• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keserasian Kerja Alat Mekanis (Match Factor)

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Dump Truck 8

2.2.2.3 Keserasian Kerja Alat Mekanis (Match Factor)

Match factor merupakan faktor untuk menentukan tingkat keserasian kerja alat-alat mekanis (backhoe dan dump truck). Salah satu faktor yang ikut mempengaruhi keserasian kerja dua alat mekanis diatas adalah kondisi jalan

angkut. Untuk menentukan nilai match factor dapat digunakan persamaan sebagai berikut (Yanto Indonesianto, 2005, hal 51):

MF = ………. (3)

CtaxNm CTmxNa

Keterangan :

MfF = Faktor keserasian kerja alat mekanis CTm = Waktu edar alat muat

Cta = Waktu edar alat angkut Na = Jumlah alat angkut Nm = Jumlah alat muat Bila dari hasil perhitungan diperoleh:

MF < 1

Berarti persentase kerja alat gali muat kurang dari 100%, sedangkan persentase kerja alat angkut 100%, sehingga terdapat waktu tunggu untuk alat gali muat.

MF = 1

Berarti persentase kerja alat gali muat dan alat angkut maksimal 100% sehingga tidak terdapat waktu tunggu bagi kedua alat tersebut.

MF > 1

Berarti persentase kerja alat angkut kurang dari 100%, sedangkan persentase kerja alat gali muat 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut.

2.2.2.4 Rolling Resistance

Rolling resistance merupakan tahanan gelinding/gulir yang terdapat pada roda yang sedang bergerak akibat adanya gaya gesek antara roda dengan permukaan tanah yang arahnya selalu berlawanan seperti terlihat pada Gambar 2.1

Keterangan :

O : Titik Pusat Roda W : Berat kendaraan

W p : Gaya tarik kendaraan

r : Jari-jari roda F : Tahanan Gulir

N : Gaya yang melawan berat kendaraan

a : ½ Jarak sisi roda yang ambles P dengan pusat roda

ground r

F a N

Sumber: Partanto Prodjosumarto, 1996.

Gambar 2.1 Arah Tahanan Gulir

Basarnya tergantung pada kondisi permukaan tanah yang dilewati (kekerasan dan kehalusan), tipe roda, dan berat dari kendaraan tersebut. Secara teoritis nilai dari tahanan gelinding dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Partanto Prodjosumarto, 1996, hal 156):

……… (4) W

RR P

Dimana :

RR = Rolling resistance (lb/ton) P = gaya tarik pada kabel penarik (lb) W = berat kendaraan (ton)

Untuk menentukan nilai tahanan gulir adalah sulit untuk dilakukan karena sebenarnya jenis dan tekanan ban serta kecepatan kendaraan ikut mempengaruhi harga rolling resistance. jadi nilai rolling resistance ditentukan dalam persen berat, seperti terlihat pada Table 2.1.

TABEL 2.1

Harga Tahanan Gelinding

Sumber: Partanto Prodjosumarto, 1996.

2.2.2.5 Grade Resistance

Grade resistance adalah besarnya gaya berat yang melawan atau membantu gerak kendaraan karena kemiringan jalur jalan yang dilewati oleh kendaraan tersebut. Pengaruh kemiringan terhadap harga GR adalah naik untuk kemiringan positif (akan memperbesar rimpul) dan turun untuk kemiringan negatif (akan memperkecil rimpul). Besarnya GR tergantung pada kemiringan jalan (%) dan berat kendaraan tersebut (ton). Besarnya GR dinyatakan rata-rata 20

KONDISI JALAN ANGKUT RR Untuk Ban Karet lb/ton

Jalan keras dan licin 40

Jalan yang diaspal 45 – 60

Jalan keras dengan permukaan terpelihara baik 45 – 70 Jalan yang sedang diperbaiki dan terpelihara 85 – 100

Jalan yang kurang terpelihara 85 – 120

Jalan berlumpur dan tidak terpelihara 165 – 210

Jalan berpasir dan berkerikil 240 – 275

Jalan berlumpur dan sangat lunak 290 - 370

lb dari rimpul untuk setiap gross berat kendaraan beserta isinya pada setiap kemiringan 1 %. Harga GR untuk tiap kemiringan jalan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

TABEL 2.2

Kemiringan Dan Tahanan Kemiringan

Sumber: Partanto Prodjosumarto, 1996.

2.2.2.6. Coeficient of Traction

Coeficient of Traction (CT) adalah suatu faktor yang menunjukan berapa bagian dari seluruh berat kendaraan itu pada ban atau track yang dapat dipakai untuk menarik atau mendorong kendaraan. Dengan kata lain CT adalah suatu faktor dimana jumlah berat kendaraan pada ban/track penggerak harus dikalikan

KEMIRINGAN

GR KEMIRINGAN GR

(%) (lb/ton) (%) (lb/ton)

1 20 11 218

2 40 12 238.4

3 60 13 257.8

4 80 14 277.4

5 100 15 296.6

6 119.8 20 392.3

7 139.8 25 485.2

8 159.2 30 574.7

9 179.2 35 660.6

10 199 40 742.8

dengan permukaan jalan sebelum roda slip. Besarnya harga coefficient of traction tergantung pada:

a. Keadaan ban atau track, yaitu keadaan dan bentuk kembangan ban.

b. Keadaan jalan (basah/kering, keras/lunak, bergelombang/rata).

c. Berat kendaraan yang diterima roda.

Besarnya harga coefficient of traction untuk macam-macam keadaan jalan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

TABEL 2.3

Coeficient Of Traction Untuk Berbagai Kondisi Jalan

KONDISI JALAN BAN KARET

(%)

Jalan kering dan keras 80 – 100

Jalan tanah liat kering 50 – 70

Jalan tanah liat basah 40 – 50

Jalan berpasir basah dan berkerikil 30 – 40 Jalan berpasir kering yang terpisah/terpencar 20 – 30 Sumber: Partanto Prodjosumarto, 1996.

2.2.2.7 Aceleration (percepatan)

Aceleration merupakan waktu yang diperlukan untuk mempercepat kendaraan dengan menggunakan rimpull yang tidak dipergunakan untuk menggerakan kendaraan pada jalur tertentu. Lamanya waktu yang dibutuhkan unutk mempercepat kendaraan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Berat kendaraan, semakin berat kendaraan maka waktu yang dibutuhkan akan semakin lama untuk mempercepat kendaraan.

b. Kelebihan rimpull, semakin banyak rimpull yang berlebih maka akan semakin cepat kendaraan dipercepat.

c. Grade (kemiringan) jalan angkut yang dilalui.

2.2.2.8 Ketinggian Daerah Dari Permukaan Laut

Perubahan kadar Oksigen dalam udara akan berpengaruh pada horse power suatu kendaraan yang sedang beroperasi pada daerah dengan ketinggian tertentu. Semakin tinggi suatu daerah maka persediaan oksigen akan berkurang, maka kemampuan alat juga akan ikut berkurang.

2.2.2.9 Faktor Efisiensi

Nilai keberhasilan suatu pekerjaan sangat sulit ditentukan secara tepat karena mencakup beberapa faktor seperti manusia, mesin, dan kondisi kerja. Nilai keberhasilan dari suatu pekerjaan dipengaruhi oleh effisiensi waktu, effisiensi kerja atau kesediaan alat untuk dioperasikan dan efisiensi operator.

2.2.2.10 Swell Factor

Swell factor adalah faktor pengembangan material yang merupakan perbandingan antara volume material dalam keadaan insitu (belum digali = BCM) dan volume material dalam keadaan loose (telah digali = LCM). Besarnya swell factor dapat dihitung dengan persamaan berikut (Yanto Indonesianto, 2005, hal 7)

V insitu

Swell Factor = x 100 % ……… (5)

V loose

2.2.2.11 Density Material

Berat isi material akan digali, dimuat, dan diangkut oleh alat-alat mekanis akan mempengaruhi:

1. Kecepatan kendaraan

2. Kemampuan kendaraan untuk mengatasi tahanan kemiringan dan tahanan gulir.

3. Volume material yang dapat diangkut.

2.2.3 Perhitungan Produktivitas Alat Muat dan Angkut 1. Dump truck

Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan. Peralatan pengangkutan yang biasa dipakai adalah dump truck. Produksi perjam dump truck dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut. (perhitungan produktivitas dump truck mengacu ke halaman 6 sub. 2.2.2.2.)

2. Excavator (Back Hoe)

Excavator merupakan alat gali sekaligus alat muat material ke dump truck. Untuk menghitung produksi excavator dapat menggunakan persamaan berikut:

Q =

q x 3600 x E

……….. (6)

Ctm

(Sumber :Indonesianto, 2005)

Keterangan :

Q = Produktifitas excavator per jam (m3 / jam) q = Kapasitas produksi persiklus (m3)

E = Efisiensi kerja

Ctm= Waktu siklus perdetik a. Kapasitas Persiklus

Kapasitas produksi persiklus excavator dapat ditentukan dengan rumus : q = q1 x K ……… (7)

(Sumber: Indonesianto, 2005) Keterangan :

Q = Produktivitas per siklus (m3) q1 = Kapasitas bucket monjong (m3) K = Faktor bucket Kerja

2.2.4 Geometri Jalan Angkut

Geometri jalan merupakan bagian dari perencanaan yang lebih ditekankan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas yang beroperasi di atasnya.

Pada pengertiannya, geometri jalan tambang yang memenuhi syarat adalah bentuk dan ukuran-ukuran dari jalan tambang tersebut sesuai dengan tipe (bentuk, ukuran dan spesifikasi) alat angkut yang digunakan dan kondisi medan yang ada sehingga dapat menjamin serta menunjang segi keamanan dan keselamatan

operasi pengangkutan. Geometri jalan tersebut merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. (Yanto indonesianto, 2005)

Adapun faktor-faktor yang merupakan geometri penting yang akan mempengaruhi keadaan jalan angkut adalah lebar jalan, jari-jari tikungan dan kemiringan jalan.

1. Lebar Jalan

Lebar jalan angkut pada tambang pada umumnya dibuat untuk pemakaian jalur ganda dengan lalu lintas satu arah atau dua arah. Dalam kenyataanya, semakin lebar jalan angkut maka akan semakin baik dan lalu lintas pengangkutan semakin aman dan lancar. Akan tetapi semakin lebar jalan angkut, biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dan perawatan juga akan semakin besar. Untuk itu perlu dilakukan agar keduanya bisa optimal.

a. Lebar jalan angkut pada kondisi lurus

Lebar jalan angkut minimum yang dipakai sebagai jalur ganda pada jalan lurus dapat dilihat pada (gambar 2.2). Penentuan lebar jalan lurus didasarkan pada rule of thumb yang dikemukakan oleh AASHTO Manual Rural Higway Design (1990) yaitu jumlah jalur dikali dengan lebar dump truck ditambah setengah lebar truk untuk masing-masing tepi kiri, kanan, dan jarak antara dua dump truck yang sedang bersilangan. Persamaan yang digunakan adalah (Yanto Indonesianto, 2005, hal 58) :

L(m) = n.Wt + (n+1) (1/2.Wt) ………. (8)

Keterangan :

L(m) = lebar jalan angkut minimum, meter n = jumlah jalur

Wt = lebar alat angkut total, meter

(Sumber: Yanto Indonesianto, Pemindahan Tanah Mekanis, 2005)

Gambar 2.2

Lebar Jalan Angkut Pada Kondisi Lurus

a. Lebar Jalan Pada Tikungan

Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari pada jalan lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan truk saat melintasi tikungan (lihat Gambar 2.14). Untuk jalur ganda, lebar jalan minimum pada tikungan dihitung berdasarkan pada:

a. Lebar jejak roda

b. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat membelok

c. Jarak antar alat angkut saat bersimpangan d. Jarak alat angkut terhadap tepi jalan.

(Sumber: Yanto Indonesianto, Pemindahan Tanah Mekanis, 2005) GAMBAR 2.3

Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan Untuk 2 Jalur

Persamaan yang digunakan adalah (Yanto Indonesianto, 2005, hal 58) : W = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C

C = Z = ½ ( U + Fa + Fb ) ……… (9) Keterangan :

W = lebar jalan angkut pada tikungan (meter) U = jarak jejak roda (meter)

Fa = lebar juntai depan (meter) Fb = lebar juntai belakang (meter) Z = lebar bagian tepi jalan (meter)

C = jarak antara alat angkut saat bersimpangan (meter)

2. Jari–jari dan Superelevasi (kemiringan jalan pada tikungan)

Kemampuan alat angkut truk untuk melewati tikungan terbatas, maka dalam pembuatan tikungan harus memperhatikan besarnya jari-jari tikungan jalan.

Masing-masing jenis truk mempunyai jari-jari lintasan jalan yang berbeda.

Perbedaan ini dikarenakan sudut penyimpangan roda depan pada setiap truk

belum tentu sama. Semakin kecil sudut penyimpangan roda depan maka jari-jari lintasan akan terbentuk akan semakin besar. Dengan semakin besarnya jari-jari lintasan maka kemampuan truk untuk melintasi tikungan tajam berkurang.

Dalam pembuatan jalan menikung, jari-jari tikungan harus dibuat lebih besar dari jari-jari lintasan alat angkut atau minimal sama. Jari-jari tikungan jalan angkut juga harus memenuhi keselamatan kerja di tambang atau memenuhi faktor keamanan yang dimaksud adalah jarak pandang bagi pengemudi di tikungan, baik horizontal maupun vertikal terhadap kedudukan suatu penghalang pada jalan tersebut yang diukur dari mata pengemudi.

Hal lain yang tidak bisa diabaikan dalam pembuatan tikungan adalah superelevasi, yaitu kemiringan melintang jalan pada tikungan. Besarnya angka superelevasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Yanto Indonesianto, 2005, hal 59):

………. (10) R

f V

e 127

2

 Keterangan :

e = angka superelevasi f = faktor gesekan V = kecepatan, km/jam R = jari-jari tikungan, meter

Untuk mengatasi gaya sentrifugal yang bekerja pada alat angkut yang sedang melewati tikungan jalan ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu : pertama, dengan mengurangi kecepatan dan cara ke dua adalah membuat kemiringan ke arah titik pusat jari-jari tikungan. Yang mana kemiringan ini berfungsi untuk menjaga alat angkut tidak terguling saat melewati tikungan

dengan kecepatan tertentu. Cara pertama sangat tidak efisien karena waktu hilang yang ditimbulkan akan besar, oleh karena itu cara kedua dianggap lebih baik.

Apabila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap pada datar atau miring dengan lintasan berbentuk lengkung seperti lingkaran, maka pada kendaraan tersebut bekerja gaya sentrifugal mendorong kendaraan secara radial keluar dari jalur jalannya, berarah tegak lurus terhadap kecepatan (lihat gambar 2.4). Untuk dapat mempertahankan kendaraan tersebut tetap pada jalurnya, maka perlu adanya gaya yang dapat mengimbangi gaya tersebut sehingga terjadi suatu keseimbangan.

Sumber: Yanto Indonesianto, 2005.

Gambar 2.4

Gaya Sentrifugal Pada Tikungan

Untuk menghitung besarnya gaya sentrifugal dapat digunakan rumus:

Fsf = ……… (11) g

G R V2

Keterangan :

Fsf = Gaya Sentrifugal G = Berat Kendaraan g = Gaya grafitasi bumi V = Kecepatan kendaraan R = Jari-jari lengkung lintasan

Untuk menentukan angka koefisien gesek samping berdasarkan kecepatan kendaraan yang beroperasi dapat menggunakan tabel 2.4.

TABEL 2.4

Rekomendasi Aashto Untuk Koefisien Gesekan Samping

Kecepatan rencana (mph) 20 30 40 50 60 70 80

Kecepatan rencana (km/jam) 32 48 64 80 97 113 129

Koefisien 0,17 0,16 0,15 0,14 0,12 0,10 0,08

Sumber: Yanto Indonesianto, 2005.

3. Kemiringan Jalan Produksi dan Grade Resistance

Kemiringan jalan angkut dapat berupa jalan menanjak ataupun jalan menurun, yang disebabkan perbedaan ketinggian pada jalur jalan. Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut, baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemampuan dalam mengatasi tanjakan untuk setiap alat angkut tidak sama, tergantung pada jenis alat angkut itu sendiri. Sudut kemiringan jalan biasanya dinyatakan dalam persen, yaitu beda tinggi setiap seratus satuan panjang jarak mendatar.

Tahanan kemiringan (grade resistance) ialah besarnya gaya berat yang melawan atau membantu gerak kendaraan karena kemiringan jalur jalan yang dilaluinya. Tahanan kemiringan tergantung dua faktor, yaitu:

a. Besarnya kemiringan yang biasanya dinyatakan dalam persen.

b. Berat kendaraan itu sendiri yang dinyatakan dalam ton.

Besarnya tahanan kemiringan rata-rata dinyatakan dalam 20 lbs dari rimpull untuk tiap gross ton berat kendaraan beserta isinya pada kemiringan 1 %.

Kemiringan suatu jalan biasanya dinyatakan dalam persentase, dimana kemiringan 1 % merupakan kemiringan permukaan yang menanjak atau menurun 1 meter secara vertikal dalam jarak horizontal 100 meter. Kemiringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Yanto Indonesianto, 2005, hal 60):

h

Grade (%) = 100 % ……….. (12)

x

Keterangan:

h: Beda tinggi antara dua titik yang diukur (meter) x: Jarak datar antara dua titik yang diukur (meter) c. Daya Dukung Jalan Terhadap Beban Yang Melintas

Daya dukung jalan adalah kemampuan jalan untuk menopang beban yang ada di atasnya. Menentukan daya dukung tanah secara tepat hanya dapat dilakukan oleh seorang ahli mekanika tanah yang berkualifikasi. Walaupun demikian, Kontruksi Perkerasan Jalan

Susunan lapis perkerasan jalan yang digunakan di dalam dan di luar tambang adalah menggunakan metode Un-Bound Method, yaitu seluruh kontruksi perkerasan terdiri dari butiran-butiran lepas (tanpa adanya bahan pengikat aspal/semen) yang mempunyai sifat seperti lapisan pasir ialah meneruskan gaya tekan kesegala penjuru dengan sudut rata-rata 45 0 terhadap garis vertikal, sehingga penyebaran gaya tersebut merupakan bentuk kerucut dengan sudut puncak 900 (Gambar 2.5)

Kontruksi jalan secara un-bound method harus memenuhi dua syarat utama, yaitu : permukaan jalan harus cukup kuat untuk menahan beban atau berat

kendaraan yang berada diatasnya (gaya tekan kendaraan harus lebil kecil dari daya dukung tanah), permukaan jalan harus dapat menahan gesekan dari roda kendaraan dan pengaruh air hujan/air permukaan. Dalam menentukan jenis perkerasan jalan produksi banyak dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain dipilih jenis perkerasan yang paling ekonomis yang disesuaikan dengan peralatan yang ada dan tenaga yang mengerjakannya.

W P

h 450450

Lapisan Perkerasan

Tanah Dasar

Gambar tanpa skala r = h

t t t t t

Sumber: Yanto Indonesianto, 2005.

Gambar 2.5

Penyebaran Beban Roda Melalui Lapisan Perkerasan Jalan

Secara umum kontruksi lapisan jalan (Gambar 2.6) terdiri dari lapisan-lapisan sebagai berikut:

1. Surface Course (lapisan permukaan)

Fungsi lapisan permukaan adalah sebagai berikut:

a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

b. Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

c. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan yang berada dibawahnya.

Jalur Lalu Lintas Pundak jalan (Berm. Shoulder) Lapisan Penutup

(Surface)

Perkerasan Atas (Base) Perkerasan Bawah

(Sub-Base) Tanah Dasar

(Sub Grade)

Gambar Tanpa Skala

Sumber: Yanto Indonesianto, 2005.

Gambar 2.6

Kontruksi Lapisan Perkerasan Jalan 2. Base Course (lapisan pondasi atas)

Fungsinya antara lain:

a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban kelapisan di bawahnya.

b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

Material yang akan digunakan untuk lapisan pondasi atas adalah material yang cukup kuat, yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Gradasi butiran harus bervariasi sehingga dapat saling mengunci.

b. Kualitas bahan harus baik, baik kekerasan maupun bentuk butiran.

3. Sub Base Course (lapisan pondasi bawah) Fungsi lapisan pondasi bawah antara lain:

a. Bagian dari kontruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

b. Lapisan peresapan, agar rembesan air tanah tidak terkonsentrasi di lapisan pondasi maupun tanah dasar.

Untuk lapisan pondasi bawah tidak boleh mengandung unsur tanah liat lebih besar dari 14 % (Persyaratan dari Departemen Pekerjaan umum).

4. Sub Grade (lapisan tanar dasar)

Pada umumnya masalah yang menyangkut lapisan tanah dasar adalah :

a. perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) karena beban yang berlebihan.

b. Sifat mengembang (swelling) dan menyusut (shrinkage) dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.

c. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah tertentu dengan macam tanah yang sangat berbeda.

d. Kondisi geologi dari lokasi jalan (patahan, sesar).

Daya dukung tanah dasar (sub grade) pada perencanaan perkerasan dapat di ketahui dengan metode “california bearing Ratio” (CBR), yaitu suatu cara penentuan daya dukung tanah yang pada prinsipnya daya dukung tanah dibandingkan dengan kekerasan batu pecah dan lumpur. Harga CBR dinyatakan

dalam persen. Jadi, harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalulintas dan lumpur mempunyai nilai 0 %.

Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan tanah, kadar air, kondisi drainase, dan lain-lain. Tanah dengan tingkat kepadatan tinggi akan mengalami perubahan volume yang kecil jika terjadi perubahan kadar air dan mempunyai daya dukung yang lebih besar jika dibandingkan dengan tanah sejenis yang tingkat kepadatannya lebih rendah. informasi umum daya dukung tanah untuk berbagai jenis tanah telah tersedia seperti terlihat pada (Tabel 2.5).

TABEL 2.5 Daya Dukung Material

No

Klasifikasi Tanah

Dasar

Jenis Tanah

Kekuatan Tanah Dasar

yang diperbolehkan

(Kg/cm2)

1. Tanah

bagus

Tanah pasir,berbatu atau

berkerikil 9

2. Tanah baik Tanah pasir 2,75

3. Tanah

sedang Tanah liat atau silt 1,75

4. Tanah

jelek Tanah liat atau silt

mengandung tanah organic 1,25

5. Tanah

jelek sekali Tanah rawa atau veen tanah

berlumpur

-Sumber: Yanto Indonesianto, 2005.

Untuk keperluan pembuatan jalan angkut, daya dukung tanah harus disesuaikan dengan jumlah beban yang didistribusikan melalui roda. Jika daya dukung tanah dasar suatu jalan angkut lebih rendah dari jumlah beban yang melintas di atasnya maka dapat dilakukan usaha-usaha antara lain:

1. Pemadatan,

2. Penambahan lapisan di atas tanah dasar.

Persamaan untuk mengetahui besarnya tekanan alat angkut terhadap tanah atau ground pressure (GP) dapat digunakan persamaan dibawah ini:

Berat Kendaraan (kosong + muatan) (kg) GP =

n. Luas permukaan ban yang menyentuh permukaan tanah (cm2)

Keterangan : n = jumlah roda belakang dump truck

2.2.5. Penelitian Sejenis 1. Zulkifly Sayuti, dkk (2013).

Operasi pengangkutan bongkaran Over Burden ke Disposal PT. Kitadin TDM menggunakan Dump Truck Komatsu HD 785-5 dan Caterpillar 777D.

Operasi pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Keamanan dan kelancaran operasi pengangkutan tidak pernah lepas dari interaksi antara jalan angkut dan alat angkut itu sendiri. Geometri jalan angkut di Pit Seam 11 PT.

Kitadin TDM belum memenuhi syarat jalan angkut tambang yang baik. Selain itu tidak ada saluran penirisan di tepi jalan angkut tambang yang mengakibatkan badan jalan angkut tambang tergenang air pada saat hujan. Oleh karena itu di lakukan pengkajian terhadap geometri jalan angkut dan perencanaan pembutan

saluran penirisan di tepi jalan angkut di Pit Seam 11 Selatan PT. Kitadin TDM untuk keamanan dan kelancaran operasi pengangkutan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengkaji secara teknis kondisi jalan angkut tambang di Pit Seam 11 Selatan dan merencanakan dimensi saluran penirisan jalan yang akan digunakan di tepi jalan angkut tambang. Berdasarkan spesifikasi alat angkut terlebar yaitu Caterpillar 777D diperoleh lebar jalan angkut minimum untuk dua jalur pada jalan lurus yaitu 21,35 m dan pada jalan tikungan yaitu 26,21 m. Super elevasi atau kemiringan pada tikungan adalah 1,04 m. Cross slope sebesar 42,7 cm. Grade jalan yang mampu di atasi oleh HD -785 sebesar 10,3%.Dimensi saluran penirisan di tepi jalan, ditentukan dengan menggunakan rumus Manning, setelah analisis data curah hujan tahun 2004-2008 dengan curah hujan harian sebesar 85,22 mm/hari, dan perolehan daerah tangkapan hujan seluas 519.779 m2.

Saluran penirisan tersebut berbentuk trapezium dengan panjang sisi saluran 1.396 m, lebar dasar saluran 1.392 m, kedalaman aliran 1.209 m, dan lebar muka air 2.794 m.

Kata kunci: Pit, Dump Truck, geometri, spesifikasi alat, penirisan, dimensi saluran.

2. Dodik teguh arifianto, dkk. (2012)

Dari hasil evaluasi, perhitungan perencanaan jalan rel sebagaimana dijelaskan diatas didapatkan rincian sebagaimana berikut:

a. Jalan rel trase pasirian-klakah dapat digunakan denan adanya penyesuaian desain sebagaimana tertera pada Ripnas, Peraturan Dinas PJKA, dan Keputusan Mentri Perhubungan terbaru.

b. Desain geometri jalan rel yang digunakan adalah dengan desain trase eksisting. Untuk lebih detail mengenai perhitungan desain geometri jalan rel dapat dilihat pada tugas akhir penuis.

c. Struktur yang dipergunakan didapatkan sebagaimana berikut:

dipergunakan R54 dengan passing ton tahunan: > 20 juta ton.

Beban gandar: 18 ton. Lebar sepur: 1.067 mm jarak bantalan beton:

50 cm. Tipe penambat pandrol (Elastik), Sambungan: las ditempat, tebal balas atas: 55 cm. Tebal balas bawah (sub balas): 21 cm jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan bawah didapatkan sebagai berikut: pada sepur lurus 200 cm pada tikungan 260 cm.

d. Dalam perencanaan dihindari perlintasan sebidang overpass/jembatan. Untuk lebih detail bagaimana bentuk

perlintasan yang digunakan dapat dilihat dalam tugas akhir penulis.

Biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan jalan rel ini sebesar Rp. 362.153.010.000,00.

3. aldiansyah, dkk. (2016)

Penelitian ini lebih ditekankan pada geometri jalanya itu pada lebar jalan dan kemiringan memanjang (grade) jalan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan geometri jalan yang dibuat sesuai dengan standarisasi, untuk mendapatkan kemiringan memanjang (grade) yang sesuai. Metode penelitian yang dilakukan di lapanganya itu dengan cara melakukan pengukuran jalan hauling hingga menuju front penambangan dengan memperhitungkan jarak, lebar,

dan kemiringan dengan menyesuaikan standarisasi perhitungan teknis, kemudian dari data tersebut diolah menggunakan autocad 2007 sehingga memudahkan

dan kemiringan dengan menyesuaikan standarisasi perhitungan teknis, kemudian dari data tersebut diolah menggunakan autocad 2007 sehingga memudahkan