• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MEKANISME PENGIKATAN JAMINAN GADA

A. Sekilas Tentang Bank Yudha Bhakti

Mulai memasuki industri perbankan Indonesia sejak tanggal 9 Januari 1990 berdasarkan Akta nomor 68 tanggal 19 September 1989 oleh Amrul Partomuan Pohan, S.H,LLM, notaris di Jakarta, kemudian diubah dengan Akta nomor 13 tanggal 2 November 1989 dari Notaris yang sama. Akta pendirian tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan nomor C2- 10215.TH.01.01. Th.89 tanggal 7 November 1989. Ijin usaha diberikan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Surat Keputusan nomor 1344/KMK.013/1989 tanggal 9 Desember 1989 dan ijin operasi sebagai Bank Umum diberikan oleh gubernur Bank Indonesia dengan surat persetujuan No.22/1017/UUPS.PS60 tanggal 20 Desember 1989.

Pada awalnya deposito Bank Yudha Bhakti hanya dimilki oleh Induk/Pusat Koperasi TNI dan POLRI, namun dalam perjalannya kepemilikan deposito Bank Yudha Bhakti juga dimiliki oleh pihak swasta lainnya. Pada tahun 1998 dengan komposisi kepemilikan Induk/Pusat Koperasi TNI dan POLRI sebesar 51 % dan swasta lainnya 49 %.

Untuk menyesuaikan dengan UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka tanggal 3 November 2008 anggaran dasar Bank dirubah seluruhnya

dengan Akta No.02 oleh Ny. Pudji Redjeki Irawati, SH, notaris di Jakarta Pusat, yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. AHU-06842.AH.01.02 Tahun 2009 tanggal 11 Maret 2009.

Seiring dengan perkembangan bisnis, dan juga dalam rangka menghadapi tantangan serta peluang usaha dimasa mendatang, melalui Rapat Umum Pemegang Deposito tanggal 8 Juni 2011 telah diputuskan adanya peningkatan Modal Dasar Bank dari Rp150.000.000.000,- menjadi Rp300.000.000.000,-, yang tertuang dalam akta nomor 18 tanggal 8 Juni 2011 yang dibuat dihadapan Agung Iriantoro, SH.MH, notaris di Jakarta, yang telah mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor AHU- 33597.AH.01.02.Tahun 2011 tanggal 5 Juli 2011.

Modal Disetor sampai akhir Desember 2011 berjumlah Rp148.444.000.000,- yang terdiri atas 148.444 lembar deposito @ Rp1.000.000,00. Modal disetor ini mengalami pertumbuhan organik yang bersumber dari keuntungan yg di-investasikan kembali sebagai stock devidend sejumlah Rp5.775.000.000,- atau sebesar 4,05 % dari modal disetor tahun 2010.

Tambahan Modal Dasar dan Modal Disetor telah mendapat persetujuan Bank Indonesia melalui surat No. 13/46/DPB1/TPB1- 5/Rahasia tanggal 24 November 2011 perihal Tambahan Modal Dasar dan Modal Disetor PT Bank Yudha Bhakti.

B. Perjanjian Gadai Deposito Tunduk pada Asas-Asas Hukum Perjanjian

Perjanjian gadai deposito memiliki dimensi hukum perjanjian dan dimensi hukum kebendaan. Dimensi hukum perjanjian terletak pada adanya perbuatan

perjanjian yang tunduk pada hukum perjanjian yakni harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini bersifat memaksa karena tak dapat diserahkan pada orang-orang yang bertindak sendiri untuk menentukan syarat-syarat untuk sah atau tidaknya perbuatan-perbuatan hukum. Walaupun secara umum dikatakan bahwa kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum menentukan daya kerja hukum tersebut. Hukum yang mengatur kepentingan umum biasanya hukum yang memaksa sedangkan hukum yang mengatur kepentingan khusus adalah hukum yang menambah atau mengatur. Dengan kata lain setiap orang diperkenankan untuk mengecualikan suatu ketentuan undang-undang yang bersifat mengatur dengan jalan membuat suatu perjanjian. Deposito juga memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya. Dalam hukum jaminan, hak kebendaan terikat kepada deposito dapat menjadi tanggungan segala perjanjian yang dibuat oleh si pemegang deposito, dan deposito dapat dijaminkan dengan gadai Memperjanjikan suatu jaminan kebendaan seperti memperjanjikan gadai, pada intinya adalah melepas sebagian dari kekuasaan seseorang pemilik (pemberi gadai) atas barang gadai demi keamanan kreditur dengan mencopot kekuasaannya untuk menyerahkan benda tersebut kepada kreditur. Karena perjanjian gadai deposito merupakan perjanjian, oleh karena itu perjanjian gadai deposito tunduk pada asas hukum perjanjian.

Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam buku III tentang perikatan, bab kedua, bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Sementara itu, gadai deposito selain diatur dalam KUHPerdata buku II tentang Kebendaan, harus juga tunduk pada buku III tentang perikatan karena gadai deposito merupakan perjanjian yang

memberikan hak kepada yang berpiutang atas deposito yang diserahkan kepadanya sebagai jaminan utang oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari berpiutang lainnya. Selain itu persetujuan gadai deposito itu dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokok yang dalam hal ini perjanjian kredit.103

Tidak ada suatu defenisi perjanjian yang diterima secara umum, bahwa masing-masing ahli merumuskan defenisi perjanjian berdasarkan fokus atau stressing point yang dipandangnya penting.

Rumusan tentang perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata sebagai berikut:

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.

Sehubungan dengan Rumusan perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata, perlu diadakan perbaikan mengenai defenisi perbuatan, yaitu:

1. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;

103

2. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata.

Sehingga perumusannya menjadi: “Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”104

Prinsip-prinsip dalam hukum perjanjian sebagaimana telah diuraikan, berlaku juga terhadap perjanjian gadai deposito, hal ini tercermin dari fase terjadinya gadai deposito yang terdiri dari dua fase.105 Pertama, fase perjanjian pinjam uang dengan janji sanggup memberikan deposito sebagai jaminan. Perjanjian ini bersifat konsensual, obligatoir, pacta sunt servanda. Perjanjian ini merupakan titel dari perjanjian gadai deposito. Pada fase ini perjanjian baru sebatas meletakkan hak-hak

104

R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. (Bandung: Binacipta, 1979), hal 49.

105

Mariam Darus Badruzaman (3), KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan. (Bandung: Alumni, 2005), hal. 108, Bandingkan dengan Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Deposito Minoritas, (Bandung: CV. Utomo, 2005), hal. 30.

Dalam buku ini dijelaskan yang dimaksud dengan prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract) adalah suatu prinsip yang mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, demikian juga kebebasan untuk mengatur isi perjanjian tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku yang bersifat memaksa, sedangkan yang dimaksud dengan prinsip konsensual adalah bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasa baik untuk menciptakan perjanjian. Jika suatu perjanjian dibuat, yakni setelah adanya kata sepakat diantara para pihak, maka perjanjian telah sah dan mengikat secara penuh, tanpa memerlukan persyaratan lain, seperti persyaratan tertulis, kecuali jika undang-undang menentukan lain. Dalam hal ini perjanjian semata- mata digantungkan pada kata sepakat saja. Prinsip konsensualisme ini erat hubungannya dengan prinsip kebebasab berkontrak. Selanjutnya yang dimaksud dengan obligatoir adalah jika suatu perjanjian telah dibuat, yakni telah terjadi kata sepakat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata, dan haknya belum beralih sebelum dilakukan penyerahan.

Prinsip pacta sunt servanda, yang secara harafiah berarti janji itu mengikat maksudnya adalah jika suatu perjanjian sudah dibuat secara sah oleh para pihak, maka perjanjian tersebut sudah mengikat para pihak (prinsip kekuatan mengikat) Bahkan mengikatnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut sama kekutannya dengan mengikatnya sebuah undang-undang yang dibuat oleh parlemen dan pemerintah. Promissorum implendorum obligatio, kita harus menepati janji.

dan kewajiban antara kreditur dan debitur. Kedua, fase ini terjadi penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai (inbezitstelling). Benda harus dilepaskan dari kekuasaan debitur atau pemberi gadai. Penyerahan nyata ini jatuh bersamaan dengan penyerahan yuridis, sehingga penyerahan dalam hal ini merupakan unsur sahnya gadai, sehingga tidak sah jika benda gadai berada dalam penguasaan debitur.106 Pada fase ini diadakan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst), untuk menjalankan amanat Pasal 1150 dan Pasal 1152 KUHPerdata.

Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perjanjian dalam hal ini perjanjian gadai deposito. Pertimbangannya ialah bahwa individu harus memiliki kebebasan dalam setiap penawaran dan mempertimbangkan kemanfaatan perjanjian gadai deposito itu bagi pihak yang melakukannya.

Proses terjadinya perjanjian kredit bank yang merupakan perjanjian pokok dari gadai deposito didasarkan pada asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid beginselen), bahwa dengan asas tersebut pihak bank telah menawarkan bentuk (model) perjanjian kredit untuk diterima pihak debitur tanpa kemungkinan adanya perubahan terhadap isi syarat-syarat umum (algemene voorwaarden) yang sudah tercetak di dalam model perjanjian kredit tersebut.

Kenyataannya masyarakat umum pengguna jasa bank tidak bisa berbuat lain kecuali menerima bentuk (model) perjanjian kredit bank yang ditawarkan tersebut, dan dengan cara ini asas kesepakatan dalam perjanjian cenderung ditinggalkan.

106

Persoalan ini berkaitan dengan eksekusi terhadap barang jaminan milik debitur yang telah dinyatakan tidak mampu melunasi utangnya terhadap kreditur. Jika isi pokok perjanjian kredit bank dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian, maka bagian ke-I adalah merupakan bagian induk dan bagian ke-2 merupakan bagian tambahan. Pada bagian ke-2 ini dijumpai syarat-syarat umum perjanjian yang berisikan berbagai ketentuan yang lebih membebani pihak debitur mematuhi syarat-syarat peminjaman uang dari bank/kreditur yang merupakan perjanjian pokok dan perjanjian gadai deposito merupakan perjanjian ikutan/tambahan perjanjian pokok tersebut.

Salah satu ketentuan dalam syarat umum (algemene voorwaarden) perjanjian kredit bank yaitu memberi kewenangan kepada kreditur untuk melakukan penjualan benda jaminan secara privat apabila debitur gagal bayar utang pada waktu yang telah ditentukan.

C. Pelaksanaan Jaminan Deposito Berjangka Pada PT. Bank Yudha Bhakti

Dokumen terkait