BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Kerangka Teori
Terjadi Kerusakan organ dalam toraks
Trauma tumpul toraks Pasien dengan Trauma toraks
Penilaian awal dengan TTSS
Hasil perhitungan skor tinggi
Hasil perhitungan skor rendah
Prognosis pasien buruk
Prognosis pasien baik
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelatif dengan desain penelitian cross sectional.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, RSU Pirngadi Medan dan RS pendidikan USU. Waktu penelitian dilaksanakan setelah proposal disetujui oleh komite etik.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita trauma toraks yang datang ke IGD di RSUP H. Adam Malik Medan, RSU Pirngadi Medan dan RS Pendidikan USU.
3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah penderita trauma toraks yang memenuhi kriteria inklusi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan, RSU Pirngadi Medan dan RS Pendidikan USU.
3.4. Besar Sampel
Untuk menentukan besar sampel tunggal minimal pada uji hipotesis dengan menggunakan koefisien korelasi dihitung dengan rumus di bawah ini (Madiyono et al, 2011):
[
⁄ ]
22
r : Koefisien korelasi yang diharapkan. Pada penelitian ini, peneliti mengharapkan penelitian ini setidaknya menunjukkan korelasi sedang yaitu nilai koefisien korelasi 0,6-0,79, sehingga diambil nilai r adalah 0,7.
Sehingga berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
Maka didapatkan jumlah sampel minimal 14 orang.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi : Penderita trauma tumpul toraks di RSUP H. Adam Malik Medan, RSU Pirngadi Medan dan RS pendidikan USU yang masuk melalui Intalasi Gawat Darurat (IGD).
Kriteria eksklusi : Trauma pada anak, pasien dengan multiple trauma dan penurunan kesadaran, pasien dengan riwayat penyakit kronis dan pasien dengan gangguan metabolik lainnya.
23
3.6. Alur Penelitian
Gambar 3.1 Cara kerja
3.7. Definisi Operasional
1. Trauma tumpul toraks adalah trauma yang bersifat tumpul yang secara anatomi mengenai rongga toraks dengan disertai keluhan pada pasien yang masuk melalui IGD RSUP H. Adam Malik Medan
2. Thoracic Trauma Severity Score (TTSS) metode penilaian untuk Penderita Trauma Toraks
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Penghitungan Thorax Trauma Severity Score
(TTSS)
Analisis statistik TTS terhadap outcome Pada Trauma Toraks
Analisis Data Sampel penelitian
Dimasukkan ke dalam klasifikasi High TTSS dan
Low TTSS berdasarkan grading
24
Nilai nol (0) diberikan untuk usia <30 tahun, PaO2 / FiO2> 400, tidak ada fraktur tulang rusuk, tidak ada kontusio paru-paru dan tidak ada keterlibatan pleura.
Nilai satu (1) diberikan hingga usia 30–41 tahun, PaO2 / FiO2> 300–400, 1–3 rib fraktur, kontusio paru yang melibatkan 1 lobus unilateral dan pneumotoraks.
Nilai dua (2) diberikan pada usia 42–54 tahun, PaO2 / FiO2 200–300, patah tulang rusuk 3–6, kontusio paru-paru memar yang melibatkan 1 lobus bilateral atau 2 lobus hemopneumotoraks unilateral dan unilateral atau hemothorax.
Nilai tiga (3) diberikan pada usia 55–70 tahun, PaO2 / FiO2 150-200,> 3 fraktur tulang rusuk bilateral, kontusio paru yang melibatkan <2 lobus bilateral dan hemopneumothorax bilateral atau hemotoraks.
Nilai lima (5) diberikan untuk usia> 70 tahun, PaO2 / FiO2 <150, flail chest, kontusio paru-paru melibatkan ≥2 lobus bilateral dan tension pneumothorax.
Grading dilakukan dengan menjumlahkan semua nilai. Skor 0 diklasifikasikan sebagai grade 0, skor 1–5 ditetapkan sebagai grade I, skor 6–
10 diklasifikasikan sebagai grade II, skor 11–15 diklasifikasikan sebagai grade-III dan skor 16–25 diklasifikasikan sebagai grade IV. Kelompok TTS rendah meliputi grade 0, I dan II. Kelompok TTS tinggi meliputi grade III, dan IV.
3. Outcome adalah hasil penilaian pasien di IGD. Dibagi menjadi good outcome (pasien berobat jalan dan pasien yang dirawat di ruangan bedah) dan poor outcome (perawatan ICU, tindakan operasi, mortalitas)
4. Pasien berobat jalan adalah pasien trauma thoraks yang diperbolehkan pulang setelah dilakukan tindakan medis di IGD pada hari yang sama.
5. Pasien dirawat di bangsal bedah adalah pasien trauma thoraks yang memerlukan perawatan konservatif di ruangan rawat pasien bedah.
6. Perawatan ICU adalah pasien trauma thoraks yang memerlukan perawatan di ICU setelah ditangani di IGD.
7. Tindakan pembedahan adalah pasien trauma thoraks yang memerlukan tindakan pembedahan berupa pemasangan chest tube atau thorakotomi.
25
8. Mortalitas adalah pasien trauma thoraks yang mengalami kematian.
9. Skor Karnofsky mulai dari 100 ke 0, di mana 100 adalah kesehatan
"sempurna" dan 0 adalah kematian dengan interval standar 10. Tujuan utama adalah untuk memungkinkan dokter mengevaluasi kemampuan pasien untuk bertahan hidup.
Skor 100 = Normal; tidak ada keluhan; tidak ada bukti penyakit.
Skor 90 = Mampu melakukan aktivitas normal; tanda-tanda atau gejala penyakit sedikit.
Skor 80 = Aktivitas normal dengan usaha; tanda-tanda atau gejala penyakit banyak.
Skor 70 = Hanya mampu merawat diri; tidak dapat melakukan aktivitas normal atau untuk melakukan pekerjaan yang aktif.
Skor 60 = Membutuhkan bantuan sesekali, tetapi mampu merawat sebagian besar kebutuhan pribadi mereka.
Skor 50 = Membutuhkan bantuan yang cukup dan perawatan medis sering.
Skor 40 = Cacat; membutuhkan perawatan dan bantuan khusus.
Skor 30 = Cacat parah ; perawatan di rumah sakit diindikasikan tapi tidak terdapat resiko kematian.
Skor 20 = Sangat sakit; masuk rumah sakit diperlukan; terapi suportif aktif diperlukan.
Skor 10 = Hampir mati; Progres menuju kematian dengan cepat.
Skor 0 = Mati
26
Tabel 3.1 Skor Nilai TTSS
27
Tabel 3.2 Kategori Karakteristik Sampel
Nilai PaO2/FiO2 rib fracture contusion pleural involvement age
0 >400 0 none none <30
Data yang sudah dikumpulkan, diolah, dan dianalisis melaui statistik dan disajikan dalam bentuk tabel. Nilai TTSS dikategorikan menjadi high dan low
Thorax Trauma
Severity Score Outcome
28
berupa hubungan nilai TTSS dengan skor Karnofsky dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil lainnya terkait perbandingan kategori nilai TTSS dengan karakteristik pasien dan luaran dengan uji Chi square. Nilai kemaknaan didapatkan pada p value < 0.05.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Karakteristik Pasien
Karakteristik pasien pada penelitian ini ditampilkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Pasien
Pemasangan Chest Tube 4 (20,0%)
Chest Tube dan Rawat ICU 3 (15,0%)
Kondisi Akhir Pasien
Baik (PBJ, Rawat Ruangan) 13 (65,0%)
Buruk (Perawatan ICU, Operasi, Exit) 7 (35,0%)
Pada studi ini, didapatkan 20 sampel penelitian, dengan rerata umur adalah 51,15 (±14,47) tahun, terdiri dari 14 orang laki-laki (70,0%) dan 6 orang perempuan (30,0%). Pasien yang ditangani, memiliki beberapa luaran tatalaksana, yang terdiri dari pulang berobat jalan (PBJ) sebanyak 5 pasien (25,0%), rawat inap sebanyak 8 pasien (40,0%), pemasangan chest tube sebanyak 4 pasien (20,0%), dan pemasangan chest tube beserta rawatan ICU sebanyak 3 pasien (15,0%).
Kondisi pasien digolongkan atas dua kondisi, yaitu kondisi baik sebanyak 13 pasien (65,0%) dan dalam kondisi buruk sebanyak 7 pasien (35,0%).
4.2. Karakteristik Thoracic Trauma Severity Score
Skoring pada Thoracic Trauma Severity Score (TTSS) terdiri dari komponen usia, PaO2/FiO2, fraktur iga, kontusio paru, serta keterlibatan pleura.
Karakteristik komponen ini dapat dilihat pada tabel 4.2.
30
Tabel 4.2. Karakteristik Thoracic Trauma Severity Score
Kategori Skoring N (%) Poin p-value
Masing-masing komponen penilaian TTSS diberi skor 0-4. Berdasarkan tabel 4.2, didapati mayoritas pasien berusia 55-70 tahun (65,0%), dengan kadar PaO2/FiO2 300-400 (55,0%), dan mayoritas pasien tidak mengalami fraktur iga (45,0%). Kontusio paru umumnya terjadi pada 1 lobus paru dan unilateral (35,0%) dan 60,0% pasien tidak mengalami gangguan pada pleuranya. Berdasarkan hasil analisis per komponen, didapati bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara PaO2/FiO2, fraktur iga, kontusio paru, serta keterlibatan pleura dengan kondisi buruk pada pasien dengan trauma thoraks. (p<0.05)
31
4.3. Analisis Kategori Thoracic Trauma Severity Score dengan Kategori Luaran Pasien
Tabel 4.3. Analisis kategori Thoracic Trauma Severity Score dengan kategori luaran pasien
Berdasarkan tabel 4.3. terlihat bahwa terdapat 4 pasien dengan kategori nilai TTSS yang tinggi dan mengalami luaran klinis yang poor. Sedangkan terdapat 13 pasien dengan kategori nilai TTSS yang rendah dan mengalami luaran klinis yang good. Pada penelitian ini, dilakukan uji analisis dengan menggunakan uji Fischer‟s exact sehingga didapatkan nilai p sebesar 0,007 atau bermakna secara klinis.
4.4. Analisis Thoracic Trauma Severity Score dengan Luaran Pasien Tabel 4.4. Analisis Thoracic Trauma Severity Score dengan Luaran
Luaran Rerata Thoracic Trauma Severity Score P-value
Baik 4,46 (±2,57) 0,0011
Buruk 9,43 (±2,37)
1Analisis data dengan menggunakan uji T independen dengan nilai p<0,05 menunjukkan kemaknaan
Terlihat pada tabel 4.4. didapatkan rerata thoracic trauma severity score (TTSS) pada pasien dengan luaran yang baik adalah 4,46 (±2,57) berbanding dengan luaran yang buruk yaitu 9,43 (±2,37). Dilakukan analisis data dan didapatkan p-value sebesar 0,001 atau menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik.
4.5. Analisis Thoracic Trauma Severity Score dengan skor Karnofsky Tabel 4.5 Analisis Thoracic Trauma Severity Score dengan skor Karnofsky
Nilai TTSS Nilai Karnofsky Nilai TTSS Koefisien korelasi 1.00 -0.794
Sig. (2 tailed) . <0.001
Nilai Karnofsky Koefisien korelasi -0.794 1.000
32
Terlihat pada tabel 4.5 bahwa koefisien korelasi antara nilai TTSS dengan nilai Karnofsky sebesar 0.794 dan nilai p < 0.001 atau menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik.
BAB 5
BAB 5 PEMBAHASAN
Trauma toraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga toraks atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding toraks ataupun isi dari cavum thoraks (rongga dada). Trauma toraks merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada orang dewasa dan anak-anak yang biasanya menjadi penyebab utama kematian pada sekitar 25% pasien trauma multipel dan bila disertai dengan cedera pada bagian tubuh lain dapat menyebabkan kematian tambahan 50% pasien trauma multipel karena menyebabkan hipoksia dan hipovolemia.
Angka kejadian trauma toraks berkisar dari 10-15% dari semua trauma dan mewakili 25% dari semua kematian akibat trauma2. Lebih kurang 16.000 kematian per tahun di Amerika Serikat disebabkan oleh trauma toraks3. Prevalensi kematian pada pasien trauma multipel terdapat trauma toraks sebesar 20-25%4. Angka kematian trauma tertinggi di seluruh dunia berada di Asia.
Trauma thoraks dapat disertai dengan keterlibatan tulang, pleura, paru, jantung ataupun organ-organ lain yang berada pada rongga thorax dan mediastinum. Keterlibatan organ-organ ini dapat berakibat pada peningkatan angka mortalitas dan morbiditas. Saat ini banyak scoring yang digunakan untuk menilai keparahan dari trauma thoraks. Trauma toraks menempati peringkat tertinggi sebagai cedera yang paling penting pada pasien yang terluka parah, dan sekitar 50% dari mereka dengan trauma multipel juga menderita cedera toraks.
Cedera pada toraks dapat mempengaruhi dinding toraks (misalnya, tulang rusuk, fraktur sternum) serta organ toraks (misalnya paru, jantung, pembuluh darah).
Hanya sebagian kecil pasien dengan trauma toraks cenderung mengalami gagal napas yang memerlukan intubasi dan dukungan ventilator untuk memperbaiki hipoksia dan hiperkapnia.(Bayer et al., 2017)
Di sisi lain, 35 - 58% pasien yang mengalami luka berat membutuhkan intubasi pra-rumah sakit, tergantung pada tingkat keparahan cedera toraks yang terjadi bersamaan. Sementara pasien yang luka parah biasanya membutuhkan
34
kegagalan organ multiple (MOF) diketahui berkembang lebih sering pada pasien dengan trauma toraks berat. Pada pasien yang luka parah, termasuk mereka dengan cedera otak traumatis berat / Traumatic Brain Injury (TBI), setidaknya satu organ gagal di sekitar 52%, dengan kegagalan paru terjadi di 26% kasus.
Sementara tingkat kegagalan paru berkisar 50-65% pada pasien MOF, hanya 7%
pasien tanpa MOF yang menderita gagal napas. Secara keseluruhan, pasien MOF membutuhkan ventilasi yang berkepanjangan dan perawatan yang lebih lama di unit perawatan intensif (ICU), sehingga mengkonsumsi sumber daya perawatan kesehatan yang cukup besar pula.(Bayer et al., 2017)
Trauma multipel yang parah sering dikaitkan dengan cedera paru traumatik dan muncul dengan spektrum keparahan yang luas; mortalitas trauma toraks yang dilaporkan bisa setinggi 60%, dan 20 - 25% kematian pada pasien yang terluka parah dikaitkan dengan cedera toraks.(Bayer et al., 2017)
Pada studi ini, didapatkan 20 sampel penelitian, dengan rerata umur adalah 51,15 (±14,47) tahun, terdiri dari 14 orang laki-laki (70,0%) dan 6 orang perempuan (30,0%). Berbeda pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, pada penelitian ini, tidak menilai rentang usia terbanyak terjadinya trauma toraks dan tidak menspesifikan trauma toraks yang terjadi hanya akibat kecelakaan lalu lintas, sehingga semua pasien dengan trauma toraks diikutsertakan tanpa melihat penyebabnya. Pada penelitian yang dilakukan di China oleh Zhu, dkk didapatkan bahwa jumlah pasien pria lebih banyak daripada wanita dengan kisaran umur pria 45,1 ±17,4 dan wanita dengan kisaran umur 46,2 ± 15,9 dengan rentang usia terbanyak adalah 13 ≤ age < 45 (Zhu, et al 2017). Demikian juga studi yang dilakukan oleh Rubenson Wahlin, dkk didapatkan bahwa pasien laki-laki lebih banyak dari wanita (72,8% dan 27,2%) dengan usia rata-rata 15-39 tahun. Trauma yang dipelajari adalah tipe tumpul maupun tusukan, dengan mekanisme trauma yang berbeda-beda seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh, dll (Rubenson Wahlin, et al 2016).
Terdapat beberapa kondisi yang dapat mengancam nyawa pasien dengan trauma toraks, seperti, tamponade jantung, pneumototoraks massif, hematotoraks massif, dan flail chest. Pada kondisi-kondisi ini membutuhkan penanganan segera setelah penilaian awal airway, breathing, circulation, misalnya pada
35
pneumotoraks massif membutuhkan needle thoracostomy segera yang selanjutnya memerlukan pemasangan chest tube. Begitu juga dengan hematotoraks yang membutuhkan pemasangan chest tube. Tamponade jantung, memerlukan pericardiosintesis segera. Flail chest membutuhkan pengurangan nyeri segera yang perlu dilakukan operasi selanjutnya.
Standar saat ini untuk menilai trauma toraks sangat bervariasi. Skor yang ada yang mencakup beberapa kriteria anatomi, radiografi, dan fisiologis diperlukan untuk meningkatkan akurasi diagnostik dalam kasus trauma toraks.
Identifikasi dini dan manajemen agresif trauma toraks sangat penting untuk mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Ini penting karena tingkat trauma toraks memiliki dampak signifikan pada persyaratan resusitasi dan dukungan unit perawatan intensif. Penilaian tepat waktu tentang kecukupan strategi pengobatan akan membantu mengurangi berbagai komplikasi.(Subhani, Muzaffar and Khan, 2014)
Delapan puluh persen hingga 90% pasien dengan trauma toraks berat memiliki beberapa cedera tambahan. Insiden sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS), komplikasi infeksi (misalnya, pneumonia), sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), dan sindrom disfungsi organ multipel (MODS), secara substansial lebih tinggi pada pasien trauma multipel dengan trauma toraks berat.(Stevenson, 2001) Hal-hal tersebut di atas juga menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam waktu ventilasi dan lama rawatan di unit perawatan intensif (ICU) pada pasien trauma toraks. Selain itu, cedera toraks berhubungan dengan mortalitas 30% -40% dan trauma terkait kematian 20% -25%. Sekitar 50% -75% pasien politraumatif yang meninggal mengalami cedera toraks.(Mommsen et al., 2012)
Standar saat ini untuk menilai trauma toraks sangat bervariasi.. Beberapa sistem penilaian trauma ada antara lain the trauma and injury severity score (TRISS) paling sering digunakan untuk memprediksi kematian. Namun dalam pelaksanaanya, TRISS memiliki banyak keterbatasan, sehingga pada tahun 2000 Pape dkk membuat sistem penilaian terbaru yaiut Skor Keparahan Trauma Toraks (TTSS) yang menggabungkan usia pasien, parameter resusitasi, dan penilaian radiologi toraks.
36
Setelah publikasi TTSS pada tahun 2000, beberapa penelitian melaporkan hubungan antara skor TTSS dan luaran trauma thorax. Skor keparahan trauma toraks (TTSs) mengevaluasi lima parameter PaO2 / FiO2 yang berbeda, patah tulang rusuk, kontusio paru, keterlibatan pleura dan usia. TTSS adalah prediktor yang lebih baik dari trauma trauma terkait komplikasi pada saat masuk dalam keadaan darurat dengan menggunakan parameter yang sudah tersedia yaitu X-ray toraks dan gas darah arteri.(Subhani, Muzaffar and Khan, 2014). Keluaran pasien memburuk dengan peningkatan skor, menggunakan uji Chi-square, hasil menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik antara hasil pasien dan skor keparahan trauma Thoracic (TTS). Pasien dengan TTS > 9 memiliki risiko kematian 4 kali lipat lebih tinggi.(Elbaih et al., 2016) Menggunakan pendekatan zona abu-abu, batas spesifisitas tinggi dari skor TTS untuk prediksi ARDS adalah
> 13 (Sp 98%, PPV 85%), sedangkan ambang sensitivitas tinggi adalah > 8 (Se 90%, NPV 92%). Pada pasien termasuk dalam zona abu-abu tidak meyakinkan (yaitu skor TTS 8-12), risiko ARDS yang tertunda tidak dapat diabaikan. Tingkat cut-off 8 poin di TTSS dapat digunakan untuk mengklasifikasikan pasien untuk observasi yang cermat.(Martínez Casas et al., 2016)
Studi ini membagi keluaran trauma toraks menjadi dua, yaitu luaran baik dan luaran buruk. Luaran baik, yaitu pasien yang dapat berobat jalan dan pasien yang dirawat di ruangan bedah non-ICU, sedangkan keluaran buruk yaitu pasien yang membutuhkan perawatan ICU, tindakan operasi, dan mengalami mortalitas. Dalam studi ini pasien yang ditangani, memiliki beberapa luaran tatalaksana, yang terdiri dari pulang berobat jalan (PBJ) sebanyak 5 pasien pasien supaya bisa menanganinya dengan baik.
Studi ini menunjukkan rerata thoracic trauma severity score (TTSS) pada pasien dengan luaran yang baik adalah 4,46 (±2,57) sedangkan luaran yang
37
buruk yaitu 9,43 (±2,37). Dilakukan analisis data dan didapatkan p-value sebesar 0,001 atau menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa TTSS dapat digunakan sebagai prediktor keluaran pasien dengan trauma toraks, seperti telah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya.
Luaran lain yang diteliti pada studi ini yaitu hubungan antara TTSS dengan nilai Karnofsky. Hubungan keduanya dinilai dengan uji Spearman dan menunjukkan hubungan terbalik yang kuat (kk= -0.794). Nilai Karnofsky dianggap dapat memprediksi kondisi klinis pasien yang menggambarkan tingkat morbiditas dan kejadian mortalitas. Hingga saat studi ini ditulis, belum ditemukan penelitian yang menghubungkan skor TTSS terhadap nilai Karnofsky. Namun, pada 2016, sebuah studi oleh Martinez dkk menyimpulkan bahwa TTSS adalah alat yang tepat dan layak untuk memprediksi perkembangan komplikasi atau mortalitas pada pasien dengan trauma toraks. (Martínez Casas et al., 2016)
Penelitian ini belum sempurna dikarenakan masih didapatkan kekurangan antara lain penelitian ini tidak memperhitungkan kondisi pasien sebelum mengalami trauma toraks. Selain itu, penelitian ini berjalan melalui pengukuran pada satu kali pengamatan. Kondisi terhadap subjek penelitian di bulan-bulan berikutnya masih belum tercakup pemantauan dalam penelitian ini. Nilai Karnofsky belum ideal menggambarkan luaran pasien dikarenakan nilai Karnofsky dapat berubah dengan cepat dan nilai awal Karnofsky yang bervariasi mempengaruhi respon dari suatu terapi.
BAB 6 KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil penelitian, didapati bahwa terdapat hubungan bermakna antara penilaian skor trauma TTSS dengan luaran buruk pada trauma thoraks (p<0.001)
2. Terdapat hubungan signifikan antara masing-masing komponen TTSS seperti PaO2/FiO2 (p=0.01), kontusio paru (p=0.01), serta keterlibatan pleura (p=0.01) dengan luaran buruk pasca trauma thoraks.
DAFTAR PUSTAKA
Arunan, Y. and Roodenburg, B. (2017) „Chest trauma‟, Anaesthesia and Intensive Care Medicine. Elsevier Ltd, 18(8), pp. 390–394. doi:
10.1016/j.mpaic.2017.05.008.
Aukema, T. S. et al. (2011) „Validation of the Toraks Trauma Severity Score for mortality and its value for the development of acute respiratory distress syndrome‟, Open Access Emergency Medicine, 3(1), pp. 49–53. doi:
10.2147/OAEM.S22802.
Bayer, J. et al. (2017) „Thoracic trauma severity contributes to differences in intensive care therapy and mortality of severely injured patients: Analysis based on the TraumaRegister DGU®‟, World Journal of Emergency
Daurat, A. et al. (2016) „Thoracic Trauma Severity score on admission allows to determine the risk of delayed ARDS in trauma patients with pulmonary contusion‟, Injury, 47(1), pp. 147–153. doi: 10.1016/j.injury.2015.08.031.
Domingues, C. de A. et al. (2011) „The role of the New Trauma and Injury Severity Score (NTRISS) for survival prediction‟, Rev Esc Enferm USP, 45(6), pp. 1350–55. doi: S0080-62342011000600011 [pii].
Ehsaei, M. R. et al. (2014) „Trauma Mortality : Using Injury Severity Score ( ISS ) for Survival Prediction in East of Iran‟, Razavi Int J Med, 2(1), pp. 1–4.
doi: 10.5812/rijm.15189.
Elbaih, A. et al. (2016) „Evaluation of Thoracic Trauma Severity Score in Predicting the Outcome of Isolated Blunt Chest Trauma Patients‟, International Journal of Surgery and Medicine, 2(3), p. 100. doi:
10.5455/ijsm.chesttrauma.
Gopinath, N. (2004) „Thoracic trauma‟, IJTCVS, 20(1), pp. 144–148.
Karmy-Jones, R. et al. (2014) „Western trauma association critical decisions in trauma: Penetrating chest trauma‟, Journal of Trauma and Acute Care Surgery, 77(6), pp. 200–203. doi: 10.1097/TA.0000000000001301.
40
Kuhajda, I. et al. (2014) „Penetrating Trauma‟, Journal of thoracic disease, 6(Suppl 4), pp. S461-5. doi: 10.3978/j.issn.2072-1439.2014.08.51.
Ludwig, C. and Koryllos, A. (2017) „Management of chest trauma‟, Journal of Thoracic Disease, 9(Suppl 3), pp. S172–S177. doi:
10.21037/jtd.2017.03.52.
Martínez Casas, I. et al. (2016) „Toraks Trauma Severity Score: Is it reliable for Patient‟s Evaluation in a Secondary Level Hospital?‟, Bulletin of
Milisavljević, S., Spasić, M. and Arsenijević, M. (2012) „Thoracic trauma‟, InTec, 11(April), pp. 23–36. doi: 10.1201/9781315113777.
Mommsen, P. et al. (2012) „Comparison of different thoracic trauma scoring systems in regards to prediction of post-traumatic complications and outcome in blunt chest trauma‟, Journal of Surgical Research, 176(1), pp.
239–247. doi: 10.1016/j.jss.2011.09.018.
Moon, S. H. et al. (2017) „The toraks trauma severity score and the trauma and injury severity score‟, Medicine, 96(42), p. e8317. doi:
10.1097/MD.0000000000008317.
Ombregt, L. (2013) „Applied anatomy of the toraks and abdomen‟, A System of Orthopaedic Medicine, 1(1), pp. e239–e249. doi: 10.1016/B978-0-7020-3145-8.00084-3.
Orhon, R. et al. (2014) „Comparison of trauma scores for predicting mortality and morbidity on trauma patients‟, Ulus Travma Acil Cerrahi Derg, 20(4), pp.
258–264. doi: 10.5505/tjtes.2014.22725.
Paffrath, T., Lefering, R. and Flohé, S. (2014) „How to define severely injured patients? - An Injury Severity Score (ISS) based approach alone is not sufficient‟, Injury, 45(1), pp. S64–S69. doi: 10.1016/j.injury.2014.08.020.
Pape et al. (2000) 'Appraisal of early evaluation of blunt chest trauma:
development of a standardized scoring system for initial clinical decision making', journal of trauma, 496-504
Platz, J. J., Fabricant, L. and Norotsky, M. (2017) „Thoracic Trauma: Injuries, Evaluation, and Treatment‟, Surgical Clinics of North America. Elsevier Inc, 97(4), pp. 783–799. doi: 10.1016/j.suc.2017.03.004.
41
Restrepo-Álvareza, C. A. et al. (2016) „Revista Colombiana de Anestesiología Colombian Journal of Anesthesiology Trauma severity scores‟, Colombian Journal of Anesthesiology, 4(44), pp. 317–323. doi:
10.1016/j.rcae.2016.06.004.
Roberts, K. P. and Weinhaus, A. J. (2015) „Pulmonary Cavities , and Mediastinum‟, Handbook of Cardiac Anatomy, Physiology, and Devices, 1(1), pp. 25–50.
Sayeed, R. A. and Darling, G. E. (2007) „Surface Anatomy and Surface Landmarks for Thoracic Surgery‟, Thoracic Surgery Clinics, 17(2), pp.
449–461. doi: 10.1016/j.thorsurg.2011.01.004.
Senn-Reeves, J. N. and Staffileno, B. A. (2013) „Long-term Outcomes After Blunt Injury to the Boney Toraks‟, Journal of Trauma Nursing, 20(1), pp. 56–64.
doi: 10.1097/JTN.0b013e318286629b. severity score: Better prediction of functional recovery after musculoskeletal injury‟, Value in Health. International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research (ISPOR), 9(1), pp. 24–27.
doi: 10.1111/j.1524-4733.2006.00077.x.
Whizar-Lugo, V., Sauceda-Gastelum, A. and Adriana, H.-A. (2015) „Chest Trauma: An Overview‟, Journal of Anesthesia & Critical Care: Open Access, 3(1), pp. 1–11. doi: 10.15406/jaccoa.2015.03.00082.
Zehr, M., Klar, N. and Malthaner, R. A. (2015) „Risk Score for Predicting Mortality in Flail Chest‟, Annals of Thoracic Surgery. Elsevier, 100(1), pp.
223–228. doi: 10.1016/j.athoracsur.2015.03.090.
Zhao, X. G. et al. (2008) „Comparison of the new injury severity score and the
Zhao, X. G. et al. (2008) „Comparison of the new injury severity score and the