• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keuangan Negara

Dalam dokumen Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2015 2019 (Halaman 49-55)

Kebijakan RKP 2015-

3.6 Keuangan Negara

3.6.1 Kebijakan

Kebijakan RPJMN 2015-2019

Kebijakan keuangan negara dalam RPJMN 2015- 2019 diarahkan untuk: (1) Meningkatkan kapasitas fiskal guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan; (2) Mendorong strategi industrialisasi dalam rangka transformasi ekonomi, dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan mobilisasi penerimaan negara; (3) Meningkatkan kualitas belanja negara; serta (4) Mengoptimalkan pengelolaan risiko pembiayaan.

Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, dikembangkan kebijakan keuangan negara sebagai berikut.

Pada aspek penerimaan negara, kebijakan yang ditempuh difokuskan pada reformasi penerimaan perpajakan yang komprehensif, melalui: (1) Meningkatkan kapasitas SDM perpajakan; (2) Menyempurnakan regulasi perpajakan; (3) Melakukan pemetaan potensi penerimaan pajak dan basis data perpajakan; (4) Meningkatkan efektivitas penyuluhan; (5) Menyediakan layanan yang mudah, cepat, dan akurat; (6) Meningkatkan efektivitas pengawasan; dan (7) Meningkatkan efektivitas penegakan hukum bagi penyelundup pajak (tax evasion).

Terkait peningkatan penerimaan kepabeanan dan cukai, beberapa kebijakan yang ditempuh, antara lain: (1) Memperkuat kerangka hukum (legal framework); (2) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana operasi serta informasi kepabeanan dan cukai; (3) Mengembangkan dan menyempurnakan sistem dan prosedur Indonesia National Single Window yang berbasis IT; (4) Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM; dan (5) Meningkatkan pengawasan perbatasan melalui border trade

agreement dan pembangunan kawasan pabean di perbatasan darat. Sementara itu, untuk mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), beberapa kebijakan yang ditempuh antara lain: (1) Menyempurnakan regulasi; (2) Mengoptimalkan PNBP migas dan nonmigas; (3) Melakukan inventarisasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi PNBP yang dikelola oleh K/L; serta (4) Mengoptimalkan PNBP umum dan BLU.

Pada aspek belanja negara, kebijakan yang ditempuh terutama difokuskan pada penyempurnaan perencanaan penganggaran negara melalui: (1) Mengurangi alokasi anggaran bagi kegiatan nonproduktif; (2) Merancang ulang kebijakan subsidi yang tepat sasaran; (3) Memantapkan penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM); dan (4) Menata remunerasi aparatur negara dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Sedangkan untuk desentralisasi fiskal dan keuangan daerah, beberapa kebijakan yang ditempuh antara lain: (1) Mempercepat penyelesaian RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD); (2) Memfasilitasi peningkatan kualitas evaluasi Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD); dan (3) Mempercepat pelaksanaan pengalihan anggaran pusat ke daerah.

Pada aspek pembiayaan, kebijakan yang ditempuh, antara lain adalah: (1) Memanfaatkan Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebagai fiscal buffer; (2) Optimalisasi pinjaman untuk kegiatan produktif; (3) Mengelola Surat Berharga Negara melalui pengembangan pasar SBN domestik dan SBN valas yang lebih fleksibel; (4) Mengelola risiko keuangan yang terintegrasi; (5) Menggabungkan lembaga keuangan penjaminan untuk membiayai kegiatan berisiko tinggi; dan (6) Mengimplementasikan

manajemen kekayaan utang (Asset Liability Management – ALM).

Pada aspek kekayaan negara ditempuh kebijakan optimalisasi pengelolaan kekayaan negara melalui: (1) Memperkuat regulasi melalui penyelesaian RUU di bidang pengelolaan kekayaan negara; (2) Mengamankan kekayaan negara melalui tertib administrasi, tertib fisik, dan tertib hukum; dan (3) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN pada K/L.

Selanjutnya pada aspek kerangka kelembagaan, kebijakan yang ditempuh adalah reformasi kelembagaan, melalui: (1) Mengefektifkan pengumpulan penerimaan negara; (2) Mempertajam fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dengan fungsi-fungsi pendukungnya; dan (3) Mengharmonisasikan dan mensinergikan fungsi perencanaan dan pengalokasian anggaran/belanja.

Kebijakan RKP 2015 dan RKP 2016

Pada RKP tahun 2015, kebijakan fiskal diarahkan untuk mencapai fiskal yang berkelanjutan. Untuk itu, kebijakan yang diterapkan berupa: (1) Mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan negara; (2) Meningkatkan kualitas belanja negara; (3) Mengendalikan defisit anggaran pada batas yang aman; dan (4) Mengendalikan beban utang pemerintah. Optimalisasi sumber-sumber penerimaan negara dilakukan antara lain melalui reformasi perpajakan secara komprehensif dan optimalisasi PNBP. Sementara itu, peningkatan kualitas belanja negara dilakukan melalui penyempurnaan perencanaan penganggaran negara, peningkatan kualitas pelaksanaan anggaran negara, dan peningkatan kualitas pengelolaan desentralisasi fiskal dan keuangan daerah.

Selanjutnya pada RKP tahun 2016, kebijakan fiskal tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan

serta mendorong strategi reindustrialisasi dalam rangka transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal. Kebijakan yang dilakukan terutama adalah: (1) Memobilisasi penerimaan negara melalui tax amnesty; (2) Meningkatkan kualitas belanja negara termasuk penyempurnaan mekanisme subsidi; (3) Mengendalikan defisit anggaran; dan (4) Mengendalikan beban utang pemerintah.

3.6.2 Capaian

Secara umum, hingga tahun kedua RPJMN, capaian atas sasaran keuangan negara masih diperlukan usaha secara terus menerus agar dapat mencapai target 2019 (Tabel 3.7).

Dari sisi penerimaan negara, selama periode 2015-2016, rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB masih dibawah target dan cenderung menurun. Berbagai upaya telah dilakukan ditengah masih lesunya perekonomian dunia. Hingga akhir Desember 2016, kebijakan tax amnesty berhasil menghimpun dana tebusan sebesar Rp107,0 triliun atau 64,90 persen dari target tebusan sebesar Rp165 triliun. Dengan demikian, penerimaan perpajakan mencapai Rp1.285,0 triliun di akhir

tahun 2016 atau meningkat 3,40 persen dari realisasi tahun 2015. Namun, secara rasio terhadap PDB, penerimaan perpajakan tersebut adalah sekitar 10,36 persen PDB, lebih rendah dari sasaran RKP 2016 (13,1–13,2 persen PDB). Dalam kondisi perekonomian global yang belum membaik, disertai dengan penurunan harga minyak dan harga komoditas, serta masih rendahnya kepatuhan perpajakan, sasaran tahun 2019 sebesar 16 persen PDB perlu disesuaikan kembali.

Dari sisi belanja negara, selama periode 2015- 2016, capaian belanja negara mengalami perbaikan. Hal ini ditunjukkan dengan terus menurunnya rasio subsidi energi dalam postur belanja negara dan meningkatnya rasio belanja modal terhadap PDB. Pada tahun 2015, rasio belanja subsidi energi

Tabel 3.7

Capaian Sasaran Keuangan Negara (persen PDB) RPJMN 2015-2019 Uraian 2014 (Baseline) 2015 2016 Target 2019 Perkiraan Capaian 2019 (Noiikasi) Target Realisasi Target Realisasi

Penerimaan Perpajakan 10,85 13,20* 10,75 14,20* 10,36 16,00*)

Belanja Modal 1,40 2,40 1,87 3,00 1,34 3,90

Subsidi Energi 3,24 1,30 1,03 1,10 0,86 0,60

Keseimbangan Primer -0,89 -0,60 -1,23 -0,50 -1,01 0,00

Surplus/Deisit Anggaran -2,15 -1,90 -2,59 -1,80 -2,49 -1,00 

Stok Utang Pemerintah 24,66 26,70 27,39 23,30 27,96 19,30

Sumber: Bappenas.

Catatan:*) termasuk pajak daerah 1 persen PDB

terbatas. Selanjutnya, transfer ke daerah dan dana desa terkendala oleh pengelolaan dan kapasitas aparatur pengelola di daerah serta pengaturan/ regulasi hubungan keuangan pusat dan daerah.

Adapun tantangan untuk mewujudkan sasaran bidang keuangan negara ke depan meliputi: (1) Pencarian alternatif sumber pembiayaan dengan risiko yang terkendali terutama sumber pembiayaan domestik; dan (2) Peningkatan kedalaman pasar keuangan dalam negeri berikut instrumen keuangan yang adaptif bagi karakteristik berbagai sektor pembangunan di Indonesia.

3.6.4 Rekomendasi

Dalam rangka mempercepat peningkatan rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB sesuai target RPJMN 2015-2019, maka upaya yang dilakukan adalah meningkatkan perluasan dan pendalaman basis pajak. Beberapa strategi yang akan dilakukan adalah: (1) Menyempurnakan sistem informasi perpajakan; (2) Meningkatkan kapasitas SDM perpajakan; (3) Meningkatkan kepatuhan wajib pajak, perluasan basis data perpajakan, serta penegakan hukum secara

tegas; (4) Mengopimalkan PNBP melalui liting minyak dan gas bumi, penyesuaian tarif dan jenis

PNBP, serta penyempurnaan regulasi intensiikasi dan ekstensiikasi PNBP K/L; (5) Meningkatkan eisiensi belanja, baik belanja Pemerintah Pusat

maupun transfer ke daerah dan dana desa melalui sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran

untuk memasikan terlaksananya berbagai agenda

prioritas nasional; dan (6) Mengembangkan pasar

keuangan domesik sebagai sumber pembiayaan

dengan risiko yang terkendali. mencapai 1,03 persen PDB dan menurun menjadi

0,86 persen PDB di tahun 2016. Rasio ini akan diupayakan terus menurun hingga tahun 2019 sebagaimana ditargetkan dalam RPJMN 2015-2019. Capaian tersebut memperlihatkan bahwa kebijakan subsidi yang semakin tepat sasaran memberikan dampak signifikan pada postur APBN. Sementara itu, belanja modal yang diharapkan dapat terus ditingkatkan terhalang oleh kebijakan pemotongan anggaran di pertengahan tahun 2016, sehingga rasio belanja modal terhadap PDB menurun dari 1,87 persen PDB (tahun 2015) menjadi 1,34 persen PDB pada akhir tahun 2016.

Sebagai konsekuensi dari kondisi di atas, defisit anggaran pada tahun 2015 dan 2016 meningkat dari sasaran, namun masih tetap terjaga kurang dari 3 persen PDB. Realisasi defisit anggaran mencapai 2,59 persen PDB pada tahun 2015, dan 2,49 persen PDB pada akhir tahun 2016. Melebarnya defisit anggaran dari target meningkatkan beban utang pemerintah. Stok utang pemerintah sebesar 27,39 persen PDB di tahun 2015, meningkat mencapai 27,96 persen PDB pada akhir tahun 2016.

3.6.3 Permasalahan Pelaksanaan

Dalam rangka mendukung transformasi ekonomi dan keberlanjutan fiskal, bidang keuangan negara dihadapkan pada beberapa kendala/permasalahan sebagai berikut.

Dari sisi penerimaan perpajakan, permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Masih melemahnya perekonomian global; (2) Menurunnya harga komoditas sumber daya alam; (3) Menurunnya harga minyak dunia; (4) Rendahnya kepatuhan pajak; dan (5) Rendahnya cakupan basis pajak. Kendala tersebut mengakibatkan terbatasnya ruang fiskal guna membiayai pembangunan. Dari sisi belanja negara, permasalahan yang dihadapi terutama tingginya beban belanja yang bersifat mandatory sehingga ruang gerak fiskal menjadi

3.7 Investasi

3.7.1. Kebijakan

Kebijakan RPJMN 2015-2019

Arah kebijakan umum investasi di dalam RPJMN 2015-2019 ada dua, yaitu: Pertama, menciptakan iklim investasi dan iklim usaha yang lebih berdaya saing, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang dapat meningkatkan efisiensi proses perizinan, meningkatkan kepastian berinvestasi dan berusaha di Indonesia, serta mendorong persaingan usaha yang lebih sehat dan berkeadilan, dengan strategi yang ditempuh yaitu: (1) Meningkatkan kepastian hukum, antara lain dengan mensinkronkan dan mengharmonisasikan peraturan pusat dan daerah agar kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah daerah dapat selaras dengan kebijakan pemerintah pusat; (2) Menyederhanakan prosedur perizinan investasi dan usaha di pusat dan daerah; (3) Mengembangkan layanan investasi yang memberikan kemudahan, kepastian, dan transparansi proses perizinan bagi investor dan pengusaha, antara lain melalui pengembangan PTSP Pusat; (4) Memberikan insentif dan fasilitasi investasi (berupa: insentif fiskal dan nonfiskal) yang lebih selektif dan proses yang transparan; (5) Mendirikan Forum Investasi; dan (6) Meningkatkan persaingan usaha yang sehat.

Kedua, mengembangkan dan memperkuat investasi di sektor riil, terutama yang berasal dari sumber investasi domestik, yang dapat mendorong pengembangan investasi dan usaha di Indonesia secara inklusif dan berkeadilan terutama pada sektor produktif yang mengutamakan sumber daya lokal, dengan strategi: (1) Mengutamakan peningkatan investasi pada sektor, antara lain,

yang mengolah sumber daya alam mentah menjadi produk yang lebih bernilai tambah tinggi, khususnya sektor pengolah hasil pertanian, produk turunan migas, dan hasil pertambangan, yang mendorong penciptaan lapangan kerja, terutama yang dapat menyerap tenaga kerja lokal; (2) Meningkatkan upaya penyebaran investasi di daerah yang lebih berimbang; (3) Meningkatkan kemitraan antara PMA dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); (4) Meningkatkan efektivitas strategi dan upaya promosi investasi; (5) Meningkatkan koordinasi dan kerja sama investasi; (6) Mengembangkan investasi lokal; dan (7) Mengembangkan investasi keluar (outward investment).

Kebijakan RKP 2015 dan RKP 2016

Dalam RKP 2015 maupun RKP 2016, kebijakan umum investasi diarahkan pada penciptaan iklim investasi dan iklim usaha di tingkat pusat dan daerah yang lebih berdaya saing, yang dapat mendorong pengembangan investasi dan usaha di Indonesia pada sektor produktif dengan mengutamakan sumber daya lokal.

3.7.2. Capaian

Upaya yang dilakukan pada tahun 2015 dan 2016 telah memenuhi target yang telah ditetapkan, terutama target realisasi investasi (Tabel 3.8). Realisasi investasi tahun 2015 mencapai 104,99 persen melebihi target yang ditetapkan. Untuk tahun 2016, realisasi investasi PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang dicatat BKPM sebesar 103,03 persen dari target. Persebaran realisasi investasi di luar Pulau Jawa sudah mulai meningkat menjadi 46,38 persen. Rasio PMDN terhadap total realisasi pada tahun 2015 sebesar 32,91 persen, sementara target yang ditentukan sebesar 33,80 persen untuk tahun 2016, dan telah terpenuhi sebesar 35,28 persen. Untuk

pengembangan Sistem Pelayanan Informasi Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE), tahun 2015 target untuk peningkatan perangkat daerah yang terhubung dengan SPIPISE dan tracking system telah terpenuhi, yaitu sejumlah

220 kabupaten/kota, sedangkan hingga triwulan III tahun 2016 sejumlah 82 kabupaten/kota dari target yang ditetapkan sebanyak 80 kabupaten/kota.

Peningkatan realisasi investasi dan makin banyak daerah yang telah terhubung dengan

Tabel 3.8

Capaian Sasaran Investasi RPJMN 2015-2019 Uraian Satuan 2014 (baseline) 2015 2016 Target 2019 Perkiraan Capaian 2019 (Noiikasi) Target Realisasi Target Realisasi

Realisasi Investasi PMA dan PMDN dalam Rupiah (yang tercatat di BKPM)

Triliun

Rupiah 463,15 519,5 545,42 594,8 612,8 933 

Rasio PMDN Persen 33,70 33,80 32,91 35,00 35,28 38,90 

Pengembangan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) 1. Jumlah Pengembangan Sistem Aplikasi

Perizinan dan Non Perizinan Yang Menjadi Wewenang BKPM, PTSP Provinsi, PTSP Kab./Kota Yang Terbangun Dalam SPIPISE Berubah Menjadi

Tersedianya aplikasi perizinan dan non perizinan yang dilimpahkan kepada PTSP Nasional (BKPM), Provinsi dan Kabupaten/ Kota, serta KEK dan FTZ

Paket 1 1 1 1 1 1

2. Jumlah peningkatan perangkat daerah PTSP yg terhubung dalam SPIPISE dan tracking system

Berubah Menjadi

Jumlah PTSP Provinsi dan Kabupaten/Kota serta KEK dan FTZ yang terhubung dengan SPIPISE dan Tracking System

Kab/

kota 50 220 220 80 82 - 

3. Jumlah pengembangan sistem pendukung SPIPISE

Berubah Menjadi

Tersedianya database dan informasi penanaman modal yang terintegrasi

Paket 1 1 1 1 1 1

4. Jumlah Provinsi dan Kab/Kota Yang

Mengikui Sosialisasi & Pelaihan

Kab/

kota 60 50 50 - - - 

5. Tersedianya data center, DRC, jaringan dan sistem keamanan informasi yang handal (mulai tahun 2016)

Paket 1 1 1 

Sumber: BKPM, 2016

perizinan dilimpahkan kepada kantor pelayanan PTSP.

3.7.4. Rekomendasi

Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan bidang investasi, diperlukan iklim investasi dan usaha yang kondusif, mulai dari kemudahan melakukan usaha sampai dengan penyederhanaan prosedur perizinan, agar target realisasi investasi PMA dan PMDN tercapai. Beberapa terobosan yang harus dilakukan antara lain: (1) Melakukan penatausahaan termasuk revisi berbagai peraturan pada berbagai strata regulasi antara lain peraturan pertanahan terkait investasi; (2) Meningkatkan peringkat kemudahan usaha, melalui penyusunan peta jalan rencana perbaikan peraturan dalam melakukan usaha; (3) Meningkatkan penyediaan energi dan infrastruktur melalui usaha keras pemerintah untuk memfasilitasi percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional; serta (4) Memberikan fasilitasi kemudahan penyambungan internet dan percepatan pelimpahan kewenangan perizinan dari kepala daerah dan atau perangkat daerah kepada kantor PTSP guna mempermudah implementasi SPIPISE yang terhubung dengan perangkat daerah di kabupaten/kota.

3.8 Usaha Mikro, Kecil, Menengah

Dalam dokumen Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2015 2019 (Halaman 49-55)