• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI GEOMETRI JALAN ANGKUT TERHADAP PRODUKTIVITAS DUMP TRUCK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI GEOMETRI JALAN ANGKUT TERHADAP PRODUKTIVITAS DUMP TRUCK"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

KEGIATAN PENAMBANGAN BATU GAMPING DI BUKIT KARANG PUTIH PT. SEMEN PADANG SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Oleh:

SALMAN PUTRA

TEKNIK PERTAMBANGAN YAYASAN MUHAMMAD YAMIN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG

2017

(2)

KEGIATAN PENAMBANGAN BATU GAMPING DI BUKIT KARANG PUTIH PT. SEMEN PADANG SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Oleh :

SALMAN PUTRA 1210024427049

TEKNIK PERTAMBANGAN YAYASAN MUHAMMAD YAMIN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG

2017

(3)

Judul : Evaluasi Geometri Jalan Angkut Terhadap Produktivitas Dump Truck Komatsu Type HD 785 Pada Kegiatan Penambangan Batu Gamping Di Bukit Karang Putih PT. Semen Padang Sumatera Barat

Nama : SALMAN PUTRA

NPM : 1210024427049

Program Studi : Teknik Pertambangan

Padang, November 2017 Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Rusnoviandi Lubis, ST, MM Dr. Murad MS, MT

NIDK. 8824210016 NIDN. 007116308

Ketua Prodi, Ketua STTIND Padang,

Dr. Murad, MS, MT H. Riko Ervil, MT

NIDN. 007116308 NIDN. 1014057501

(4)

i

EVALUASI GEOMETRI JALAN ANGKUT TERHADAP PRODUKTIVITAS DUMP TRUCK KOMATSU TYPE HD 785 PADA KEGIATAN PENAMBANGAN BATU GAMPING DI BUKIT KARANG

PUTIH PT. SEMEN PADANG SUMATERA BARAT

Nama : Salman Putra

NPM : 1210024427049

Pembimbing I : Rusnoviandi Lubis S.T, M.M.

Pembimbing II : Dr. Murad MS, M.T.

PT. Semen Padang melakukan penambangan batu gamping di kuari bukit karang putih yang terletak di kelurahan batu gadang, kec. Lubuk kilangan sekitar 1,5 km dari pabrik. Lokasi penambangan terletak pada ketinggian 273-400 meter di atas permukaan laut. Dalam melakukan operasi pengangkutan menggunakan dump truck Komatsu type HD 785 yang dimiliki oleh PT. Semen Padang. Operasi pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Kelancaran dan keamanan operasi pengangkutan tidak pernah lepas dari interaksi antara jalan angkut dan dump truck. Jalan angkut tambang batu gamping di kuari bukit karang putih berada sepanjang 450 meter. Dari ketinggian 273,7 meter sampai 351 meter dari permukaan laut. Jalan ini terbagi menjadi 2 segmen, yaitu dengan nama segmen 1- 2. Jalan tambang ini mempunyai kemiringan yang sangat besar. Rata-rata kemiringan sebesar 14,8%. agar operasional pengangkutan dapat berjalan dengan lancar, bebrapa aspek juga harus diperhatikan seperti saluran penirisan, tanggul, dan superelevasi. Untuk perhitungan geometri jalan angkut didapat lebar jalan lurus minimum adalah 22,4 meter, lebar jalan tikungan adalah 18,58 meter, superelevasi untuk tikungan adalah 1,7 meter, jari-jari tikungan adalah 9,9 meter, dan produksi dump truck adalah 4.329,364 Ton/shift. Geometri jalan diperlukan juga pendukung keamanan jalan dan keselamatan kerja pada jalan yaitu kecepatan maksimum alat angkut pada kondisi jalan lurus adalah 25 km/jam, maka jarak berhenti alat angkut tersebut rata-rata adalah 17 meter. Rata-rata jarak berhenti alat angkut saat melewati tikungan adalah 12,3 meter.

Kata Kunci: Geometri jalan angkut, Produktivitas alat angkut.

(5)

i

GEOMETRY EVALUATION OF PATHWAY TOWARDS PRODUCTIVITY DUMP TRUCK KOMATSU TYPE HD 785 IN THE MINING STONE CONTACT IN BUKIT KARANG PUTIH PT. CEMENT PADANG WEST

SUMATERA

Nama : Salman Putra

NPM : 1210024427049

Pembimbing I : Rusnoviandi Lubis S.T, M.M.

Pembimbing II : Dr. Murad MS, M.T.

PT. Semen Padang is mining limestone in a white coral hill located in Batu Gadang, kec. Lubuk Kilangan about 1.5 km from the factory. The mining site is located at an altitude of 273-400 meters above sea level. In carrying out the transport operation using Komatsu type HD 785 dump truck owned by PT. Semen Padang. Transport operations play a very important role. The smoothness and safety of transport operations never escape the interaction between haul roads and dump trucks. The haul road of a limestone quarry in white coral reef is 450 meters long. From a height of 273.7 meters to 351 meters above sea level. This road is divided into 2 segments, namely by name of segment 1-2. The mine road has a very large slope. Average slope of 14.8%. so that transport operations can run smoothly, some aspects must also be considered such as drainage channels, dikes, and superelevation. For the calculation of haul road geometry, the minimum straight road width is 22.4 meters, the width of the bend is 18.58 meters, the super-elevation for the curve is 1.7 meters, the turning radius is 9.9 meters, and the dump truck production is 4.329,364 Ton / shift. Road geometry also required road safety and road safety support ie the maximum speed of the conveyance on straight road conditions is 25 km / h, then the mean haul stop is 17 meters. The average stopping distance of the conveyance when passing the bend is 12.3 meters.

Keywords: Road transport geometry, Productivity of conveyance.

(6)

iii

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa pencipta seluruh alam semesta yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun laporan Tugas Akhir ini dengan judul “Evaluasi Geometri Jalan Angkut Terhadap Produktivitas Dump Truck Komatsu Type HD 785 Pada Kegiatan Penambangan Batu Gamping di Bukit Karang Putih PT. Semen Padang Sumatera Barat” yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

Pada kesempatan ini saya tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rusnoviandi Lubis ST, MM. selaku pembimbing I dalam penulisan tugas akhir ini.

2. Bapak Dr. Murad MS, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang serta pembimbing II dalam penulisan tugas akhir ini.

3. Bapak Lindo ST. sebagai pembimbing lapangan serta karyawan PT. Semen Padang yang terkait dalam membantu penyusunan tugas akhir ini.

4. Kepada kedua Orang Tua saya yang tak hentinya memberi dukungan moral dan materil sehingga selesainya tugas akhir ini.

5. Rekan-rekan Mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan STTIND Padang yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.

(7)

iv

sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari seluruh pihak demi kesempurnaan dan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, November 2017

Salman Putra

(8)

ii

Halaman

RINGKASAN……….. i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Rumusan Masalah ... 3

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Landasan Teori ... 5

2.2.1 Produktivitas Alat muat dan alat angkut... 7

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Dump Truck 8 2.2.2.1 Korelasi Cycle Time Excavator Dan Dump Truck ... 8

2.2.2.2 Pengangkutan (Hauling)... 9

2.2.2.3 Keserasian Kerja Alat Mekanis (Match Factor)... 10

2.2.2.4 Rolling Rasistance ... 11

2.2.2.5 Grade Rasistance... 13

(9)

iii

2.2.2.7 Aceleration... 14

2.2.2.8 Ketinggian Daerah Dari Permukaan Laut... 15

2.2.2.9 Faktor Efesiensi ... 15

2.2.2.10 Swell Factor... 15

2.2.2.11 Density Material... 16

2.2.3 Perhitungan Produktivitas Alat Muat Dan Angkut ... 16

2.2.4 Geometri Jalan Angkut ... 17

2.2.5 Penelitian Sejenis... 29

2.2 Kerangka Konseptual ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 44

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

3.2.1 Tempat Penelitian... 44

3.2.2 Waktu Penelitian ... 44

3.3 Variabel Penelitian ... 44

3.4 Data, Jenis Data dan Sumber Data... 45

3.4.1 Data ... 45

3.4.2 Jenis Data ... 45

3.4.3 Sumber Data... 46

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 46

3.6 Teknik Pengolahan Data ... 46

3.7 Analisa Data ... 47

3.8 Kerangka Metodologi... 47

(10)

iv

4.1 Pengumpulan Data ... 49

4.1.1 Jarak Dari Front Penambangan Ke Crusher 3 ... 49

4.1.2 Waktu Edar (Cycle Time)... 49

4.2. Pengolahan Data... 50

4.2.1. Produktivitas Alat Angkut Dump Truck Komatsu Type HD 785 50 4.2.2. Geometri Jalan Angkut ... 51

BAB V ANALISA HASIL PENGOLAHAN DATA 5.1 Produktivitas Alat Angkut Dump Truck Komatsu Type HD 785 Observasi Sebelum Perbaikan Geometri Jalan Angkut ... 53

5.2 Geometri Jalan Angkut Yang Ideal... 54

5.2.1 Lebar Jalan Angkut ... 54

5.2.2. Jari-Jari Tikungan... 57

5.2.3. Kemiringan Jalan Pada Tikungan (Superelevasi) ... 58

5.2.4. Kemiringan Jalan Angkut (Grade)... 58

5.3. Perbandingan Geometri Jalan Sebelum Dan Sesudah Evaluasi.... 61

5.4. Produktivitas Alat Angkut Dump Truck Komatsu Type HD 785 Observasi Sesudah Perbaikan Geometri Jalan Angkut ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 63

6.2 Saran... 64 DAFTAR KEPUSTAKAAN

(11)

viii

Halaman

Gambar 2.1. Arahan Tahanan Gulir... ... 11

Gambar 2.2. Lebar Jalan Angkut Pada Kondisi Lurus... 19

Gambar 2.3. Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan Untuk 2 Jalur... 20

Gambar 2.4. Gaya Sentrifugal Pada Tikungan……… 22

Gambar 2.5. Penyebaran Beban Roda Melalui Lapisan Perkerasan Jalan 25 Gambar 2.6. Kontruksi Lapisan Perkerasan Jalan ... 26

Gambar 2.7. Kerangka Metodologi ……… 31

Gambar 3.1. Alur Penelitian ... 43

Gambar 5.1. Bentuk Penampang Dari Lebar Jalan Lurus ... 54

Gambar 5.2. Lebar Jalan Pada Tikungan ... 57

Gambar 5.3. Penampang Jalan Produksi Pada Segmen 1 PT. Semen Padang ... 59

Gambar 5.4. Penampang Jalan Produksi Pada Segmen 2 PT. Semen Padang ... 60

(12)

ix

Halaman

Tabel 2.1 Harga Tahanan Gelinding ……….. 12

Tabel 2.2 Kemiringan Dan Tahanan Kemiringan ... 13

Tabel 2.3 Coeficient Of Traction Untuk Berbagai Kondisi Jalan ... 14

Tabel 2.4 Rekomendasi Aashto Untuk Koefisien Gesekan Samping ... 23

Tabel 2.5 Daya Dukung Material……… 28

Tabel 4.1 kondisi jalan secara umum ... 52

Tabel 5.1 tabel rekapitulasi perbandingan geometri jalan sebelum dan sesudah evaluasi ... 61

(13)

x Lampiran

A. Peta Topografi PT. Semen Padang.

B. Peta Situasi Jalan Tambang.

C. Data Produksi PT. Semen Padang.

D. Spesifikasi Alat-alat Mekanis.

E. Cycle Time Dump Truck Hasil Observasi Sebelum Perbaikan jalan.

F. Dokumentasi Lapangan dan Kondisi jalan Tambang Kuari Bukit Karang Putih.

G. Perhitungan Konversi Kemiringan Jalan Angkut (Grade) Dari Satuan Derajat Ke Satuan Persen.

(14)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bahan galian merupakan mineral dalam bentuk aslinya, yang dapat ditambang untuk keperluan manusia. Mineral-mineral dapat terbentuk menurut berbagai macam proses, seperti kristalisasi magma, pengendapan dari gas dan uap, pengendapan kimiawi dan organik dari larutan pelapukan, metamorfisme, presipitasi dan evaporasi, dan sebagainya. Berdasarkan UU No 4 tahun 2009 pengelompokan bahan galian industri dimasukan kedalam pertambangan batuan

Batugamping ini tersusun oleh mineral kalsit (CaCo3), terjadi secara organik, mekanik atau kimia. Batugamping ini pada umumnya membentuk perbukitan merupakan areal perladangan dan semak belukar. Potensi bahan galian batugamping hampir terdapat di seluruh wilayah Indonesia yang dapat memajukan perekonomian daerah dan pendapatan nasional meningkat.

Lokasi penambangan batugamping terletak di bukit karang putih, kelurahan batu gadang, kecamatan lubuk kilangan sekitar 1,5 km dari pabrik.

Ketinggian daerah penambangan sekitar 273-400 meter dari permukaan laut.

Berdasarkan data dari perusahaan target produksi adalah 709.961 ton/bulan, sedangkan produksi yang real adalah 695.070 ton/bulan. Tidak tercapainya target produksi diperkirakan karena tingginya waktu edar dari alat angkut. Hal ini disebabkan karena kurang optimalnya geometri jalan angkut yang ada pada bukit karang putih, dan terlihat masih adanya dump truck yang berhenti karena menunggu dump truck lain lewat.

(15)

Kegiatan operasi pengangkutan di bukit karang putih menggunakan Dump Truck Komatsu type HD 785. Dalam pencapaian target produksi penambangan operasi pengangkutan memegang peranan yang sangat penting demi kelancaran dan keamanan. Operasi pengangkutan tidak pernah lepas dari interaksi antara jalan angkut dan alat angkut itu sendiri. Jalan angkut quarry yang tanah dasarnya adalah batugamping dan merupakan jalan angkut dua jalur tentu memberikan kontribusi yang besar bagi kelancaran dan keamanan, namun salah satu penyebab karena kurang idealnya geometri jalan, yaitu lebar jalan pada beberapa segmen yang belum memenuhi syarat lebar minimum. Saat curah hujan tinggi adanya air yang menggenangi lokasi penambangan dan juga mengakibatkan jalan angkut menjadi licin, itu juga salah satu penyebab target produksi tidak tercapai.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti akan membahas dan meneliti tentang geometri jalan angkut pada PT Semen Padang dalam bentuk suatu penelitian Tugas Akhir dengan judul “Evaluasi Geometri Jalan Angkut Terhadap Produktivitas Dump Truck Komatsu Type HD 785 Pada Kegiatan Penambangan Batu Gamping Di Bukit Karang Putih PT. Semen Padang Sumatera Barat”.

(16)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah diantaranya:

1. Saat curah hujan tinggi adanya air yang menggenangi lokasi tambang dan jalan angkut menjadi licin.

2. Adanya geometri jalan yang terlalu kecil.

3. Tidak adanya saluran penirisan pada jalan tambang.

4. Tidak adanya tanggul di sepanjang jalan angkut.

5. Waktu tunggu excavator terlalu lama.

6. Tidak tercapainya target produksi 1.3. Batasan Masalah

Supaya penelitian ini lebih terarah, maka penulis membatasi penelitian ini.

Penulis hanya membahas tentang geometri jalan tambang terhadap kinerja HD 785 dari front penambangan ke crusher 3 pada Bukit Karang Putih.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada identifikasi dan batasan masalah maka dapat dirumuskan diantaranya:

1. Berapakah produktivitas alat angkut HD 785 yang bekerja dari front ke crusher 3 ?

2. Berapakah geometri jalan angkut yang real dari front tambang ke crusher 3 untuk saat ini?

3. Berapakah geometri jalan angkut yang ideal dari front tambang ke crusher 3 ?

(17)

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada rumusan masalah maka dapat ditentukan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Menghitung produktivitas alat angkut HD 785 yang bekerja dari front tambang ke crusher 3.

2. Menghitung geometri jalan angkut yang real dari front tambang ke crusher 3 untuk saat ini.

3. Menghitung geometri jalan angkut yang ideal dari front tambang ke crusher 3.

1.6. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perusahaan

Dapat menjadi bahan dan pertimbangan bagi PT Semen Padang dalam melaksanakan operasi produksi untuk mencapai target produksi.

2. Bagi Peneliti

Dapat mengaplikasikan ilmu di bangku perkuliahan ke dalam bentuk penelitian, dan meningkatkan kemampuan peneliti dalam menganalisa suatu permasalahan serta menambah wawasan peneliti khususnya di bidang keilmuan teknik pertambangan.

3. Bagi institusi STTIND Padang

Dapat dijadikan sebagai salah satu masukan untuk pembuatan jurnal dan dapat dijadikan sebagai referensi dan pedoman bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian khususnya di bidang keilmuan teknik pertambangan.

(18)

5

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Profil PT. Semen Padang

PT Semen Padang merupakan pabrik semen tertua di Indonesia yang didirikan tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indhische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM). Pada awalnya tahun 1906, dua orang ilmuwan Belanda Ir. Carl Christopus Law dan Ir. Koninberg menemukan bebatuan di Bukit Karang Putih dan Bukit Ngalau yang diduga dapat dijadikan bahan baku pembuatan semen. Setelah diteliti di laboratorium Voor Material Landerzoeki (Belanda), menunjukkan bahwa bebatuan tersebut merupakan bahan baku pembuatan semen yaitu batu kapur (lime stone) dan batu silica (silica stone).

Pada tanggal 25 Januari 1907 Christopus mengajukan izin pendirian pabrik semen ke Amsterdam (Belanda), hal ini mengundang minat pihak swasta Belanda untuk mengolah deposit bahan baku semen tersebut. Sehingga didirikanlah sebuah pabrik semen pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV NIPCM. Proses berdirinya pabrik ini melalui beberapa periode :

a. Periode I (1910-1942)

Pabrik ini berada di bawah kekuasaan Belanda yang berkedudukan di Amsterdam. Pabrik mulai beroperasi tahun 1913 dengan kapasitas produksi 22.900 ton/tahun dan tahun 1939 mencapai angka produksi tertinggi sebesar 170.000 ton / tahun.

b. Periode II (1942-1945)

Saat terjadi perang dunia II, Jepang mulai menguasai Indonesia sehingga pabrik diambil alih oleh Manajemen Asano Cement. Pada tahun 1944 perusahaan ini dibom Sekutu dan menghancurkan tiga kiln dan menewaskan banyak karyawan.

c. Periode III (1945-1947)

Pada tahun 1945, pabrik diambil alih oleh karyawan bersamaan dengan kekalahan Jepang dari sekutu dan selanjutnya diserahkan kepada

(19)

pemerintah Republik Indonesia, kemudian berganti nama menjadi Kilang Semen Indarung.

d. Periode IV (1947-1958)

Pada Agresi Militer Belanda I (1947), pabrik dikuasai oleh Belanda dan berganti nama menjadi NV Padang Portland Cement Maatschappij (NV PPCM). Jumlah produksi sangat sedikit karena banyak karyawan yang mengungsi. Setelah konferensi Meja Bundar (1949), pabrik kembali berjalan normal. Pada tahun 1957 produksi mencapai 154.000 ton / tahun.

e. Periode V (1958-1961)

Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No. 50 tanggal 5 Juli 1958, maka NV PPCM dinasionalisasikan dan selanjutnya ditangani oleh Badan Pengelola Perusahaan Industri dan Tambang (BAPPIT) Pusat. Pada tahun 1958 produksi semen sebesar 80.828 ton, tahun1959 sebesar 120.714 ton, tahun 1960 sebesar 107.695 ton.

f. Periode VI (1961-1971)

Status perusahaan diubah menjadi Perusahaan Negara setelah tiga tahun dikelola BAPPIT. Kapasitas produksi pada tahun itu mencapai 170.071 ton.

g. Periode VII (1971-1995)

Setelah resmi bernama PT Semen Padang, maka pengangkatan Direksi ditentukan berdasarkan RUPS sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No. 304/MK/1972 yang berlaku semenjak perusahan berstatus PT (Perseroan).

h. Periode VIII (1995-sekarang)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.

5326/MK.06/1995, pemerintah melakukan konsolidasi atas tiga pabrik semen milik pemerintah yaitu PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, dan PT semen Gresik yang terealisasi pada tanggal 15 September 1995, sehingga saat ini PT Semen Padang berada di bawah PT Semen Gresik.

(20)

Sejak diambil alih oleh Pemerintahan Republik Indonesia (RI), PT. Semen Padang terus berkembang dengan pesat dan meningkatkan kapasitas produksinya sebagai berikut :

1. Rehabilitas pabrik Indarung I dimulai pada tahun 1970 sampai tahun 1973.

Kapasitas produksinya meningkat dari 120.000 ton / tahun menjadi 220.000 ton / tahun. Rehabilitas Indarung I tahap kedua pada tahun 1973-1976 dengan peningkatan kapasitas produksi dari 220.000 ton / tahun menjadi 330.000 ton / tahun. Namun, sekarang pabrik Indarung I tidak berproduksi lagi.

2. Proyek Pabrik Indarung II dimulai pada tahun 1977 dengan pembuatan semen menggunakan proses kering yang bekerja sama dengan F.L. Smidth & Co. AS (Denmark). Proyek Indarung II selesai pada tahun 1980 dengan kapasitas produksi mencapai 600.000 ton/tahun. Selanjutnya, dilakukan proyek optimalisasi Indarung II, sehingga kapasitas produksinya menjadi 660.000 ton/tahun.

3. Pada tahun 1981, dibangun dua buah pabrik yaitu proyek Indarung IIIA yang selesai pada tahun 1983 dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun dan proyek Indarung IIIB yang selesai pada tahun 1987 dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun.

4. Pada tahun 1991-1994, proyek Indarung IIIC dilakukan secara swakelola oleh PT Semen Padang dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun, dan selanjutnya Indarung IIIB dan IIIC diberi nama menjadi Indarung IV.

5. Pada tahun 1996, dimulai proyek Indarung V dengan kapasitas produksi mencapai 2.300.000 ton/tahun. Maka dengan beroperasinya Indarung V, total produksi menjadi 5.240.000 ton/tahun.

2.2.1 Produktivitas Alat Muat dan Alat Angkut

Produktivitas alat angkut dipengaruhi oleh waktu siklusnya. Waktu siklus dump truck terdiri dari waktu pemuatan, waktu pengangkutan, waktu pembongkaran muatan, waktu perjalanan kembali, dan waktu antri.

(21)

2.2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Dump Truck 2.2.2.1 Korelasi Cycle Time Excavator dan Dump Truck

Dump Truck sebagai alat utama dalam kegiatan pengangkutan sangat berperan dalam pencapaian target produksi pada tambang terbuka yang menerapkan sistem excavator–dump truck. Selain itu dump truck juga merupakan alat berat yang dapat disesuaikan dengan alat gali/muat yang melayaninya.

Waktu edar dump truck merupakan faktor yang sangat mempengaruhi produktivitas alat muat itu sendiri. Semakin kecil waktu edar maka produktivitas alat tersebut semakin baik, begitu juga dengan sebaliknya. Menurut Peurifoy waktu edar dump truck terdiri dari beberapa bagian, yaitu loading time (waktu isi), dumping time (waktu membongkar muatan), hauling time (waktu angkut), return time (waktu kembali dalam kondisi kosongan), spoting time (waktu manuver di daerah penggalian ditambah dengan manuver di daerah penimbunan), dan delay time (waktu tunggu dump truck sebelum di isi oleh alat muat).

Waktu edar excavator adalah fill dipper (waktu yang dibutuhkan untuk mengisi bucket), swing (waktu manuver bucket untuk mengisi dump truck), dump (waktu bucket menumpahkan material), return time, (waktu kembali untuk mengisi bucket), serta delay time (waktu tunggu sebelum mengisi bak dump truck).

2.2.2.2 Pengangkutan/hauling

Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau tempat

(22)

pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan. Peralatan pengangkutan yang biasa dipakai adalah dump truck. Produksi perjam dump truck dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

P =

q x 3600 x E ………. (1)

Cm

(Sumber :Indonesianto, 2005) Keterangan :

P = Produksi dump truck per jam (m3/jam) q = Kapasitas produksi per siklus (m3) E = Efisiensi kerja alat

Cm= Waktu siklus (detik)

Kapasitas produksi persiklus dump truck dihitung dengan rumus:

q = q1 x K x n ……… (2) (Sumber :Indonesianto, 2005)

Keterangan :

q = Kapasitas perduksi persiklus (m3) q1 = Kapasitas bucket monjong (m3)

n = Jumlah siklus yang diperlukan untuk mengisi dump truck K = Faktor bucket

2.2.2.3 Keserasian Kerja Alat Mekanis (match factor)

Match factor merupakan faktor untuk menentukan tingkat keserasian kerja alat-alat mekanis (backhoe dan dump truck). Salah satu faktor yang ikut mempengaruhi keserasian kerja dua alat mekanis diatas adalah kondisi jalan

(23)

angkut. Untuk menentukan nilai match factor dapat digunakan persamaan sebagai berikut (Yanto Indonesianto, 2005, hal 51):

MF = ………. (3)

CtaxNm CTmxNa

Keterangan :

MfF = Faktor keserasian kerja alat mekanis CTm = Waktu edar alat muat

Cta = Waktu edar alat angkut Na = Jumlah alat angkut Nm = Jumlah alat muat Bila dari hasil perhitungan diperoleh:

MF < 1

Berarti persentase kerja alat gali muat kurang dari 100%, sedangkan persentase kerja alat angkut 100%, sehingga terdapat waktu tunggu untuk alat gali muat.

MF = 1

Berarti persentase kerja alat gali muat dan alat angkut maksimal 100% sehingga tidak terdapat waktu tunggu bagi kedua alat tersebut.

MF > 1

Berarti persentase kerja alat angkut kurang dari 100%, sedangkan persentase kerja alat gali muat 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut.

(24)

2.2.2.4 Rolling Resistance

Rolling resistance merupakan tahanan gelinding/gulir yang terdapat pada roda yang sedang bergerak akibat adanya gaya gesek antara roda dengan permukaan tanah yang arahnya selalu berlawanan seperti terlihat pada Gambar 2.1

Keterangan :

O : Titik Pusat Roda W : Berat kendaraan

W p : Gaya tarik kendaraan

r : Jari-jari roda F : Tahanan Gulir

N : Gaya yang melawan berat kendaraan

a : ½ Jarak sisi roda yang ambles P dengan pusat roda

ground r

F a N

Sumber: Partanto Prodjosumarto, 1996.

Gambar 2.1 Arah Tahanan Gulir

Basarnya tergantung pada kondisi permukaan tanah yang dilewati (kekerasan dan kehalusan), tipe roda, dan berat dari kendaraan tersebut. Secara teoritis nilai dari tahanan gelinding dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Partanto Prodjosumarto, 1996, hal 156):

……… (4) W

RR P

Dimana :

RR = Rolling resistance (lb/ton) P = gaya tarik pada kabel penarik (lb) W = berat kendaraan (ton)

(25)

Untuk menentukan nilai tahanan gulir adalah sulit untuk dilakukan karena sebenarnya jenis dan tekanan ban serta kecepatan kendaraan ikut mempengaruhi harga rolling resistance. jadi nilai rolling resistance ditentukan dalam persen berat, seperti terlihat pada Table 2.1.

TABEL 2.1

Harga Tahanan Gelinding

Sumber: Partanto Prodjosumarto, 1996.

2.2.2.5 Grade Resistance

Grade resistance adalah besarnya gaya berat yang melawan atau membantu gerak kendaraan karena kemiringan jalur jalan yang dilewati oleh kendaraan tersebut. Pengaruh kemiringan terhadap harga GR adalah naik untuk kemiringan positif (akan memperbesar rimpul) dan turun untuk kemiringan negatif (akan memperkecil rimpul). Besarnya GR tergantung pada kemiringan jalan (%) dan berat kendaraan tersebut (ton). Besarnya GR dinyatakan rata-rata 20

KONDISI JALAN ANGKUT RR Untuk Ban Karet lb/ton

Jalan keras dan licin 40

Jalan yang diaspal 45 – 60

Jalan keras dengan permukaan terpelihara baik 45 – 70 Jalan yang sedang diperbaiki dan terpelihara 85 – 100

Jalan yang kurang terpelihara 85 – 120

Jalan berlumpur dan tidak terpelihara 165 – 210

Jalan berpasir dan berkerikil 240 – 275

Jalan berlumpur dan sangat lunak 290 - 370

(26)

lb dari rimpul untuk setiap gross berat kendaraan beserta isinya pada setiap kemiringan 1 %. Harga GR untuk tiap kemiringan jalan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

TABEL 2.2

Kemiringan Dan Tahanan Kemiringan

Sumber: Partanto Prodjosumarto, 1996.

2.2.2.6. Coeficient of Traction

Coeficient of Traction (CT) adalah suatu faktor yang menunjukan berapa bagian dari seluruh berat kendaraan itu pada ban atau track yang dapat dipakai untuk menarik atau mendorong kendaraan. Dengan kata lain CT adalah suatu faktor dimana jumlah berat kendaraan pada ban/track penggerak harus dikalikan

KEMIRINGAN

GR KEMIRINGAN GR

(%) (lb/ton) (%) (lb/ton)

1 20 11 218

2 40 12 238.4

3 60 13 257.8

4 80 14 277.4

5 100 15 296.6

6 119.8 20 392.3

7 139.8 25 485.2

8 159.2 30 574.7

9 179.2 35 660.6

10 199 40 742.8

(27)

dengan permukaan jalan sebelum roda slip. Besarnya harga coefficient of traction tergantung pada:

a. Keadaan ban atau track, yaitu keadaan dan bentuk kembangan ban.

b. Keadaan jalan (basah/kering, keras/lunak, bergelombang/rata).

c. Berat kendaraan yang diterima roda.

Besarnya harga coefficient of traction untuk macam-macam keadaan jalan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

TABEL 2.3

Coeficient Of Traction Untuk Berbagai Kondisi Jalan

KONDISI JALAN BAN KARET

(%)

Jalan kering dan keras 80 – 100

Jalan tanah liat kering 50 – 70

Jalan tanah liat basah 40 – 50

Jalan berpasir basah dan berkerikil 30 – 40 Jalan berpasir kering yang terpisah/terpencar 20 – 30 Sumber: Partanto Prodjosumarto, 1996.

2.2.2.7 Aceleration (percepatan)

Aceleration merupakan waktu yang diperlukan untuk mempercepat kendaraan dengan menggunakan rimpull yang tidak dipergunakan untuk menggerakan kendaraan pada jalur tertentu. Lamanya waktu yang dibutuhkan unutk mempercepat kendaraan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

(28)

a. Berat kendaraan, semakin berat kendaraan maka waktu yang dibutuhkan akan semakin lama untuk mempercepat kendaraan.

b. Kelebihan rimpull, semakin banyak rimpull yang berlebih maka akan semakin cepat kendaraan dipercepat.

c. Grade (kemiringan) jalan angkut yang dilalui.

2.2.2.8 Ketinggian Daerah Dari Permukaan Laut

Perubahan kadar Oksigen dalam udara akan berpengaruh pada horse power suatu kendaraan yang sedang beroperasi pada daerah dengan ketinggian tertentu. Semakin tinggi suatu daerah maka persediaan oksigen akan berkurang, maka kemampuan alat juga akan ikut berkurang.

2.2.2.9 Faktor Efisiensi

Nilai keberhasilan suatu pekerjaan sangat sulit ditentukan secara tepat karena mencakup beberapa faktor seperti manusia, mesin, dan kondisi kerja. Nilai keberhasilan dari suatu pekerjaan dipengaruhi oleh effisiensi waktu, effisiensi kerja atau kesediaan alat untuk dioperasikan dan efisiensi operator.

2.2.2.10 Swell Factor

Swell factor adalah faktor pengembangan material yang merupakan perbandingan antara volume material dalam keadaan insitu (belum digali = BCM) dan volume material dalam keadaan loose (telah digali = LCM). Besarnya swell factor dapat dihitung dengan persamaan berikut (Yanto Indonesianto, 2005, hal 7)

V insitu

Swell Factor = x 100 % ……… (5)

V loose

(29)

2.2.2.11 Density Material

Berat isi material akan digali, dimuat, dan diangkut oleh alat-alat mekanis akan mempengaruhi:

1. Kecepatan kendaraan

2. Kemampuan kendaraan untuk mengatasi tahanan kemiringan dan tahanan gulir.

3. Volume material yang dapat diangkut.

2.2.3 Perhitungan Produktivitas Alat Muat dan Angkut 1. Dump truck

Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan. Peralatan pengangkutan yang biasa dipakai adalah dump truck. Produksi perjam dump truck dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut. (perhitungan produktivitas dump truck mengacu ke halaman 6 sub. 2.2.2.2.)

2. Excavator (Back Hoe)

Excavator merupakan alat gali sekaligus alat muat material ke dump truck. Untuk menghitung produksi excavator dapat menggunakan persamaan berikut:

Q =

q x 3600 x E

……….. (6)

Ctm

(Sumber :Indonesianto, 2005)

(30)

Keterangan :

Q = Produktifitas excavator per jam (m3 / jam) q = Kapasitas produksi persiklus (m3)

E = Efisiensi kerja

Ctm= Waktu siklus perdetik a. Kapasitas Persiklus

Kapasitas produksi persiklus excavator dapat ditentukan dengan rumus : q = q1 x K ……… (7)

(Sumber: Indonesianto, 2005) Keterangan :

Q = Produktivitas per siklus (m3) q1 = Kapasitas bucket monjong (m3) K = Faktor bucket Kerja

2.2.4 Geometri Jalan Angkut

Geometri jalan merupakan bagian dari perencanaan yang lebih ditekankan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas yang beroperasi di atasnya.

Pada pengertiannya, geometri jalan tambang yang memenuhi syarat adalah bentuk dan ukuran-ukuran dari jalan tambang tersebut sesuai dengan tipe (bentuk, ukuran dan spesifikasi) alat angkut yang digunakan dan kondisi medan yang ada sehingga dapat menjamin serta menunjang segi keamanan dan keselamatan

(31)

operasi pengangkutan. Geometri jalan tersebut merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. (Yanto indonesianto, 2005)

Adapun faktor-faktor yang merupakan geometri penting yang akan mempengaruhi keadaan jalan angkut adalah lebar jalan, jari-jari tikungan dan kemiringan jalan.

1. Lebar Jalan

Lebar jalan angkut pada tambang pada umumnya dibuat untuk pemakaian jalur ganda dengan lalu lintas satu arah atau dua arah. Dalam kenyataanya, semakin lebar jalan angkut maka akan semakin baik dan lalu lintas pengangkutan semakin aman dan lancar. Akan tetapi semakin lebar jalan angkut, biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dan perawatan juga akan semakin besar. Untuk itu perlu dilakukan agar keduanya bisa optimal.

a. Lebar jalan angkut pada kondisi lurus

Lebar jalan angkut minimum yang dipakai sebagai jalur ganda pada jalan lurus dapat dilihat pada (gambar 2.2). Penentuan lebar jalan lurus didasarkan pada rule of thumb yang dikemukakan oleh AASHTO Manual Rural Higway Design (1990) yaitu jumlah jalur dikali dengan lebar dump truck ditambah setengah lebar truk untuk masing-masing tepi kiri, kanan, dan jarak antara dua dump truck yang sedang bersilangan. Persamaan yang digunakan adalah (Yanto Indonesianto, 2005, hal 58) :

L(m) = n.Wt + (n+1) (1/2.Wt) ………. (8)

(32)

Keterangan :

L(m) = lebar jalan angkut minimum, meter n = jumlah jalur

Wt = lebar alat angkut total, meter

(Sumber: Yanto Indonesianto, Pemindahan Tanah Mekanis, 2005)

Gambar 2.2

Lebar Jalan Angkut Pada Kondisi Lurus

a. Lebar Jalan Pada Tikungan

Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari pada jalan lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan truk saat melintasi tikungan (lihat Gambar 2.14). Untuk jalur ganda, lebar jalan minimum pada tikungan dihitung berdasarkan pada:

a. Lebar jejak roda

b. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat membelok

c. Jarak antar alat angkut saat bersimpangan d. Jarak alat angkut terhadap tepi jalan.

(33)

(Sumber: Yanto Indonesianto, Pemindahan Tanah Mekanis, 2005) GAMBAR 2.3

Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan Untuk 2 Jalur

Persamaan yang digunakan adalah (Yanto Indonesianto, 2005, hal 58) : W = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C

C = Z = ½ ( U + Fa + Fb ) ……… (9) Keterangan :

W = lebar jalan angkut pada tikungan (meter) U = jarak jejak roda (meter)

Fa = lebar juntai depan (meter) Fb = lebar juntai belakang (meter) Z = lebar bagian tepi jalan (meter)

C = jarak antara alat angkut saat bersimpangan (meter)

2. Jari–jari dan Superelevasi (kemiringan jalan pada tikungan)

Kemampuan alat angkut truk untuk melewati tikungan terbatas, maka dalam pembuatan tikungan harus memperhatikan besarnya jari-jari tikungan jalan.

Masing-masing jenis truk mempunyai jari-jari lintasan jalan yang berbeda.

Perbedaan ini dikarenakan sudut penyimpangan roda depan pada setiap truk

(34)

belum tentu sama. Semakin kecil sudut penyimpangan roda depan maka jari-jari lintasan akan terbentuk akan semakin besar. Dengan semakin besarnya jari-jari lintasan maka kemampuan truk untuk melintasi tikungan tajam berkurang.

Dalam pembuatan jalan menikung, jari-jari tikungan harus dibuat lebih besar dari jari-jari lintasan alat angkut atau minimal sama. Jari-jari tikungan jalan angkut juga harus memenuhi keselamatan kerja di tambang atau memenuhi faktor keamanan yang dimaksud adalah jarak pandang bagi pengemudi di tikungan, baik horizontal maupun vertikal terhadap kedudukan suatu penghalang pada jalan tersebut yang diukur dari mata pengemudi.

Hal lain yang tidak bisa diabaikan dalam pembuatan tikungan adalah superelevasi, yaitu kemiringan melintang jalan pada tikungan. Besarnya angka superelevasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Yanto Indonesianto, 2005, hal 59):

………. (10) R

f V

e 127

2

 Keterangan :

e = angka superelevasi f = faktor gesekan V = kecepatan, km/jam R = jari-jari tikungan, meter

Untuk mengatasi gaya sentrifugal yang bekerja pada alat angkut yang sedang melewati tikungan jalan ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu : pertama, dengan mengurangi kecepatan dan cara ke dua adalah membuat kemiringan ke arah titik pusat jari-jari tikungan. Yang mana kemiringan ini berfungsi untuk menjaga alat angkut tidak terguling saat melewati tikungan

(35)

dengan kecepatan tertentu. Cara pertama sangat tidak efisien karena waktu hilang yang ditimbulkan akan besar, oleh karena itu cara kedua dianggap lebih baik.

Apabila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap pada datar atau miring dengan lintasan berbentuk lengkung seperti lingkaran, maka pada kendaraan tersebut bekerja gaya sentrifugal mendorong kendaraan secara radial keluar dari jalur jalannya, berarah tegak lurus terhadap kecepatan (lihat gambar 2.4). Untuk dapat mempertahankan kendaraan tersebut tetap pada jalurnya, maka perlu adanya gaya yang dapat mengimbangi gaya tersebut sehingga terjadi suatu keseimbangan.

Sumber: Yanto Indonesianto, 2005.

Gambar 2.4

Gaya Sentrifugal Pada Tikungan

Untuk menghitung besarnya gaya sentrifugal dapat digunakan rumus:

Fsf = ……… (11) g

G R V2

Keterangan :

Fsf = Gaya Sentrifugal G = Berat Kendaraan g = Gaya grafitasi bumi V = Kecepatan kendaraan R = Jari-jari lengkung lintasan

(36)

Untuk menentukan angka koefisien gesek samping berdasarkan kecepatan kendaraan yang beroperasi dapat menggunakan tabel 2.4.

TABEL 2.4

Rekomendasi Aashto Untuk Koefisien Gesekan Samping

Kecepatan rencana (mph) 20 30 40 50 60 70 80

Kecepatan rencana (km/jam) 32 48 64 80 97 113 129

Koefisien 0,17 0,16 0,15 0,14 0,12 0,10 0,08

Sumber: Yanto Indonesianto, 2005.

3. Kemiringan Jalan Produksi dan Grade Resistance

Kemiringan jalan angkut dapat berupa jalan menanjak ataupun jalan menurun, yang disebabkan perbedaan ketinggian pada jalur jalan. Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut, baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemampuan dalam mengatasi tanjakan untuk setiap alat angkut tidak sama, tergantung pada jenis alat angkut itu sendiri. Sudut kemiringan jalan biasanya dinyatakan dalam persen, yaitu beda tinggi setiap seratus satuan panjang jarak mendatar.

Tahanan kemiringan (grade resistance) ialah besarnya gaya berat yang melawan atau membantu gerak kendaraan karena kemiringan jalur jalan yang dilaluinya. Tahanan kemiringan tergantung dua faktor, yaitu:

a. Besarnya kemiringan yang biasanya dinyatakan dalam persen.

b. Berat kendaraan itu sendiri yang dinyatakan dalam ton.

Besarnya tahanan kemiringan rata-rata dinyatakan dalam 20 lbs dari rimpull untuk tiap gross ton berat kendaraan beserta isinya pada kemiringan 1 %.

(37)

Kemiringan suatu jalan biasanya dinyatakan dalam persentase, dimana kemiringan 1 % merupakan kemiringan permukaan yang menanjak atau menurun 1 meter secara vertikal dalam jarak horizontal 100 meter. Kemiringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Yanto Indonesianto, 2005, hal 60):

h

Grade (%) = 100 % ……….. (12)

x

Keterangan:

h: Beda tinggi antara dua titik yang diukur (meter) x: Jarak datar antara dua titik yang diukur (meter) c. Daya Dukung Jalan Terhadap Beban Yang Melintas

Daya dukung jalan adalah kemampuan jalan untuk menopang beban yang ada di atasnya. Menentukan daya dukung tanah secara tepat hanya dapat dilakukan oleh seorang ahli mekanika tanah yang berkualifikasi. Walaupun demikian, Kontruksi Perkerasan Jalan

Susunan lapis perkerasan jalan yang digunakan di dalam dan di luar tambang adalah menggunakan metode Un-Bound Method, yaitu seluruh kontruksi perkerasan terdiri dari butiran-butiran lepas (tanpa adanya bahan pengikat aspal/semen) yang mempunyai sifat seperti lapisan pasir ialah meneruskan gaya tekan kesegala penjuru dengan sudut rata-rata 45 0 terhadap garis vertikal, sehingga penyebaran gaya tersebut merupakan bentuk kerucut dengan sudut puncak 900 (Gambar 2.5)

Kontruksi jalan secara un-bound method harus memenuhi dua syarat utama, yaitu : permukaan jalan harus cukup kuat untuk menahan beban atau berat

(38)

kendaraan yang berada diatasnya (gaya tekan kendaraan harus lebil kecil dari daya dukung tanah), permukaan jalan harus dapat menahan gesekan dari roda kendaraan dan pengaruh air hujan/air permukaan. Dalam menentukan jenis perkerasan jalan produksi banyak dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain dipilih jenis perkerasan yang paling ekonomis yang disesuaikan dengan peralatan yang ada dan tenaga yang mengerjakannya.

W P

h 450450

Lapisan Perkerasan

Tanah Dasar

Gambar tanpa skala r = h

t t t t t

Sumber: Yanto Indonesianto, 2005.

Gambar 2.5

Penyebaran Beban Roda Melalui Lapisan Perkerasan Jalan

Secara umum kontruksi lapisan jalan (Gambar 2.6) terdiri dari lapisan- lapisan sebagai berikut:

1. Surface Course (lapisan permukaan)

Fungsi lapisan permukaan adalah sebagai berikut:

a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

(39)

b. Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

c. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan yang berada dibawahnya.

Jalur Lalu Lintas Pundak jalan (Berm. Shoulder) Lapisan Penutup

(Surface)

Perkerasan Atas (Base) Perkerasan Bawah

(Sub-Base) Tanah Dasar

(Sub Grade)

Gambar Tanpa Skala

Sumber: Yanto Indonesianto, 2005.

Gambar 2.6

Kontruksi Lapisan Perkerasan Jalan 2. Base Course (lapisan pondasi atas)

Fungsinya antara lain:

a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban kelapisan di bawahnya.

b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

Material yang akan digunakan untuk lapisan pondasi atas adalah material yang cukup kuat, yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

(40)

a. Gradasi butiran harus bervariasi sehingga dapat saling mengunci.

b. Kualitas bahan harus baik, baik kekerasan maupun bentuk butiran.

3. Sub Base Course (lapisan pondasi bawah) Fungsi lapisan pondasi bawah antara lain:

a. Bagian dari kontruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

b. Lapisan peresapan, agar rembesan air tanah tidak terkonsentrasi di lapisan pondasi maupun tanah dasar.

Untuk lapisan pondasi bawah tidak boleh mengandung unsur tanah liat lebih besar dari 14 % (Persyaratan dari Departemen Pekerjaan umum).

4. Sub Grade (lapisan tanar dasar)

Pada umumnya masalah yang menyangkut lapisan tanah dasar adalah :

a. perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) karena beban yang berlebihan.

b. Sifat mengembang (swelling) dan menyusut (shrinkage) dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.

c. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah tertentu dengan macam tanah yang sangat berbeda.

d. Kondisi geologi dari lokasi jalan (patahan, sesar).

Daya dukung tanah dasar (sub grade) pada perencanaan perkerasan dapat di ketahui dengan metode “california bearing Ratio” (CBR), yaitu suatu cara penentuan daya dukung tanah yang pada prinsipnya daya dukung tanah dibandingkan dengan kekerasan batu pecah dan lumpur. Harga CBR dinyatakan

(41)

dalam persen. Jadi, harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalulintas dan lumpur mempunyai nilai 0 %.

Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan tanah, kadar air, kondisi drainase, dan lain-lain. Tanah dengan tingkat kepadatan tinggi akan mengalami perubahan volume yang kecil jika terjadi perubahan kadar air dan mempunyai daya dukung yang lebih besar jika dibandingkan dengan tanah sejenis yang tingkat kepadatannya lebih rendah. informasi umum daya dukung tanah untuk berbagai jenis tanah telah tersedia seperti terlihat pada (Tabel 2.5).

TABEL 2.5 Daya Dukung Material

No

Klasifikasi Tanah

Dasar

Jenis Tanah

Kekuatan Tanah Dasar

yang diperbolehkan

(Kg/cm2)

1. Tanah

bagus

Tanah pasir,berbatu atau

berkerikil 9

2. Tanah baik Tanah pasir 2,75

3. Tanah

sedang Tanah liat atau silt 1,75

4. Tanah

jelek Tanah liat atau silt

mengandung tanah organic 1,25

5. Tanah

jelek sekali Tanah rawa atau veen tanah

berlumpur -

Sumber: Yanto Indonesianto, 2005.

(42)

Untuk keperluan pembuatan jalan angkut, daya dukung tanah harus disesuaikan dengan jumlah beban yang didistribusikan melalui roda. Jika daya dukung tanah dasar suatu jalan angkut lebih rendah dari jumlah beban yang melintas di atasnya maka dapat dilakukan usaha-usaha antara lain:

1. Pemadatan,

2. Penambahan lapisan di atas tanah dasar.

Persamaan untuk mengetahui besarnya tekanan alat angkut terhadap tanah atau ground pressure (GP) dapat digunakan persamaan dibawah ini:

Berat Kendaraan (kosong + muatan) (kg) GP =

n. Luas permukaan ban yang menyentuh permukaan tanah (cm2)

Keterangan : n = jumlah roda belakang dump truck

2.2.5. Penelitian Sejenis 1. Zulkifly Sayuti, dkk (2013).

Operasi pengangkutan bongkaran Over Burden ke Disposal PT. Kitadin TDM menggunakan Dump Truck Komatsu HD 785-5 dan Caterpillar 777D.

Operasi pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Keamanan dan kelancaran operasi pengangkutan tidak pernah lepas dari interaksi antara jalan angkut dan alat angkut itu sendiri. Geometri jalan angkut di Pit Seam 11 PT.

Kitadin TDM belum memenuhi syarat jalan angkut tambang yang baik. Selain itu tidak ada saluran penirisan di tepi jalan angkut tambang yang mengakibatkan badan jalan angkut tambang tergenang air pada saat hujan. Oleh karena itu di lakukan pengkajian terhadap geometri jalan angkut dan perencanaan pembutan

(43)

saluran penirisan di tepi jalan angkut di Pit Seam 11 Selatan PT. Kitadin TDM untuk keamanan dan kelancaran operasi pengangkutan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengkaji secara teknis kondisi jalan angkut tambang di Pit Seam 11 Selatan dan merencanakan dimensi saluran penirisan jalan yang akan digunakan di tepi jalan angkut tambang. Berdasarkan spesifikasi alat angkut terlebar yaitu Caterpillar 777D diperoleh lebar jalan angkut minimum untuk dua jalur pada jalan lurus yaitu 21,35 m dan pada jalan tikungan yaitu 26,21 m. Super elevasi atau kemiringan pada tikungan adalah 1,04 m. Cross slope sebesar 42,7 cm. Grade jalan yang mampu di atasi oleh HD -785 sebesar 10,3%.Dimensi saluran penirisan di tepi jalan, ditentukan dengan menggunakan rumus Manning, setelah analisis data curah hujan tahun 2004-2008 dengan curah hujan harian sebesar 85,22 mm/hari, dan perolehan daerah tangkapan hujan seluas 519.779 m2.

Saluran penirisan tersebut berbentuk trapezium dengan panjang sisi saluran 1.396 m, lebar dasar saluran 1.392 m, kedalaman aliran 1.209 m, dan lebar muka air 2.794 m.

Kata kunci: Pit, Dump Truck, geometri, spesifikasi alat, penirisan, dimensi saluran.

2. Dodik teguh arifianto, dkk. (2012)

Dari hasil evaluasi, perhitungan perencanaan jalan rel sebagaimana dijelaskan diatas didapatkan rincian sebagaimana berikut:

a. Jalan rel trase pasirian-klakah dapat digunakan denan adanya penyesuaian desain sebagaimana tertera pada Ripnas, Peraturan Dinas PJKA, dan Keputusan Mentri Perhubungan terbaru.

(44)

b. Desain geometri jalan rel yang digunakan adalah dengan desain trase eksisting. Untuk lebih detail mengenai perhitungan desain geometri jalan rel dapat dilihat pada tugas akhir penuis.

c. Struktur yang dipergunakan didapatkan sebagaimana berikut:

dipergunakan R54 dengan passing ton tahunan: > 20 juta ton.

Beban gandar: 18 ton. Lebar sepur: 1.067 mm jarak bantalan beton:

50 cm. Tipe penambat pandrol (Elastik), Sambungan: las ditempat, tebal balas atas: 55 cm. Tebal balas bawah (sub balas): 21 cm jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan bawah didapatkan sebagai berikut: pada sepur lurus 200 cm pada tikungan 260 cm.

d. Dalam perencanaan dihindari perlintasan sebidang overpass/jembatan. Untuk lebih detail bagaimana bentuk

perlintasan yang digunakan dapat dilihat dalam tugas akhir penulis.

Biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan jalan rel ini sebesar Rp. 362.153.010.000,00.

3. aldiansyah, dkk. (2016)

Penelitian ini lebih ditekankan pada geometri jalanya itu pada lebar jalan dan kemiringan memanjang (grade) jalan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan geometri jalan yang dibuat sesuai dengan standarisasi, untuk mendapatkan kemiringan memanjang (grade) yang sesuai. Metode penelitian yang dilakukan di lapanganya itu dengan cara melakukan pengukuran jalan hauling hingga menuju front penambangan dengan memperhitungkan jarak, lebar,

(45)

dan kemiringan dengan menyesuaikan standarisasi perhitungan teknis, kemudian dari data tersebut diolah menggunakan autocad 2007 sehingga memudahkan dalam proses analisis. Proses pengambilan data yang dilakukan di lapanganya itu dengan melakukan pengamatan secara langsung mengenai studi kasus seperti melakukan pengukuran jarak, lebar, dan kemiringan jalan dan aspek pendukung kegiatan pengangkutan seperti melihat alat angkut yang digunakan di lapangan.

Hasil penelitian yang didapatkan bahwa lebar jalan angkut untuk keadaan lurusya itu 5 m dan 9 m sedangkan pada keadaan tikunganya itu 8,11 m dan 14,25 m.

Kesimpulan yang didapatkan bahwa keadaan lebar jalan pada STA 57 – 58 masih mengalami kekuranganya itu 4 m dan harus dilakukan penambahanya itu sebesar 1 m dan kemiringan memanjang pada STA 9 – 10 yaitu mencapai 30,48% dan harus dilakukan pemotongan sebesar 25%.

4. Fernanda Yuliandi, (2010)

Terdapat kombinasi alat muat dengan alat angkut yang harus ditingkatkan produksi. Yaitu kombinasi 1 unit PC 750SE-6 dengan 9 unit Hino FM260JD. Target produksi yang ditetapkan sebesar 250.000 Ton/bulan, secara perhitungan tercapai sebesar 235.181,3 Ton/bulan untuk alat muat dan 231.877,8 Ton/bulan untuk alat angkutnya. Hal ini dikarenakan masih tingginya faktor hambatan yang menyebabkan rendahnya efisiensi kerja sehingga produksi yang dihasilkan oleh alat muat dan alat angkut belum mampu mencapai target produksi. Untuk meningkatkan produksi alat muat dan alat angkut dilakukan dengan cara melakukan pencegahan dan pengurangan terhadap hambatan-hambatan yang terjadi terutama hambatan yang dapat

(46)

ditekan maka akan dapat meningkatkan waktu kerja efektif, dari peningkatan efisiensi kerja diperoleh efisiensi kerja alat muat yang semula 71 % meningkat menjadi 77 % dan efisiensi kerja alat angkut yang semula 67 % meningkat menjadi 73 %. Maka produksi alat muat meningkat dari 235.181,3 Ton/bulan menjadi 255.055,8 Ton/bulan. Sedangkan produksi pada alat angkut meningkat dari 231.877,8 Ton/bulan menjadi 252.643 Ton/bulan.

5. Efigenia Maya Alvas, (2009).

Sasaran pengupasan lapisan tanah penutup sebesar 164.000 BCM/bulan.Pada kenyataannya lapisan tanah penutup yang terkupas hanya sebesar114.566 BCM/bulan.Tidak tercapainya sasaran produksi tanah penutup dikarenakan berkurangnya waktu kerja efektif yang disebabkan adanya hambatan-hambatan yang dapat mengurangi waktu kerja yang telah disediakan.

Berkurangnya waktu kerja efektif ini akan memperkecil efisiensi kerja.

Efisiensi kerja backhoe-1 adalah 67,08 % dan efisiensi kerja dump truck yang dilayaninya 51,22 %. Efisiensi kerja backhoe-2 adalah 60,21 % dan efisiensi kerja dump truck yang dilayani 56,94 %. Faktor keserasian kerja kombinasi backhoe-1 dengan 3 unit dump truck adalah 0,92. Faktor keserasian kerja kombinasi backhoe-2 dengan 2 unit dump truck adalah 0,78. Upaya pencapaian sasaran produksi dilakukan dengan meningkatkan waktu kerja efektif dengan cara mengurangi waktu-waktu hambatan yang terjadi pada kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup. Sehingga pengurangan dilakukan terhadap waktu-waktu hambatan secara langsung akan meningkatkan efisiensi kerja dari peralatan mekanis. Dimana efisiensi kerja yang dipakai adalah efisiensi kerja terkecil dari

(47)

peralatan mekanis. Efisiensi kerja dump truck yang melayani backhoe-1 adalah 64,40 %. Efisiensi kerja dump truck yang melayani backhoe-2 adalah 65,57%.

Produksi yang dihasilkan sebesar 137.983 BCM/bulan sehingga sasaran produksi belum terpenuhi.Untuk mencapai target produksi sebesar 164.000 BCM/bulam maka di sarankan menambah jumlah alat angkut.

6. Ady Winarko, dkk. (2014).

PT Ulima Nitra merupakan salah satu perusahaan tambang batubara di Sumatera Selatan. Salah satu lokasi penambangan yang dikelola oleh PT Ulima Nitra berada di Desa Muara Maung, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat.

Sistem penambangan yang diterapkan adalah metode tambang terbuka dengan menggunakan excavator backhoe sebagai alat gali muat dan dump truck Scania P380CB-6X4 sebagai alat angkut overburden. Produkivitas alat angkut yang rendah menyebabkan target produksi overburden tidak tercapai. Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu waktu kerja, waktu edar, kesediaan alat, dan kondisi jalan angkut. Curah hujan yang tinggi juga mempengaruhi kegiatan operasional.

Untuk meningkatkan kerja alat gali-muat dan alat angkut, maka dilakukan evaluasi teknis mengenai kondisi geometri jalan angkut overburden, agar produktivitas alat angkut meningkat dan target produksi untuk tahun 2014 sebesar 240.000 BCM/bulan dapat tercapai. Setelah dilakukan evaluasi teknis, ditemukan bahwa geometri jalan angkut belum memenuhi kriteria, diantaranya grade jalan yang melebihi grade maksimal, lebar jalan yang kurang, tidak ada saluran drainase, tidak ada crossfall, tidak ada tanggul pengaman dan tidak ada superelevasi pada tikungan. Setelah dilakukan perbaikan jalan angkut berupa

(48)

pelebaran jalan dan penerapan crossfall, pembuatan tanggul pengaman, ditch serta saluran drainase, didapatkan bahwa produktivitas unit meningkat. Produksi teoritis setelah perbaikan jalan adalah 274.300,15 BCM/bulan. Terdapat peningkatan produksi sebesar 98.291,73 BCM/bulan dari produksi sebelum perbaikan jalan sebesar 176.008,42 BCM/bulan.

7. Wahyu aryando, dkk. (2016).

PT. Bukit Asam merupakan perusahaan tambang batubara milik negara yang memiliki daerah operasi di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. Dengan izin usaha Pertambangan 15.421 Ha. Pada saat ini PT. Bukit Asam untuk Unit Penambangan Tanjung Enim (UPTE) beroperasi di empat lokasi (site), yaitu Tambang Air Laya (TAL), Muara Tiga Besar Utama (MTBU), Muara Tiga Besar Selatan (MTBS) dan Banko. Tambang Banko terdiri dari Tambang Banko Barat dan Tambang Banko Tengah. Tambang Banko Barat juga dibagi lagi menjadi menjadi dua bagian daerah penambangan yaitu Banko Barat Pit 1 (meliputi pit 1 barat dan pit 1 Timur) dan Banko Barat Pit 3 (meliputi pit 3 Barat dan pit 3 timur). Kegiatan penambangan batubara di PT. Bukit Asam, Tbk Unit Penambangan Tanjung Enim (UPTE) dilakukan dengan menggunakan metode strip mining. Target produksi lapisan tanah penutup batubara di Banko Barat Pit 1 sebesar 350.000 BCM/bulan ,sedangkan produksi lapisan tanah penutup batubara yang terealisasi saat ini adalah sebesar 259.616, 7 BCM/bulan. Kegiatan penambangan PT. Bukit Asam di Banko Barat Pt 1 dilakukan dengan menggunakan kombinasi excavator dan truck. Setiap lapisan di Banko Barat Pit 1 memiliki kekerasan material yang masih bisa digaru menggunakan ripper

(49)

(bulldozer Caterpillar D9R dan D8R), alat muat material yang digunakan yaitu excavator dengan tipe Caterpillar 385C, dan alat angkut material yang digunakan yaitu Dump Truck tipe 773E dan Scania P420. Keberadaan alat mekanis ini sangat penting dalam upaya mengejar target produksi yang telah ditentukan oleh perusahaan itu sendiri. Pentingnya memperkirakan produksi dari alat muat dan alat angkut ini karena ada keterkaitan dengan target produksi yang harus dicapai oleh perusahaan, serta hubungan antara sasaran produksi dengan produksi alat juga akan menentukan jumlah alat muat dan alat angkut yang harus dipakai guna memenuhi target tersebut.

8. Ardyan Febrianto, dkk. (2016)

PT. Rian Pratama Mandiri (RPM) adalah salah satu perusahaan kontraktor pertambangan yang bergerak dalam penambangan batubara. PT. Rian Pratama Mandiri melaksanakan kegiatan penambangan di lokasi izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) site Asam-Asam Timur milik PT.

Arutmin Indonesia dengan luas area 2.498 Ha di Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Sistem penambangan yang dipakai adalah open pit mining. Pit RPM adalah salah satu pit yang ada di PT. Rian Pratama Mandiri. Kegiatan penambangan dimulai dengan melakukan pengupasan overburden sebelum melakukan coal getting. Dalam melakukan pengupasan overburden di pit RPM, peralatan yang digunakan adalah backhoe Doosan S500LC-V dengan kapasitas bucket 3,2 m3 yang menggunakan metode pemuatan single back-up dan top loading. Alat angkut yang digunakan adalah truk jungkit Hino 700ZS 4141 dengan kapasitas bak 18 m3. Pit RPM akan meningkatkan nilai

(50)

stripping ratio sehingga target produksi pengupasan overburden yang harus dicapai adalah 515 BCM/jam. Perhitungan produksi pengupasan menggunakan simulasi teori antrian yang memasukkan parameter waktu tunggu alat angkut pada waktu edar alat angkut. Setelah dilakukan perhitungan dengan simulasi teori antrian diketahui produksi pengupasan saat ini yaitu 385,00 BCM/jam dengan angka keserasian kerja alat pada fleet 1 0,64; fleet 2 0,81 dan fleet 3 0,68. Faktor teknis yang mempengaruhi produksi adalah kondisi kerja, volume penggalian serta pemuatan, efisiensi operasi dan keserasian kerja alat. Rekomendasi yang diberikan untuk meningkatkan produksi yaitu perbaikan geometri jalan dan area pemuatan yang tidak sesuai standar, penambahan jumlah curah bucket pada material claystone dari 4 curah menjadi 5 curah, mengurangi hambatan kerja mekanis dan operasi, dan penambahan jumlah alat angkut masing-masing satu unit pada fleet 1 dan fleet 3. Produksi pengupasan berdasarkan simulasi dengan teori antrian akan meningkat menjadi 520,38 BCM/jam dengan angka keserasian kerja alat pada fleet 1 1,01; fleet 2 0,97 dan fleet 3 0,91.

9. Genta Dwi Pramana, dkk. (2016)

PT. Citra Tobindo Sukses Perkasa adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan yang terletak di Jalan Muara Tembesi KM 41, desa Bukit Paranginan, Kecamatan Mandiangan, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Sistem penambangan yang digunakan oleh PT. Citra Tobindo Sukses Perkasa adalah sistem tambang terbuka. Kegiatan pengupasan overburden pada saat ini dilakukan dengan menggunakan backhoe Volvo EC460BLC dan diangkut menggunkan articulated dump truck Volvo A40F menuju lokasi penimbunan.

(51)

Jarak angkut terjauh dari lokasi penambangan menuju ke lokasi penimbunan adalah 900 meter. Permasalahan yang terjadi pada saat ini adalah belum tercapainya target produksi pengupasan overburden sebesar 150.000 BCM/bulan.

Produksi nyata dari kombinasi antara alat gali-muat dan alat angkut saat ini sebesar 109.952,00 BCM/bulan, sehingga masih terdapat kekurangan sebesar 40.048,00 BCM/bulan. Hal ini disebabkan rendahnya waktu kerja efektif sebagai akibat dari hambatan-hambatan yang ada sehingga menyebabkan efisiensi kerja alat yang rendah serta kondisi kerja dan jalan angkut yang kurang baik yang ada di lokasi penambangan. Upaya yang dapat dilakukan agar target produksi pengupasan overburden dapat tercapai ada beberapa alternatif. Alternatif pertama yaitu perbaikan waktu edar yang dapat dilakukan dengan memperbaiki kondisi yang ada di lapangan, seperti memperbaiki pola pemuatan, memperlebar kondisi jalan angkut dan memperbaiki tempat kerja alat. Alternatif kedua yaitu dengan melakukan peningkatan terhadap waktu kerja efektif. Setelah dilakukan perbaikan alternatif I yaitu perbaikan waktu edar maka didapat kemampuan produksi sebesar 135.850,699 BCM/bulan, namun hasil tersebut belum mencapai target produksi pengupasan overburden yang telah ditetapkan. Alternatif kedua yang dapat dilakukan yaitu peningkatan waktu kerja efektif, sehingga kemampuan produksi menjadi 132.694,296 BCM/bulan dan masih belum dapat memenuhi target produksi pengupasan overburden yang telah ditetapkan. Alternatif III yang dilakukan yaitu melakukan perbaikan terhadap waktu edar dan peningkatan waktu kerja efektif dari alat. Setelah dilakukan perbaikan tersebut didapat kemampuan

(52)

produksi sebesar 150.015,943 BCM/bulan dan telah dapat memenuhi target produksi pengupasan overburden yang ditetapkan.

10. Akhmad Rifandi, dkk. (2016).

PT. Rian Pratama Mandiri (RPM) adalah salah satu perusahaan kontraktor pertambangan yang bergerak dalam penambangan batubara. PT. Rian Pratama Mandiri melaksanakan kegiatan penambangan di lokasi izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) site Asam-Asam Timur milik PT.

Arutmin Indonesia dengan luas area 2.498 Ha di Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Sistem penambangan yang dipakai adalah open pit mining. Pit RPM adalah salah satu pit yang ada di PT. Rian Pratama Mandiri. Kegiatan penambangan dimulai dengan melakukan pengupasan overburden sebelum melakukan coal getting. Dalam melakukan pengupasan overburden di pit RPM, peralatan yang digunakan adalah backhoe Doosan S500LC-V dengan kapasitas bucket 3,2 m3 yang menggunakan metode pemuatan single back-up dan top loading. Alat angkut yang digunakan adalah truk jungkit Hino 700ZS 4141 dengan kapasitas bak 18 m3. Pit RPM akan meningkatkan nilai stripping ratio sehingga target produksi pengupasan overburden yang harus dicapai adalah 515 BCM/jam. Perhitungan produksi pengupasan menggunakan simulasi teori antrian yang memasukkan parameter waktu tunggu alat angkut pada waktu edar alat angkut. Setelah dilakukan perhitungan dengan simulasi teori antrian diketahui produksi pengupasan saat ini yaitu 385,00 BCM/jam dengan angka keserasian kerja alat pada fleet 1 0,64; fleet 2 0,81 dan fleet 3 0,68. Faktor teknis yang mempengaruhi produksi adalah kondisi kerja, volume penggalian

(53)

serta pemuatan, efisiensi operasi dan keserasian kerja alat. Rekomendasi yang diberikan untuk meningkatkan produksi yaitu perbaikan geometri jalan dan area pemuatan yang tidak sesuai standar, penambahan jumlah curah bucket pada material claystone dari 4 curah menjadi 5 curah, mengurangi hambatan kerja mekanis dan operasi, dan penambahan jumlah alat angkut masing-masing satu unit pada fleet 1 dan fleet 3. Produksi pengupasan berdasarkan simulasi dengan teori antrian akan meningkat menjadi 520,38 BCM/jam dengan angka keserasian kerja alat pada fleet 1 1,01; fleet 2 0,97 dan fleet 3 0,91.

2.2. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini terdapat kerangka konseptual yang akan membantu penulis dalam menyelesaiakan penelitian ini, yang terdiri atas:

1. Input, yaitu data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari : a. Data primer

1) Jarak dari front penambangan ke crusher 3.

2) Jumlah jalur

3) Jarak antara alat angkut 4) Kecepatan HD 785 5) Cycle time HD 785 6) Geometri jalan angkut b. Data sekunder

1) Spesifikasi HD 785 2) Peta kemajuan tambang 3) Data produksi HD 785

(54)

2. Proses, yaitu teknik pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri atas:

e. Produksi HD 785 f. Geometri jalan angkut 1) lebar jalan

2) jari-jari dan superelevasi

3) kemiringan jalan produksi dan grade resistance

3. Out put, yaitu hasil yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu :

Menentukan produktivitas alat angkut serta geometri jalan angkut yang real dan geometri jalan yang ideal sesuai dengan spesifikasi alat angkut pada PT Semen Padang.

Gambar

Gambar 2.1  Arah Tahanan Gulir
Gambar tanpa skala r = h
Gambar Tanpa Skala
TABEL 2.5 Daya Dukung Material
+7

Referensi

Dokumen terkait

Miyor Pratama Coal yang terdiri dari perhitungan geometri jalan diantaranya lebar jalan angkut, jari-jari tikungan, kemiringan jalan pada tikungan (superelevasi), kemiringan

Pengamatan yang dilakukan di lapangan masih banyak titik-titik geometri jalan yang tidak memenuhi kaedah menurut teori, seperti lebar jalan yang tidak sesuai dengan

Hasil penelitian lebih dari 80% geometri jalan, yakni meliputi lebar jalan lurus untuk 2 jalur, lebar tikungan untuk 2 jalur, superelevasi pada jalur menikung, cross slope pada

Usaha yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan perawatan jalan mengunakan overburden dari Pit Inul East (Standar sub-base jalan angkut

Setelah perbaikan jalan, yang ditandai dengan permukaan jalan angkut produksi terpelihara, lebar jalan memenuhi syarat lebar minimum jalan angkut, drainase berfungsi dengan baik

Berdasarkan data spesifikasi alat angkut yang ada, maka lebar jalan minimum (standar AASTHO) di tetapkan sebesar 9 meter, dari hasil pengukuran secara langsung di lapangan,

Hasil penelitian didapatkan lebar jalan lurus 8,575 m, lebar jalan tikungan 13,120 m, kemiringan jalan (grade) 10% dan 16% kemiringan melintang (cross slope) 14,8 cm dan

Sebagai sumbangan pemikiran untuk perusahaan dalam memberikan evaluasi geometri jalan tambang batu kapur dan merekomendasikan perbaikan serta perawatan jalan yang standar