• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Pengurusan Sertipikat dan Macam Jenis Sertipikat

BAB II FUNGSI DAN PERANAN COVERNOTE NOTARIS ATAS

D. Prosedur Pengurusan Sertipikat dan Macam Jenis Sertipikat

Di Indonesia, pengaturan hukum pertanahan tunduk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasa juga disebut Undang-Undang Pokok Agraria selanjutnya ditulis UUPA. Lahirnya UUPA pada 24 September merupakan peristiwa penting dibidang agraria dan pertanahan di Indonesia.Dengan lahirnya UUPA tersebut maka kebijak-kebijakan pertanahan di era pemerintahan kolonial Hindia Belanda mulai ditinggalkan dan diganti dengan hukum nasional.83

UUPA yang disusun pada masa Presiden Soekarno diterbitkan guna menggantikan Agrarische Wet 1870 warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang terkenal dengan prinsip domein verklaring yang menganggap semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan pembuktian hukum barat, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik Negara atau pemerintah Hindia Belanda.

UUPA adalah produk hukum Orde Lama yang menghendaki adanya pembaruan agraria atau pertanahan berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar

82Ibid

83Florianus SP. Sangun. Tata Cara Mengurus Sertipikat Tanah, Op.cit, hal 26

1945. Kebijakan pemerintahan Orde Lama lebih ditekankan guna mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.84

Pemberlakuan UUPA meskipun telah banyak memberikan manfaat bagi pembaruan hukum pertanahan di Indonesia namun undang-undang tersebut masih memerlukan revisi guna menyesuaikan diri dengan perubahan zaman khususnya perubahan multi dimensi yang terjadi di Indonesia sejak bergulirnya era Reformasi tahun 1998 hingga saat ini. Salah satu aturan yang perlu di revisi misalnya ketentuan kepemilikan properti oleh orang asing sehingga hal tersebut dapat mendorong pertumbuhan sector usaha riil khususnya industri properti di tanah air.85

Revisi UUPA yang lain misalnya ketentuan tentang pemisahan status kepemilikan tanah dengan bangunan gedung. Kantor pertanahan sebaiknya hanya berwenang mengurus penerbitan sertifikat hak atas tanah, sedangkan penerbitan sertifikat hak atas bagunan gedung di terbitkan oleh instansi lain yaitu Pemerintah Daerah melalui Dinas Bangunan. Pemisahan status kepemilikan tanah dengan bangunan gedung dibutuhkan guna memberikan nilai tambah secara ekonomis terhadap bagunan gedung sebagai asset tersendiri maupun sebagai objek hak jaminan utang.86

84Muchsin, Imam Koeswayono. Hukum Agraria Indonesia Dalam Perpektif Sejarah, Op.cit, hal. 16

85Ibid

86Ibid

UUPA memberikan kekuasaan bagi Negara menguasai bumi, air dan ruang angkasa sebagai kekayaan nasional. Hak menguasai dari Negara memberikan wewenang untuk87:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang – orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang – orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Negara memiliki kekuasaan penuh untuk mengatur masalah pertanahan di Indonesia. Negara wajib memberikan perlindungan hukum atas tanah yang dimiliki rakyat agar pihak lain yang tidak berkepentingan tidak dapat mengambil hak atas tanah tersebut. Oleh karena itu, negara berhak memberikan hak kepemilikan dan hak penguasaan atas tanah kepada individu atau badan hukum serta membuat peraturan-peraturan yang berkaitan tentang hukum pertanahan di Indonesia. Dengan demikian, secara garis besar hak atas tanah di Indonesia dibagi atas dua hal yakni88:

1) Hak yang dikuasai oleh perseorangan atau badan hukum; dan 2) Hak yang dikuasai oleh Negara.

Macam-macam hak atas tanah sesuai pasal 16 UUPA meliputi : 1. Hak Milik

Hak milik adalah hak turun- menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, namun dengan tetap mengingat ketentuan bahwa hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Jadi, meskipun hak milik merupakan hak yang mutlak

87Yanuar Arifin, Panduan Lengkap Mengurus Dokumen Properti (Tanah Dan Rumah), 2013, Banguntapan Jogjakarta: DIVA Press

88Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Hak-Hak Atas Tanah, 2013. Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing

dan terkuat tetapi hak tersebut tetap dibatasi oleh fungsi sosial, artinya hak milik tetap harus bermanfaat bagi kepentingan Negara, dan masyarakat umum.89

Pengertian mengandung makna bahwa hak milik memiliki kekuatan hukum yang paling besar dibandingkan hak-hak atas tanah yang lainya. Hak milik, berbeda dengan hak- hak atas tanah yang lainya, tidak memiliki masa berlaku artinya bisa berlangsung sepanjang masa asalkan tanah tersebut tetap berfungsi sosial dan tidak bertentangan dengan kepentingan Negara dan masyarakat. Apabila kelak tanah tersebut untuk kepentingan Negara atau masyarakat, maka Negara melalui keputusan Pemerintah dan wakil rakyat (DPR, DPRD) dapat membeli tanah tersebut dengan harga yang wajar atau mengambil alih tanah tersebut dengan memberikan ganti rugi yang layak.90

Pihak yang berhak memiliki tanah Hak Milik sesuai pasal 21 UUPA adalah : a. Perorangan yang berstatus Warga Negara Indonesia (WNI);

b. Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah dan memenuhi syarat-syarat untuk dapat mempunyai hak milik (yaitu Badan hukum sosial, badan hukum keagamaan dan bank-bank milik pemerintah).

Sesuai asas kebangsaan maka hanya warga Negara Indonesia (WNI) saja yang dapat mempunyai tanah Hak Milik. Hak milik tidak dapat dimiliki oleh orang asing (WNA) dan pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang. Orang asing dapat mempunyai tanah dengan status hak pakai yang luasnya terbatas. Badan hukum pun pada dasarnya tidak dapat mempunyai hak milik tetapi dapat memiliki hak-hak lainya seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai.

89Undang-undang Pokok Agraria Pasal 16 ayat 1 huruf a, 20-27

90Ibid

Dengan demikian dapat dicegah usaha-usaha yang bermaksud menghindari ketentuan batas maksimal luas tanah hak milik sesuai aturan pasal 17 UUPA.91

Kepemilikan tanah berstatus Hak Milik untuk kepentingan Rumah Tinggal di Indonesia dibatasi maksimal 5 (lima) bidang tanah atau maksimal seluas 5000 m2 (lima ribu meter persegi) sesuai pasal 2 Ayat (1) huruf e dan pasal 4 Ayat (3) Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal.92

Batas kepemilikan Tanah Pertanian diatur dalam pasal 1 Perpu 56/1960 yang kemudian menjadi UU 56/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian yang menyatakan bahwa seorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan suatu keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian, baik milik sendiri atau kepunyaan orang lain atau dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih dari 20 hektare, baik sawah, tanah kering maupun sawah dan tanah kering. Dengan mengingat keadaan daerah yang sangat khusus Menteri Agrari dapat menambah luas maksimum 20 hektare tersebut dengan paling banyak 5 hektare.

Meskipun pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mempunyai Hak Milik atas tanah tapi mengingat keperluan masyarakat yang sangat erat hukumnya dengan paham keagamaan, sosial dan hubungan perekonomian, maka di adakanlah suatu “escape-clause” yang memungkinkan badan-badan hukum tertentu mempunyai Hak Milik. Dengan adanya “escape-clause” ini maka cukup bila ada keperluan akan Hak Milik bagi sesuatu atau macam badan hukum diberikan dispensasi oleh pemerintah, dengan jalan menunjukkan badan hukum tersebut sebagai badan-badan

91Ibid

92Ibid

hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah sesuai pasal 21 ayat 2 UUPA.

Badan-badan hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan ditunjuk dalam pasal 49 UUPA sebagai badan-badan yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah, tetapi sepanjang tanahnya diperlukan untuk usahanya dalam bidang sosial dan keagamaan. Dalam hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan bidang sosial keagamaan maka mereka dianggap sebagai badan hukum biasa.93

Berdasarkan aturan pasal 8 Peraturan Menteri Agrarian/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, tanah berstatus Hak Milik dapat diberikan kepada:

a) Warga Negara Indonesia (WNI);

b) Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu :

1) Bank Pemerintah;

2) Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah.

Pemberian Hak Milik untuk badan hukum tersebut, hanya dapat diberikan atas tanah-tanah tertentu yang benar-benar berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsi badan hukum dimaksud. Hak Milik atas tanah dapat diperoleh berdasarkan hukum adat atau peraturan dari pemerintah. Terjadinya Hak Milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan Hak Milik yang diperoleh berdasarkan Peraturan Pemerintah dapat terjadi dengan adanya undang-undang ataupun penetapan Pemerintah.94

93Ibid

94Ibid

Contoh tanah Hak Milik yang diperoleh berdasarkan penetapan Pemerintah antara lain adalah perubahan status tanah HGB atau Hak Pakai untuk Rumah Tinggal dengan luas maksimal 600 m2menjadi Tanah Hak Milik sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Negar Agraria/ Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal, serta peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.95

Hak Milik dapat diperoleh melalui beberapa cara yaitu96: a) Transaksi jual-beli;

b) Penukaran;

c) Penghibahan;

d) Wasiat;

e) Pemberian menurut hukum adat; dan

f) Perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan Hak Milik.

Cara-cara perolehan tersebut hanya sah jika dilakukan diantara sesama WNI, sedangkan jika dilakukan dengan WNA mak transaksi dianggap batal demi hukum.

Hak Milik dapat hapus apabila:

a) Tanahnya jatuh kepada Negara karena sebab tertentu;

b) Tanahnya musnah, karena bencana alam atau peperangan.

Tanah berstatus Hak Milik dapat jatuh kepada Negara disebabkan:

95Ibid

96Jimmy Joses Sembiring,SH,M.Hum, Panduan Mengurus Sertifikat Tanah,Visimedia,2010

a) Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;

b) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;

c) Karena ditelantarkan;

d) Karena ketentuan Pasal 21 Ayat (3) dan Pasal 26 Ayat (2).

Berdasarkan Pasal 21 Ayat 3 UUPA, terdapat pihak-pihak yang wajib melepaskan Hak Milik atas tanah yang dimilikinya, yakni :

a) Warga Negara Asing (WNA), yang memperolah Hak Milik terhitung sejak sesudah berlakunya UUPA, yang disebabkan karena pewarisan dan tanpa wasiat atau percampuran harta perkawinan.

b) Warga Negara Indonesia (WNI) yang kehilangan kewarganegaraannya setelah berlakunya UUPA.

c) Individu yang memiliki kewarganegaraan Indonesia dan kewarganegaraan asing disaat bersamaan, atau individu berkewarganegaraan ganda.

Pasal 26 Ayat 2 mengatur larangan jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan Hak Milik kepala asing (WNA), kepada WNI yang berkewarganegaraan ganda, atau kepada suatu badan hukum kecuali yang yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam Pasal 21 Ayat (2). Jika larangan tersebut dilanggar maka pengalihan hak tersebut batal karena hokum dan tanahnya jatuh kepada Negara.97

97Ibid

Meskipun pengalihan Hak Milik kepada badan hukum pada dasarnya tidak diperbolehkan, namun dalam praktiknya peruses pengalihan tanah semacam ini tetap dapat dilakukan asalkan status tanah tersebut diubah lebih dahulu dari Hak Milik menjadi HGB sehingga boleh dimilki oleh badan hukum. Di sisi lain, WNI yang ingin menjual tanah Hak Milik kepada orang asing (WNA) harus lebih dulu mengubah status tanah tersebut menjadi Hak Pakai sehingga boleh dimiliki oleh orang asing. Tata cara konversi atau perubahan status tanah Hak Milik menjadi tanah HGB atau menjadi Hak Pakai diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.98

2. Hak Guna Usaha (HGU)

Hak Guna Usaha yang selanjutnya disebut HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu 25 Tahun atau 35 Tahun dan dapat diperpanjang selama 25 tahun, guna keperluan perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. HGU dapat dialihkan dan dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.99

Subyek Hak Guna Usaha berdasarkan Pasal 30 ayat 1 UUPA adalah : 1. Warga Negara Indonesia (WNI)

2. Badan Hukum yang didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

98Ibid

99Pasal 28-34 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960

Hak Guna Usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan cara : a) Jual-beli

b) Tukar-menukar,

c) Penyertaan dalam modal, d) Hibah,

e) Warisan.

3. Hak Guna Bangunan (HGB)

Hak Guna Bangunan yang selanjutnya disebut HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 Tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 Tahun. Sama hal nya dengan Hak Milik dan HGU, HGB juga dapat dialihkan dan dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.100

Luas maksimum tanah HGB juga tidak diatur dalam UUPA. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972, Pasal 4, menyatatakan keputusan pemberian HGB untuk tanah yang luasnya tidak lebih dari 2000 meter persegi dan jangka waktunya tidak melebihi 20 tahun diberikan oleh Gubernur. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 tahun 1993, surat keputusan pemberian HGB untuk tanah yang luasnya lebih dari 5 hektare diterbitkan oleh kanwil BPN dan jika luasnya kurang dari 5 hektare diterbitkan oleh kepala kantor pertanahan.

Pasal 36 ayat 1 UUPA menentukan bahwa yang dapat mempunyai HGB adalah:

a) Perorangan Warga Negara Indonesia (WNI) ;

100Pasal 35-40 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960

b) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Badan Hukum Indonesia).

Hak Guna Bangunan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan cara :

a) Jual-beli

b) Tukar-menukar,

c) Penyertaan dalam modal, d) Hibah,

e) Warisan.

4. Hak Pakai

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberian oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA ini.101

Subjek Hak Pakai adalah:102

a. Perorangan Warga Negara Indonesia (WNI);

b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Badan Hukum Indonesia);

c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah;

d. Badan-badan keagamaan dan sosial;

e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;

101Undang-undang Pokok Agraria Pasal 41 ayat 1

102Undang-undang Pokok Agraria Pasal 42 dan PP Nomor 40 tahun 1996

g. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan internasional.

Objek Hak Pakai adalah103: a. Tanah Negara

Hak Pakai atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.

b. Tanah Hak Pengelolaan

Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.

c. Tanah Hak Milik

Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian hak pakai oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Pemegang Hak Pakai memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut104:

a) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Pakai.

b) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian

103Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

104Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai tanah Hak Milik.

c) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

d) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut tersebut dihapus;

e) Menyerahkan sertifikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertahanan.

f) Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekaranagan atau bidang tanah lain dari lalulintas umum atau jalan air, maka pemegang Hak Pakai wajib memberikan jalan keluar atau jaln air atau kemudahan lain bagi pekarangana atau bidang tanah yang terkurung itu.

Sertifikat menjadi bukti kepemilikan atau penguasaan atas tanah atau lahan.

Tidak hanya memastiikan status atas hak kepemilikan atau penguasaan atas tanah / lahan, melainkan memilikik fungsi lain. Namun fungsi utama sertifikat tetap sebagai alat bukti kepemilikan atau penguasaan yang sah atas tanah atau lahan. Secara administratif, selain menjadi kepemilikan yang sah secara hukum, sertifikat juga menjadi syarat jika kita ingin mendirikan bangunan di atas tanah yang kita kuasai.

Syarat penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB), Salah satunya ialah sertifikat

tersebut. Secara ekonomis, sertifikat juga digunakan sebagai jaminan pembiayaan jika kita membutuhkan pinjaman dari bank.105

Menurut Kepala Bidang Humas Badan Pertanahan Republik Indonesia, Doli Manahan Panggabean, mendapatkan sertifikat merupakan langkah penting yang harus dilakukan oleh siapapun yang memiliki dan menguasai tanah. Pasalnya, sertifikat menjadi bukti penguasaan yang sah atas hokum kepemilikan tanah.Ada beberapa macam sertifikat hak atas tanah yang dikenal dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok agraria, yakni Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Dalam perkembangannya, atas kebutuhan perumahan diperkotaan yang memerlukan bangunan perumahan dalam bentuk vertical, ada jenis sertifikat baru, yakni Sertifikat Hak Atas Satuan Rumah Susun (SHSRS).106

105Jimmy Joses Sembiring,SH,M.Hum, Panduan Mengurus Sertifikat Tanah, hal 38

106Ibid

BAB IV

AKIBAT HUKUM COVERNOTE YANG DIBUAT OLEH NOTARIS TERHADAP PIHAK-PIHAK YANG BERKEPENTINGAN

A. Covernote Merupakan Suatu Perjanjian

Didalam babini penulis ingin membahas tentang Surat Keterangan (Covernote) yang pada saat Covernote tersebut dikeluarkan ataupun diterbitkan kepada pihak kedua maka pada saat itu juga notaris telah melakukan suatu perbuatan hukum yaitu telah melakukan perjanjian dengan pihak kedua atau pihak penerima Covernote tersebut.

Didalam perjanjian Hukum Perdata berlaku karena ditentukan oleh perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak.Perjanjian yang dibuat pihak-pihak itu menetapkan diterimanya kewajiban hukum untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak.Perjanjian mengikat pihak-pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya. Perjanjian wajib dilaksanakan dengan asas itikad baik (te gouder trouw).107

Perjanjian menciptakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang membuatnya. Hubungan hukum itu menimbulkan kewajiban dan hak yang timbal balik antara pihak-pihak.Hubungan hukum itu terjadi karena peristiwa hukum yang berupa perbuatan perjanjian.108

107 R. Wirjono Prodjodikoro, Prof. DR., Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung : Mandar Maju, 2011.

108Ibid

68

Kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan dasar mengikatnya dasar suatu perjanjian dalam hukum kontrak prancis. Kehendak itu dapat dinyatakan dengan berbagai cara baik lisan maupun tertulis dan mengikat pada pihak dengan segala akibat hukumnya (Donnald Harris and Dennis Tallon,1989:39). Sebagaimana diketahui Code Civil prancis mempengaruhi Burgelij Wetboek Belanda, dan selanjutnya berdasarkan asas Konkordasi maka Burgelij WetBoek Belanda diadopsi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.Berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian yang dibuat secara sah,mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.Akan tetapi Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pedata menyebutkan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.Dalam melaksanakan haknya seorang kreditur harus memperhatikan kepentingan debitur dalam situasi tertentu.Jika kreditur menuntut haknya pada saat yang paling sulit bagi debitur mungkin kreditur dapat dianggap melaksanakan kontrak tidak dengan itikad baik. Selanjutnya menurut Prof. R. Subekti, jika pelaksanaan perjanjian menurut hurufnya, justru akan menimbulkan ketidakadilan,maka hakim mempunyai wewenang untuk menyimpang dari isi perjanjian menurut hurufnya (R.Subekti,1998:41). Dengan demikian jika pelaksanaan suatu perjanjian menimbulkan ketidakseimbangan atau melanggar rasa keadilan, maka hakim dapat mengadakan penyesuaian terhadap hak dan kewajiban yang tercantum dalam kontrak tersebut.109

109Suharnoko, S.H., MLI,Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, 2004. Jakarta: kencana

Dalam praktik, berdasarkan asas itikad baik hakim memang menggunakan wewenang untuk mencampuri isi perjanjian, sehingga tampaknya itikad baik bukan saja harus ada pada pelaksanaan perjanjian, melainkan juga pada saat dibuatnya atau ditandatanganinya perjanjian.Misalnya dalam kasus NY.Boesono dan R Boesono melawan Sri Setia Ningsih Perkara No.341/K/PDT/1985, 14 Maret 1987 Mahkamah Agung Republik Indonesia memutuskan bahwa bunga pinjaman sebesar 10%

perbulan terlalu tinggi dan bahkan bertentangan dengan kepatutan dan keadilan, mengingat tergugat seorang Purnawirawan yang tidak berpenghasilan lain. Bahwa ketentuan dalam perjanjian untuk menyerahkan buku pembayaran dana pensiun sebagai “Jaminan” juga bertentangan dengan kepatuhan dan keadilan.Bahwa tergugat selaku peminjam telah membayar Bunga Rp.400.000,- dari jumlah pinjaman Rp.500.000,- Bahwa dalam perkara ini Mahkamah Agung berwenang untuk menentukan Ex Aquo Et Bono dalam arti patut dan adil.Maka, bunga pinjaman ditetapkan 1% per bulan, sehingga yang harus dibayar 10 bulan X Rp.5400,- adalah Rp 54.000,-. Untuk bunga yang telah dibayar kepada penggugat Rp.400.000,-haruslah di anggap sebagai pembayaran pokok pinjaman. Sehingga sisa pinjaman tergugat kepada penggugat adalah Rp.140.000,- di tambah bunga Rp.54.000,-jumlahnya Rp. 194.000,-.110

Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan dalam situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu, akibatnya ajaran ini

Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan dalam situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu, akibatnya ajaran ini