisan ini muncul berbagai permasalahan yang muncul. Permasalahan yang muncul tersebut kemudian menjadi pokok permasalahan yang diteliti, yang kemudian akan dicari jawabannya melalui proses penelitian yang dilakukan berdasrkan data empirik. Dan berikut merupakan rumusan masalah dalam penulisan ini:

1. Bagaimana latar belakang munculnya karya-karya Biranul Anas Zaman? 2. Apa jenis-jenis karya tapestri Biranul Anas Zaman?

3. Bagaiman konsep penciptaan tapestri karya Biranul Anas Zaman melalui pendekatan estetika?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui latar belakang munculnya karya-karya Biranul Anas Zaman. 2. Mengetahui jenis-jenis karya Biranul Anas Zaman.

(21)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

1. Lembaga

a. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu di kampus Universitas Sebelas Maret, khususnya jurusan Kriya Seni / Tekstil.

b. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa Universitas Sebelas Maret, khususnya bagi mahasiswa jurusan Kriya Seni / Tekstil.

2. Pihak Dan Masyarakat Lain Yang Terkait

a. Diharapkan dengan adanya penelitian ini menambah pengetahuan bagi masyarakat umum mengenai tapestri.

b. Diharapkan dengan adanya tulisan ini membuat masyarakat menjadi tertarik dan mengenal tapestri.

3. Penulis

a. Mampu memberikan pengetahuan pada penulis terhadap pokok bahasan yang diangkat.

(22)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disusun dalam format karya ilmiah, yang diklasifikasikan menjadi beberapa bab menurut pola pikir dan hasil kajian dari penelitian, yaitu:

Bab I sebagai pendahuluan, secara garis besar berisi (1) Latar belakang masalah yang menjadi pikiran awal pijakan awal untuk memasuki wilayah penelitian, (2) Rumusan masalah yang mejadi pokok permasalahan selama penelitian, (3) Tujuan penelitian sebagai target keberhasilan penelitian, (4) Manfaat penelitian, dan (5) Sisitematika penulisan sebagai penjelasan yang memuat uraian ringkas tentang pendahuluan, kajian teori, metode penelitian, hasil analisis dan pembahasan, simpulan dan saran.

Bab II sebagai kajian teori berisi tinjauan pustaka mengenai (1) Tekstil, (2) Tapestri, (3) Konsep penciptaan, (4) Kerangka Berpikir.

Bab III merupakan penjelasan mengenai metode penelitian yang melpui (1) Lokasi dan waktu penelitian, (2) Bentuk penelitian, (3) Sumber data, (4) Teknik pengumpulan data, (5) Validitas data, dan (6) Teknis analisis data.

Bab IV menguraikan temuan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan rumusan masalah, meliputi (1) Gambaran umum seni serat Tapestri Karya Biranul Anas, (2) Jenis-Jenis Karya Tapestri Biranul Anas Zaman, (3) Konsep Penciptaan

Tapestri karya Biranul Anas Melalui Pendekatan Estetika

(23)

commit to user

II

KAJIAN TEORI

A. Tekstil

Tekstil berasal dari kata latin textilis. Dalam bahasa prancis texere berarti

menenun, benda yang berasal dari serat atau benang yang karena dianyam (ditenun)

atau dirajut, direnda, dilapis, dikempa menjadi pakaian atau keperluan

lainnya”(Nanang Rizali, 2006: 36).

Serat tekstil adalah “A unity of matter that is characterized by having a length at least

100 times its desimeter of width and whit exception of non crystalline glass fiber,

which has a defintie preferred orientation of its crystal unit cells with respect to a

spesific axis”( Totora, Merkel, 2005: 214). Yang berarti, Kesatuan bahan yang memiliki ciri panjang setidaknya 100 kali dari lebarnya dan dengan pengecualian tidak terbuat dari serat kaca, yang mana jelas mengarah pada kesatuan bagian serat dengan teratur ke poros yang spesifik.

Desain tekstil adalah “salah satu upaya manusia untuk meningkatkan produk tekstil,

agar memiliki nilai estetis dan ekonomis yang lebih tinggi”(Nanang Rizali, 2006:

(24)

“ornament adalah bentuk – bentuk yang mengandung makna simbolik. Baik yang

bersifat sakral ataupun tidak. Bentuk ragam hias berasal atau dihasilkan dari

gambaran tentang manusia, binatang, tumbuhan atau objek – objek yang biasa

dikenal dalam kehidupan manusia” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006: XVI). Ragam hias digunakan untuk kepentingan membuat dekorasi. Dekorasi sendiri dapat diartikan sebagai hiasan. Namun pengetian hiasan yang ada bukanlah makna hiasan sebagai perlengkapan yang sifatnya hanya mempercantik serta menjadi bagian yang terpisah dari isi. Namun hiasan disini adalah sebuah satu kesatuan isi dari proses kesatuan isi dari proses dekorasi. Maka muncullah pola hias (patern) yang memiliki arti hias yang memiliki struktur bentuk tertentu (pola) sehingga bias digunkan secara berulang-ulang. Aplikasi pola hias menghasilkan efek gambaran yang berbeda dari bentuk (pola) dasaranya. Pola hias juga digunakan untuk kepentingan membuat dekorasi. Ketiga hal ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam proses mendesain suatu produk tekstil (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006: XVI)

Menurut Nanang Rizali, Secara garis besar desain tekstil dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu:

1. “Desain struktur merupakan upaya penciptaan desain yang

memanfaatkan struktur atau susunan tenunan. Hal ini dapat dicapai

melalui struktur jalinan seperti kerapatan dan kerenggangan, serta

perbedaan bahan, ukuran, tekstur dan warna benang. Terciptanya

desain tekstil dilakukan bersamaan dengan menenun” (Nanang Rizali, 2006: 34).

2. “Desain permukaan adalah penciptaan desain dengan cara memberi hiasan berupa motif dan warna di atas permukaan kain setelah

ditenun. Penampilan rupa dan warnanya menjadi peran utama yang

(25)

commit to user

Perancangan pada metode desain struktur dilakukan dengan mengolah susunan benang atau faktor kontruksi tenun, sehingga akan mendapatkan bentuk, sifat, pola dan warna seperti yang diinginkan. Pada desain struktur masalah teknis dan perhitungan-perhitungan sangat diutamakan. Oleh karena itu hal-hal seperti, jenis dan susunan anyaman atau tenunan, jnis benang lusi dan benang pakan serta susunan warnanya yang berbeda, dan jenis tetal dan tegangan benang lusi dan pakan yang berbeda, perlu di perhatikan secara lebih khusus. Dalam desain struktur terdapat teknik-teknik yang masuk kedalam golongan teknik desain struktur seperti, teknik tenun ikat (lusi, pakan, serta pakan-lusi) dan teknik tapestri. Pada penulisan ini akan membahas lebih dalam mengenai teknik tapestri.

B. Tapestri

1. Perkembangan Tapestri

(26)

Pada abad kelima belas Arras muncul sebagai pusat pembuatan tapestri. Tapestri buatan Arras terkenal karena memilki mutu yang tinggi dan mewah. Pada masa ini tapestri mulai berkembang, salah satunya dari segi bahan dan seratnya. Karena dalam sebuah penelitian ditemukan lebih dari seribu macam serat dan benang di dalam enam karya tapestri yang dibuat pada abad kelima belas.

Gambar II. 1 Bayeux Tapestry

Perkembangan tapestri mengalami puncak kejayaan pada abad ke enam belas. Pada masa ini tapestri berkembang menjadi industri besar, dengan Brussels menjadi pusat industri tapestri. Pada masa ini telah mengenal system control dan regulasi standart barang yang ingin dipasarkan. Pada abad ke delapan belas industri tapestri menurun Karena tema agama yang erat kaitannya dengan tapestri mulai ditinggalkan dan tak diminati oleh masyarakat Eropa (Irwin, 1978 : 133-134).

(27)

commit to user

segi ide, tema, ataupun tekniknya. Perkembangan tapestri pada saat ini dapat dikatakan kembali berkembang. perkembangan yang terjadi salah satunya terlihat dari munculnya usaha merubah lukisan ataupun sketsa dari para pelukis terkenal dunia (seperti Helen Frankenthaler, David Hockney, Sir Eduardo Paolozzi, frank Stella) menjadi bentuk tapestri. Usaha merubah lukisan atau sketsa menjadi tapestri tersebut dilakukan oleh Edinburg Tapestry Company.

Gambar II. 2 Gambar II. 3

Karya Frank Stella yang Karya Sir Eduardo Paolozzi yang

dibuat dalam bentuk tapestri dibuat dalam bentuk tapestri

(28)

kebutuhan kain jenis pakaian menunjukkan jumlah yang besar, sehingga diperlukan upaya produksi yang lebih cepat melalui alat tenun bukan mesin (ATBM). Dalam mempertahankan keniscayaan unsur seni yang lebih mementingakn faktor artistik, seni serat dalam hal ini tapestri dikembangkan melalui teknik tenun tangan (hand weaving).

Perkembangan seni serat di Indonesia kembali berkembang saat ini. Dengan mulai bermunculannya seniman serat yang mengadakan pameran seni serat di berbagai kota besar di Indonesia seperti Bandung, Jakarta serta Yogjakarta. Beragam bentuk serta tema yang diangkat oleh para seniman serat. Namun jika dilihat secara seksama sebagian besar karya yang dihasilkan oleh seniman serat Indonesia berbentuk tapestri (permadani).

Tapestri yang berbentuk permadani atau lembaran kain yang mempunyai dasar struktur anyaman yang berbentuk konstruksi horizontal dan vertikal, merupakan tradisi asli Indonesia yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Sehingga dapat dikatakan bahwa karya-karya para seniman serat tersebut tetap memiliki nilai tradisi yang tinggi, walaupun bersifat kontemporer.

(29)

commit to user

Kemunculan seni serat kontemporer di Indonesia tidak bias dilepaskan dari perkembangan seni serat kontemporer di Amerika Serikat, khususnya setelah Museum of modern Art (MoMA) memamerkan karya-karya serat pada 1969. Setelah itu mulailah bermunculan beberapa seniman serat baru, seperti Biranul Anas Zaman, Lengganu dan Hasanudin. Yang kemudian dilajutkan oleh munculnya generasi berikutnya seperti Jon Martono, Kahfiat Kahdar dan Tiarma Sirait.

Gambar II. 4

Tapestri karya Tiarma Sirait

(30)

Gambar II. 5

Karya Zaini Raiz dengan judul Borobudur

Perkembangan seni serat khususnya tapestri di Indonesia saat ini tergolong pesat. Namun dalam segi eksistensinya masih perlu di simak lagi ke depannya. Karena pada perkembangannya banyak seniman serat yang beralih profesi atau beralih media dari serat menjadi seni lukis. hal ini dikarenakan masih kurang dikenalnya jenis seni serat (fiber art) oleh masyarakat Indonesia. Namun saat pasang surutnya perkembangan seni serat di Indonesia terjadi, terdapat beberapa seniman serat yang masih setia mengeluti seni serat. Salah satu seniman yang tetap setia mengeluti dunia seni serat adalah Biranul Anas Zaman.

(31)

commit to user

Biranul Anas memulai tertarik pada seni serat saat saat Biranul Anas sedang magang sekaligus belajar mengenai desain tekstil untuk fashion di Jepang. Dalam perjalannya ke berbagai tempat di jepang, Biranul Anas mengunjungi berbagai pameran yang diadakan, salah satunya adalah pameran seni serat. Sepulangnya ke Indonesia, Biranul Anas mulai mencoba berkarya dengan mengunakan media serat dalam waktu luangnya di luar jam kerjanya (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006: 106-108).

Pada tahun 1984 untuk pertama kalinya Biranul Anas memamerkan karya-karya seni seratnya di galeri Decenta, Bandung. Bersama seniman serat lainnya seperti Lengganu dan Hasanudin. Dalam pameran ini membentuk kepercayaan diri bagi Biranul Anas untuk terus konsisten menekuni seni serat (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006: 123).

Dalam kurun waktu 30 tahun, Biranul Anas Zaman telah menghasilkan berbagai macam karya seni serat mulai dari yang berbentuk tiga dimensi, tapestri, seni instalasi serta jenis-jenis lainnya yang terbuat dari serat (tekstil). Dari beragam jenis karya yang telah dibuat sebagian besar karya Biranul Anas berbentuk tapestri.

Karya-karya Biranul Anas mengangkat tema-tema yang dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia seperti tema-tema mengenai perempuan, lingkungan hidup (alam), social, politik serta agama (religi) yang dengan memasukan unsur kebudayaan Indonesia. Namun tak jarang karya-karyanya tak menyentuh masalah kebudayaan Indonesia. “seni serat bagi Biranul Anas adalah media ungkap. Dalam proses berkaryanya, sifat serat, teknik dan konstruksi tenunan adalah

(32)

menyulam dan menenun, melainkan lebih jauh menampilkan ekspresi individual yang

merupakan upaya mencari makna-makna” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006:3). Dari ketekunan dan konsistensi Biranul Anas dalam berkarya pada seni serat menginspirasi seniman-seniman yang lebih muda untuk berkarya dan mengeluti seni serat.

2. Teknik dan Proses

“Tapestry is a farm, heavy, stiff, jacquard –weave fabric made by hand in

wich the filling yans sets. Tapestry is also the term used for fabric made by hand in

wich the filling yarns are discontinus. In handmade tapestries the filling yarn is used

only in those areas weherethat colour is desired”(Kadolph, Langford, 1993: 408).

Yang berarti Tapestri adalah susunan, tebal, kuat, jacquard – kain tenun yang dibuat dengan tangan yang mana disunsun dengan memasukannya pada jalinan benang. Tapestri biasanya untuk kain yang dibuat dengan tangan yang mana berisi benang yang terputus-putus. Pada pembuatannya tapestri benang yang dimasukkan pada tenunan hanya digunakan untuk satu bagian warna saja.

Definisi-definisi tersebut membentuk satu benang merah yang dapat di ambil sebagai suatu kesimpulan, bahwa tapestri merupakan sebuah kain yang dibuat dengan tangan manusia (handmade) dengan menggunakan teknik tenun tangan (hand weaving). “Sebagaimana jalinan sehelai kain (tekstil), seni serat mempuyai dasar

struktur anyaman yang berbentuk konstruksi horizontal dan vertikal. Dari

keberadaan ini diperoleh kemungkinan pembentukan dan penempatan jalinan serat

(33)

commit to user

Struktur dasar dalam anyaman tapestri adalah struktur tenun yang terdiri dari benang pakan (warp) dan benang lusi (weft). Proses kreatif pembuat bentuk atau bidang melalui jalinan lusi (weft). Proses pembuatan tapestri yang sepenuhnya menggunakan tenaga tangan manusia memberikan kesan yang lebih dinamis dan lentur dibandingkan dengan menggunakan alat (ATBM ataupun tenun mesin). “Adanya kelenturan pencapaian bentuk tersebut nyebabkan obyek yang digarap

memperlihatkan kesamaan visual seperti dalam penggarapan sni lukis dan sni

patung. Bahkan dapat pula mencapai perwujudan secara rinci bentuk seperti pada

efek dekoratif dan nuansa warna” (Nanang Rizali, 2006:93).

Menurut McCloud dan Gallinger, tapestri masuk kedalam jenis karpet atau permadani. Dalam permadani terbagi dalam dua jenis, yaitu:

a). Pile Rugs (permadani yang memiliki bulu serta permukaan yang bergelombang, seperti permadani jenis velvet, clipped dan bountone).

b). Flat-surfaced (Permadani yang terbentuk dari benang pakan dan benang lusi, membentuk permukaan yang rata. Bentuk ini biasa disebut juga dengan istilah struktur tenun pipih (flat woven). Yang masuk dalam permadani jenis ini adalah tenun ikat pakan, tenun ikat lusi, tenun ikat gringsing dan tapestri) (McCloud, Gallinger, 1957: 9).

(34)

boutone, soumak, laid-in. sedangkan stylized form yang membenuk pola memiliki

bermacam-macam jenis permadani di dalamnya, seperti permadani Persia, embroidered flossa, permadani fluff dan permadani chenille. Stylized form umumnya

digunakan dalam membentuk bentuk-bentuk geometris ataupun bentuk deformasi. Karakter dari stylized form ini adalah bentuk-bentuk yang cenderung bersifat kaku atau patah-patah.

Sumber : http://www.nejad.com/consumer/anatomy_of_a_rug.htm Gambar II. 6

Pile Rugs

Sumber : http://www.nejad.com/consumer/anatomy_of_a_rug.htm Gambar II. 7

(35)

commit to user

“The tapestry weave is a flat weave with no pile loops either cut or uncut and

the design is formed by the interlocking at desired intervals by different-colored weft.

… Tapestries was woven by laying the colors in though the warp with the fingers, and

the weaver often sits at an upright loom” (McCloud, Gallinger, 1957: 55).

Teknik tapestri memilki perbedaan dengan teknik lainnya, selain dari cara pembuatannya yang menggunakan handwoven, serta dalam struktur jalinan benangnya setiap warna yang muncul dalam tenunan menggunakan benang yang berbeda pula. Perpindahan atau pertemuan antara dua warna benang yang ada, kemudian memunculkan teknik-teknik yang baru. Tapestri terdiri dari beberapa jenis, setiap jenisnya dinamakan berdasarkan teknik pertemuan benang pakan saat pergantaian warna dan bentuk. Berikut adalah gambar beserta uraiannya:

a). Slit Tapestri b). Diagonal Tapestri c). DovetailedTapestri

d). Dovetailed Tapestri e). Interlocked Tapestri f). Interlocked Tapestri Sumber : McCloud, Gallinger, 1957: 59

Gambar II. 8

(36)

a. Slit Tapestry

Merupakan teknik yang paling banyak dikenal. Teknik ini menghasilkan kesan yang lembut danam setiap perubahan yang terjadi.

b. Diagonal Tapestry

Teknik ini digunakan dalam membentuk bidang miring. Memiliki kemiripan dengan teknik slit tapestry dalam beberapa tingkatan, namun dalam ukuran yang pendek.

c. Dovetailed Tapestry

Perpindahan antara benang terjadi dalam benang pakan yang sama dan memutari benang pakan yang sama. Teknik ini digunakan dalam membentuk bidang vertikal atau tegak lurus. Taupun membentuk bidang dengan kemiringan sampai dengan 45°.

d. Interlocked Tapestry

Dalam teknik ini benang lusi (weft) saling terkait antara satu warna dengan warna yang lain dalam titik setiap baliknya. Teknik ini dapat menghasilkan bentuk yang dinamis. (McCloud, Gallinger, 1957: 59).

(37)

commit to user

“tidak seperti lukisan, tapestri bukanlah media yang seluruh bagian atasnya anda

berkerja sekaligus. Sebaliknya, anda berkerja sambil menempuh rute linier langkah

demi langkah-seperti menaiki gunung”(Dormer, 2008:154). Selain itu sebelum masuk dalam proses pembuatan tapestri, terlebih dulu harus direncanakan langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan. Hal ini bertujan agar hasil akhir dari tapestri tersebut sesuai dengan apa yang telah di rencanakan sebelumnya baik itu dari segi bentuk, warna, ataupun tekniknya. “ … sang penenun pakar, ketika menciptakan

ulang dalam tenunan area yang ditimpa tersebut, … Sang penenun mengubah setiap

kebetulan sang pelukis menjadi pertimbangan yang mendalam”(Dormer‟ 2008:154).

Perencanaan yang dilakukan dilakukan karena dalam tapestri terdapat berbagai elemen yang mempengaruhi bentuk visualisasi darri karya tapestri itu sendiri. Selain dari segi warna dan bentuk yang beragam dalam setiap karya tapestri, teknik pun juga menjadi elemen yang penting dalam tapestri.

Dalam karya tapestri selain terdapat teknik dasar yang berupa teknik tenun tangan (handwoven) juga terdapat teknik imbuhan lainnya seperti teknik ikat, rajutan, sulam, patchwork.” Aplikasi dan mengolahnya menjadi bahasa ungkapan untuk membangun

gambaran yang nyaris realistik” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006:2). Hal ini

(38)

C. Konsep Penciptaan

Dilihat dari katanya, seni memiliki persamaan atau hubungan yang dekat dengan kata-kata seperti dengan kehalusan serta kelembutan, khususnya dari kedekatan maknanya.

Art itu lebih dekat dengan kualitas halus dan lembut yang berlawanan dengan kasar. Dengan pengertian modern maupun pra-modern, sebuah karya (ciptaan) yang kita sebut „seni‟ itu berkaitan dengan spiritualitas. … spiritualitas berhbungan dengan keseluruhan yang lebih luas, lebih dalam dan lebih kaya yang meletakkan situasi terbatas kita saat ini dalam perspektif baru. Dengan demikian, spiritualitas berhubungan dengan sesuatu yang transeden. Sesuatu yang transeden adalah yang melampaui, menembus, mengatasi semua apa yang telah kita alami dan ketahui dalam hidup ini (Jakob Sumardjo, 2006:12).

Proses penciptaan dalam suatu kesenian berawal dari suatu pemikiran atau proses berpikir dari sang seniman. Dari suatu pemikiran ini kemudian lahirlah karya-karya yang indah dan bernilai tinggi. Namun pada kenyataannya pemikiran setiap orang berbeda, dari perbedaan pemikiran ini membuat karya yang dihasilkan setiap orang berbeda-beda. Perbedaan tersebut memunculkan penilaian dari karya-karya tersebut yang dinilai dari perbandingan karya yang ada. Cara berpikir manusia jika dibuat dari pendekatan psikologi kognitif maka ditemukan bahwa:

Kesadaran baru akan ada semacam fungsi pengendalian dan pelaksana dalam benak kita. Psikologi kognitif mengakui bahwa informasi secara aktif ditata dan dibagun ulang dalam ingatan dan bukan dicatat dan

diingat … teori kognitif memberikan penekanan yang besar pada cara

(39)

commit to user

Permasalahan selalu muncul dalam setiap saat serta permasalahan yang dihadapi tiap-tiap orang itu sendiri berbeda-beda. Sehingga dalam penangganan atau penyelesaian masalah yang dilakukan setiap orang pun berbeda sesuai dengan pemkiran dari tiap-tiap orang. “seorang pemikir dapat mengendalikan arah pemikirannya berkelana tanpa tujuan. Normalnya orang tidak sepenuhnya terlibat

dalam satu jenis pikiran, namun lebih memvariasikan tingkat kendali atas arahan

pikirannya … seorang seniman dapat mengikuti arahan pikirannya secara alamiah,

atau mengendalikan dan mengubah arahan pikiran menurut apa yang dianggapnya

sesuai” (Lawson, 2007:151).

Konsep seni sendiri lahir dari pemikiran-pemikiran seni, “konsep seni mengandung arti konsep dasar yang membangun persepsi seni (kesamaan

pandangan tentang seni pada suatu masyarakat)” (jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006:XV). Konsep seni sendiri jika dilihat dari sudut pandang budaya Indonesia dalam hal ini kebudayaan jawa.maka terdapat kata kagunan yang dalam kamus sastra jawa sebagai “(1) kepandaian (2) pekerjaan yang berguna dan berfaedah, (3) pengugkapan akal-budi melalui rasa keindahan (gambar, ukian, puisi dan lagu)

kepamdaian pada definisi ini (dekat dengan penegtian muse) bias dijelaskan melalui

pengertian mousike techne yang dicatat sebagai aktivitas berpikiran secara

rassional” (Jakob Sumardjo, 2006: 10).

(40)

latin filsafat tentang keindahan. Namun ketika kedua ideologi ini terbentuk terjadi perkembangan yang berbeda.

Ideologi seni Indonesia tidak mengubah persepsi terhadap estetika tentang hubungan pengalaman merasakan keindahan dengan ungkapan seni. Membuat ideologi seni Indonesia dekat estetika dan pembahasan seni yang diturunkan mempersoalkan kepekaan, inilah yang menjadi sumber keahlian dalam memunculkan manifestasi seni. Sementara ini pembentukan ideologi seni barat memperlihatkan arah perkembangan yang berbeda.

Ideologi barat lebih cenderung meninggalkan estetika “ karena persepsi hakikat pada kebendaan seni (art) ideology seni rupa (fine art)” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006: 38). Hal ini sejalan dengan muatan utama dari seni tradisi Indonesia. “eksistensi seni tradisi Indonesia, khususnya jawa, mengandung tiga muatan penting, yaitu: (1) mitologi;(2) ritual; (3) symbol. Ketiga muatan itu saling

bergayut, mencerminkan kandungan spirit, ruh, dan jiwa budaya bangsa,

menyiratkan pencapaian kualitas estetik seni tradisi Indonesia, sesuai babak

sejarahnya” (Gustami, 2004:1).

(41)

commit to user

Wawasan kriya punya keyakinan khas soal aspek keterampilan kerja,seperti yang pernah dikatakan seniman dan pengraji seni rupa internasional, kelahiran Pakistan, Iftikar Dadi, ungkapnya: “keterampilan kerja bukan hanya persoalan proses, sebagaimana suatu keterampilan menubah suatu keterampilan dan praktek yang

bersifat non-matrial. Yang melaluinya suatu bentuk pelayanan tertentu

dipersembahkan” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006:52).

Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat membuat seni mengalami perubahan, khususnya peran serta kedudukannya dalam sosial kemasyarakatan. “…, akhirnya seni menemukan bentuk pengabdiannya yang baru, yaitu sebagai media ekspresi pribadi, sebagai media ungkap tersalurnya gagasan

kretif dengan gaya dan penampilan yang berkpribadian. Spirit, ruh dan jiwa budaya

yang berkepribadian ini landasan kelahiran seni baru” (Gustami, 2004: 13).

Perubahan yang terjadi dalam peran serta kedudukan seni dalam sosial kemasyarakatan, tidak serta merta merubah proses penciptaan seni. Dalam koteks metodologis, terdapat tiga tahapan penciptaan seni, yaitu:

Pertama, tahapa eksplorasi, meliputi aktifitas penjelajahan menggali sumber ide dengan langkah identifikasi dan prumusan masalah, penelusuran, pengalian, pengumpulan data dan referensi. … kedua, tahap perancangan yang dirumuskan diteruskan visualisasi gagasan dalam bentuk sketsa alternatif, kemudian ditetapkan pilihan sketsa terbaik sebagai acuan reka bentuk atau dengan gambar teknik yang berguna bagi perwujudannya. Ketiga, tahapan perwujudan, bermula dari pembuatan model prototype sampai ditemukan kesempurnaan karya yang dikehendaki (Gustami, 2004:29).

(42)

tapestri. Maka dalam hal pengungkapan gagasan dan sentuhan kreatif estetik banyak kemungkinan yang dapat dilakukan melalui seni serat (tapestri). “beragam karya seni serat telah membuka realitas pengembangan tekstil melalui ungkapan seni, kriya dan

desain. Dengan demikian tekstil sebagai benda yang bersifat lembut dan luwes

dengan intuisi rasa, ungkapan, warna dan unsur psikologi yang akhirnya

menghadirkan keindahan” (Nanang Rizali, 2006: 96).

Pada seni serat terkandung makna simbolik sbagai ekspresi seniman, kriyawan atau desainer tekstil yang lebih „bebas‟. “Dalam perwujudannya unsur

-unsur rupa seperti bentuk, garis, tekstur bahkan ragam hias (motif) dan warna

merupakan unsur yang penting. Di samping pemilihan bahan serat benang menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dari penggarapan teknik. Seni serat (fiber art)

merupakan karya seni yang cenderung berkembang dan memberi peluang

pemahaman baru yang khas” (Nanang Rizali, 2006: 98).

Dalam perwujudan unsur rupa yang ada seperti bentuk, garis, tekstur bahkan ragam hias (motif) dan warna meruakan suatu satu kesatuan yang utuh. Sehingga dalam mengkaji suatu karya seni tidak dapat dipisah-pisahkan antara unsur yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Langer bahwa, “prinsip penciptaan nilai estetik yang bertolak dari jenis yang khas itu, dapat ditebak

dalam berbagai jenis simbolisasi sebagai hasil abstraksi gagasankreatif. … Simbol

estetik bukanlah suatu system simbol, melaikan satu kesatuan” (Agus Sachari, 2002:

(43)

commit to user

D. Kerangka Pikir

(44)

Dalam penulisan ini kerangka perpikir berfungsi sebagai gambaran atau sketsa tentang arah penelitan yang akan dilakukan sehingga penelitian yang dilakukan dapat sesuai harapan. Yang menjadi latar belakang masalah adalah Konsep Penciptaan Seni Serat Tapestri Karya Biranul Anas Zaman dengan menggunakan pendekatan estetika sebagai „pisau bedah‟ dalam membuka permasalahan yang ada, sehingga

menghasilkan analisa dan kesimpulan yang akurat.

Setelah menentukan latar belakang masalah, kemudian dibentuklah perumusan masalah. Dalam perumusan masalah terdiri dari dua jenis yaitu konsep penciptaan dan visualisasi karya. Setelah melalui proses perumusan masalah maka proses penelitian masuk dalam tahap pembedahan masalah yang di kaji dengan menggunakan pendekatan estetika. Proses pembedahan masalah dengan menggunakan pendekatan estetika terdapat visualisasi serta konsep penciptaan yang menujang proses pembedahan masalah.

Setelah melalui proses metodologi penelitian maka terpilihlah beberapa sample yang akan di kaji, berupa karya-karya tapestri Biranul Anas Zaman yang telah dipilih berdasarkan teknik pencuplikan yang ada. Karya-karya yang dipilih telah mewakili seluruh karya yang telah diciptakan oleh Biranul Anas Zaman selama kurun waktu lima tahun terakhir. Pemilihan dilakukan berdasarkan tema-tema yang diangkat dalam karya-karya Biranul Anas zaman.

(45)

commit to user

diperlukanlah pendapat dari Orang yang kompeten serta mengetahui permasalahan yang diangkat sebagai Narasumber. Proses pengambilan data berupa pendapat Narasumber melalui proses wawancara.

Setelah mendapat data berupa penilaian dari Penulis serta pendapat Narasumber, maka data-data yang telah ada kemudian di analisis oleh penulis. Dari proses analisis data ini kemudian membentuk suatu kesimpulan. Kesimpulan yang ada kemudian digunakan untuk menjawab permasarahan yang ada. Dalam penjelasan diatas, banyak menyinggung mengenai estetika. Dalam penulisan di bawah ini akan membahas lebih dalam mengenai estetika. Hal ini diharapkan dapat menjelaskan penedakatan estetika yang akan digunkana dalam penelitian ini dalam membedah permasalahan yang ada.

Berdasarkan pengertiannya, estetika berasal dari kata aesthetis (yunani)

yang berarti pencerapan atau cerapan indra. Pencerapan atau persepsi tidak hanya

melibatkan indra, tetapi juga proses psikofisik seperti asosiasi, pemahaman, khayal,

kehendak dan emosi” (Nanang Rizali, 2006: 16). Pada awalnya estetika adalah

bidang filsafat yang berurusan dengan pemahaman tentang keindahan alam dan seni. Dalam perkembangannya hingga kini estetika diartikan sebagai „inti seni‟ yang

(46)

Estetika bukan hanya sekedar penjelmaan keindahan saja, melainkan harkatnya ditingkatkan menjadi estetika yang etis, yang bertanggung jawab. Lebihlanjut dari itu, estetika tetap bertindak sebagai moralitas manusia untuk menyibak dunia dan mentransformnya ke dalam karya-karya kreatif. Estetika bukan lagi sekedar objek, melainkan justru objek itu sendiri, subjek yang menghidup, subyek yang mengada. … . Disamping merangkul dirinya sendiri menjadi subyek yang menyublim ke arah penyadaran manusia menuju renungan kreatif yang mendalam (Nanang Rizali, 2006: 20).

Benda mempunyai fungsi sebagai benda, sesuai dengan konsepnya yang

direncanakan, ia sebuah realitas. Di samping itu, ia juga merupakan perwujudan

realitas lain, yakni realitas benda sebagai pembawa dari tanda-tanda atau

simbol-simbol sebuah image” (Nanang Rizali, 2006: 18). Sejalan dengan meluasnya perkembangan dari kajian estetik, diikuti dengan munculnya model-model kajian estetik di dalamnya. Salah satu model kajian estetik adalah model kajian bahasa rupa (semantik). “Semantik dikenal sebagai ilmu tentang simbol-simbol linguistik yang

bertitik tolak dari makna, serta apa yang menjadi rujukan makna tersebut. Istilah ini

pertama kali digunakan untuk mengupas arti teknis pada filologi yang mengkaji

perubahan makna dalam perkataan” (Agus Sachari, 2005: 125).

(47)

commit to user

Aktivitas manusia untuk membangun sesuatu dan membangun sesuatu merupakan usaha untuk membentuk makna. … . Salah satu tugas utama pemaknaan adalah berjuang melawan ‟distansi kultural‟, di mana penafsiran harus mengambil jarak supaya dapat membuat interpertasi yang subjektif. … walaupun penafsiran memilki jarak terhadap fenomena budaya tertentu, penafsiran tersebut sebenarnya tidak berkerja dengan „tangan kosong‟. Penafsiran tersebut „telah

membawa sesuatu‟ yang oleh Heidegger disebut vorhable (apa yang ia

miliki), Vorsicht (apa yang ia lihat) dan Vorgriff (apa yang digagas kemudian) (Agus Sachari, 2005: 126).

Dalam kajian makna, proses simbolisasi suatu objek estetik menjadi penting karena makna secara tajam dapat diamati pada proses penyimbolan satu fenomena atau juga penyimbolan gagasan estetik. Hal ini sejalan dengan pendapat Langer, bahwa: “simbol estetik bukanlah suatu sistem simbol, melainkan kesatuan simbol…

Simbol-simbol itu mempunyai maknanya masing-masing, tanpa perlu menjadi

unsur-unsur tunggal dari keutuhan makna karya estetik itu, karena makna tersebut tidak

bersifat struktural” (Agus Sachari, 2002:19). Lanjut lagi menurut Langer,bahwa: Realitas yang diangkat k dalam simbol seni hakikatnya bukan realitas objektif, melainkan realitas subjektif, sehingga bentuk atau forma simbolis yang dihasilkan mempunyai ciri amat khas. Forma simbolis yang terbentuk adalah forma yang hidup. Pengalaman subjektif bias menjadi isu suatu forma simbolis. Jika pengalaman ini adalah suatu perasaan yang kuat, maka pembentukan forma ini akan menunjukkan eksprsivitas yang sedemekian kuat mengakar, sehingga forma itu seolah-olah hidup. Forma akan menjadi forma nilai-nilai estetik suatu objek atau artifak (Agus Sachari, 2002:19-20).

(48)

barang-barang yang sifatnya sebagai benda dekoratif dan sebagian dari pakaian, karpet, serbet serta permadani dengan bentuk yang besar. Namun pada umumnya tapestri digunakan sebagai panjang dinding (Gillow, Sentence, 2001:76).

Dari beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa usaha mengubah lukisan menjadi tapestri bukan tanpa dasar, karena tapestri memiliki beberapa perbedaan. Dari perbedaan tersebut dapat dikatakan menjadi kalebihan tapestri dibandingkan dengan lukisan. Berikut merupakan penjelasannya:

Efek pembiasaan dan pemantulan cahaya juga berbeda. Cahaya yang dipantulkan dari permukaan yang tidak berpori pada lukisan, tetapi dngan benang, sehingga lebih banyak cahaya diserap dan cahaya tersebut memantul di dalam. Dengan demikian warna tresebut disemarkan, dan sebagai akibatnya tapestri dapat menjadi media yang sangat kaya. Tingkat kekerasan, jenis benang yang digunakan dan kerapatan kebengkokan (warp) per inci akan masing-masing menentukan hakikat tekstur dan dengan mengubah tekstur tersebut anda dapat, secara harafiah, membuat model dengan cahaya (Domer, 2008: 153-154).

“Berbagai kemungkinan teknis merupakan bagian dari eksplorasi estetis

dengan penekanan pada ungkapan bentuk warna permukaan (tekstur). Sebagaimana

jalinan sehelai kain (tekstil) seni serat mempunyaidasara struktur anyaman yang

dibentuk konstruksi horizontal dan vertikal. Dari keberadaan ini diperoleh

kemungkinan pembentukan dan penempatan jalinan serat atau benang” (Nanang Rizali, 2006: 93).

(49)

commit to user

beberapa simbol yang muncul akan lebih mudah apabila dari beragam simbol yang ada pada suatu karya seni di kelompokan kedalam beberapa bagian. Namun dalam bagian satu dengan bagian yang lainnya memiliki satu keterkaitan atau satu kesatuan (unity).

“Unity adalah merupakan visinya mengenai bentuk dari karyanya.

Kegagalan dalam mencapai kesatuan akan mengakibatkan sebuah desain menjadi

tidak menjadi tidak memiliki nilai/kaidah estetika. karena pada dasarnya secara

visual , desain tumbuh dari proses perkembangan menyatunya unsur-unsur atau

unit-unit yang berbeda-beda” (Nanang Rizali, 2006: 43). Untuk mencapai suatu kesatuan (unity) organisasi yang baik, sebuah karya seni memiliki kriteria dan prinsip yang perlu mendapat perhatian. Menurut Nanang Rizali, prinsip-prinsip tersebut adalah:

a. Irama

Pada bidang seni rupa irama terbentuk karena pengulangan (repetition) dan gerakan (movement). Pengulangan mungkin diwujudkan melalui warna dan nada bidang atau bentuk, garis dan tekstur.

b. Keseimbangan

(50)

c. Pusat Perhatian

Setiap bagian tertentu dari suatu karya seni hendaknya memilki perhatian atau tingkatan dominan yang layak atau pantas (Nanang Rizali, 2006: 43 - 47).

(51)

commit to user

III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian kualitatif diarahkan pada kondisi aslinya di mana subjek peneliti berada. Peneliti menjelajahi kancahnya dan menghabiskan waktunya untuk mengumpulkan data sampai secara langsung dan mengarahkan kajiannya pada interpretasi objek menurut apa adanya. Lokasi tempat pengambilan data berada di studio serta di lokasi lainnya tempat narasumber berada yang bertempat di kota Bandung, Semarang dan Surakarta. Penelitian dilakukan pada kurun waktu antara bulan Agustus 2010 hingga Oktober 2010 dengan fokus kajian estetika konsep penciptaan tapestri karya Biranul Anas Zaman serta latar belakang munculnya karya-karya Biranul Anas.

B. Bentuk Penelitian

(52)

C. Sumber Data

Sumber data yang dmanfaatkan dalam penelitan ini berupa:

1. Informan atau narasumber yang akan diminati keterangan meliputi seniman serat tapestri yang karya-karyanya akan diteliti serta dikaji, juga narasumber lain yang memahami seputar topik bahasan penelitian ini, antara lain:

a. Nama : Biranul Anas Zaman

Pekerjaan/Jabatan : Seniman serat tapestri, Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung Topik wawancara : Perkembangan seni serat tapestri di Indonesia,

latar belakang munculnya karya-karya Biranul Anas, konsep penciptaan karya Biranul Anas melalui penedekatan estetika.

b. Nama : Nanang Rizali

Pekerjaan/Jabatan : Guru besar Kriya Seni/Tekstil Universitas Sebelas Maret, Surakarta

(53)

commit to user

c. Nama : Jim Supangkat Pekerjaan/Jabatan : Kurator

Topik wawancara : Penilaian Jim Supangkat Mengenai karya-karya seni serat tapestri Biranul Anas melalui sudut pandang estetika.

2. Arsip dan dokumen serta catatan yang diperoleh dari berbagai pihak yang dapat menunjang penelitian ini, seperti dokumentasi berupa foto seni serat tapestri karya-karya Biranul Anas dan data tertulis mengenai seni serat tapestri.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif berupa informan dari nara sumber, arsip, dokumentasi berbagai seni serat tapestri. Sumber data tersebut menuntut cara tertentu guna mendapat data, maka strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini dikelompokan ke dalam dua cara, yaitu interaktif dan non-interaktif.

Metode interaktif meliputi wawancara mendalam dan observasi, sedangkan metode non-interaktif meliputi observasi tak berperan, dan mencatat dokumen atau arsip. Adapun teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara

(54)

serta dapat dilakukan berkali-kali sesuai dengan keperluan peneliti berkaitan dengan kejelasan masalah yang sedang digali (Sutopo, 2002;58-59). Wawancara dilakukan dengan informan atau narasumber dengan topik wawancara karya-karya seni serat tapestri Biranul Anas Zaman dengan mengunakan pendekatan estetika. Dalam proses wawancara dalam penelitian ini yang menjadi narasumber adalah Biranul Anas Zaman, Nanang Rizali dan Jim Supangkat.

2. Observasi

Observasi langsung dapat dilakukan dengan cara mengambil tak berperan. Dalam observasi penelitian ini, peneliti hanya sebagai pengamat tanpa terlihat berperan apapun, sehingga peneliti melakukan observasi tak berperan, yaitu prilaku yang bergayutan dan kondisi lingkungan yang tersedia di lokasi penelitian dapat diamati secara formal maupun tidak formal (Sutopo, 2002:64-65). Observasi dilakukan di studio Biranul Anas yang berada di Bandung, Jawa Barat.

3. Studi Pustaka

Data-data dokumen dan arsip merupakan data yang penting, artinya dalam penelitian kualitatif terutama sasaran penelitiannya pada latar belakang atau berbagai peristiwa yang terjadi dimasa lampau dan sangat berkaitan dengan kondisi peristiwa masa kini yang berhubungan dengan konsep peciptaan seni serat tapestri karya Biranul Anas. Demikian halnya dengan benda fisik yang berupa sumber data penting dalam penelitian ini (Sutopo, 2002:68-70).

(55)

commit to user

dengan mengkaji data tertulis yang terdapat di perpustakaan-perpustakaan yang berada di beberapa perguruan tinggi, seperti di Universitas Sebelas Maret (UNS), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT).

4. Teknik Pencuplikan

Cuplikan berkaitan dengan pembatasan jumlah dan jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian. Teknik cuplikan yang digunakan bersifat selektif dengan menggunakan dasar pertimbangan konsep teoritis, keingin tahuan pribadi, karakteristik empirik dan lain-lain, yaitu teknik purposes sampling yang dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapi realitas yang tidak tunggal, dengan populasi yang akan di angkat adalah karya tapestri yang telah dibuat oleh Biranul Anas pada kurun waktu lima tahun terakhir (2005 hingga tahun 2010).

(56)

E. Validitas Data

Dalam proses penelitian, dikumpulkan data untuk menjamin validitas data

dengan menggunakan teknik trianggulasi data. “Teknik triaggulasi data

memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda-beda untuk menggali data yang

sejenis, tekanannya pada perbedaan sumberdata, bukan pada teknik pengumpulan

data atau yang lain” (Sutopo, 2006: 93). Peneliti bisa memperoleh dari narasumber

(manusia) yang berbeda-beda dengan teknik wawancara yang mendalam, sehingga informasi dari narasumber yang satu bias dibandingkan dengan informasi dari narasumber yang lainnya. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu bias lebih teruji kebenarannya bila mana dibandingkan dengan sejenis data yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik sumber sejenis atau sumber yang berbeda jenisnya.

(57)

commit to user

F. Teknik Analisis Data

Di dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama, yaitu: (1) reduksi data, (2) sajian data dan (3) penarikan kesimpulan atau verifikasi. Ketiga komponen tersebut diterapkan secara interaksi, baik antar komponennya maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus, yang disebut dengan model analisis interaktif. Untuk lebih memperjelas proses penelitian yang dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data, maka model analisis interaktif dapat diggambarkan sebagai berikut:

Sumber: Sutopo, 2000:96

Gambar III.2

Skema analisis model interaktif

(58)

bagian deskripsi dan refleksinya adalah data yang telah digalidan dicatat. Dari dua bagian data tersebut peneliti menyusun rumusan pengertian secara singkat, berupa berupa pokok-pokok temuan yang penting dalam arti inti pemahaman segala peristiwa yang dikaji yang tersebut reduksi data. Kemudian dilakukan penyusunan sajian data yang berupa cerita sistematis dan logis degan suntingan penelitian supaya makna peristiwanya menjadi lebih jelas dipahami, dengan dilngkapi perabot sajian yang diperlukan(matriks, gambar, dan sebagainya) yang angat mendukung kekuatan sajian data. Dari sajian data tersebut dilakukan penarikan simpulan (sementara) dilanjutkan dengan verifikasinya.

(59)

commit to user

BAB IV

KAJIAN ESTETIS TAPESTRI KARYA BIRANUL ANAS

A. Gambaran Umum Seni Serat Tapestri Karya Biranul Anas

1. Latar Belakang Munculnya Karya Biranul Anas Zaman

Biranul Anas telah berkarya dalam dunia seni serat tapestri kurang lebih 35 tahun. Ketertarikan Biranul Anas bermula saat menggunjungi pameran seni mahasiswa di Kyoto Art University, yang di dalamnya memamerkan beragam jenis karya seni termasuk di dalamnya karya seni serat (fiber art). Pada tahun 1975 sepulangnya dari Jepang berbekal pengetahuan yang seadanya mengenai seni serat tapestri, Biranul Anas mulai mencoba berkarya.

(60)

Biranul Anas memamerkan karya-karya seratnya di Galeri Dacenta, Bandung, untuk pertama kalinya pada tahun 1982. Pameran ini diadakan bersama seniman serat lainnya seperti, Yusuf Affendi, Lengganu, dan Hasanudin. Pameran ini membentuk kepercayaan baginya untuk terus konsisten menekuni ekspresi seni serat. soal yang tidak mudah dijalankannya di tengah masyarakat yang lebih akrab pada ekspresi seni lukis dan seni patung.

Biranul Anas berpameran di Pusat Kebudayaan Belanda, Erasmus Huis, Jakarta pada tahun 1986 dan memperoleh kajian kritik yang positif, khususnya untuk karya-karya instalasi anyaman pita dan kain stretch. Biranul Anas mulai menjalin hubungan secara lebih intens dengan The Victorian Tapestry Workshop Melbourne, Australia untuk mendiskusikan berbagai permasalahan seni serat. pada tahun ini, Biranul Anas juga mulai melatih dan membentuk tim pekerja (artisan) untuk membantu menyelesaikan karya-karyanya.

Tahun 1990 Biranul Anas meninggalkan kelompok Decenta Bandung untuk menekuni karir artistik secara mandiri dan berpameran di Galeri Hidayat, Bandung bersama Yusuf Affendi, Ratna Panggabean dan Lengganu. Pada tahun ini, tim pekerjanya yang sebelumnya terdiri dari kaum lelaki diganti dengan perempuan yang berasal dari komunitas perkampungan di sekeliling kediamannya. Biranul Anas mengajarkan mereka teknik-teknik seni serat hingga mencapai taraf keterampilan yang tinggi.

Tahun 1992 Biranul Anas di undang sebagai peserta pameran “Jakarta Art &

Design Expo” (JADEX) di Jakarta Design Center, Jakarta. Pameran JADEX yang

(61)

commit to user

mengsejajarkan berbagai jenis karya (seni, desain dan kriya) menjadi satu representasi pembahasan masalah yang sama. Biranul Anas juga mengikuti pameran besar “7thasian International Art Exhibition” (PISRA) di Bandung.

Bersama beberapa mahasiswanya, Biranul Anas menggalakkan penelitian tentang potensi serat dan zat pewarna alam untuk pembuatan berbagai karya tekstil pada tahun 1994. Baik sebagai karya seni maupun produk-produk industri, serta kaitannya dengan pengembangan dunia pariwisata Indonesia Biranul Anas menjadi kurator pameran “Indonesia Textiles” di University of Leeds. Inggris.

Tahun 1994 sampai dengan 1998, Biranul Anas memimpin tim penelitian dan penulis seri publikasi buku (10 jilid) tentang manusia dan kebudayaan Indonesia (Seri Buku Indonesia Indah, Jakarta). Empat jilid diantaranya membahas tentang tekstil tradisional Indonesia. Kegiatan penelitia dan penulisan ini menyebabkan Biranul Anas mengunjungi daerah Nusa Tenggara Timur yang kemudian dianggapnya sebagai kampung halaman ke dua. Kedekatan Biranul Anas pada kebudayaan Nusa Tenggara Timur dapat terlihat dari beberapa karyanya yang menggangkat tema yang berhubungan dengan kebudayaan Nusa Tenggara Timur.

(62)

Tradisional Textiles” di Jakarta dan manjadi salah satu pembicara utama pada

pariwisata tersebut.

Tahun 2007 Biranul Anas mengadakan pameran tunggal yang di berinama

'IKATAN SILANG BUDAYA-SENI SERAT BIRANUL ANAS' di Bentara Budaya

Jakarta, dengan Jim Supangkat sebagai kurator. Pada pameran ini sebagian besar

karyanya menggangkat tema perempuan. Pada tahun 2009 mengikuti pameran seni

serat yang berjudul Fiber Face 2 Yogyakarta, di Taman Budaya Yogyakarta. Pameran ini diselenggarakan oleh Rumah Budaya Babaran Segaragunung bekerjasama dengan Taman Budaya Yogyakarta. Disamping pameran itu sendiri, terdapat sub acara Sarasehan dan Slide Show. Dalam pameran ini Biranul Anas diundang sebagai seniman serat senior bersama dengan Hani Winotosastro.

Tiga puluh lima tahun Biranul Anas berkarya dalam dunia seni serat tapestri telah banyak pameran serta acara yang di ikuti oleh Biranul Anas dari berbagai penjuru dunia baik itu dalam ataupun luar negeri. Pengalaman pribadi ini baik secara langsung ataupun tidak langsung ikut mempengaruhi proses berkesenian Biranul Anas, baik itu dari segi tema, teknik, bahan hingga proses kerja.

2. Proses Penciptaan Karya Seni Serat Tapestri Biranul Anas

(63)

commit to user

dari karya-karya tersebut dapat dilihat perkembangannya serta perubahan yang terjadi dalam karya-karya Biranul Anas dari waktu ke waktunya.

Tahun 1975 hingga tahun 1984 merupakan masa-masa awal Biranul Anas dalam berkarya dalam dunia seni serat. masa ini diawali saat Biranul Anas mencoba mempraktekan ilmu yang didapat selama Biranul Anas berada di Jepang dan berakhir hingga tahun 1984 saat Biranul Anas pertama kali mengadakan pameran di gedung Decenta Bandung. Pada masa ini karya-karya Biranul Anas di dominasi teknik macramé dengan bahan-bahan seperti goni, benang sintetis dan kapas. Proses kerjanya masih menggandalkan sketsa atau rancangan awal sepenuhnya sebagai patokan dalam membuat karya.

Tema yang diangkat adalah tema-tema abstrak dengan visualisasi karya menganggkat bentuk-bentuk abstrak. Secara keseluruhan pada tahap ini karya-karya Biranul Anas telihat masih mencari bentuk dalam berkarya dalam dunia seni serat. karya-karya pada masa awal Biranul Anas berkarya antara lain, Tator, Nusa Dua, Kokos serta beberapa karya-karya lainnya yang tak berjudul.

Gambar IV. 1

(64)

Tahun 1985 hingga tahun 1990 adalah periode kedua dalam karier Biranul Anas. Periode ini diawali setelah Biranul Anas mengadakan pameran pertamanya. Pada periode ini tema yang diangkat mulai beragam dengan menggangkat tema-tema sekitar pencitraan alam dan tema kebudayaan dalam proses kerjanya menggunakan sketsa namun dengan penjelasan yang lebih terperinci.

Bahan-bahan yang umumnya digunakan Biranul Anas pada periode ini adalah goni, benang sintesis dan kapas. Pada periode ini teknik yang digunakan lebih beragam sebagai besar karyanyanya menggunakan teknik hand weaving dan macrame. Secara keseluruhan pada periode ini, karya-karya Biranul Anas mengalami perkambangan yang pesat. Perkembangan yang terjadi khususnyadi bidang teknik. Perkembangan ini terjadi karena Biranul Anas mulai menjalani hubungan lebih intens dengan The Victorian Tapestry Workshop dalam bertukar informasi mengenai seni serat tapestri. Karya-karya pada masa ini antara lain Oasis, Antara Langit dan Bumi, Trogon dan Perkawinan.

Gambar IV. 2

(65)

commit to user

Perioade berikutnya adalah periode tahun 1990 hingga tahun 2000. Periode ini dimulai saat Biranul Anas memutuskan untuk meninggalkan kelompok Decenta Bandung untuk menekuni karier artistik secara mandiri pada periode ini teknik yang digunakan lebih beragam, dimana dalam satu karya terdapat teknik dasar dengan ditambah dengan teknik imbuhan lainnya. Proses kerja pada periode ini sketsa yang di buat lebih mendalam karena semakin banyak teknik yang digunakan.

Tema yang umumnya diangkat pada periode ini adalah tema-tema seperti pencitraan alam. Pada periode ini Biranul Anas menggunakan bahan-bahan separti kayu,manik-manik, dan kolase. Secara keseluruhan pada periode ini Biranul Anas menunjukkan perkembangan pada bidang bahan serta teknik , sehingga menghasilkan karya-karya yang lebih kaya akan warna dan bentuk. Karya-karya Biranul pada periode ini antara lain Gunung, Gunungan Ungu serta Gunung Kembar.

Gambar IV. 3

(66)

Periode tahun 2000 hingga 2007 adalah periode ke empat dalam masa Biranul Anas berkarya seni serat. pada periode ini teknik yang di gunakan sebagian besar adalah teknik hand weaving sebagai background, kemudian ditambah dengan teknik imbuhan lainnya seperti teknik kolase, sulam hingga air brush. Proses berkarya Biranul anas pada masa ini tidak lagi berpatok pada sketsa yang ada, saat berkarya sering kali Biranul Anas menambahkan atau merubah bentuk, pola ataupun teknik yang ada di sketsa.

Tema yang diangkat pada periode ini lebih beragam. Seperti tema pencitraan alam, tema budaya, tema perempuan hingga tema lingkungan. Pada periode ini bahan yang di gunakan adalah bahan-bahan yang terbuat dari alam dan ramah lingkungan seperti daun kering, kayu, rotan dan lainnya. Pemilihan bahan-bahan ini dikarenakan pemikiran dan komitmen Biranul Anas untuk menggunakan bahan-bahan yang alami serta ramah lingkungan. Secara keseluruhan pada periode 2000-2008 Biranul Anas banyak menggali dan medalami bidang bahan serta tema. Sehingga dapat terlihat dari karya-karya yang diciptakan pada periode ini lebih beragam dari segi tema-tema yang diangkat serta terlihat pula keperdulian Biranul Anas pada issue lingkungan sesuai dengan apa yang dikatakan dalam beberapa acara yang ia ikuti. Karya-karya Biranul Anas pada periode 2000 hingga 2007 antara lain Subuh Di Qum, Tameng, serta Euis.

Gambar IV. 4

(67)

commit to user

Periode 2008 hingga 2010 adalah periode terbaru Biranul Anas. Periode ini dapat langsung terlihat jelas terlihat pada bidang tema. Pada periode ini teknik yang digunakan tak mengalami perubahan. Masih menggunakan teknik hand weaving sebagai background kemudian di tambah dengan beberapa teknik imbuhan di dalamnya seperti teknik sulam, prada ataupun air brush.

Bahan yang umumnya digunakan pada periode ini adalah bahan bahan seperti serat sintetis, daun kering, serta bahan-bahan alam lainnya. Yang terlihat di periode ini adalah pada bidang temaa. Tema yang diangkat adalah tema-tema politik, sehingga jika dilihat garis besarnya periode 2008 hingga 2010 Biranul Anas mencoba menjadi lebih dalam menggali bidang tematik. Karya-karya Biranul Anas pada periode 2008-2010 antara lain Glare Of Defiance, Thinkers Of The Alternative, serta Perfect Hostage.

Gambar IV. 5

Gambar

Gambar 25   THINKERS OF THE ALTERNATIVE ………………………………..
Gambar II. 1
Gambar II. 2
Gambar II. 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data Badan Pusat Statistik mengenai ekspor impor produk Aluminium Sulfat dalam kurun waktu lima tahun terakhir dari tahun 2010 – 2014 mengalami peningkatan,

Luas serangan hama dan penyakit padi berdasarkan kompilasi data Statistik Pertanian IV (SP IV 2006) oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, dalam kurun waktu lima tahun

Data Badan Pusat Statistik mengenai ekspor impor produk Aluminium Sulfat dalam kurun waktu lima tahun terakhir dari tahun 2010 – 2014 mengalami peningkatan,

Laporan ini di buat untuk memudahan program studi dalam melihat distribusi dan gambaran vapaian IPK mahasiswa dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Capaian Indeks

paling sedikit 1 (satu) karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional bereputasi, paten, atau karya seni monumental/desain monumental, dalam kurun waktu 3

Kondisi ekonomi yang mempengaruhi pembangunan pendidikan dalam kurun waktu lima tahun mendatang antara lain adalah (1) tingginya angka kemiskinan dan

memiliki nilai pekerjaan sejenis tertinggi dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar paling kurang sama dengan 50% (lima puluh persen) nilai HPS/Pagu Anggaran. 2)

Potensi pendanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya pada APBD Kabupaten Klungkung dan Provinsi lima tahun terakhir menunjukan fluktuasi perkembangan baik