• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penulis menggunakan jenis penelitian dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada teori-teori, norma-norma, asas-asas yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai landasan normatif. Kemudian penulis deskripsikan dengan fakta-fakta terkait untuk menemukan kebenaran baru.

Sifat Penelitian merupakan Deskriptif analitis,dengan yang berorientasi pada pemecahan masalah karena penelitian dilakukan setelah kejadian berlangsung. Sifat Deskriptif dalam penelitian ini untuk menggambarkan fakta yang berkembang didalam masyarakat tentang Hak Tanggung Jawab Notaris Terhadap Surat Keterangan (Covernote) atas pengurusan setipikat perumahan.

25Pasal 1 angka 20 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, lihat juga Pasal 9 ayat 2 huruf c UUPA

26Pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria

2. Sumber Data

Data penelitian penulis peroleh dengan cara :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang berupa dokumen-dokumen perundang-undangan yang masih berlaku berkaitan dengan Hak dan Tanggung Jawab Notaris dalam Pengurusan Sertipikat.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari penjelasan-penjelasan, dokumen pendukung terhadap bahan hukum primer.

3. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research) yang di dukung penelitian praktik di lapangan dan dilengkapi dengan menghimpun data pendukung dari bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

4. Analisis Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka penulis melakukan analisa data dan mengevaluasi data tersebut secara kualitatif yaitu mengadakan pengamatan terhadap data-data yang diperoleh dan menghubungkannya dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang penulis teliti. Sehingga penulis dapat memperoleh gambaran dan kejelasan atas suatu kebenaran untuk menjawab permasalahan dan dapat diambil kesimpulan mengenai Tanggung Jawab Notaris Terhadap Covernote (Surat Keterangan) Atas Pengurusan Sertipikat Perumahan baik ditinjau dari segi kasus faktual yang terjadi maupun ditinjau dari Undang-Undang Nomor no.2 tahun 2014 jo 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan akhirnya diberikan juga saran atashasil penelitian.

BAB II

FUNGSI DAN PERANAN COVERNOTE NOTARIS ATAS PROSES PENGURUSAN SERTIPIKAT

A. Pengertian Notaris

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, covernote dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud didalam Undang-Undang Jabatan Notaris No.no.2 tahun 2014 jo30 Tahun 2004.27

Didalam pengertian Notaris adalah Pejabat umum yaitu seseorang yang diangkat, diberi wewenang dan kewajiban oleh Negara untuk melayani publik dalam hal tertentu. Secara umum Notaris dapat diartikan Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksudkan Undang-Undang. Notaris adalah pejabat publik yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, guna memberi perlindungan dan jaminan hukum demi tercapainya kepastian hukum dalam masyarakat.28

Pada abad pertengahan (Middle Ages; abad ke-5-15) agama mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan orang.Di benua Eropa pada umumnya orang memeluk agama Katolik yang dikepalai oleh paus di Roma.Agama Katolik mempunyai pengaruh besar sekali, juga terhadap para raja dan kepala Negara.

Pembagian daerah dalam suatu Negara dibagi menurut pembagian yang sesuai dengan pembagian di kalangan Gereja Katolik, yaitu menurut keuskupan (bisdom

27Pasal 1Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris

28Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia (kumpulan tulisan), Bandung : CV. Mandar Maju,2009

atau diocese). Pengadilan gereja berhak mengadili penjahat, mengatur pernikahan, membuat wasiat dan membagi warisan, dll. Kita masih ingat bahwa agama Katolik itu lewat raja-raja di Eropa memerangi agama lain di Palestina.29

Agama Katolik dibawa oleh sang Anglo, Saks, dan Juten dari Jerman ke Inggris sewaktu mereka memasuki Negara itu pada abad ke-5. Jabatan notaris pada waktu itu,yang dekat dengan agama dan sistem notariatnya, juga masuk ke Inggris.

Sistem hukum di Inggris sama dengan sistem di Eropa, yaitu sistem yang datang dari Roma.

Kemudian pada abad ke-16 Henri VIII, raja Inggris kejam, bernafsu untuk berkuasa, dan sensual, meminta izin kepada paus untuk bercerai dari istrinya, Catharina dari Aragon, karena ia ingin menikah dengan si cantik Anna Boleyn yang sangat ia cintai. Permintaan ini ditolak oleh paus.Pada tahun 1534 raja itu memutuskan hubungannya dengan paus, sehingga berakhir hubungan agama di Inggris dengan agama Katolik di bawah paus di Roma. Hukum di Inggris mau tidak mau juga dipengaruhi oleh pemutusan hubungan dengan Gereja itu.30

Parlemen Inggris dalam Act of Supremacy 1534 mengakui raja Inggris sebagai Suoreme Head in Earth, immediately under God, of the Church of England dan sampai sekarang pun raja Inggris adalah kepala Gereja Anglikan. Sejak itu mulailah masa Refirmation (reformasi) di Inggris.31

29Ibid

30Ibid

31Ibid

Brooks, Helmholz, dan Stein menulis sebagai berikut, sebelum reformasi, pengadilan gereja, yang dalam bahasa Inggris disebut Ecclesiastical Courts, mempunyai hak eksklusif dalam segala hal yang menyangkut pernikahan, pemberian wasiat, dll. Pengadilan Geraja yang mengikuti hukum romawi mempunyai hak sebagaimana pengadilan biasa.Demikian juga pengadilan Admirality(maritim).

Berhubung dengan sifat hukum Romawi ini, notariat dekatdan bekerja sama dengan pengadilan Gereja, sehingga notariat ikut berkembang jika pengadilan ini berkembang dan menyusut jika pengadilan Gereja menyusut. Penyusutan ini terjadi pada pertengahan abad ke-19 setelah pengadilan Gereja kehilangan haknya memutuskan soal-soal pernikahan dan perceraian serta aspek lain dari kehidupan mengenai penghinaan dan surat wasiat. Ini mengakibatkan jumlah notaris juga berkurang.Setelah Reformasi, hukum di Inggris secara pelan-pelan berubah dan menentukan arahnya sendiri.32

Keberadaan notaris secara etis yuridis pada awalnya diatur dalam rambu-rambu Burgelijk Wetboek (BW/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), terutama buku Keempat dalam pasal-pasal sebelumnya, yang secara sistematis merangkum suatu pola ketentuan alat bukti berupa tulisan sebagai berikut33:

a. Bahwa barang siapa mendalilkan peristiwa di mana ia mendasarkan suatu hak wajib baginya membuktikan peristiwa itu; dan sebaliknya terhadap bantahan atas hak orang lain (1865 BW).

b. Bahwa salah satu bukti ialah tulisan dalam bentuk otentik dan di bawah tangan. Tulisan autentik ialah satu akta yang dibuat sebagaimana ditentukan oleh undang-undang; dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang di tempat mana akta itu dibuat (1866-1868 BW);

c. Bahwa notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang membuat akta autentik (Pasal 1 Reglement/op Het Notaris Ambt inIndonesia /Peraturan Jabatan Notaris Di Indonesia, Staatsblad 1860 Nomor 3 Tahun 1860).

32Ibid

33Habib Adjie, SH., M.Hum, OpCit, hal 3

Ketentuan tersebut menunjukkan alat bukti tertulis yang dibuat otentik oleh atau di hadapan notaris berada di bawah wilayah hukum perdata (pribadi/privat).Ini berbeda-beda istilah “barang bukti”dalam hukum pidana atau ”dokumen surat” dalam hukum administrasi Negara ataupun hukum tata usaha Negara yang biasa disebut dengan surat keputusan (beschikking), dimana termasuk dalam hukum wilayah publik. Alat bukti tertulis otentik yang dibuat notaris berbeda maksud tujuan dan dasar hukumnya dengan surat keputusan yang dibuat oleh badan atau pejabat tata usaha Negara dalam melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.34

Undang-undang nomor no.2 tahun 2014 jo 30 tahun 2004, sebagai produk hukum nasional, dan secara subtantif UU tentang Jabatan Notaris yang baru tersebut juga berorientasi kepada sebagian besar ketentuan-ketentuan dalam PJN (Peraturan Jabatan Notaris) dan karena itu kajian dalam penulisan ini tetap mengaju kepada Undang-undang no.2 tahun 2014 jo 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan dengan membandingkan pada peraturan Jabatan Notaris (Staatblad 1860;3).

Profesi notaris merupakan pekerjaan yang unik.Undang-undang memberikan kewenangan kepada notaris selaku pejabat umum untuk membuat selaku dokumen untuk membuat akta notaris di bidang hukum perdata.Oleh karena notaris menjalankan sebagian kekuasaan Negara, maka notaris dianggap sebagai bagian dari penguasa. Undang-undang nomorno.2 tahun 2014 jo 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sendiri termasuk rubrik Undang-undang organik dan materi yang diaturnya

34Ibid

termasuk dalam bidang hukum publik sehingga ketentuan-ketentuan yang terdapat didalamnya adalah sebagian besar peraturan yang bersifat memaksa (dwingend recht). Jabatan atas kewenangan publik ini merupakan dasar dari pekerjaan notaris yang bidangnya berada di dalam konteks hukum privat.Notaris mempunyai peran yang sangat unik. Bagi masyarakat, notaris muncul sebagai sosok yang mempunyai kewenangan publik, penyuluh, dan pemberi nasehat.Jabatan notaris mempunyai dua ciri dan sifat esentiil, yaitu ketidakmemihakan (impartiality) dan kemandirian atau ketidaktergantungan (independency) didalam memberikan bantuan kepada para kliennya.Merupakan credo, suatu keyakinan bahwa kedua ciri tersebut melekat pada dan identik dengan perilaku notaris di dalam menjalankan jabatannya.35

Pekerjaan dan fungsi notaris adalah buah aransemen yang pada pandangan pertama terlihat suatu peran ganda.Kedudukan sebagai pejabat umum memberikan suatu tekanan terhadap suatu pelayanan publik yang dengan perkembangan dan perubahan zaman jabatan notaris mengalami perubahan, baik terhadap kewenangan, luas pekerjaan, maupun tanggung jawabnya. Di lain pihak, notaris menjalankan profesinya yang hasil perolehannya adalah untuk diri sendiri. Masalah global yang dihadapi dunia, seperti revolusi tekhnologi ekonomi, perdagangan-investasi-kompetisi, dan e-commerce membawa dampak pada pelayanan hukum notaris.

Dengan sendirinya tuntutan atas pelayanan jasa notaris pun mengalami perubahan.

Selain perusahaan, notaris pun mengalami dilema, yaitu notaris berada diantara

35Habib Adjie , Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia (kumpulan tulisan) , 2009, Bandung: CV.Mandar Maju

Negara, masyarakat, dan pasar. Walaupun hingga kini jabatan notaris pada hakikatnya masih menggunakan model dan pola notariat pada permukaan abad ke-19, sesuai dengan tuntutan zaman notaris harus pula menjadi plopor dibidang pelayanan hukum kepda masyarakat di era globalisasi.36

Stelsel hukum kita, yaitu stelsel hukum kontinental membawa akibat bahwa pelaksanaan Undang-undang dalam bidang hukum pembuktian mengharuskan kehadiran seorang pejabat umum yang semata-mata melayani masyarakat di dalam pembuatan alat bukti tertulis, akta otentik. Hal ini terbukti dalam Undang-Undang Hukum Perdata:37

“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang, di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta itu dibuat.”

Pada kehidupan bermasyarakat yang sederhana hubungan diantara warga masyarakat lebih banyak didasarkan pada kebiasaan dan norma berasaskan nilai serat moral yang ada dan tumbuh dari masyarakat itu sendiri. Pada kehidupan yang lebih kompleks, kepastian hukum sering kali menjadi tumpuan dari mekanisme roda kehidupan masyarakat. Banyak tindakan hukum yang dilakukan orang berkaitan dengan adanya jaminan akan kepastian hukum sehingga dibutuhkan alat bukti yang terkuat, yaitu perbuatan hukum tersebut dituangkan di dalam akta notaris. Selain sebagai alat bukti, akta notaris mempunyai fungsi sebagai syarat mutlak untuk adanya

36Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,Op.cit, hal 32

37Ibid

perbuatan hukum tertentu, yaitu apabila oleh undang-undang diwajibkan untuk dibuat dengan akta notaris seperti halnya dengan pendirian perseroan terbatas, demikian pasal 7 ayat (1) UUPT 2007:”

“Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.”

Selain tugas untuk membantu orang-orang di dalam pendirian perseroan terbatas, yaitu dengan menyusun anggaran dasar perseroan yang merupakan aturan main bagi pihak-pihak terkait di dalam perseroan tersebut, notaris mempunyai peran sebagai penyuluh, penasihat, dan pemberi informasi tentang hukum. Khusus di dalam pendirian perseroan terbatas, mengenai ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa seperti halnya kewajiban untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan perlu diinformasikan kepada para pendiri/pemegang saham agar mereka tidak melupakan kewajiban tersebut, memngingat kewajiban tersebut tidak dimuat dalam anggaran dasar perseroan. Tidak dimuatnya ketentuan Pasal 74 UUPT 2007 di dalam anggaran dasar perseroan terbatas tidak menyebabkan bahwa para pemegang saham, demikian pula direksi dan dewan komisaris, tidak terikat untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan bagi perseroan yang menjalankan usahanya di bidang sumber daya alam, yaitu mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.38 B. Pengertian PPAT

PPAT adalah Pejabat Umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hakatas tanah atau

38Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia (kumpulan tulisan),Op.cit, hal 15

Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, biasanya jabatan ini dirangkap oleh notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah kemudian disingkat menjadi PPAT.39

Sebagai Warga Negara sekaligus pejabat yang berwenang membuat akta otentik mengenai segala sesuatu perbuatan hukum berkaitan dengan peralihan Hak Atas Tanah, tunduk pada hukum dan peraturan perundangan yang berlaku.

Sebagimana tertuang dalam Pasal 1 angka 24 PP nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta tertentu maksudnya yaituakta pemindahan dan pembebasan hakatas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan akta pemberian kuasa untuk membebankan hak tanggungan. Selain itu wajib membantu kliennya apabila ingin melakukan peralihan hakatas tanah dengan tidak menyimpang dari peraturan jabatannya sebagai Pejabat pembuat Akta Tanah.PPAT mempunyai tugas yang penting dan strategis dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah yaitu membuat akta peralihan hakatas tanah.Tanpa bukti berupa akta PPAT, Para Kepala Kantor Pertanahan dilarang mendaftar perbuatan hukum yang bersangkutan.40

PPAT sudah dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA).

Di dalam peraturan tersebut PPAT disebutkan sebagai pejabat yang berfungsi

39Ibid

40AP Parlindungan, Op.cit, hal 55

membuat akta yang bermaksud memindahkan hakatas tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah.41

PPAT sebagai pejabat umum yang ditegaskan dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah disebutkan bahwa: “PPAT yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hakatas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan Hak Tanggungan ”menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 disebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang membuat akta otentik.

Akta otentik yang dimaksud menurut pasal 1868 KUHP Perdata adalah :

“suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditetapkan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapkan pejabat umum yang berkuasa untuk ditempat dimana akta dibuatnya”.42

Berdasarkan bunyi pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Pemerintahan Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah bahwa yang dimaksud dengan P.P.A.T. atau Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai ha katas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.43 C. Pengertian Covernote Notaris

Covernote berasal dari bahasa inggris yang terdiri dari dua kata yang terpisah yakni cover dan note, dimana cover berarti tutup dan note berarti tanda catatan.

41Ibid

42Hadi Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Jabatan Notaris dilengkapi Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART DAN Kode Etik Notaris,Jakarta, Harvarindo, 2006, hal 36

43Ibid

Melihat arti dari kedua kata itu, maka cover note berarti catatan penutup. Dalam istilah kenotariatan arti dari covernote adalahsuratketerangan, yakni surat keterangan yang dikeluarkan oleh seorang notaris yang dipercaya dan diandalkan atas tanda tangan, cap, dan segelnya guna untuk penjamin dan sebagai alat bukti yang kuat.44

Cover note dikeluarkan karena adanya pengurusan akta-akta.Cover note tidak diserahkan karena belum lunas utangnya, adanya tunggakan BPHTB (Bea PerolehanHak Atas Tanah dan Bangunan).Di sini covernote tampaknya dalam praktik mengikat secara moral (moral binding).

Dikeluarkannya covernote oleh notaris yang berisikan pernyataan.Pernyataan pada prinsipnya tidak digantungkan pada bentuk tertentu.Pernyataan demikian dapat diberikan secara tegas, namun juga tercakup kedalam satu atau lebih perilaku.Terkecuali ditentukan lain, pernyataan tercakup kedalam penyampaian keterangan lain, dapat disampaikan dalam bentuk apapun juga atau tercakup dalam satu atau lebih perilaku.45

Pada dasarnya covernote muncul sebagai surat keterangan tidak hanya terjadi dalam hukum jaminan berupa sertifikat hak tanggungan, melainkan juga dapat dikeluarkan oleh notaris dalam akta yang lain seperti gadai, hipotik, fidusia. Namun yang menjadi fokus pembahasan dalam penulisan (baca: penelitian) ini hanya mengkaji hak tanggungan mengingat bahwa rata-rata dalam pencairan kredit oleh bank bagi debitur. Bank lebih senang dan terbiasa mencairkan kredit yang disertai

44Tan Thong Kie, Buku I Studi Notariat (Serba-Serbi Praktek Notaris),2000. Jakarta: PT.

Ichtiar Baru Van Hoeve

45Ibid

hak tanggungan yang objek jaminannya adalah tanah.Apalagi tanah bernilai ekonomi dan harganya tidak pernah turun-turun.46

Covernote tersebut dibuat dalam bentuk surat keterangan yang dibuat oleh Notaris sendiri atas suatu tindakan hukum para pihak yang dilakukan oleh para pihak di hadapan Notaris.Covernote ini terkadang menjadi instrument pamungkas untuk menutup semua tindakan hukum tersebut untuk menindak lanjuti tindakan hukum yang lain.47

Dapat dicontohkan ketika Perjanjian Kredit yang kemudian dibuatkan SKMHT dan atau APHT karena semuanya telah ditandatangani oleh para pihak dihadapan Notaris meskipun secara administratif kenotarisan belum selesai, maka untuk kepentingan Bank (Pemberi Kredit) dan para pihak (debitur), Notaris akan membuat atau mengeluarkan Covernote, yang menyatakan bahwa tindakan hukum para penghadap tersebut telah selesai dilakukan jika Bank telah menerima covernote seperti itu, telah cukup alasan bagi Bank untuk dapat mencairkan ataupun merealisasikan kredit tersebut kepada debitur atau nasabah.

Sehingga pada dasarnya Covernote tersebut dapat dilakukan oleh Notaris dalam segala situasi dan kondisi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris tersebut.

D. Peranan Covernote Notaris dalam Pengurusan Sertipikat

Dalam sub bab ini penulis ingin membahas mengenai fungsi Covernote dalam pengurusan sertipikat yang dalam hal ini lebih tepat jika dihubungkan dengan lembaga keuangan seperti Bank dimana Notaris sebagai rekanan atau mitra Bank

46Ikatan Notaris Indonesia.Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa Datang,Jakarta : PT. Gramedia, 2008.

47Ibid

dalam hal melakukan perikatan jaminan kredit atau pembiayaan suatu Bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan kepada nasabahnya.

Kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat kita ketahui bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam meminjam uang sebagai alat sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf kehidupannya.

Selanjutnya, dalam kegiatan pinjam meminjam yang terjadi di masyarakat dapat diperhatikan bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan oleh pihak peminjam kepada pihak yang memberi pinjaman. Jaminan tersebut dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dana atau berupa janji penanggungan hutang sehingga disebut jaminan perorangan.

Selanjutnya dalam perkembangannya berkaitan mengenai covernote yang dikeluarkan oleh Notaris secara sepintas lalu covernote tidak berarti apa-apa dalam proses pembuatan sertifikat hak tanggungan yang berakhir dengan pendaftaran di badan pertanahan. Namun karena covernote sering dijadikan bukti jaminan/pegangan sementara bagi bank dalam mencairkan kredit, maka dalam pembuatan sertifikat hak tanggungan covernote menjadi bagian dari proses terbentuknya dua peristiwa hukum perjanjian yaitu perjanjian pinjaman kredit dan perjanjian agunan/jaminan hak tanggungan.

Covernote sebagai surat keterangan atau sering di istilahkan sebagai catatan penutup yang dibuat oleh Notaris. Covernote dikeluarkan oleh Notaris karena Notaris

belum tuntas pekerjaannya dalam kaitannya dengan tugas dan kewenangannya untuk menerbitkan akta otentik. Dalam hal ini kaitannya dalam proses pemberian kredit yang diberikan oleh bank dengan masalah kelayakan objek jaminan yang akan dijadikan jaminan oleh debitur.

Permasalahan hukum dalam kaitannya dengan kedudukan Bank sebagai kreditur yang tidak memperoleh sertifikat hak tanggungan setelah Bank mencairkan kredit. Dalam penelitian dilapangan baik Notaris/PPAT maupun Bank selalu mengatakan bahwa tidak mungkin terjadi kondisi demikian. Bahwa Bank akan dirugikan jika debitur wanprestasi, dimana Bank hanya memegang covernote oleh karena Notaris sabagai pejabat yang berwenang akan memeriksa kelengkapan dan persyaratannya, sehingga sertifikat hak tanggungan akan diserahkan kepada Bank kelak. Setelah didaftarkan walaupun pemberian kredit telah terjadi lebih awal.

Pihak bank justru menanggapi bahwa hukum itu tidak selamanya berjalan sedemikian kaku (rigid), sehingga membatasi kepentingan para pihak dapat melaksanakan hak dan kewajiban, dan perjanjian tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan clausa yang halal (bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, kesusilaan dan kepatutan). Jadi Bank mengeluarkan kredit sebelum terbitnya sertifikat hak tanggungan bukan masalah hukum, dan debitur tetap diikat dengan semua kewajiban dalam perkreditan dan perikatan jaminan atas hak tanggungan. Fungsi utama lembaga jaminan adalah disatu sisi merupakan kebutuhan bagi kreditur atau bank untuk memperkecil resiko dalam menyalurkan kredit. Disisi

Pihak bank justru menanggapi bahwa hukum itu tidak selamanya berjalan sedemikian kaku (rigid), sehingga membatasi kepentingan para pihak dapat melaksanakan hak dan kewajiban, dan perjanjian tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan clausa yang halal (bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, kesusilaan dan kepatutan). Jadi Bank mengeluarkan kredit sebelum terbitnya sertifikat hak tanggungan bukan masalah hukum, dan debitur tetap diikat dengan semua kewajiban dalam perkreditan dan perikatan jaminan atas hak tanggungan. Fungsi utama lembaga jaminan adalah disatu sisi merupakan kebutuhan bagi kreditur atau bank untuk memperkecil resiko dalam menyalurkan kredit. Disisi