• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketahanan Air

Dalam dokumen Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2015 2019 (Halaman 103-106)

kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa "

5.2 Ketahanan Air

5.2.1 Kebijakan

Arah kebijakan yang diterapkan untuk peningkatan ketahanan air pada RPJMN 2015- 2019 meliputi lima pilar, yaitu: (1) Pemeliharaan dan pemulihan sumber air dan ekosistemnya; (2) Pemenuhan kebutuhan dan jaminan kualitas air untuk kehidupan sehari-hari; (3) Air untuk kebutuhan sosial dan ekonomi produktif; (4) Ketangguhan masyarakat dalam mengurangi risiko daya rusak air; dan (5) Kelembagaan pengelolaan sumber daya air.

5.2.2 Capaian

Ketahanan air mendukung Nawacita 7 yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Ketahanan air menjawab kebutuhan masyarakat akan air seiring dengan pertambahan penduduk yang semakin pesat dan sebagai respons terhadap perkembangan kondisi bencana terkait air yang sering terjadi.

Di dalam RPJMN 2015-2019, ketahanan air digambarkan sebagai kondisi dari keterpenuhan air yang layak dan berkelanjutan untuk seluruh kehidupan, serta kemampuan mengurangi risiko yang diakibatkan oleh air. Secara prinsip ketahanan air mencakup dua hal yaitu: (1) Keterpenuhan air secara layak, baik kuantitas maupun kualitas serta berkelanjutan bagi kehidupan dan ekosistemnya; dan (2) Kemampuan mengurangi risiko daya rusak air. Ketahanan air diselenggarakan dalam bentuk kegiatan konservasi dan pembangunan

infrastruktur.

Terkait pembangunan waduk dalam rangka meningkatkan kapasitas air baku nasional serta ketersediaan air irigasi, dalam kurun waktu 2015- 2016 telah diselesaikan pembangunan 7 waduk (5 waduk di tahun 2015 dan 2 waduk di tahun 2016) serta tindak lanjut pembangunan 30 waduk. Penyelesaian ketujuh waduk tersebut meningkatkan kapasitas/daya tampung air menjadi 16,62 miliar m3 di tahun 2016. Pemanfaatan air yang bersumber dari waduk tersebut bagi irigasi memerlukan pembangunan lanjutan berupa jaringan irigasi, seperti rencana pemanfaatan Waduk Jatigede untuk Daerah Irigasi Rentang yang rehabilitasinya direncanakan mulai tahun 2018. Sampai akhir tahun 2016 belum ada tambahan persentase luasan daerah irigasi yang airnya bersumber dari waduk. Diharapkan pada akhir tahun 2017 waduk baru tersebut akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan persentase ketersediaan air irigasi dari waduk.

Capaian target sasaran pembangunan ketahanan air terkait pemulihan daerah aliran sungai (DAS) dan peningkatan jumlah mata air di 15 DAS prioritas RPJMN 2015-2019 telah melebihi target yang ditentukan. Namun demikian pengurangan luasan lahan kritis sampai dengan tahun 2019 yang semula ditargetkan 5,5 juta ha, baru dicapai 1,504 juta ha, disebabkan oleh karena kesulitan dalam pencarian kawasan hutan yang clear and clean, untuk dilaksanakan kegiatan rehabilitasi di dalam kawasan hutan.

Pencapaian kapasitas desain banjir sesuai target adalah penting karena perubahan pola hujan yang menunjukkan intensitas tinggi dalam waktu pendek telah memberikan dampak banjir perkotaan, sebagai contoh seperti yang terjadi di Kota Bandung. Namun demikian, penyiapan desain dengan yang lebih tinggi memerlukan waktu dan persiapan yang lama serta data series hidrologi

yang lebih panjang, sehingga dalam tahun 2015 dan 2016 masih belum menunjukkan hasil desain yang signifikan dengan kala ulang lebih panjang.

5.2.3 Permasalahan Pelaksanaan

Hasil analisis menunjukkan bahwa sampai saat ini pelaksanaan kebijakan ketahanan air belum optimal. Permasalahan yang masih dihadapi meliputi; (1) Degradasi lahan hutan di dalam DAS; (2) Degradasi di lahan milik dan alih fungsi lahan; (3) Tata kelola ketahanan air yang belum efektif dalam

mendukung tercapainya sasaran; (4) Sinkronisasi dan harmonisasi peraturan belum optimal; (5) Belum terpenuhinya kebutuhan air baku oleh karena pesatnya pertumbuhan penduduk; (6) Kurangnya sarana dan prasarana pengendali banjir; serta (7) Kurangnya kesadaran oleh pengguna air akan efisiensi penggunaan air.

Beberapa peraturan belum dijalankan secara efektif untuk mendukung ketahanan air. Hambatan implementasi dalam aspek peraturan adalah adanya UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah

Tabel 5.2.

Capaian Sasaran Pokok Ketahanan Air RPJMN 2015-2019 Uraian Satuan 2014 (baseline) 2015 2016 Target 2019 Perkiraan Capaian 2019 (noiikasi) Target Realisasi Target Realisasi

Kapasitas air baku

nasional m

3/dtk 51,44 2,45 6,97 7,02 6,15 118,60

Pembangunan waduk (kumulaif

5 tahun) waduk 16 27 29 29 32 45 

Ketersedian air irigasi yang

bersumber dari waduk persen 11 11 11 11 11 20 

Terselesaikannya status DAS

lintas negara DAS 0 3 3 7 7 19 

Rehabilitasi hutan dan lahan di dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan DAS *)

Ha 500.000 1.250.000 239.287 2.500.000 1.504.890 5.500.000 Pulihnya kesehatan 5 DAS

Prioritas (DAS Ciliwung, DAS Citarum, DAS Serayu, DAS Bengawan Solo, dan DAS Brantas) dan 10 DAS prioritas lainnya sampai dengan tahun 2019

DAS 0 5 8 7 13 15

Terjaganya / meningkatnya jumlah mata air di 5 DAS prioritas dan 10 DAS prioritas lainnya sampai dengan 2019 melalui konservasi sumber daya air

DAS 0 5 8 7 8 15

Kapasitas/daya tampung Miliar m3 15,8 16,82 16,62 16,82 16,62 19

Rata-rata kapasitas desain pengendalian struktural dan nonstruktural banjir

tahun 5-25 5-30 5-25 5-30 10-25 10-100 

Sumber : Data Capaian Kementerian LHK 2016 dan Data Capaian Sementara Kementerian PUPera 2016

Catatan: *) perubahan nomenklatur sasaran pokok RPJMN 2015-2019, yang mencakup sasaran pokok (i) Berkurangnya luasan lahan kriis melalui rehabilitasi

dalam KPH, dan (ii) Tambahan Rehabilitasi Hutan.

yang isinya terkait kewenangan administratif DAS dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) belum sejalan dengan PP No. 37/2012 tentang Pengelolaan DAS dan PP No. 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan sehingga memerlukan penyelarasan. Sebagaimana diketahui, bahwa UU No. 23/2014, kewenangan KPH Lindung dan KPH Produksi ada pada gubernur, sedangkan pada PP No. 44/2004 kewenangan tersebut ada pada bupati/walikota. Demikian juga untuk DAS, kewenangan DAS dalam kabupaten/kota dalam UU No. 23/2014 ada pada gubernur sedangkan dalam PP No. 37/2012 masih menjadi kewenangan bupati/walikota.

Dalam kaitannya dengan kelembagaan, program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing sektor pemangku kepentingan terkait, termasuk daerah, pembagian peran pengelolaan DAS belum terpadu dalam pengelolaan DAS baik di pusat maupun daerah. Sebagai contoh, implementasi rencana pengelolaan DAS masih parsial dimana pelaksanaan rehabilitasi hutan hanya di bagian hulu DAS saja. Sementara itu, di bagian tengah DAS, ketahanan air menghadapi masalah kurangnya penataan kawasan menyebabkan pemanfaatan daerah sempadan sungai bahkan badan sungai untuk melakukan berbagai aktivitas pada pemukiman penduduk. Sejalan dengan itu, kondisi ini diikuti dimana daerah permukiman belum dilengkapi dengan fasilitas sanitasi dan pengelolaan sampah yang memadai, sehingga masih memanfaatkan sungai maupun saluran drainase sebagai tempat pembuangan dan menyebabkan berkurangnya kapasitas sungai maupun saluran drainase tersebut untuk mengalirkan air. Di bagian hilir DAS, terdapat masalah banjir yang lebih disebabkan oleh tingginya sedimentasi, banjir rob, dan penurunan muka tanah akibat pengambilan air tanah yang berlebihan. Di samping itu, dalam hal ketersediaan pendanaan pembangunan ketahanan air, tantangan yang dihadapi adalah ketahanan air tidak lagi menjadi prioritas nasional maupun program prioritas dalam

RKP 2015 dan RKP 2016 dimana hanya mendukung upaya pencapaian Prioritas Nasional Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Energi, serta Perumahan dan Permukiman.

5.2.4 Rekomendasi

Berdasarkan capaian dan kendala yang ada sampai paruh waktu RPJMN 2015-2019, Ketahanan Air perlu menerapkan beberapa strategi pendekatan untuk mempercepat pencapaian target yang diharapkan, diantaranya: (1) Penyempurnaan peraturan perundang-undangan terkait DAS dan perhutanan sosial. Revisi kebijakan diprioritaskan untuk mempercepat/memperlancar proses implementasi target fisik pengelolaan DAS di unit kabupaten/kota serta akses perhutanan sosial yang melibatkan pihak dengan prinsip deregulasi dan debirokratisasi dalam pemberian akses legal, akses pembiayaan dan akses pasar kepada masyarakat ; (2) Kebijakan pelibatan sektor lain baik dari kementerian/lembaga, mitra pembangunan maupun swasta (CSR dan Kemitraan) dalam upaya pencapaian target kegiatan Rehabilitasi hutan dan lahan di dalam KPH dan DAS; dan (3) Mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) untuk pelaksanaan percepatan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dengan dukungan pendanaan yang bersifat on-top.

Untuk meningkatkan ketersediaan air baku maka diperlukan upaya yang lebih dari sekedar mengandalkan pembangunan bendungan dan water conveyance sebagai berikut: (1) Pemanfaatan teknologi untuk mengolah air buangan (re-use) dan memanfaatkan air laut (reverse osmosis/ desalinasi) perlu dikembangkan untuk memenuhi daerah-daerah yang jauh dari sumber air; dan (2) Masyarakat perlu didorong untuk memanfaatkan air hujan (rain water harvesting) untuk menambah ketersediaan air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-sehari.

Dalam dokumen Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2015 2019 (Halaman 103-106)