• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian untuk Pengembangan Wisata a Topografi dan Kemiringan

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Ekolog

2. Kesesuaian untuk Pengembangan Wisata a Topografi dan Kemiringan

Kawasan Waduk Koto Panjang memiliki topografi yang berbukit-bukit terutama di bagian timur kawasan waduk. Sedangkan kawasan bagian barat waduk memiliki topografi relatif landai. Kawasan ini memiliki ketinggian yang bervariasi dalam rentang ketinggian antara 32 meter di atas permukaan laut sampai dengan 570 meter di atas permukaan laut. Luas badan air utama waduk yang terhitung melalui digitasi peta hidrologi adalah 111.23 km2. Area genangan air ini mencakup 26% dari luas tapak penelitian yang dilakukan. Gambaran kawasan Waduk Koto Panjang dapat dilihat pada Gambar 17.

G amba r 16 Peta k ese sua ia n un tuk ka w as an pe le sta ria n

Gambar 17 Gambaran kawasan waduk Koto Panjang

Kondisi kemiringan lereng kawasan Waduk Koto Panjang diklasifikasikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dengan kriteria seperti yang tercantum pada Tabel 12.

Tabel 12 Klasifikasi kemiringan lahan

Kemiringan Sifat Wilayah Selisih Ketinggian (m)

0 - 8% Datar 0-15

8 - 15% Landai 15-50

15 - 25% Agak curam 50-200

25 - 40% Curam 200-500

>40% Sangat curam >500

Sumber: SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980

Berdasarkan olahan data digital elevation model, kawasan Waduk Koto Panjang yang meliputi Desa Tanjung Alai, Desa Batu Bersurat, Desa Muara Takus, Desa Ranah Sungkai, Desa Binamang, Desa Pongkai Istiqomah dan Desa Koto Tuo Barat diketahui memiliki kelas kemiringan lahan yang beragam. Data mengenai klasfikasi kemiringan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 13 Persentase area kemiringan lahan

Kemiringan Luas area (km2) Persentase (%)

0 - 8% 7.62 2.35 8 - 15% 38.18 11.79 15 - 25% 116.16 35.86 25 - 40% 93.58 28.89 >40% 68.38 21.11 Total 323.92 100.00

Kawasan Waduk Koto Panjang didominasi oleh lahan dengan sifat kemiringan agak curam (15-25%) dan landai (8-15%). Area dengan sifat kemiringan agak curam memiliki persentase luasan sebesar 27.1% dari luas area darat tapak penelitian atau seluas 85.9 km2, sedangkan area dengan sifat kemiringan landai memiliki persentase luasan sebesar 25.3 % dari luas area darat tapak penelitian atau seluas 80.3 km2. Untuk area dengan sifat kemiringan curam dan

sangat curam, masing-masing memiliki persentase luasan sebesar 19.6% dan 11.6 % dari luas area darat tapak penelitian. Area dengan sifat curam dan sangat

curam umumnya berada di bagian timur tapak penelitian seperti terlihat pada Gambar 20.

Area dengan kemiringan curam dan sangat curam akan dikembangkan menjadi kawasan konservasi dan kawasan hutan lindung daerah setempat. Pengembangan kawasan konservasi dan hutan lindung disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kampar tahun 2013-2033. Area hutan lindung yang terdapat pada RTRW Kabupaten Kampar akan tetap dipertahankan. Klasifikasi kemiringan lahan dan data topografi pada waduk dianalisis untuk melihat kesesuaian kemiringan lahan untuk dijadikan sebagai kawasan wisata. Analisis data topografi dan kemiringan lahan di sekitar waduk disajikan dalam bentuk peta pada Gambar 19 dan Gambar 20.

Kriteria pengembangan area luar (outdoor space) yang dikemukakan oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) mengklasifikasikan tingkat kesesuaian lahan berdasarkan perbedaan kemiringan suatu tapak. Area yang memiliki kemiringan 0-8% diklasifikasikan sebagai lahan datar sehingga sesuai untuk pengembangan area luar. Area yang memenuhi kriteria tersebut dikategorikan

“sesuai” dengan nilai skor tiga. Area yang memiliki kemiringan 8-15%

diklasifikasikan sebagai lahan landai hingga berbukit sehingga cukup sesuai untuk pengembangan area luar. Area yang memenuhi kriteria tersebut dikategorikan

“agak sesuai” dengan nilai skor dua. Area yang memiliki kemiringan >15%

diklasifikasikan sebagai lahan curam, berbahaya dan memerlukan rekayasa mekanik berat sehingga kurang sesuai untuk pengembangan area luar. Area yang

memenuhi kriteria tersebut dikategorikan “kurang sesuai” dengan nilai skor satu.

Peta analisis kesesuaian kemiringan lahan untuk kegiatan wisata dapat dilihat pada Gambar 21.

b. Kerawanan Longsor

Dilihat dari peta kontur yang telah dibuat, kawasan di sekitar Waduk Koto Panjang merupakan kawasan yang berbukit dengan kemiringan yang bervariasi dari kemiringan datar (0-8%) hingga kemiringan sangat curam (>40%). Hal ini menyebabkan di beberapa area memiliki potensi untuk terjadi longsor terutama ketika musim penghujan. Selain itu, pembukaan lahan untuk dikonversi menjadi perkebunan di lereng oleh warga menambah pengaruh terhadap terjadinya longsor. Seperti yang dikemukanan oleh Bishop dan Stevens (1964) dalam Hardiyatmo (2006) yang menyatakan bahwa penebangan atau pembongkaran pohon-pohon di area lereng menambah frekuensi dan luas daerah longsor terutama longsor dengan kedalaman dangkal (1.5-5 m). Selain itu, Amarantus et al. (1985) dalam buku yang sama juga menyimpulkan bahwa longsoran di area yang telah mengalami penebangan pohon rata-rata 109 kali lebih lebih besar dari pada di area dengan lereng alami.

Ga mbar 19 P eta topo g ra fi

17 Ga mbar 20 P eta kla sifik asi kemi ring an lah an

Ga mbar 21 P eta k ese sua ia n ler en g untuk wis at a

Area di lereng terutama dengan kemiringan curam seharusnya dikonservasi dan tidak dikonversi menjadi lahan perkebunan. Pembukaan lahan alami akan meningkatkan kemungkinan terjadinya longsor yang membawa partikel tanah ke arah waduk dan menjadi endapan di dasar waduk.

Analisis kerawanan longsor dilakukan dengan menggunakan metode pembobotan berdasarkan kriteria Subagio (2008) yang membagi kawasan waduk kedalam tiga kelas area, yaitu area tidak rawan dengan skor 3 dengan kriteria jarang atau tidak pernah terjadi longsor kecuali di daerah tebing, topografi datar hingga landai (kemiringan lereng <20%), dan vegetasi agak rapat; area rawan dengan skor 2 dengan kriteria jarang terjadi longsor kecuali jika lereng terganggu, topografi landai hingga curam (kemiringan lereng 20-40%), dan vegetasi agak rapat hingga rapat; sangat rawan dengan skor 1 dengan kriteria sering terjadi longsor, topografi sangat curam (kemiringan lereng >40%), dan vegetasi agak rapat hingga sangat rapat. Peta analisis kerawanan longsor dapat dilihat pada Gambar 20.

Masalah longsor diperparah dengan kebiasan warga sekitar untuk melakukan penggalian batu gunung secara ilegal. Penggalian ini dilakukan di tebing-tebing yang langsung bersebelahan dengan jalan utama kendaraan. Kondisi tebing penggalian sangat rawan terjadi longsor.

Dokumen terkait