• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian Habitat untuk Lebah Madu

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.3 Metode Pengumpulan dan Teknik Analisis Data

3.3.2 Kesesuaian Habitat untuk Lebah Madu

Analisis kesesuaian habitat lebah madu digunakan untuk menentukan lokasi-lokasi yang sesuai untuk tempat hidup/habitat lebah madu dengan memanfaatkan analisis multikriteria berbasis SIG (Multi-Criteria

Evaluation/MCE). Metode MCE telah digunakan sebagai teknik pemodelan

kartografi yang menyediakan sebuah pilihan dasar untuk mengevaluasi sejumlah alternatif pilihan yang terdapat di suatu lapangan dengan banyak kriteria (Nijkampet al.1990dalamStore dan Jokimaki 2003).

Analisis kesesuaian habitat lebah madu dilakukan dengan pendekatan Weighted Linear Combination (WLC). Nilai bobot dari setiap kriteria ditentukan dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Keluaran dari analisis ini adalah peta kesesuaian habitat untuk lebah madu. Adapun secara umum kriteria kesesuaian habitat lebah madu disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 dijadikan sebagai acuan dalam menentukan beberapa kriteria yang akan digunakan untuk analisis kesesuaian habitat lebah madu melalui pendekatan AHP.

Tabel 4 Kriteria kesesuaian lahan untuk habitat/tempat hidup lebah madu

No. Kriteria S N

1 Tutupan lahan Pertanian lahan

kering, kebun, hutan,

Semak belukar pemukiman, tanah

terbuka, tubuh air

2 Ketinggian tempat < 1000 m >1000 m

3 Suhu udara 25 – 35°C < 25°C atau

> 35°C

4 Kemiringan lereng 15 – 25 % < 15 % atau > 25 %

5 Jarak dan sungai 200 – 300 m < 200 m atau > 300 m

7 Jarak dari pemukiman 400 – 800 m < 400 m atau > 800 m

3.3.2.1 Penetapan Nilai Bobot Kriteria Kesesuaian Habitat Lebah Madu

Metode WLC mengasumsikan bahwa bobot setiap kriteria, faktor atau subfaktor tidak sama. Bobot tersebut ditentukan dengan metode AHP. Menurut Saaty (1991), AHP banyak digunakan pada pengambilan keputusan untuk sejumlah kriteria perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki dalam situasi konflik. Analisis ini ditetapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat (judgement) maupun pada situasi yang kompleks, dimana terdapat keterbatasan data dan informasi statistik, dan hanya bersifat kualitatif yang didasarkan oleh pendapat, pengalaman atau intuisi.

Pendekatan yang digunakan sebagai teknik analisis untuk menentukan lokasi-lokasi yang sesuai untuk habitat/tempat hidup lebah madu dengan beberapa kriteria adalah AHP, karena keterbatasan data dan informasi tentang kriteria kesesuaian habitat lebah madu. Lahan tersedia untuk habitat lebah madu ditentukan oleh aspek fisik lahan dan aspek infrastruktur serta penggunaan lahan. Kesesuaian yang didasarkan atas kriteria fisik lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketinggian tempat, kemiringan lereng, suhu, jarak dari sungai dan curah hujan. Kesesuaian yang didasarkan atas aspek infrastruktur dipengaruhi oleh jarak dari kawasan pemukiman penduduk dan jarak dari jalan. Gambar 3 menunjukkan kerangka AHP untuk analisis MCE. Penentuan interval subfaktor mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Latifah (2011) dan ketersediaan data.

Langkah yang dilakukan dengan menggunakan metode AHP menurut Eriyatno dan Sofyar (2007) adalah:

1. Penyusunan hierarki, untuk menguraikan persoalan menjadi unsur-unsur, dalam wujud kriteria dan alternatif, yang disusun dalam bentuk hierarki. 2. Penyusunan kriteria, digunakan untuk membuat keputusan yang dilengkapi

dengan uraian subkriteria dan bentuk alternatif yang terkait masing-masing kriteria tersebut untuk dipilih sebagai keputusan tercantum pada tingkatan paling bawah.

3. Penilaian kriteria dan alternatif, untuk melihat pengaruh strategis terhadap pencapaian sasaran, yang dinilai melalui perbandingan berpasangan. Nilai dan definisi pendapat kualitatif berdasarkan skala perbandingan Saaty (1983), sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

4. Penentuan Prioritas, menggunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk setiap kriteria, faktor dan subfaktor (alternatif). Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut diolah dengan menggunakan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif yang ada.

Tabel 5 Penilaian kriteria berdasarkan skala perbandingan Saaty

Nilai Keterangan

1 A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B

Gambar 3 Lahan tersedia untuk habitat lebah madu A L inf pe Kr

3 Kerangka AHP untuk analisis MCE

Aspek Fisik Lahan Ketinggian 150-200 m 200-500 m 500 - 1000 m 1000 - 1400 m Kelas Kelerengan Datar (0 - Landai (8 - Sedang (15 Curam (25 Suhu 15 - 20° C 20 - 25°C 25 - 30°C 30 - 35°C Jarak dari Sungai 0 - 20 200 - 400 - > 80 Curah Hujan < 2000 mm/thn 2000-2500 mm/thn 2500-3000 mm/thn 3000-3500 mm/thn >3500 mm/thn Aspek infrastruktur dan penggunaan lahan Jarak dari Kawasan Pemukiman 0 - 20 200 - 400 - > 80 Jarak dari Jalan 0 - 200 m 200 - 400 m 400 - 800 m >800 m Penggunaan Lahan Hu Semak Pemu La Perta Faktor Kriteria 8%) - 15 %) 15 - 25 %) 5 - 40%) 200 m 400 m 600 m 800 m 200 m 400 m 800 m 800 m Hutan ak Belukar ukiman Lahan rtanian

Kriteria, faktor dan subfaktor yang dianggap memberikan pengaruh terhadap penentuan lokasi tersebut diberi bobot melalui proses wawancara dengan parastakeholder dan pakar (expert). yang terdiri atas: 1 orang petugas dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 2 orang petani (dari Cianjur dan Batang-Jawa Tengah), 2 orang perwakilan dari lembaga usaha (Apiari Pramuka Cibubur- Jakarta dan Pusat Perlebahan Nasional, Perum Perhutani) serta 2 orang dosen (Fakultas Peternakan IPB, Lab. Satwa Harapan). Konsistensi jawaban responden dan kemudahan responden dalam mengisi serta memahami sejumlah pertanyaan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan bentuk kuesioner AHP. Penelitian ini menggunakan modifikasi kuesioner, yang dibuat dalam kalimat terstruktur, dengan cara mengurutkan prioritas dari setiap kriteria, faktor dan subfaktor, kemudian diberi bobot berdasarkan urutan tersebut (Lampiran 8). Bobot hasil pengolahan AHP dijadikan sebagai patokan dalam menentukan derajat kesesuaian untuk habitat lebah madu.

Menurut Marimin (2008), pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari suatu responden ahli. Dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner. Pendapat yang konsisten digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik dengan menggunakan persamaan berikut:

= dimana : = Rata-rata geometrik

n = Jumlah responden

Xi=Penilaian oleh responden (Dishutbun, petani, pengusaha, akademisi)

3.3.2.2 Penyusunan PersamaanWeighted Linear Combination(WLC)

WLC merupakan sebuah konsep yang didasarkan atas rata-rata bobot setiap kriteria yang distandarisasi kedalam sebuah interval numerik. Pengambil keputusan memberikan bobot secara langsung berdasarkan kepentingan relatif pada setiap atribut dalam peta. Alternatif yang terpilih adalah alternatif dengan nilai tertinggi hasil perhitungan. Perhitungan tersebut dihasilkan dengan menggunakan beberapa sistem dalam SIG seperti kemampuan overlay. Peta-peta yang digunakan sebagai kriteria untuk evaluasi, dikombinasikan untuk menentukan peta komposit yang merupakan output hasil perhitungan. Metode tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk raster ataupun vektor (Drobne dan Lisec 2009).

Nilai bobot yang diperoleh dari analisis AHP digunakan untuk menentukan persamaan WLC. Menurut Banai (1993) WLC menggabungkan sejumlah faktor dan bobot dalam suatu persamaan penjumlahan untuk menghasilkan sebuah peta kesesuaian yang dinyatakan dalam persamaan matematis berikut:

=

dimana : S : Kesesuaian (Suitability)

wi : Bobot dari faktor ke-i xi : Bobot sub faktor ke-i

n : Jumlah faktor

Faktor kendala (Boolean constrains) dapat diterapkan pada beberapa kasus, sehingga persamaan matematisnya dapat dimodifikasi menjadi perkalian antara kesesuaian (Suitability)dengan sejumlah kendala:

= .

dimana : cj : Kendala (constrain) dari faktor ke-j

j : Tubuh air, ketinggian < 150 m dpl dan > 1400 m dpl, suhu < 15°C, kemiringan lereng > 40 %, kawasan padat pemukiman, curah hujan > 3500 mm/thn

Persamaan untuk kesesuaian fisik lahan serta infrastruktur dan penggunaan lahan diperoleh melaui perkalian antara bobot faktor dan subfaktor dari masing- masing kriteria hasil pengolahan AHP. Persamaan kesesuaian untuk habitat lebah madu ditentukan oleh kedua kriteria tersebut dikalikan dengan konstrain. Menurut Eastman (2012) konstrain merupakan kriteria Boolean yang menjadi pembatas/kendala suatu analisis dalam menentukan wilayah yang sesuai untuk penggunaan tertentu. Metode yang biasa digunakan adalah membuat peta kendala dengan logika Boolean. AgregasiBoolean mengharuskan konstrain distandarisasi dengan skalaBoolean yaitu 0 atau 1. Nilai 0 untuk yang tidak sesuai dan nilai 1 untuk yang sesuai. Dalam kasus ini konstrain merupakan area yang tidak sesuai untuk habitat lebah madu karena akan menghambat produktivitas lebah madu.

3.3.2.3 Pembuatan Peta Kesesuaian Habitat Lebah madu

Data yang digunakan untuk membangun kriteria kesesuaian ini berupa data ketinggian, kemiringan lereng, sebaran suhu, curah hujan, jaringan sungai dan jalan, kawasan pemukiman serta penggunaan lahan. Peta penggunaan lahan diperoleh dari peta penggunaan lahan tahun 2011 (Bappeda). Data suhu diduga berdasarkan ketinggian tempat (elevasi) dari atas permukaan laut, karena keterbatasan data suhu di stasiun iklim. Pendugaan tersebut dengan menggunakan pendekatan rumus dari Braak (1928)dalamRitunget al.(2007) yaitu:

Temperatur/Suhu = 26,3°C – (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6 )°C Proses pembuatan peta suhu disajikan pada Gambar 4.

Setiap layer peta yang digunakan dalam analisis kesesuaian habitat lebah madu diberi atribut tambahan berupa bobot setiap subfaktor hasil analisis AHP. Tahap berikutnya adalah prosesoverlay danfield calculator setiap kriteria, faktor dan subfaktor. Proses pembobotan untuk kriteria, faktor dan subfaktor dilakukan

Gambar 4 Bagan alir proses pembuatan peta suhu

Peta ketinggian/ kontur Rasterisasi DEM Kontur (30 x 30) Rumus Braak (1928) (Raster Calculator) Reklasifikasi Raster Suhu Vektorisasi Peta Kelas Suhu Raster Suhu terklasifiksi

sesuai dengan persamaan WLC, serta menambahkan konstrain sebagai faktor kendala dalam persamaan tersebut. Derajat kesesuaian yang digunakan untuk klasifikasi tingkat kesesuaian habitat terdiri atas 3 kelas yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2) dan tidak sesuai (N). Pembagian tersebut dilakukan dengan memperhatikan pola sebaran/distribusi nilai hasil proses WLC dan produktivitas lebah madu di Kabupaten Cianjur. Tahapan proses pembuatan peta kesesuaian habitat lebah madu dapat dilihat pada Gambar 5.