• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi dari pada suatu penelitian. Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti “perenungan”yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan

realitas.15

Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh sutau variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.16

Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan-penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.17

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini, adalah teori Positivisme Hukum.

Teori Positivisme Hukum adalah teori murni yang merupakan teori hukum realistis radikal. Dimana teori murni memperlihatkan kecondongannya dengan menyajikan hukum positif

15Soetandyo Wignjosoebroto dalam Salman Otje dan Susanto Anton, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung 2004,hal. 21, menyebutkan bahwa teori adalah suatu konstruksi di alam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai yang tidak menyatakan di alam pengalaman.

16

Maria S.W. Sumardjono, Pedoman, Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal 12-13, bandingkan dengan Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, hal.19

yang bebas dari ketercampuran hukum “ideal” atau hukum yang “benar”. Dalam konteks ini, teori murni bermaksud menyajikan hukum sebagaimana adanya, bukan sebagaimana seharusnya.18

Dalam pandangan positivis, tidak ada hukum lain, kecuali perintah penguasa. Bahkan, bagian dari aliran Hukum Positif yang dikenal dengan nama positivisme Perundang-undangan

(Legisme) berpendapat lebih tegas, bahwa hukum itu identik dengan Undang-Undang.

John Austin mengemukakan :

Hukum adalah peraturan-peraturan yang berisi perintah, yang dibebankan untuk mengatur makhluk berpikir, perintah mana dilakukan oleh makhluk yang memegang dan mempunyai kekuasaan. Austin menganggap hukum sebagai system yang logis, tetap dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik atau buruk, melainkan didasarkan pada kekuasaan dari penguasa.19

Menurut teori Positivisme hukum, hukum adalah peraturan-peraturan yang berisi perintah penguasa, sedangkan menurut teori Positivisme Perundang-undangan (Legisme), hukum adalah Undang-Undang. Dua hal tersebut sebenarnya mengandung pengertian yang sama, yaitu hukum adalah perintah penguasa yang disusun atau dikemas dalam bentuk Undang-Undang.

Dengan demikian menurut teori Positivisme Hukum, segala aspek hukum yang menyangkut Perseroan adalah perintah penguasa yang disusun atau dikemas kedalam bentuk undang-undang yang disebut dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT).

Semula hukum Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dalam Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga dimulai dari Pasal 36 sampai dengan Pasal 56. Pada era setelah kemerdekaan, ketentuan pasal-pasal tersebut pernah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971, dan perubahan yang terjadi tidak terlalu signifikan, karena tidak ada penambahan lebih luas, tetapi hanya mengubah ketentuan Pasal 54 KUHD

18 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatifdengan judul buku asli Pure Theory of Law, Alih Bahasa Raisul Muttaqin, Nusa Media, Bandung, 2008, hal.121.

saja.20Pada akhirnya KUHD tidak dapat lagi mengikuti dan memenuhi kebutuhan perkembangan perekonomian dan dunia usaha. Padahal perekonomian Indonesia tidak dapat menutup diri terhadap pengaruh dan tuntutan globalisasi tanpa mengurangi pengaturan Perseroan yang harus tetap bersumber dan setia pada asas perekonomian yang digariskan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yakni asas kekeluargaan. Dengan demikian diterbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, menggantikan KUHD tersebut di atas.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dalam perkembangannya ketentuan dalam Undang-Undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi.21Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru. Maka pada tanggal 16 Agustus 2007, diundangkanlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995. Adapun yang menjadi alasan dilakukannya penggantian UUPT tersebut sebagaimana dalam konsiderans menimbang UUPT Nomor 40 Tahun 2007, yaitu :

a. Bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.

b. Bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan perekonomian nasioanl dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang mendapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif.

20M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 23.

c. Bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

d. Bahwa Unadang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dengan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.22

Dengan perspektif tersebut diatas, UUPT 2007 diharapkan dapat menampung tuntutan perkembangan perekonomian, ilmu pengetahuan, dan teknologi secara substansial dengan rumusan yang sangat luas. Salah satunya adalah mengatur pembubaran Perseroan Terbatas. Dimana pembubaran Perseroan Terbatas diatur dalam Bab X tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya Status Badan Hukum Perseroan mulai dari Pasal 142 sampai dengan Pasal 152.

Perseroan Terbatas adalah salah satu jenis perusahaan yang berbentuk badan hukum yang modalnya terdiri dari saham-saham. Perseroan sebagai badan hukum memiliki harta kekayaan telepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban seperti yang dimiliki seseorang.

Dalam ilmu hukum, subjek hukum (legal subject) adalah setiap pembawa atau penyandang hak dan kewajiban dalam hubungan-hubungan hukum. Hal ini sejalan dengan pengertian subjek hukum yaitu suatu yang dapat atau cakap melakukan perbuatan hukum atau melakukan perbuatan perdata atau membuat perikatan.23 Manusia dikatakan sebagai subjek hukum karena manusia dapat dibebani hak dan kewajiban. Disamping manusia, masih ada lagi pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dinamakan badan hukum (reschtpersoon).24

22Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal.1.

23

R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, 2001, hal. 17.

24A.Rido dalam Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek dalam Gugatan Perdata di Pengadilan, PT. Rineka Cipta, Jakarta , 2007, hal. 130.

Badan Hukum termasuk subjek hukum karena dapat dibebani hak dan kewajiban seperti manusia pada umumnya.

Untuk mengetahui apa hakikat badan hukum tersebut, ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain sebagai berikut :

1. Teori Fiksi

Teori fiksi menyatakan bahwa badan hukum itu semata-mata buatan Negara saja. Badan hukum itu hanya suatu fiksi saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) yang sebagai subjek hukum diperhitungkan sama dengan manusia.

2. Teori Harta Kekayaan Bertujuan

Teori ini menganut pandangan bahwa pemisahan harta kekayaan badan hukum dengan harta kekayaan anggotanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Karena itu teori ini berpandangan tidak peduli manusia atau bukan, tidak peduli apakah kekayaan tersebut merupakan hak-hak yang normal atau bukan, pokoknya adalah tujuan dari kekayaan tersebut.25 Harta kekayaan ini menjadi milik dari perkumpulan yang bersangkutan, yang menyebabkan perkumpulan ini menjadi subjek.

3. Teori Organ

Inti teori organ adalah badan hukum itu seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar ada dalam pergaulan hukum. Badan hukum realita yang sesungguhnya, sama halnya dengan kepribadian manusia.26

25Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, Griya Media, Salatiga, 2011, hal. 64. 26Ibid, hal. 62.

Menurut teori ini, badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi suatu organism riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia.

4. Teori Pemilikan Bersama

Teori ini berpandangan bahwa badan hukum tidak lain merupakan perkumpulan manusia yang mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Itulah yang menyebabkan hak dan kewajiban badan hukum tersebut pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota secara bersama-sama. Jadi, sebenarnya badan hukum itu hanya konstruksi yuridis belaka.

Dalam prakteknya, badan hukum tidak mempunyai kehendak sendiri. Badan hukum hanya dapat melakukan perbuatan melalui perantaraan orang atau orang-orang yang duduk sebagai pengurus. Orang atau orang-orang yang menjadi pengurus tersebut bekerja tidak untuk dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nama badan hukum tersebut. Oleh karena itu pengurus merupakan salah satu unsur badan hukum.

Sebagai sebuah badan hukum, Perseroan Terbatas telah memenuhi unsur-unsur sebagai badan hukum sebagaimana telah diatur dalam UUPT. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut :

a. Memiliki pengurus dan organisasi teratur;

b. Dapat melakukan perbuatan hukum (recht handeling) dalam hubungan-hubungan hukum

(rechts betrekking), termasuk dalam hal ini dapat digugat atau menggugat di depan

pengadilan;

c. Mempunyai harta kekayaan sendiri; d. Mempunyai hak dan kewajiban; e. Memiliki tujuan sendiri.27

Dalam sistim hukum Indonesia suatu badan hukum selain memenuhi lima unsur seperti disebutkan di atas juga harus di daftarkan sebagai badan hukum. Sebelum di daftarkan sebagai

27Mulhadi,Hukum Perusahaan : Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal. 83.

badan hukum, organisasi itu secara formal belum dapat diakui sah sebagai badan hukum. Perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus suatu perseroan yang belum didaftarkan dianggap sebagai perbuatan pribadi pengurus. Sesuai tuntutan perkembangan modern, pendaftaran badan hukum sekurang-kurangnya dapat dilihat sebagai syarat formil, sedangkan lima syarat di atas disebut syarat materil.28 Meskipun pendaftaran badan hukum sebagai syarat formil, dalam praktek seringkali sahnya suatu badan hukum berkaitan dengan tanggung jawab hukum pengurus. Dalam hal perbuatan-perbuatan perdata tanggung jawab pengurus badan hukum yang sah sebatas tanggung jawab pengurus menurut anggaran dasar atau anggaran rumah tangga. Sebaliknya jika badan hukumnya belum sah, maka tanggung jawab badan hukum bersifat pribadi dari orang-orang yang duduk sebagai pengurus.

Dokumen terkait