PENURUNAN MUTU BAHAN PANGAN
3.2. Kerusakan Kimiaw
Penurunan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi selama proses pencucian dan pemanasan. Selama ber- langsung proses pencucian ba- han pangan, banyak komponen senyawa kimia yang akan larut, seperti beberapa protein, vitamin B dan C, dan mineral.
3.2.1 Autolisis
Autolisis adalah proses perom- bakan sendiri, yaitu proses per- ombakan jaringan oleh enzim yang berasal dari bahan pangan itu tersebut. Proses autolisis terjadi pada saat bahan pangan memasuki fase post rigor mortis. Ikan yang mengalami autolisis memiliki tekstur tubuh yang tidak
elastis, sehingga apabila daging tubuhnya ditekan dengan jari akan membutuhkan waktu relatif lama untuk kembali kekeadaan semula. Bila proses autolisis sudah berlangsung lebih lanjut, maka daging yang ditekan tidak pernah kembali ke posisi semula (Gambar 3.6).
Tabel 3.1. Material, bahaya yang ditimbulkan dan sumber bahaya fisik
Material Bahaya yang Ditimbulkan Sumber
Kaca
Menyebabkan luka, pendarahan, mungkin membutuhkan pembedahan untuk mengeluarkannya.
Botol, lampu, termometer, dll
Kayu
Menyebabkan infeksi, mungkin membutuhkan pembedahan untuk mengeluarkannya.
Pallet, box, bangunan, dll
Batu Mematahkan gigi Bangunan termasuk keramik
Besi/Logam
Menyebabkan infeksi dan mungkin memerlukan pembedahan untuk mengeluarkannya
Mesin, kawat, karyawan
Tulang Menyangkut di kerongkongan dan menyebabkan trauma
Proses pengolahan yang tidak benar serta unit pengolahan yang tidak baik
Plastik Menyebabkan infeksi Pallet, bahan pengepak dan pekerja
Personil
Menyebabkan gigi patah, tertusuk dan mungkin dibutuhkan pembedahan untuk mengeluarkannya.
Anting-anting, kalung, giwang, cincin, dll
Sumber : Warta Pasar Ikan. 2005. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Gambar 3.6. Proses autolisis yang berlangsung lama dicirikan dengan tidak kembalinya daging ke posisi semula
Proses autolisis dapat dipenga- ruhi oleh kondisi lingkungan di sekelilingnya. Suhu yang tinggi akan mempercepat proses auto- lisis ikan yang tidak diberi es (Gambar 3.7).
Gambar 3.7. Cahaya matahari dapat mempercepat proses autolisis
3.2.2 Oksidasi
Ikan termasuk salah satu bahan pangan yang banyak mengan- dung lemak, terutama lemak tidak jenuh. Lemak tidak jenuh adalah lemak yang mengandung ikatan rangkap pada rantai utamanya. Lemak demikian ber-sifat tidak stabil dan cenderung mudah bereaksi. Lemak pada ikan didominasi oleh lemak tidak jenuh berantai panjang (Polyun- saturated fatty acid / PUFA). Produk tanaman yang diketahui mengandung lemak tinggi cukup banyak, seperti kelapa, kelapa sawit, bunga matahari, wijen, jagung. Pada ternak, kandung- an lemak dapat diketahui dari banyaknya gajih pada daging. Selama penyimpanan, lemak tidak jenuh akan mengalami proses oksidasi sehingga terbentuk senyawa peroksida. Peristiwa yang sama dapat terjadi pada bahan pangan yang mengandung susu atau santan.
3.2.3 Browning
Bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat adalah produk nabati. Kandungan kar- bohidrat pada produk perikanan sekitar 1 persen, kecuali pada jenis kerang-kerangan yang da- pat mencapai 10 persen.
Selama proses pengolahan, kar- bohidrat akan mengalami proses perubahan warna. Karbohidrat yang semula berwarna keputih-
an cenderung berubah menjadi kecoklatan. Proses perubahan ini lebih dikenal sebagai reaksi browning.
Reaksi browning terdiri dari em- pat tipe, yaitu reaksi Maillard, karamelisasi, oksidasi vitamin C (asam askorbat), dan pencoklat- an fenolase. Tiga yang pertama merupakan kelompok reaksi non enzimatis, sedangkan yang ter- akhir adalah reaksi enzimatis. Reaksi Maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatik. Rekasi ini terjadi karena kondensasi gugus amino dan senyawa reduksi menghasilkan perubahan kompleks. Reaksi Maillard terjadi bila bahan pangan mengalami pemanasan atau penyimpanan.
Kebanyakan efek dari reaksi Maillard memang diharapkan, seperti aroma karamel, warna coklat keemasan pada roti. Namun beberapa reaksi Maillard yang menyebabkan warna kehitaman atau bau tidak sedap pada makanan memang tidak diharapkan. Perubahan warna pada baso ikan yang memiliki warna spesifik putih bersih dan bakso udang yang berwarna merah muda memang tidak diharapkan. Efek browning yang terjadi pada daging berwarna merah relatif tidak terlihat.
Gambar 3.8. Reaksi pencoklatan pada bahan pangan yang mengandung gula
Sumber : www.landfood.ubc.ca.
Reaksi enzimatis umumnya ter- jadi pada permukaan buah dan sayuran yang mengalami penya- yatan. Pada permukaan sayat- an, terjadi perubahan warna menjadi kecoklatan karena ber- langsung oksidasi fenol menjadi ortokuin yang selanjutnya secara cepat akan mengalami polimeri- sasi membentuk pigmen coklat atau melanin.
3.2.4 Senyawa Kimia Pencemar
Pengertian mengenai senyawa kimia pencemar adalah senyawa kimia yang terkandung dalam bahan pangan, baik secara alami maupun sengaja ditam-bahkan (Tabel 3.2). Senyawa kimia pencemar dapat berupa senyawa alami maupun sintetis.
Keberadaan senyawa kimia pen- cemar dalam bahan pangan dapat mempengaruhi rasa dan
kenampakan. Rasa dari bahan pangan yang tercemar senyawa kimia pencemar terasa agak menyimpang, tergantung dari senyawa kimia yang mence- marinya.
Kenampakan beberapa bahan pangan yang tercemar senyawa kimia dapat dilihat dengan mu- dah. Tanaman kangkung yang
mampu menyerap logam berat dan senyawa pencemar lainnya memiliki kenampakan hijau kehi- taman, sedangkan jenis kerang- kerangan yang memiliki kemam- puan sebagai filter biologis terhadap logam berat, daging-nya cenderung memiliki kenam-pakan merah kehitaman dan memiliki tubuh relatif lebih besar.
Tabel 3.2. Senyawa kimia yang terkandung dalam bahan pangan dan ambang batasnya
Senyawa Kimia Pencemar
Tipe produk Ambang Batas
Mercury Semua jenis ikan kecuali tuna beku dan segar, hiu, dan ikan pedang
0.5 ppm
Arsenik Konsentrat protein ikan 3.5 ppm Lead Konsentrat protein ikan 0.5 ppm Flouride Konsentrat protein ikan 150 ppm 2,3,7,8 TCDD (dioxin) Semua produk ikan 20 ppt DDT dan metabolisme
DDT
Semua produk ikan 5.0 ppm
PCB Semua produk ikan 2.0 ppm
Piperonyl butoksida Ikan kering 1.0 ppm Bahan kimia pertanian
lainnya dan turunannya
Semua produk ikan 0.1 ppm
Sumber : Canadian Food Inspection Agency. Fish, seafood and Production Division Nepean