BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.2 Hasil Analisis Data
4.2.3 Kesembronoan yang Disengaja
Bousfield (2008: 3) berpendapat bahwa ketidaksantunan dalam berbahasa
dipahami sebagai perilaku berbahasa seseorang yang mengancam muka, dan ancaman
terhadap muka itu dilakukan secara sembrono (gratuitous), hingga akhirnya tindakan
berkategori sembrono demikian itu mendatangkan konflik, atau bahkan pertengkaran,
berbahasa itu merupakan realitas ketidaksantunan. Dengan demikian, sebuah tuturan
dikatakan tidak santun jika tuturan tersebut menimbulkan kerugian berupa
kejengkelan bahkan dapat menimbulkan konflik karena tuturan tersebut disampaikan
secara sembrono dengan kesengajaan kepada mitra tuturnya.
Cuplikan Tuturan 39
Penutur: mahasiswa perempuan, umur 20 tahun Mitra tutur: mahasiswa perempuan, umur 20 tahun
M1: “Hey bajumu tu lho kebuka, keliatan perutmu.” M2: “Hehe goyang asik… goyang itik.” (C3)
(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika setelah mengoreksi lembar jawab mahasiswa
pada kuis psikolinguistik. Suasana kelas agak gaduh. Mitra tutur mengomentari baju penutur yang terbuka. Mitra tutur duduk sebelahan dengan penutur)
Cuplikan Tuturan 43
Penutur: mahasiswa laki-laki, umur 22 tahun Mitra tutur: mahasiswa laki-laki, umur 21 tahun
M1: “Guru pamongmu kemana e?” M2: “Palestina.” (C7)
(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika di luar kelas. Beberapa mahasiswa duduk-
duduk dan berbincang satu sama lain sedang menunggu kelas berikutnya. Suasana gaduh dan santai. Penutur menanyakan guru pamong kepada mitra tutur. Penutur tahu bahwa mitra tutur masih mengurusi laporan PPL. Penutur dan mitra tutur merupakan teman sekelas)
Cuplikan Tuturan 44
Penutur: mahasiswa laki-laki, umur 21 tahun Mitra tutur: mahasiswa laki-laki, umur 21 tahun
M1: “Kowe potong rambut model opo to?”
M2: “Potong model pitik jago yoo?” (C8) (melihat mitra tutur dan tertawa kecil)
(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika di luar kelas. Beberapa mahasiswa duduk-
duduk dan berbincang satu sama lain sedang menunggu kelas berikutnya. Suasana luar kelas gaduh dan santai. penutur dan mitra tutur merupakan teman sekelas. Penutur berkomentar mengenai model rambut mitra tutur)
Cuplikan Tuturan 45
Penutur: mahasiswa laki-laki, umur 21 tahun Mitra tutur: mahasiswa laki-laki, umur 21 tahun
M1: “Dudu pitik jago.” M2: “Lha model opo?”
M1: “Kowe potong koyo pitik gering.” (C9)
(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika di luar kelas. Beberapa mahasiswa duduk-
duduk dan berbincang satu sama lain sedang menunggu kelas berikutnya. Suasana luar kelas gaduh dan santai. penutur dan mitra tutur merupakan teman akrab. Penutur berkomentar mengenai model rambut mitra tutur)
Cuplikan Tuturan 46
Penutur: mahasiswa laki-laki, umur 33 tahun Mitra tutur: mahasiswa perempuan, umur 22 tahun
M1: “Kamu mau makan bakso enggak dari plastiknya langsung tapi pake tempat?”
M2: “Emang pake apaan?”
M1: “Itu lhoo tanah di pot dikeluarkan dulu trus buat tempat baksonya.” (C10)
(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika beberapa mahasiswa sedang duduk di depan
dari bungkus plastik. Penutur memberikan saran untuk menggunakan pot sebagai mangkok tempat bakso sambil tertawa kecil)
4.2.3.1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik tuturan di atas berupa hasil transkrip tuturan
lisan tidak santun antarmahasiswa yang berupa kesembronoan yang disengaja.
Berikut masing-masing wujud ketidaksantunan linguistik tuturan yang berupa
kesembronoan yang disengaja tersebut.
a. Tuturan (C3): “Hehe goyang asik… goyang itik.” b. Tuturan (C7): “Palestina.”
c. Tuturan (C8): “Potong model pitik jago yoo?” d. Tuturan (C9): “Kowe potong koyo pitik gering.”
e. Tuturan (C10): “Itu lhoo tanah di pot dikeluarkan dulu trus buat tempat
baksonya.”
4.2.3.2 Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Wujud ketidaksantunan pragmatik tuturan yang berupa kesembronoan yang
disengaja dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Berikut
uraian konteks sebagai wujud ketidaksantunan pragmatik masing-masing tuturan
yang berupa kesembronoan yang disengaja.
Konteks tuturan (C3): tuturan terjadi ketika setelah mengoreksi lembar
mengomentari baju penutur yang terbuka. Mitra tutur duduk sebelahan dengan
penutur
Konteks tuturan (C7): tuturan terjadi ketika di luar kelas. Beberapa
mahasiswa duduk-duduk dan berbincang satu sama lain sedang menunggu kelas
berikutnya. Suasana gaduh dan santai. Penutur menanyakan guru pamong kepada
mitra tutur. Penutur tahu bahwa mitra tutur masih mengurusi laporan PPL. Penutur
dan mitra tutur merupakan teman sekelas.
Konteks tuturan (C8): tuturan terjadi ketika di luar kelas. Beberapa
mahasiswa duduk-duduk dan berbincang satu sama lain sedang menunggu kelas
berikutnya. Suasana luar kelas gaduh dan santai. penutur dan mitra tutur merupakan
teman sekelas. Penutur berkomentar mengenai model rambut mitra tutur.
Konteks tuturan (C9): tuturan terjadi ketika di luar kelas. Beberapa
mahasiswa duduk-duduk dan berbincang satu sama lain sedang menunggu kelas
berikutnya. Suasana luar kelas gaduh dan santai. penutur dan mitra tutur merupakan
teman akrab. Penutur berkomentar mengenai model rambut mitra tutur.
Konteks tuturan (C10): tuturan terjadi ketika beberapa mahasiswa sedang
duduk di depan secretariat dan berbincang-bincang. Mitra tutur sedang menikmati
bakso langsung dari bungkus plastik. Penutur memberikan saran untuk menggunakan
pot sebagai mangkok tempat bakso sambil tertawa kecil.
4.2.3.3 Penanda ketidaksantunan Linguistik
Penanda ketidaksantunan linguistik tuturan yang berupa kesembronoan yang
masing-masing penanda ketidaksantunan linguistik tuturan yang berupa
kesembronoan yang disengaja.
a. Tuturan (C3) dikatakan dengan nada rendah, tekanan lemah, intonasi berita,
sedangkan pilihan kata menggunakan kata slang.
b. Tuturan (C7) dikatakan dengan nada sedang, tekanan lemah, dan intonasi
berita.
c. Tuturan (C8) dikatakan dengan nada sedang, tekanan sedang, intonasi Tanya,
sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis dan
interferensi ke dalam bahasa Jawa.
d. Tuturan (C9) dikatakan dengan nada sedang, tekanan sedang, intonasi berita,
sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu bahasa Jawa.
e. Tuturan (C10) dikatakan dengan nada sedang, tekanan sedang, intonasi berita,
sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis dan kata
tidak baku.
4.2.3.4 Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Penanda ketidaksantunan pragmatik tuturan yang berupa kesembronoan yang
disengaja dapat dilihat pula berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu.
Adapun uraian konteks meliputi penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tujuan
tutur, tindak verbal, serta tindak perlokusi. Berikut uraian konteks masing-masing
Konteks tuturan (C3) yaitu tuturan terjadi pada tanggal 20 November 2012
pukul 14.30 WIB ketika setelah mengoreksi lembar jawab mahasiswa pada kuis
Psikolinguistik. Suasana kelas agak gaduh. Penutur dan mitra tutur perempuan
merupakan mahasiswa angkatan 2010 dan mereka teman sekelas. Mitra tutur duduk
sebelahan dengan penutur. Mitra tutur mengomentari baju penutur yang terbuka.
Tanggapan penutur tidak menanggapi secara serius peringatan dari mitra tutur
mengenai baju penutur yang terbuka tetapi lebih mengarah untuk menggoda mitra
tutur yang menunjukkan tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi tuturan (C3) yaitu
penutur berharap mitra tutur tertawa dengan candaan penutur.
Konteks tuturan (C7) yaitu tuturan terjadi pada tanggal 21 November 2012
pukul 13.50 WIB ketika di luar kelas. Beberapa mahasiswa duduk-duduk dan
berbincang satu sama lain sedang menunggu kelas berikutnya. Suasana gaduh dan
santai. Penutur dan mitra tutur laki-laki merupakan mahasiswa angkatan 2009 dan
mereka teman sekelas. Penutur menanyakan guru pamong kepada mitra tutur. Penutur
tahu bahwa mitra tutur masih mengurusi laporan PPL. Penutur menanggapi mitra
tutur sekenanya seperti pada tuturan (C7) yang menunjukkan tindak verbal ekspresif.
Tindak perlokusi tuturan tersebut yaitu penutur berharap agar mitra tutur tertawa.
Konteks tuturan (C8) yaitu tuturan terjadi pada tanggal 21 November 2012
pukul 13.55 WIB ketika di luar kelas. Beberapa mahasiswa duduk-duduk dan
berbincang satu sama lain sedang menunggu kelas berikutnya. Suasana gaduh dan
santai. Penutur dan mitra tutur laki-laki merupakan teman sekelas dan mereka
dengan sindiran seperti pada tuturan (C8) yang menunjukkan tindak verbal ekspresif.
Tindak perlokusi tuturan tersebut yaitu penutur berharap agar mitra tutur menjelaskan
model rambut barunya.
Konteks tuturan (C9) yaitu tuturan terjadi pada tanggal 21 November 2012
pukul 13.55 WIB ketika di luar kelas. Beberapa mahasiswa duduk-duduk dan
berbincang satu sama lain sedang menunggu kelas berikutnya. Suasana gaduh dan
santai. Penutur dan mitra tutur laki-laki merupakan teman sekelas dan mereka
mahasiswa angkatan 2009. Penutur berkomentar mengenai model rambut mitra tutur
dengan sindiran yang menunjukkan tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi untuk
tuturan (C9) yaitu penutur berharap mitra tutur menjelaskan model rambut barunya.
Konteks tuturan (C10) yaitu terjadi pada tanggal 22 November 2012 pukul
13.45 WIB ketika beberapa mahasiswa sedang duduk di depan sekretariat dan
berbincang-bincang. Penutur laki-laki dan mitra tutur perempuan merupakan
mahasiswa angkatan 2009 dan mereka teman sekelas. Mitra tutur sedang menikmati
bakso langsung dari bungkus plastik. Penutur memberikan saran untuk menggunakan
pot sebagai mangkok tempat bakso sambil tertawa kecil seperti pada tuturan (C10)
yang menunjukkan tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi tuturan tersebut yaitu
penutur berharap mitra tutur tertawa dengan candaan penutur.
4.2.3.5 Makna Ketidaksantunan Berbahasa yang berupa Kesembronoan yang Disengaja
Secara umum, makna ketidaksantunan berbahasa yang berupa kesembronoan
terhibur. Tuturan (C3), (C7), (C8), (C9), dan (C10) memiliki makna berupa godaan
atau candaan penutur kepada mitra tutur walaupun yidak menutup kemungkinan akan
terjadinya konflik diantara keduanya.