• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan ketidaksantunan berbahasa di Indonesia

masih belum ditemukan oleh peneliti. Hal ini disebabkan penelitian mengenai

ketidaksantunan berbahasa merupakan bahan kajian baru yang belum ditelaah

oleh para peneliti bahasa secara lebih mendalam. Sebaliknya, sudah banyak

ditemukan penelitian mengenai kesantunan berbahasa di berbagai ranah

kehidupan. Terlebih dalam ranah pendidikan, sudah banyak penelitian mengenai

kesantunan berbahasa yang dapat ditemukan salah satunya pada penelitian

mahasiswa PBSID Universitas Sanata Dharma. Selain itu, adanya fakta dalam

buku Impoliteness in Language oleh Bousfield et al. pada tahun 2008 yang

diterbitkan sebagai wujud keprihatinan linguis khususnya yang berkecimpung

dalam pragmatik, masalah ketidaksantunan berbahasa itu masih belum pernah

dikaji secara komperehensif dan mendalam. Fakta kebahasaan yang demikian itu

menunjukkan bahwa masih langkanya studi ketidaksantunan pragmatik khususnya

di dalam bahasa Indonesia.

Pada prinsipnya, penelitian mengenai kesantunan berbahasa ini dapat

dikatakan sebagai penelitian pionir dalam mengkaji ketimpangan kajian antara

kesantunan dan ketidaksantunan berbahasa. Oleh karena itu, peneliti

menggunakan penelitian sejenis mengenai kesantunan berbahasa sebagai acuan

berbahasa. Peneliti menemukan empat penelitian mengenai kesantunan berbahasa

yang akan dipaparkan secara ringkas sebagai berikut.

Penelitian dilakukan oleh Weny Anugraheni (2011) dengan judul penelitian

“Jenis Kesantunan dan Penyimpangan Maksim Kesantunan dalam Tuturan Imperatif Guru Kepada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Pringsurat Temanggung dalam Mata

Pelajaran Bahasa Indonesia.”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

kualitatif dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik simak dan teknik catat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada dua jenis

kesantunan dalam tuturan imperatif yaitu kesantunan imperatif tuturan deklaratif dan

kesantunan imperatif tuturan imperatif. Kedua jenis tuturan tersebut masih dibagi lagi

menjadi bermacam-macam jenis sesuai dengan tuturan. Berdasarkan penelitian dapat

disimpulkan bahwa guru bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Pringsurat Temanggung

masih melakukan penyimpangan kaidah berbahasa kepada siswa. Hal ini disebabkan

oleh (1) tidak konsistennya keinginan guru dalam praktik pemakaian tuturan, (2)

kaidah kesantunan belum sepenuhnya dimiliki oleh guru, (3) guru bahasa belum

sepenuhnya memahami bagaimana pemakaian bahasa yang baik dan santun.

Penelitian lain dilakukan oleh Ayuningtyas Kusumastuti (2010) dengan judul

“Kesantunan Berbahasa Indonesia Pembawa Acara Stasiun Televisi Swasta Nasional.” Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak berupa

teknik sadap sebagai teknik dasar, serta teknik simak bebas libat cakap dan teknik

kelompok tuturan santun pembawa acara televisi, yaitu (1) tuturan yang menunjukkan

sikap menghargai terhadap mitra tutur, (2) tuturan yang menunjukkan sikap peduli terhadap mitra tutur, (3) tuturan yang mengandung upaya menarik minat pemirsa, (4) tuturan yang berisi nasihat, (5) tuturan yang menunjukkan prioritas terhadap mitra tutur berjarak paling jauh, dan (6) tuturan yang menunjukkan sikap rendah hati. Untuk mewujudkan keenam tuturan tersebut, ditemukan empat strategi yang

dapat digunakan para pembawa acara televisi, yaitu strategi bertutur dengan

kesantunan positif, strategi bertutur lugas, strategi bertutur samar-samar, dan strategi bertutur dengan kesantunan negatif. Ditemukan penanda bahasa verbal dan

nonverbal yang menunjukkan kesantunan berbahasa para pembawa acara televisi,

yaitu nomina pengacu dan nomina penyapa, adverbial modalitas, gaya bahasa,

interjeksi, jenis kalimat, serta bahasa nonverbal yang menyertai tuturan.

Penelitian sejenis juga pernah dilakukan oleh Oratna Sembiring (2011) berjudul

Bentuk-bentuk Tindak Tutur Imperatif dan Penanda Kesantunan Berbahasa Indonesia Studi Kasus di Komunitas Suster SCMM Pringwulung-Yogyakarta.

Penelitian ini ditinjau dari dua segi, dari segi metode penelitian ini termasuk

penelitian kualitatif naturalistik. Dari segi sumber data, penelitian ini merupakan studi

kasus. Penelitian ini mendeskripsikan tentang bentuk-bentuk tindak tutur imperatif

dan penanda kesantunan berbahasa dalam bentuk tindak tutur imperatif. Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik rekam dan

teknik catat. Adapun hasil penelitian ini adalah ditemukannya bentuk-bentuk tindak

kesantunan berbahasa Indonesia di komunitas suster SCMM Pringwulung-

Yogyakarta. Bentuk-bentuk tindak tutur imperatif di Komunitas Suster SCMM

Pringwulung-Yogyakarta meliputi (1) bentuk tindak tutur imperatif langsnung literal,

(2) bentuk tindak tutur imperatif tidak langsung literal, (3) tindak tutur imperatif

langsung tidak literal, dan (4) tindak tutur imperatif tidak langsung tidak literal.

Penanda kesantunan berbahasa Indonesia di komunitas suster SCMM Pringwulung-

Yogyakarta meliputi (1) penanda kesantunan faktor kebahasaan dan (2) penanda

kesantunan faktor nonkebahasaan. Penanda kesantunan faktor kebahasaan meliputi

(1) diksi, (2) gaya bahasa, (3) penggunaan pronominal, (4) penggunaan kata

keterangan (modalitas), dan (5) bentuk tuturan. Penanda kesantunan faktor

nonkebahasaan meliputi (1) topik pembicaraan, (2) budaya, dan (3) konteks situasi

komunikasi.

Penelitian juga dilakukan oleh Rahardi (1999) dalam penelitiannya yang

berjudul Imperatif dalam Bahasa Indonesia: Penanda-penanda Kesantunan

Lingustiknya. Penelitian tersebut mendasari adanya empat pemarkah kesantunan

lingustik (linguistic politeness) tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia. Keempat

pemarkah tersebut adalah (1) panjang pendek tuturan, (2) urutan tutur, (3) intonasi

dan isyarat kinesik, (4) ungkapan-ungkapan penanda kesantunan.

Keempat penelitian di atas merupakan penelitian mengenai kesantunan

berbahasa. Ternyata dalam beberapa hasil penelitian tersebut dapat ditemukan pula

bentuk penyimpangan dan pelanggaran kaidah kesantunan berbahasa. Selain itu,

dilakukan misalnya oleh Weni Anugraheni (2011) yaitu jenis penelitian deskriptif

kualitatif dan metode pengumpulan data adalah teknik simak dan teknik catat,

membuat peneliti semakin yakin untuk menggunakan beberapa penelitian kesantunan

tersebut. Selain fakta dan kesamaan yang ditemukan penulis, berkaitan dengan

kelangkaan studi ketidaksantunan berbahasa ini, dipaparkan oleh Miriam A Locher

(2008) ‗enormous imbalance exists between academic interest in politeness phenomena as opposed to impoliteness phenomena.‘ Jadi, tidak saja ketimpangan

dalam pengertian yang biasa saja, tetapi ‗enormous imbalance‘ itu berarti terdapat

ketimpangan besar sekali antara studi ketidaksantunan dan kesantunan dalam

berbahasa. Adanya kelangkaan studi ketidaksantunan tersebut menyebabkan sulitnya

menemukan sumber-sumber, referensi-referensi, bahkan penelitian-penelitian yang

relevan dengan kajian itu. Oleh karena itu, beberapa penelitian kesantunan berbahasa

yang telah dipaparkan tersebut dapat peneliti gunakan sebagai acuan dan pijakan

dalam mengkaji fenomena ketidaksantunan berbahasa khususnya dalam ranah

pendidikan yang selama ini belum ada peneliti yang mengkaji lebih dalam.

Dokumen terkait