• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil Analisis Data

4.2.2 Memain-mainkan Muka

Interpretasi lain yang berkaitan dengan definisi Locher terhadap

ketidaksantunan berbahasa ini adalah bahwa tindakan tersebut sesungguhnya

bukanlah sekadar perilaku „melecehkan muka‟, melainkan perilaku yang „memain-

mainkan muka‟. Tindakan bertutur sapa akan dikatakan sebagai tindakan yang tidak

santun bilamana muka (face) dari mitra tutur dipermainkan, atau setidaknya dia telah

merasa bahwa penutur memain-mainkan muka sang mitra tutur itu. Dengan demikian,

sebuah tuturan dikatakan tidak santun jika tuturan tersebut menimbulkan kerugian

Cuplikan Tuturan 22

Penutur: mahasiswa perempuan, umur 20 tahun Mitra tutur: mahasiswa perempuan, umur 20 tahun

M1: “Ngapaen e kamu di sini?” (sambil tertawa kecil) M2: “Yauda sii biasa aja!” (B2)

(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika jeda kuliah, beberapa mahasiswa masuk ke

dalam kelas untuk mencari tempat duduk. Suasana dalam kelas agak gaduh, santai. Mitra tutur berjalan di depan penutur dan menggodanya)

Cuplikan Tuturan 23

Penutur: mahasiswa perempuan, umur 20 tahun Mitra tutur: mahasiswa perempuan, umur 20 tahun

M1: “Haayy nonaa” (sambil melambaikan tangan dan tersenyum) M2: “Wong stress.” (B3)

(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika jeda kuliah, beberapa mahasiswa masuk ke

dalam kelas untuk mencari tempat duduk. Suasana kelas agak gaduh tetapi santai. Mitra tutur menyapa penutur dengan suara menggoda)

Cuplikan Tuturan 28

Penutur: mahasiswa perempuan, umur 22 tahun Mitra tutur: mahasiswa perempuan, umur 21 tahun

M1: “hay Mel”

M2: “Ratna… huu cantik bangett.” (B8) (sambil melihat M1 dengan tertawa)

M1: “Ahh enggak ahh, biasa aja.”

(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika menunggu kelas selanjutnya beberapa

mahasiswa angkatan 2009 duduk-duduk di kelas sambil berbincang. Datang mitra tutur dengan potongan rambut barunya. Suasana dalam kelas santai dan gaduh. Mitra tutur duduk di depan penutur lalu penutur memberi komentar kepada mitra tutur)

Cuplikan Tuturan 32

Penutur: mahasiswa laki-laki, umur 21 tahun Mitra tutur: mahasiswa laki-laki, umur 21 tahun

M1: “Pil.. rambute anyaar ciee” (B12) (sambil melihat M2 dan tertawa kecil)

M2: “Iyoolah biasaaa”

(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika sedang menunggu kelas berikutnya. Beberapa

mahasiswa duduk-duduk dan berbincang satu sama lain di luar kelas. Suasana gaduh dan santai. Mitra tutur menghampiri mahasiswa yang berkumpul di depan kelas. Penutur mengomentari rambut mitra tutur yang baru)

Cuplikan Tuturan 36

Penutur: mahasiswa perempuan, umur 22 tahun Mitra tutur: mahasiswa perempuan, umur 22 tahun

M1: “Aku mau ikut jadi mitra perpustakaan.”

M2: “Kamu yakin mau ikut mi?” (B16) (sambil tertawa kecil)

M1: “Iya aku uda isi formulirnya kok”

(konteks tuturan: tuturan terjadi ketika sedang mengerjakan tugas di perpustakaan,

suasana agak gaduh. Penutur dan mitra tutur teman sekelompok. Mitra tutur menjelaskan bahwa dia ingin menjadi mitra di perpustakaan. Penutur menanggapi pembicaraan mitra tutur. Penutur tahu bahwa mitra tutur tidak bisa memiliki kegiatan yang banyak karena daya tahan tubuhnya kurang bagus dan dia susah mengatur waktu)

4.2.2.1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Wujud ketidaksantunan linguistik tuturan di atas berupa hasil transkrip tuturan

masing wujud ketidaksantunan linguistik tuturan yang memain-mainkan muka

tersebut.

a. Tuturan (B2): “Yauda sii biasa aja!” b. Tuturan (B3): “Wong stress.”

c. Tuturan (B8): “Ratna… huu cantik bangett.” d. Tuturan (B12): “Pil.. rambute anyaar ciee” e. Tuturan (B16): “Kamu yakin mau ikut mi?”

4.2.2.2 Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Wujud ketidaksantunan pragmatik tuturan yang memain-mainkan muka dapat

dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Berikut uraian konteks

sebagai wujud ketidaksantunan pragmatik masing-masing tuturan yang memain-

mainkan muka.

Konteks tuturan (B2): tuturan terjadi ketika jeda kuliah, beberapa mahasiswa

masuk ke dalam kelas untuk mencari tempat duduk. Suasana dalam kelas agak gaduh,

santai. Mitra tutur berjalan di depan penutur dan menggodanya.

Konteks tuturan (B3): tuturan terjadi ketika jeda kuliah, beberapa mahasiswa

masuk ke dalam kelas untuk mencari tempat duduk. Suasana kelas agak gaduh tetapi

santai. Mitra tutur menyapa penutur dengan suara menggoda.

Konteks tuturan (B8): tuturan terjadi ketika menunggu kelas selanjutnya

beberapa mahasiswa angkatan 2009 duduk-duduk di kelas sambil berbincang. Datang

Mitra tutur duduk di depan penutur lalu penutur memberi komentar kepada mitra

tutur.

Konteks tuturan (B12): tuturan terjadi ketika sedang menunggu kelas

berikutnya. Beberapa mahasiswa duduk-duduk dan berbincang satu sama lain di luar

kelas. Suasana gaduh dan santai. Mitra tutur menghampiri mahasiswa yang

berkumpul di depan kelas. Penutur mengomentari rambut mitra tutur yang baru.

Konteks tuturan (B16): tuturan terjadi ketika sedang mengerjakan tugas di

perpustakaan, suasana agak gaduh. Penutur dan mitra tutur teman sekelompok. Mitra

tutur menjelaskan bahwa dia ingin menjadi mitra di perpustakaan. Penutur

menanggapi pembicaraan mitra tutur. Penutur tahu bahwa mitra tutur tidak bisa

memiliki kegiatan yang banyak karena daya tahan tubuhnya kurang bagus dan dia

susah mengatur waktu.

4.2.2.3 Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Penanda ketidaksantunan linguistik tuturan yang memain-mainkan muka

dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Berikut uraian masing-

masing penanda ketidaksantunan linguistik tuturan yang memain-mainkan muka.

a. Tuturan (B2) dikatakan dengan nada sedang, tekanan sedang, intonasi

perintah, sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu tidak

b. Tuturan (B3) dikatakan penutur dengan nada sedang, tekanan sedang, intonasi berita, sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu interferensi

ke dalam bahasa Jawa.

c. Tuturan (B8) dikatakan dengan nada rendah, tekanan sedang, intonasi berita,

sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu kata tidak baku

dan kata fatis.

d. Tuturan (B12) dikatakan dengan nada rendah, tekanan sedang, intonasi berita,

sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis dan

bahasa Jawa.

e. Tuturan (B16) dikatakan dengan nada sedang, tekanan sedang, intonasi

Tanya, sedangkan pilihan kata menggunakan kata nonstandar yaitu kata tidak

baku.

4.2.2.4 Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Penanda ketidaksantunan pragmatik tuturan yang memain-main muka dapat

dilihat pula berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Adapun uraian konteks

meliputi penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tujuan tutur, tindak verbal, serta

tindak perlokusi. Berikut uraian konteks masing-masing tuturan yang memain-

mainkan muka.

Konteks tuturan (B2) yaitu tuturan terjadi pada tanggal 20 November 2012

pukul 12.30 WIB ketika jeda kuliah, beberapa mahasiswa masuk ke dalam kelas

mitra tutur perempuan merupakan mahasiswa angkatan 2010 dan mereka teman

sekelas. Mitra tutur berjalan di depan penutur dan menggodanya. Penutur menyuruh

mitra tutur dengan suara tinggi dan keras serta sinis menunjukkan tindak verbal

direktif. Hal tersebut membuat mitra tutur kaget karena biasanya penutur ramah

ketika disapa tetapi saat itu penutur berperilaku yang tidak seperti biasanya. Tindak

perlokusi untuk tuturan (B2) yaitu penutur berharap mitra tutur tidak menggodanya.

Konteks tuturan (B3) yaitu tuturan terjadi pada tanggal 20 November 2012

pukul 12.30 WIB ketika jeda kuliah, beberapa mahasiswa masuk ke dalam kelas

untuk mencari tempat duduk. Suasana dalam kelas agak gaduh, santai. Penutur dan

mitra tutur perempuan merupakan mahasiswa angkatan 2010 dan mereka teman

sekelas. Mitra tutur menyapa penutur dan menggodanya. Penutur menanggapi mitra

tutur dengan suara keras dan sinis yang menunjukkan tindak verbal ekspresif. Hal

tersebut membuat mitra tutur kaget karena biasanya penutur menanggapi dengan

ramah tetapi saat itu ia berperilaku yang tidak seperti biasanya. Tindak perlokusi

tuturan (B3) yaitu penutur berharap mitra tutur tidak menggodanya.

Konteks tuturan (B8) yaitu tuturan terjadi pada tanggal 20 November 2012

pukul 14.45 WIB ketika menunggu kelas selanjutnya beberapa mahasiswa angkatan

2009 duduk-duduk di kelas sambil berbincang. Penutur dan mitra tutur perempuan

merupakan mahasiswa angkatan 2009 dan mereka teman sekelas. Suasana dalam

kelas santai dan gaduh. Datang mitra tutur dengan potongan rambut barunya. Perilaku

penutur tidak seperti biasanya, tiba-tiba penutur berkomentar mengenai mitra tutur

kepada mitra tutur dengan tuturan (B8) yang menunjukkan tindak verbal ekspresif.

Tindak perlokusi tuturan tersebut yaitu penutur berharap mitra tutur tersanjung dan

memberi komentar atas pujiannya.

Konteks tuturan (B12) yaitu tuturan terjadi pada tanggal 28 November 2012

pukul 13.50 WIB ketika sedang menunggu kelas berikutnya. Beberapa mahasiswa

duduk-duduk dan berbincang satu sama lain di luar kelas. Suasana gaduh dan santai.

Penutur dan mitra tutur laki-laki merupakan mahasiswa angkatan 2009 dan mereka

teman sekelas. Mitra tutur menghampiri mahasiswa yang berkumpul di depan kelas.

Penutur jarang berkomentar mengenai mitra tutur. Penutur mengomentari rambut

mitra tutur yang baru dengan godaan yang menunjukkan tindak verbal ekspresif. Hal

tersebut menimbulkan perhatian bagi teman-temannya. Tindak perlokusi tuturan

(B12) yaitu penutur berharap agar mitra tutur menjelaskan rambutnya yang baru.

Konteks tuturan (B16) yaitu tuturan terjadi pada tanggal 4 Desember 2012

pukul 12.40 WIB ketika sedang mengerjakan tugas di perpustakaan, suasana agak

gaduh. Penutur dan mitra tutur teman sekelompok dan teman sekelas serta merupakan

mahasiswa angkatan 2009. Mitra tutur menjelaskan bahwa dia ingin menjadi mitra di

perpustakaan. Penutur menanggapi pembicaraan mitra tutur dengan sindiran yang

menunjukkan tindak verbal ekspresif. Penutur tahu bahwa mitra tutur tidak bisa

memiliki kegiatan yang banyak karena daya tahan tubuhnya kurang bagus dan dia

susah mengatur waktu sehingga penutur jarang mengejek mitra tutur. Tindak

perlokusi tuturan (B16) yaitu penutur berharap mitra tutur berpikir kembali untuk

4.2.2.5 Makna Ketidaksantunan Berbahasa yang Memain-mainkan Muka

Secara umum, makna ketidaksantunan berbahasa yang memain-mainkan

muka yaitu penutur membuat bingung dan jengkel mitra tuturnya karena tingkah

penutur yang tidak seperti biasanya.

a. Tuturan (B2) memiliki makna berupa ejekan dari penutur terhadap godaan

mitra tuturnya.

b. Tuturan (B3) memiliki makna berupa ejekan dari penutur terhadap godaan

mitra tuturnya.

c. Tuturan (B8) memiliki makna berupa pujian penutur mengenai rambut baru

mitra tutur. Selain itu, tuturan (B8) dapat pula bermaksud untuk mengejek

mitra tutur mengenai penampilan barunya.

d. Tuturan (B12) memiliki makna berupa ejekan penutur kepada mitra tutur yang

memiliki model rambut baru.

e. Tuturan (B16) memiliki makna berupa ejekan penutur kepada mitra tutur yang

ingin menjadi mitra perpustakaan USD.

Dokumen terkait