• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Dalam dokumen Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2015 2019 (Halaman 79-82)

PEMBANGUNAN MANUSIA DAN

Boks 4.1. Tim Nusantara Sehat di Puskesmas Entikong

4.4 Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

4.4.1 Kebijakan

Peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan tidak terlepas dari keberhasilan pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan. Arah kebijakan dan strategi PUG dalam RPJMN 2015-2019, RKP 2015, dan RKP 2016 relatif sama. Pertama, meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan, yang dilakukan melalui strategi: (1) Meningkatkan pemahaman dan komitmen para pelaku pembangunan tentang pentingnya pengintegrasian perspektif gender dalam berbagai tahapan, proses, dan bidang pembangunan, di pendamping dan surveyor dalam akreditasi di

puskesmas dan RS; (3) Kendala geografis dalam akses layanan kesehatan dan penyediaan supply chain untuk imunisasi; (4) Belum efektifnya metode pengambilan sampling obat; (5) Keterbatasan kapasitas pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), termasuk belum memadainya sarana pelayanan kesehatan, belum optimalnya perluasan kepesertaan JKN termasuk sistem database peserta penerima bantuan iuran (PBI), dan belum jelasnya peran lintas sektor dalam pelaksanaan JKN; (6) Pemantauan dan evaluasi kegiatan yang bersumber dari DAK belum dilakukan secara sistematis; (7) Kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS) belum sepenuhnya terbentuk; dan (8) Belum optimalnya kerjasama lintas sektor dalam pembangunan kesehatan.

4.3.4 Rekomendasi

Dengan memperhatikan capaian, permasalahan, dan tantangan di atas, maka perlu dilakukan berbagai upaya sebagai berikut: (1) Upaya yang lebih progresif diperlukan untuk target yang telah tercapai pada tahun 2016 (AKI dan prevalensi stunting pada anak baduta, prevalensi HIV, dan persentase obat yang memenuhi syarat) mengingat tantangan dalam mencapai target tersebut masih cukup banyak dan perlu penajaman metode dalam pengukuran capaian untuk menggambarkan kondisi di lapangan yang lebih akurat; (2) Upaya percepatan pencapaian pada target dengan status on-track dan yang perlu kerja keras, antara lain melalui: (a) Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, termasuk perbaikan dalam sistem rujukan dan pencatatan, peningkatan cakupan dan pemerataan imunisasi dasar lengkap, serta peningkatan ketersediaan, penyebaran, dan mutu SDM kesehatan terutama di daerah tertinggal dan perbatasan; (b) Meningkatkan upaya promotif dan preventif dalam pelaksanaan Germas; (c)

Ketiga, meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG dan kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan. Strategi untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG antara lain: (1) Menyempurnakan proses penyusunan peraturan perundangan-undangan dan kebijakan agar selalu mendapatkan masukan dari perspektif gender; (2) Melaksanakan review dan harmonisasi seluruh peraturan perundang-undangan agar berperspektif gender; (3) Meningkatkan kapasitas SDM K/L dan Pemda; (4) Menguatkan mekanisme koordinasi; (5) Menguatkan lembaga/jejaring PUG di pusat dan daerah, termasuk dengan perguruan tinggi, pusat studi wanita/gender, dan organisasi masyarakat; (6) Menguatkan sistem penyediaan, pemutakhiran, dan pemanfaatan data terpilah untuk penyusunan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan/ program/kegiatan pembangunan; serta (7) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil PUG melalui PPRG. Sementara, strategi untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan adalah: (1) Melaksanakan review dan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait kekerasan terhadap perempuan (KtP), serta melengkapi aturan pelaksanaan dari perundang-undangan terkait; (2) Meningkatkan tingkat nasional maupun di daerah; (2) Menerapkan

perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG) di berbagai bidang pembangunan, di tingkat nasional dan daerah; dan (3) Meningkatkan pemahaman masyarakat dan dunia usaha tentang kesetaraan gender.

Kedua, meningkatkan perlindungan bagi perempuan dari berbagai tindak kekerasan, termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO), yang dilakukan melalui strategi: (1) Meningkatkan pemahaman penyelenggara negara termasuk aparat penegak hukum dan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha tentang tindak kekerasan terhadap perempuan serta nilai-nilai sosial dan budaya yang melindungi perempuan dari berbagai tindak kekerasan; (2) Melaksanakan harmonisasi dan penyusunan aturan pelaksanaan peraturan perundang-undangan; (3) Meningkatkan upaya pencegahan; (4) Melaksanakan perlindungan hukum dan pengawasan pelaksanaan penegakan hukum; serta (5) Meningkatkan efektivitas layanan bagi perempuan korban kekerasan, yang mencakup layanan pengaduan, rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, penegakan dan bantuan hukum, serta pemulangan dan reintegrasi sosial dengan meningkatkan koordinasi antarlembaga terkait.

Tabel 4.4

Capaian Sasaran Pokok Pembangunan Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan RPJMN 2015-2019 Uraian 2014 (baseline) 2015 2016 Target 2019 Perkiraan Capaian 2019 (Noiikasi) Target Realisasi Target Realisasi*)

Indeks Pembangunan Gender (IPG) 90,19 (2013)

90,34 (2014) Meningkat 91,03 Meningkat 91,25 Meningkat  Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) 70,46 (2013)

70,68 (2014) Meningkat 70,83 Meningkat 70,98 Meningkat 

Sumber: Kementerian PPPA dan BPS, Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2016 Catatan: *) Data belum tersedia

Indeks pemberdayaan gender (IDG) juga semakin meningkat pada tahun 2015, yang berarti bahwa sasaran RPJMN terkait peningkatan peran perempuan dalam pembangunan dapat dicapai. Jika dilihat dari komponen pembentuknya, peningkatan IDG tersebut disebabkan oleh peningkatan persentase perempuan sebagai pejabat/manajer dan tenaga profesional meningkat menjadi 46,03 persen dari 45,61 persen tahun 2014 dan persentase sumbangan tenaga kerja dan pendapatan perempuan terhadap ekonomi meningkat menjadi 36,03 persen dari 35,64 persen tahun 2014. Selain itu, sistem demokrasi di Indonesia juga memberi peluang bagi perempuan berpartisipasi di bidang politik maupun sebagai penyelenggara negara. Salah satu indikasinya adalah semakin banyak perempuan terpilih sebagai anggota legislatif dan kepala daerah. Hasil Pilkada 2015 telah terpilih 35 kepala daerah perempuan di seluruh Indonesia, meningkat dibandingkan Pilkada tahun 2005-2006 yang hanya 6 kepala daerah perempuan. Jumlah perempuan di kabinet juga mengalami peningkatan dari 6 orang (2009-2014) menjadi 9 orang (2014-2019).

4.4.3 Permasalahan Pelaksanaan

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (Stranas PPRG) yang dilaksanakan tahun 2016 ditemukan bahwa kendala yang dihadapi oleh K/L dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan PPRG, antara lain: (1) Dasar hukum belum mencantumkaninsentif/disinsentif bagi pelaksana; (2) Belum ada mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kegiatan; (3) Pemahaman pejabat eselon 1 dan 2 mengenai PUG dan PPRG masih rendah; (4) Koordinasi antara K/L, pemerintah daerah dan instansi penggerak masih kurang; (5) kapasitas SDM dalam memberikan layanan

termasuk dalam perencanaan dan penganggaran; (3) Menguatkan mekanisme kerja sama antara pemerintah, aparat penegak hukum, lembaga layanan, masyarakat, dan dunia usaha dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan; (4) Menguatkan sistem data dan informasi terkait dengan tindak kekerasan terhadap perempuan; serta (5) Mengembangkan kerangka pemantauan dan evaluasi terkait penanganan kekerasan terhadap perempuan.

4.4.2 Capaian

Capaian sasaran pokok pembangunan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam RPJMN 2015-2019 terdapat pada Tabel 4.4.

Indeks pembangunan gender (IPG) merupakan rasio dari indeks pembangunan manusia (IPM) laki- laki terhadap IPM perempuan. Pada tahun 2015, IPG menunjukkan peningkatan dibanding tahun 2014. Hal ini mengindikasikan bahwa perbedaan/ kesenjangan pencapaian pembangunan manusia berbasis gender semakin mengecil. Hal ini sesuai dengan sasaran RPJMN terkait peningkatan kualitas hidup perempuan. Peningkatan IPG tersebut antara lain dikontribusikan oleh kebijakan dan program pendidikan yang semakin sensitif gender dan berdampak pada tidak adanya perbedaan peluang antara perempuan dan laki-laki untuk bersekolah. Hal ini tercermin dari angka harapan lama sekolah perempuan dan laki-laki yang relatif sama pada tahun 2015, yaitu masing-masing 12,68 dan 12,42 tahun. Peningkatan kontribusi perempuan dalam ekonomi juga berkontribusi atas peningkatan IPG, sebagai hasil dari kebijakan ketenagakerjaan yang semakin responsif gender. Pada tahun 2015 selisih pengeluaran laki-laki dan perempuan menurun menjadi Rp5,699 ribu dari Rp5,833 ribu pada tahun 2014 (proksi dari standar hidup layak/pendapatan).

Dalam pelaksanaannya PPRG masih terisolasi pada Pokja PUG yang bersifat ad hoc dan merujuk kepada individu (bukan jabatan), sehingga menjadi sulit saat terjadi mutasi pejabat; (6) Kurangnya pemahaman dalam penggunaan instrumen analisis gender; (7) Belum adanya sistem pendokumentasian gender budget statement (GBS); (8) Kapasitas SDM belum memadai dalam melakukan analisis gender, menyusun GBS, dan menentukan kegiatan tematik Anggaran Responsif Gender (ARG); (9) Kapasitas fasilitator untuk pelatihan dan pendampingan PPRG belum standar; dan (10) Ketersediaan data/ informasi terpilah menurut jenis kelamin masih kurang.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tantangan yang akan dihadapi yaitu: (1) Peningkatan pemahaman dan komitmen pengambil kebijakan tentang PPRG; (2) Peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan dan pendampingan di K/L/SKPD; (3) Peningkatan ketersediaan dan pemanfaatan data terpilah dalam setiap proses perencanaan dan penganggaran pembangunan; (4) Penyempurnaan dasar hukum pelaksanaan PPRG; dan (5) Peningkatan koordinasi antar-K/L.

4.4.4 Rekomendasi

Rekomendasi yang diperlukan dalam percepatan pelaksanaan PUG melalui PPRG ke depan, antara lain: (1) Memperkuat dasar hukum; (2) Memperkuat koordinasi dan peran dari K/L/SKPD Penggerak PPRG baik di tingkat pusat maupun daerah; (3) Meningkatkan kapasitas SDM, serta pemahaman dan komitmen para pemangku kebijakan di K/L/ SKPD; (4) Meningkatkan sistem penyediaan, pemutakhiran dan pemanfaatan data terpilah di K/L/SKPD; (5) Melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan PUG/PPRG terutama bagi K/L yang baru mengalami restrukturisasi, baru terbentuk, belum pernah mendapatkannya; dan (6) Mengembangkan piranti pemantauan dan evaluasi PUG/PPRG.

Dalam dokumen Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2015 2019 (Halaman 79-82)