• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Pengaruh Ganja Terhadap Kesehatan

2.8.2 Kesehatan Rongga Mulut

Ganja juga dapat mempengaruhi kesehatan rongga mulut pecandu ganja melalui sifat iritatif ganja dan adanya reseptor cannabinoid dalam kelenjar saliva yang

dapat menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan rongga mulut pecandu ganja.1,35-38

Pada pecandu ganja terjadi keadaan mulut kering atau xerostomia. Akibat mulut yang kering para pecandu sering mengonsumsi minuman ringan dan makanan manis sehingga pH saliva menjadi asam.23,24 Selain itu, asap pembakaran dari ganja dapat mereduksi oksigen dalam rongga mulut dan meningkatkan koloni bakteri anaerob sehingga membuat pH saliva semakin turun. Semakin turun pH saliva maka akan memicu terjadinya demineralisasi gigi sehingga meningkatkan kejadian karies pada pecandu ganja.13,25 Hal ini sesuai dengan penelitian Ditmyer, dkk. (2014) memberitahukan bahwa terjadi peningkatan prevalensi dan keparahan karies pada pecandu ganja dimana pecandu ganja memiliki jumlah DMFT (decay, missing, filling teeth)dua kali lebih tinggi dibanding perokok biasa.36

Gambar 7. Gambaran karies pada pecandu ganja.24

Konsumsi ganja dapat mengakibatkan terjadinya pembesaran gingiva terutama di daerah interdental papila dan marginal gingiva. Ciri ini serupa dengan efek dari obat anticonvulsive yaitu phenytoin. Hal ini dihubungkan dengan kandungan Cannabidiol (CBD) pada ganja yang memiliki efek dan struktur kimia yang sama dengan phenytoin.38 Selain pembesaran gingiva, berkurangnya volume saliva pada pecandu ganja dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi imun dari saliva dalam

jumlah bakteri dan jamur pada rongga mulut, termasuk bakteri anaerob dan Candida albicans. Pembentukan plak gingiva dan meningkatnya koloni bakteri anaerob dapat meningkatkan terjadinya gingivitis pada pecandu ganja.25,35 Kurangnya kesadaran pecandu ganja dalam menjaga kebersihan mulutnya menyebabkan gingivitis tersebut berkembang menjadi periodontitis diikuti dengan kehilangan tulang alveolar.11,35,37 Densitas dari Candida albicans semakin meningkat disebabkan oleh hidrokarbon pada ganja yang menjadi sumber energi bagi spesies kandida tertentu termasuk Candida albicans. Hal ini mengakibatkatkan terjadinya candidiasis pada pecandu ganja. Ketika diteliti menggunakan teknik kultur imprint terlihat terjadinya peningkatan densitas Candida albicans pada rongga mulut pecandu ganja. Faktor lain yang dapat mempengaruhi candidiasis pada pecandu ganja adalah kebersihan mulut yang buruk dan faktor nutrisi yang tidak terpenuhi.7,35

Ganja memiliki konsentrasi zat karsinogen aromatic hydrocarbon seperti benzopyrene yang lebih banyak dibandingkan tembakau.39 Ketika menghisap ganja, rongga mulut terpapar oleh asap pembakaran yang panas, paparan yang terjadi secara kronis menyebabkan zat-zat karsinogen mempengaruhi epitel rongga mulut. Sehingga terjadi perubahan-perubahan pada sel epitel rongga mulut yang disebut dengan cannabis stomatitis termasuk leukodema dan hiperkeratosis.1,7,9,39 Leukodema terjadi pada 57,1% pecandu ganja. Leukodema memiliki gambaran klinis seperti mukosa tampak tipis, opaque, berwarna putih keabuan dan sering terjadi di bagian bukal. Mukosa bukal akan tampak mengkerut dan membentuk lipatan.35 Hiperkeratosis pada umumnya mengenai bibir atas dan bawah di lokasi penempatan ganja. Bercak berdiameter sekitar 7 mm dan umumnya terletak lateral dari garis tengah. Papula-papula menimbul putih jelas terlihat di seluruh bercak hiperkeratosis, membuat suatu permukaan kasar dan keras saat dipalpasi.40 Apabila cannabis stomatitis tidak segera ditangani maka epitel rongga mulut akan semakin berdiferensiasi dan menjadi lesi premalignan seperti leukoplakia. Leukoplakia merupakan lesi putih pada mukosa mulut yang tidak dapat dihapus dan merupakan reaksi protektif terhadap iritasi kronis yang ditimbulkan oleh ganja. 4–6% dari leukoplakia berkembang menjadi kanker rongga

mulut dalam kurun waktu 5 tahun. Kanker rongga mulut yang sering ditemukan pada pecandu ganja adalah tipe squamous cell carcinoma. 7,13,39,40 Hubungan antara kanker rongga mulut dan pemakaian ganja lebih signifikan pada pasien usia di bawah 50 tahun.35

Gambar 8. Lesi leukoplakia pada lateral lidah pecandu ganja.32

2.4 Saliva

Saliva merupakan cairan yang disekresikan oleh kelenjar saliva yang menjaga kelembaban rongga mulut. Saliva terdiri dari 99% air dan 1 % komponen organik serta anorganik. Komponen organik saliva yaitu mucin, laktoferin, kallekriene, lisozim, peroksidase, tiosianat, ptialin atau amilase, maltase, lipase. Komponen anorganik saliva yaitu sodium, chloride, potasium, kalsium, bikarbonat, fosfat, amonia, magnesium, flour, yodium.15 93% saliva disekresikan oleh kelenjar saliva mayor yaitu kelenjar parotid, submandibular dan sublingual sedangkan 7% lainnya oleh beberapa kelenjar saliva minor yang tersebar di mukosa rongga mulut.18,41

Sekresi saliva bersifat spontan dan kontinu disebabkan oleh stimulasi konstan ujung saraf parasimpatis yang berakhir di kelenjar saliva. Selain sekresi yang bersifat konstan, sekresi saliva dapatditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda yaitu refleks saliva sederhana dan refleks saliva didapat. Refleks saliva sederhana terjadi ketika kormoreseptor di dalam rongga mulut dirangsang oleh adanya makanan. Reseptor-reseptor tersebut memulai impuls serabut saraf aferen yang membawa

impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Pada refleks saliva didapat, sekresi saliva terjadi tanpa rangsangan melainkan hanya melalui berpikir, melihat, atau menghirup aroma makanan. Stimulus tersebut bekerja melalui korteks serebrum untuk merangsang pusat saliva di medula.19,42

Gambar 9. Letak anatomi kelenjar saliva mayor. A, kelenjar saliva parotid. B, kelenjar saliva submandibula. C, kelenjar saliva sublingual.20 Kelenjar saliva dipersarafi oleh saraf otonom yaitu saraf simpatis dan parasimpatis yang bekerja beriringan. Asetilkolin merupakan postganglionic transmitter saraf parasimpatis dan noradrenalin adalah postganglionic transmitter saraf simpatis yang bekerja pada kelenjar saliva. Noradrenalin bekerja pada α1 -adrenoceptors dan β1-adrenoceptors, sedangkan asetilkolin bekerja pada reseptor muskarinik M1 dan M3. Baik saraf parasimpatis maupun simpatis, keduanya meningkatkan sekresi dari saliva. Rangsangan saraf simpatis mensekresi saliva dengan volume yang lebih sedikit, kental dan mengandung lebih banyak musin. Sedangkan rangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan berperan dominan dalam sekresi saliva yang cair dan kaya enzim. Saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi sehingga aliran darah untuk kelenjar saliva meningkat dan mengakibatkan peningkatan volume saliva.19,42

Komponen organik saliva disintesis oleh sel sekretori dari kelenjar saliva yang memperoleh nutrisi dari pembuluh darah. Ketika sel-sel sekretori distimulasi, saliva

sirkulasi darah. Ketika saraf distimulasi, ion klorida dipindahkan ke dalam sel. Hal ini meningkatkan reaksi elektrolit yang menyebabkan influks dari ion sodium. Peningkatan ion sodium dan klorida pada sel menghasilkan tekanan osmotik sehingga cairan masuk ke dalam sel dan sel mengalami pembengkakan. Tekanan pada sel meyebabkan rupturnya sel dan mengeluarkan cairan serta elektrolit, sehingga saliva yang hipotonik dapat disekresikan ke dalam rongga mulut. Perbedaan jalur sekresi saliva mengakibatkan perbedaan komposisi saliva. Mobilisasi dari Ca2+ dan adenosine 3’, 5’ –

cyclic monophosphate (cAMP ) dapat menghasilkan interaksi yang sinergis sehingga dapat mensekresikan saliva dengan jumlah protein dan cairan yang seimbang.13,19

Dokumen terkait