• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori adalah serangkaian praposisi atau keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi, yang mengemukakan penjelasan atas suatu gejala. Sedikitnya terdapat tiga unsur dalam suatu teori, yaitu:

1. penjelasan tentang hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori.

2. teori menganut sistem deduktif, yaitu suatu yang bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju suatu yang khusus dan nyata.

3. teori memberikan penjelasan atas gejala yang dikemukakannya. Fungsi dari teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang dilakukan.27

1. Kerangka Teori

Kegunaan teori hukum dalam penelitian adalah sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah

27

Duane R. Monette, Thomas J. Sullivan, Comell R. Dejong, Applied Social Research, (New York, Chicago, San Fransisco: Holt, Rinehart and Winston Inc., 1986), hal. 27.

penelitian.28 Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan dan teori kehendak.

a. Teori keadilan dalam perjanjian gadai deposito

Kerangka teori utama yang digunakan dalam menganalisis parate eksekusi terhadap gadai deposito dalam perjanjian kredit berdasarkan pokok pikiran keadilan yang ditawarkan oleh Aristoteles.

Dalam buku Nicomachean Ethics yang khusus membahas keadilan, Aristoteles telah mengajarkan bahwa hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan dan keadilan harus dipahami dalam pengertian kesamaan yang proporsional.29

Ada dua macam keadilan. Keadilan distributief dan keadilan commutatief. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang yang menjadi jatahnya. Keadilan ini menguasai hukum yang mengatur hubungan antara masyarakat, khususnya negara dengan perseorangan (khusus), yang berlaku dalam hukum publik.30

Teori keadilan menurut Aristoteles, keadilan commutatief, yaitu semua orang mendapat hak yang sama.

Keadilan commutatief berlaku dalam bidang hukum perdata tepatnya wilayah peradilan. Keadilan ini juga disebut keadilan korektif yang berfokus pada pembetulan

28

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010), hal. 16.

29

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum, Perspektif Historis, Diterjemahkan dari The Philosophy Of Law in Historical Perspective, (The University of Chicago Press, 1969), hal. 24-25.

30

yang salah. Bahwa hukum hanya dapat diterapkan dalam kaitannya dengan keadilan dan keadilan harus dipahami dalam pengertian kesamaan, kesamaan yang dimaksud bukan kesamaan numerik, tapi kesamaan yang menurut Aristoteles sebagai kesamaan yang proporsional.31

Dalam gadai deposito sebanyak mungkin harus terdapat kesamaan proporsional antara hak dan kewajiban antara debitur pemberi gadai deposito dan kreditur pemegang gadai deposito.

Dalam penulisan tesis ini, arah dari penelitian dimulai dari pembahasan tentang parate eksekusi terhadap gadai deposito yang tak terpisah dari teori keadilan dan perlindungan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang sudah lama dikenal dalam sejarah hukum, juga analisis terhadap keadilan dengan memasukkan teori-teori tentang kebebasan individu (freedom), persamaan (equality), dan hak-hak dasar lainnya,32 antara lain dapat dilihat pada perlakuan yang adil33 dengan adanya kepastian hukum dalam perjanjian gadai deposito antara kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit bank, keseimbangan hak dan kewajiban yang proporsional antara debitur dan kreditur dalam perjanjian gadai deposito dalam perjanjian kredit bank;

31

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Yokyakarta: Laks Bank Mediatama, 2008), hal. 3.

32

Edgar Bodenheimer. Treatise on Justice. (New York, USA: Philosophical Library, Inc, t.t.), hal 100.

33

Hans Kelsen, TeoriHukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Empirik-Deskriptif, Alih Bahasa Somardi, Judul Asli General Theory of Law and State (Rimdi Press,

1995), hal. 47 menyatakan bahwa:” Nilai-nilai keadilan tidak terletak dalam hubungan dengan suatu kepentingan melainkan dalam hubungan dengan suatu norma. Namun demikian, norma ini, seperti yang diyakini oleh orang yang memberi pertimbangan, tidaklah objektif, melainkan bergantung pada suatu kepentingan subjektifnya. Oleh sebab itu, tidak ada satu standart keadilan saja tetapi banyak standar keadilan semacam ini yang berbeda-beda dan saling tidak konsisten satu sama lain”.

serta menghormati hak milik debitur atas deposito yang digadaikan dan yang akan dijual apabila ternyata debitur tidak dapat melunasi utangnya sampai tenggang waktu yang ditentukan.

Adapun refleksinya di dalam gadai deposito tentang pemberlakuan prinsip keadilan adalah adanya kepastian hukum bagi kreditur untuk memperoleh pelunasan piutangnya, namun tak berarti harus merugikan kepentingan debitur dalam hal debitur gagal membayar utang pada waktu yang telah ditentukan. Apabila debitur gagal membayar utang pada waktu yang ditentukan, kemudian bank (kreditur) berhak menjual benda yang dijaminkan dalam hal ini deposito dan mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan tersebut. Apabila ada sisa hasil penjualan, harus dikembalikan kepada debitur dan apabila hasil penjualan deposito kurang untuk melunasi utang maka debitur harus menambah pembayaran agar utang dapat dilunasi seluruhnya.

Adalah adil apabila kreditur (bank) sebagai yang berpiutang untuk menerima pelunasan utang dari debitur, selain untuk menjaga kesinambungan fungsi bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana ke masyarakat,34 namun sekali lagi tak boleh pula kreditur dalam melakukan penjualan benda jaminan deposito merugikan debitur.

Pada dasarnya gadai baik barang bergerak secara umum ataupun deposito secara khusus tetap harus menggunakan aturan-aturan yang tertuang dalam

34

KUHPerdata, namun seiring perkembangan zaman gadai deposito tidak selalu dapat ditangani oleh KUHPerdata yang telah dibuat lebih 200 tahun yang lalu, sehingga tidak adanya kepastian hukum menimbulkan ketidak adilan bagi kedua pihak khususnya debitur pemberi gadai deposito dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu, diperlukan penyempurnaan atas ketentuan gadai deposito tersebut.

b. Teori Kehendak

Salah satu teori dari hukum kontrak klasik adalah teori kehendak. Menurut teori kehendak suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan kehendak diantara para pihak, yang harus dihormati dan dipaksakan oleh pengadilan. Dalam teori kehendak terdapat asumsi bahwa kontrak melibatkan kewajiban yang dibebankan terhadap para pihak.

Sebagai teori pendukung digunakan teori kehendak karena gadai deposito merupakan kehendak antara si berpiutang dengan yang berutang dengan deposito sebagai jaminannya dan menimbulkan kewajiban diantara pihak yang melakukan kontrak tersebut.

Mengingat bahwa gadai deposito adalah juga suatu perbuatan kontraktual maka peran pemerintah harus seminimal mungkin sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Morris Cohen:

“Hubungan kontraktual dalam hukum adalah suatu pandangan di dalam suatu sistem yang diinginkan oleh hukum sehingga kewajiban-kewajiban akan bangkit berdasarkan kehendak dari individu secara bebas tanpa adanya

pengekangan. Hal yang terbaik bahwa peran pemerintah adalah seminimal mungkin.”35

2. Konsep

Dalam rangka melakukan penelitian ini, perlu disusun serangkaian defenisi operasional (operational defenition) dari beberapa konsep yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu definisi dari, parate eksekusi, gadai, deposito berjangka, perjanjian kredit, bank.

Ke-satu, hak parate eksekusi adalah hak untuk menjual untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitur tanpa melalui eksekutoriale titel.36

Kedua, kata gadai dalam undang-undang digunakan dalam dua arti, satu sisi menunjukkan kepada bendanya (benda gadai), sisi lain, tertuju kepada haknya (hak gadai)37.

Gadai atau Pand merupakan lembaga jaminan kebendaan bagi benda bergerak yang diatur dalam KUH Perdata. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh orang lain atas namanya dan memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari benda tersebut secara didahulukan daripada kreditur

35

Petter Heffey. Principles of Contract Law. (Sydney: Thomson Legal and Regulatory Limited, 2002), hal.5.

36

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan (1), Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, (Yokyakarta: Liberty, 1980), hal. 31-33.

37

lainnya, dengan kekecualian untuk mendahulukan biaya lelang, biaya penyelamatan benda setelah digadaikan.38

Ketiga, Deposito Berjangka adalah suatu piutang atas nama deposan (pemilik uang) kepada penerbit deposito (dalam hal ini adalah Bank) karena deposito ini merupakan suatu piutang atas nama maka tidak dapat dipindahtangankan/diperjualbelikan. Bunga deposito berjangka dibayar setiap bulan pada hari bayarnya atau sekaligus pada saat jatuh tempo dan dapat dijadikan jaminan kredit39. Mengenai cara penyerahannya, maka dilakukan menurut ketentuan Pasal 613 ayat (1) dan (2) KUH Perdata, yang berbunyi sebagai berikut: “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan nama hak-hak kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain”.“Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya”.

Ke-empat, perjanjian kredit. Sebelum sampai kepada perumusan (operational defenition) dari perjanjian kredit maka yang dimaksud dalam tulisan ini adalah perjanjian kredit bank. Subekti, menyebutkan bahwa “suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu.40Demikian pula dalam bukunya yang berjudul Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan

38

Pasal 1155 KUH Perdata.

39

Johannes Ibrahim (2). Bank Sebagai Lembaga Intermediasi Dalam Hukum Positif. (Bandung: CV.Utomo, 2004) Hal : 87.

40

Tertentu dipakai istilah persetujuan untuk overeenkomst.41 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, memakai istilah perjanjian untuk overeenkomst.42 Sejalan dengan uraian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan persetujuan dalam perkataan persetujuan pinjam meminjam dalam pengertian kredit menurut pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan Tahun 1998 tidak dapat diartikan lain daripada

perjanjian. Kredit (defenisi ke-tujuh) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.43 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.44

Pengertian tentang perjanjian kredit belum dirumuskan,45 baik dalam Undang- Undang Perbankan Tahun 1998 ataupun Rancangan Undang-undang tentang Perkreditan, namun di dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf (a) Undang-Undang

41

Wirjono Prodjodikoro (1), Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Bale Bandung, 1986),hal 8 dan 10.

42

Wirdjono Prodjodikoro (2),Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,

Bandung: Sumur, 1981), hal. 1.

43

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan Tahun 1998.

44

Pasal 1, angka 2 Undang-Undang Perbankan Tahun 1998.

45

Oleh karenanya perlu untuk memahami pengertian perjanjian kredit yang diutarakan oleh para pakar hukum. Subekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 13. Subekti berpendapat bahwa: “Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur oleh KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata.

Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Pradnya Paramita, 1975),

hal. 67. Marhainis mengemukakan pendapat yang sama:“Perjanjian kredit adalah identik dengan

Perbankan Tahun 1998 menjelaskan bahwa pemberian kredit dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman:46

“Dari rumusan yang terdapat di dalam Undang-undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam KUHPerdata Pasal 1754. Perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika Verbruiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik benda yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Oleh karena itu perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah.”

Kelima, Bank. Tidak ada defenisi yang pasti mengenai apa yang dimaksud dengan sebuah bank. Hal ini karena bank terdiri dari sekumpulan aktivitas dan bukan suatu kegiatan yang unik. Aktivitas tersebut berbeda menurut tempat dan waktu dan belakangan ini aktivitas tersebut berubah dan bertambah luas secara tidak dapat diduga. Aktivitas-aktivitas tersebut bukan merupakan suatu hal yang khusus bagi perbankan tetapi juga dilakukan oleh lembaga keuangan bukan bank dan lembaga bukan keuangan. Pengertian bank dapat diambil dari peraturan perundang-undangan mengenai perbankan, maupun keputusan-keputusan pengadilan, namun untuk keperluan operasional defenisi penelitian, yang dimaksud bank adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUPerbankan Tahun 1998, yaitu bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan

46

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman.47

Dokumen terkait