• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nomor 40 Tahun 2007 Tentang PerseroanTerbatas

2. Tanggung Jawab Direksi

Berdasarkan Pasal 1 butir 5 UUPT yang menyebutkan ”Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai ketentuan anggaran dasar.

Dari definisi di atas tampak bahwa istilah tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi hampir memiliki arah dan maksud yang sama, yakni melakukan pengurusan perseroan (sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar) dan mewakili perseroan (baik di dalam maupun di luar pengadilan).137

136M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 558. 137Mulhadi, Op.Cit, hal. 101-102.

Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik (in good faith) dan penuh tanggung jawab (full responsibility) menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya maka ia bertanggung jawab penuh secara pribadi.138.

Tanggung jawab Direksi sangat erat hubungannya dengan tugas dan kewajiban Direksi. Tugas dan kewajiban Direksi untuk menjalankan kepengurusan perseroan akan mengakibatkan tuntutan tanggung jawab atas semua perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukannya dan dilaksanakannya. Tanggung jawab Direksi pada dasarnya beriringan dengan keberadaan tugas, kewenangan dan kewajiban yang melekat pada dirinya.

Kewajiban Direksi apabila ditinjau dari UUPT, antara lain sebagai berikut : a. Dalam Pasal 100 ayat (1) UUPT yang menyebutkan ”Direksi wajib :

1) membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah rapat Direksi;

2) membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang Dokumen Perusahaan; dan

3) memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya”.

b. Dalam Pasal 101 ayat (1) UUPT yang menyebutkan : ”Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus”.

138I.G. Rai Widjaja, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha Hukum Perusahaan, Megapoin, Bekasi-Indonesia, 2006, hal. 215.

c. Dalam Pasal 102 ayat (1) UUPT yang menyebutkan ”Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk :

1) Mengalihkan kekayaan Perseroan; atau

2) Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;

Yang merupakan lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak”.

Direksi merupakan satu-satunya organ dalam perseroan yang melaksanakan fungsi perseroan,139yang bertindak untuk melakukan pengurusan dan pengawasan suatu perseroan serta berkewajiban untuk meningkatkan nilai ekonomis suatu perseroan termasuk pengurusan sehari-hari, sehingga Direksi harus diberikan kewenangan-kewenangan yang mendukung untuk tercapainya hasil yang ingin dicapai dalam Perseroan, dan juga diembankan tanggung jawab selaku wakil dan salah satu pengurus Perseroan.

Kewenangan yang diberikan kepada Direksi adalah menjalankan pengurusan Perseroan yang mewakili segala kegiatan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan sesuai batas-batas yang ditentukan dalam undang-undang dan anggaran dasar Perseroan. Adapun wewenang Direksi yang lazim terdapat di dalam anggaran dasar perseroan, antara lain :

a. Apabila pengeluaran saham-saham telah jatuh tempo dan masih diperlukan perpanjangan waktu, maka Direksi diberi wewenang untuk memohonkan perpanjangan waktu kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri Kehakiman;

b. Apabila dalam waktu satu bulan setelah Direksi memberitahukan pengeluaran saham-saham tersebut tidak ada yang membelinya, maka Direksi dengan persetujuan Komisaris mempunyai wewenang untuk menjual saham-saham itu kepada siapa saja;

c. Direksi bersama-sama dengan Dewan Komisaris berwenang menandatangani surat-surat saham;

139Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 21.

d. Bila ada surat saham atau talon yang rusak hingga tidak dapat dipakai lagi, maka Direksi berwenang mengeluarkan duplikatnya atas permintaan yang berkepentingan setelah aslinya dimusnahkan oleh Direksi dihadapan yang berkepentingan tersebut;

e. Demikian pula apabila surat saham atau talon yang asli tadi hilang, maka dengan bukti yang cukup serta jaminan-jaminan yang dianggap perlu, Direksi mempunyai wewenang untuk memberikan duplikatnya;

f. Direksi mempunyai wewenang untuk menahan keuntungan-keuntungan atas saham dan melarang mengeluarkan suara atas saham tersebut, jika ternyata dalam suatu pemindahan hak, tidak dipenuhi kewajiban-kewajibannya;

g. Direksi atas tanggung jawabnya sendiri diberi kewenangan untuk mengangkat seorang kuasa atau lebih dengan syarat-syarat dan kekuasaan yang ditentukan secara tertulis; h. Direksi mempunyai wewenang mewakili perseroan di muka dan di luar pengadilan serta

berhak melakukan perbuatan pengurusan dan pemilikan atau penguasaan (beheer en

beschikking) dengan batasan-batasan tertentu;

i. Mempunyai wewenang memimpin dan mengetuai RUPS;

j. Mempunyai wewenang untuk mengadakan rapat umum luar biasa pemegang saham setiap waktu bila dipandang perlu;

k. Mempunyai wewenang untuk menandatangani notulen rapat, jika notulen tidak dibuat dengan proses verbal notaris.140

Namun menurut Pasal 99 UUPT, terdapat suatu pengecualian yang terjadi terhadap Direksi dalam mewakili perseroan, artinya Direksi tidak memiliki kewenangan untuk mewakili Direksi apabila :

a. Terjadi suatu perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan;

b. Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan. Sehingga yang berhak untuk mewakili perseroan adalah :

a. Anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan; b. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan

dengan perseroan;

c. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

140Ali Ridho dalam Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Mataram, 2009, hal. 68.

Selanjutnya dalam Pasal 104 UUPT menyebutkan :

”Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaiman diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”.

Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, Direksi harus bertolak dari landasan bahwa tugas dan kedudukan yang diperoleh oleh Direksi berdasarkan pada 2 (dua) prinsip dasar yaitu kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi (duty of skil and care).141 Kedua prinsip ini menuntut Direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Pelanggaran terhadap kedua prinsip ini membawa konsekuensi yang berat bagi Direksi, karena Direksi dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi.

Besarnya wewenang yang diberikan kepada Direksi tidak berarti kewenangan Direksi tanpa batas. Kewenangan Direksi dibatasi oleh kewenangan bertindak secara intern, baik yang bersumber pada doktrin hukum maupun yang bersumber pada peraturan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan.

Batasan tersebut antara lain adalah adanya doktrin Ultra Vires, yang menyatakan bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan di luar kewenangan dari Direksi tersebut. Apabila Direksi telah melanggar ketentuan kewenangannya sebagaimana yang telah dinyatakan dalam anggaran dasar perseroan, maka Direksi telah melakukan pelanggaran terhadap prinsip ultra

141Chatamarrasjid Ais, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 71.

vires dan dengan demikian Direksi harus mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya sampai dengan mengikutsertakan harta pribadi Direksi tersebut.

Pembatasan-pembatasan kewenangan Direksi Perseroan yang ditinjau dari UUPT antara lain :

a. Pasal 2 UUPT, yaitu : ”Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;

b. Pasal 92 ayat (1) UUPT, yaitu : dalam menjalankan pengurusan perseroan, Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus Perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari Perseroan;

c. Pasal 97 ayat (1) UUPT, yaitu : Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan, artinya harus ada itikad baik dan bertanggung jawab dalam pengurusan perseroan;

d. Pasal 102 UUPT, yaitu : adanya perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Komisaris dan/atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diatur dalam anggaran dasar;

e. Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan dalam hal terjadinya konflik kepentingan

(conflict interest).

Kemudian dalam hal wewenang Direksi untuk mewakili Perseroan di luar pengadilan, anggaran dasar memberi pembatasan-pembatasan, antara lain sebagai berikut :

a. Direksi harus mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Komisaris apabila ia akan melakukan tindakan-tindakan :

1) meminjam uang atas nama Perseroan atau meminjamkan uang kepada pihak lain dalam jumlah tertentu;

2) mengikat Perseroan sebagai penjamin utang;

3) membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh atau mengalihkan barang-barang tetap milik Perseroan atau membebani barang-barang milik Perseroan tersebut dengan utang;

4) mengalihkan barang-barang bergerak milik Perseroan yang bernilai tinggi.

b. Dalam hal mengangkat dan memberhentikan seseorang, kuasa untuk mewakili Perseroan harus dilakukan oleh dua orang anggota Direksi atau apabila Direksi itu terdiri hanya seorang direktur, maka harus dilakukan bersama-sama dengan Komisaris;

c. Direksi harus bekerja sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui oleh Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);

d. Tiap anggota Direksi wajib meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada anggota Direksi lainnya apabila akan melakukan tindakan yang menurut kebiasaan dalam dunia usaha dianggap sebagai hal yang penting bagi Perseroan;

e. Pembagian pekerjaan Direksi dalam lingkungan Perseroan antara para anggota Direksi diatur dan ditentukan sendiri oleh para anggota Direksi itu.

Di Indonesia, secara umum tanggung jawab Direksi terbagi atas dua tahap, yaitu sebelum Perseroan Terbatas mendapat statusnya sebagai badan hukum dan setelah Perseroan Terbatas mendapatkan status sebagai badan hukum. Direksi sebelum Perseroan Terbatas memperoleh statusnya sebagai badan hukum, secara kolektif bersama dengan pendiri dan Dewan Komisaris bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan, hal ini dimaksud agar Direksi tidak melakukan perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum berstatus badan

hukum tanpa persetujuan semua pendiri, Direksi dan Dewan Komisaris.142Sedangkan tanggung jawab Direksi setelah Perseroan berstatus badan hukum adalah bersifat terbatas pada perbuatan yang dilakukan sebagai perwakilan yang mengurus dan mengelola untuk dan atas nama Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.143

Tugas dan kewajiban Direksi untuk menjalankan kepengurusan perseroan akan mengakibatkan tuntutan tanggung jawab atas semua perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukannya dan dilaksanakannya. Tanggung jawab Direksi pada dasarnya beriringan dengan keberadaan, tugas, kewenangan, hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya, termasuk yang terdapat pada teori dan doktrin hukum yang telah diuraikan dengan singkat sebelumnya.

Tanggung jawab Direksi dapat dibedakan dalam :

a. Tanggung jawab internal, yaitu meliputi tugas dan tanggung jawab Direksi perseroan dan pemegang saham perseroan; dan

b. Tanggung jawab eksternal, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab Direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan.144

Setiap anggota Direksi bertangung jawab secara pribadi maupun secara tanggung renteng semua anggota Direksi Perseroan, sebagaimana diatur dalam UUPT yang dapat dilihat dalam pasal-pasal yang mengatur sebagai berikut :

a. Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum

142

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 143Pasal 92 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

144Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas Risiko Hukum Pemilik,

sebagaimana dimaksud pada ayat (2).145 Bahwa Direksi menjamin transaksi pembelian kembali saham Perseroan Terbatas baik secara langsung maupun tidak langsung dengan proses dan tata cara yang telah ditentukan oleh Perseroan Terbatas;

b. Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.146 Hal ini yang merefleksikan informasi dalam rangka pelaksaksanaan fiduciary dutyDireksi terhadap Perseroan;

c. Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (5),147 yakni tindakan kehati-hatian dalam pembagian dividen interim yang dilakukan oleh Direksi terhadap Perseroan;

d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi tanggung jawab anggota Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dan Pasal 104,148 yakni pembatalan pengangkatan Direksi karena tidak memenuhi persyaratan pengangkatan, namun tetap bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama Perseroan yang mengakibatkan kerugian perseroan atas tindakan yang memiliki itikad buruk dan/atau perbuatan melawan hukum;

e. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan

145

Pasal 37 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 146Pasal 69 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 147Pasal 72 ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 148Pasal 95 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),149 yaitu tanggung jawab renteng anggota Direksi bila keanggotan Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota atau lebih;

f. Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus,150 yaitu sanksi pertanggungjawaban Direksi mengenai keterbukaan (disclodure) yang berhubungan dengan kemungkinan terjadinya benturan kepentingan;

g. Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut,151yakni terjadi kelalaian dan kesalahan Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan, sehingga setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit perseroan;

h. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik,152 yaitu mengabaikan kewajiban untuk menerima persetujuan atau bantuan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga Direksi diminta pertanggungjawabannya secara pribadi;

i. Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris,

149

Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 150Pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 151Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 152Pasal 102 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik,153 yaitu mengabaikan kewajiban untuk meminta persetujuan atau bantuan kepada Dewan Komisaris, sehingga bila terjadi kerugian Direksi dimintai pertanggungjawaban secara pribadi.

Menurut Pasal 14 ayat (1) UUPT, yang menyebutkan bahwa : ”Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut”.

Terhitung sejak pengesahan, para pendiri Perseroan tidak lagi bertanggung jawab secara terbatas atas setiap perikatan yang dibuat untuk dan atas nama Perseroan, dan hanya akan menanggung kerugian yang terbatas pada nilai seluruh saham yang dimilikinya. Selama pengesahan tersebut belum diperoleh maka pendiri (dan sekalian pengurusnya) bertanggungjawab sepenuhnya secara tanggung renteng atas nama Perseroan. Ketiadaan pengesahan itu tidak meniadakan perseroan yang hendak dibentuk, hanya saja sifat pertanggungjawabannya yang belum tidak terbatas.

Pertanggungjawaban renteng sesama Direksi dalam UUPT diatur dalam beberapa pasal, yakni sebagai berikut :

a. Pasal 69 ayat (4) UUPT, yaitu anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya; b. Pasal 97 ayat (5) UUPT, yaitu anggota Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas

kerugian perseroan apabila dapat membuktikan :

1) kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

2) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

3) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

4) telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. c. Pasal 104 ayat (4) UUPT, yaitu anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan

Perseroan apabila dapat membuktikan :

1) kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

2) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; 3) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas

tindakan pengurusan yang dilakukan; dan

4) telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

Dalam hal perseroan bubar berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib diikuti dengan likuidasi. Untuk melaksanakan dan mengurus proses likuidasi maka ditunjuk seorang atau beberapa orang Likuidator oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan penunjukan likuidator, maka seluruh tugas pengurusan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi beralih kepada Likuidator. Oleh karena itu Likuidator mempunyai tugas dan kewajiban untuk melaksanakan proses likuidasi sampai selesai. Apabila proses likuidasi tidak selesai atau tidak memenuhi seluruh proses pembubaran yang diatur dalam UUPT, maka yang bertanggung jawab adalah likuidator.

Dokumen terkait