• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIAPAN SOSIAL POLITIK KOMUNITAS ADAT DESA BALLA TUMUKA

Dalam dokumen Penguatan Sosial Politik Komunitas Adat (Halaman 51-79)

PENDEKATAN LAPANGAN

KESIAPAN SOSIAL POLITIK KOMUNITAS ADAT DESA BALLA TUMUKA

Tingkat Kesiapan Sosial Komunitas

Tingkat kesiapan sosial dalam penelitian ini didefinisikan sebagai indikator yang melihat bagaimana terjadinya proses sosial yang berlangsung di lingkungan adat. Proses kesiapan sosial pada suatu kehidupan komunitas, khususnya dalam hal ini menyangkut komunitas adat akan berkaitan langsung dengan konsep modal sosial yang salah satunya diungkapkan oleh Putnam (2001) dalam Primadona (2012) meliputi trust, norm dan network. Selain itu menyangkut modal sosial ini partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam pembangunan, baik partisipasi yang bersifat moril maupun bersifat materil. Partisipasi masyarakat didalam kelompok dipengaruhi oleh kemampuan, kemauan dan kesempatan yang ada di dalam kelompok, Jousari (2006) seperti dikutip Afif (2012). Konteks inilah yang kemudian relevan pada realitas masyarakat adat di Indonesia. Keberadaan modal sosial akan berpengaruh langsung dalam proses mereka berintekraksi di lingkungan sosial sehingga menstimulus adanya kesiapan sosial yang memperkaya eksistensi adat tersebut. Dengan demikian eksistensi adat dalam aspek sosial menjadi tolok ukur bagaimana tingkat kesiapan sosial sebagai penunjang untuk penindaklanjutan regulasi tentang desa yaitu UU No.6 Tahun 2014 yang didalamnya secara khusus mengatur desa adat.

Salah satu penelitian sebelumnya yang disampaikan oleh Primadona (2012) mengungkapkan analisis modal sosial diantara kelompok petani pedesaan khususnya di kenagarian wilayah Padang Sumatera Barat. Dalam penelitian ini diungkapkan bagaimana keberadaan modal sosial yang menyangkut partisipasi, kepercayaan, norma dan resiprocity mayoritas kelompok tani pedesaan tergolong kuat. Namun demikian pada dua kelompok tani yang dibentuk secara top down oleh pemerintah cenderung memiliki indikator modal sosial yang lemah. Hasil penelitian ini merepresentasikan bagaimana masyarakat pedesaan cenderung memiliki modal sosial yang cukup kuat dalam kegiatan program atau kehidupan mereka secara keseluruhan sesuai konsep little tradition yang cenderung berkarakter gemeinschaft atau guyub. Dengan demikian masyarakat adat di Desa Balla Tumuka yang memiliki karakteristik pedesaan yang cukup serupa juga disinyalir memiliki modal sosial yang kuat yang mengarah pada tingkat kesiapan sosial sebagai desa adat.

Hasil penelitian ini menunjukkan frekuensi dan persentase masing-masing indikator dalam tingkat atau proses kesiapan sosial di lingkungan masyarakat adat Desa Balla Tumuka yang meliputi tingkat partisipasi dalam jaringan sosial/adat, tingkat kepercayaan antar sesama, tingkat ketaatan terhadap norma, tingkat kepedulian terhadap sesama serta intensitas keterlibatan dalam organisasi sosial/adat memiliki nilai yang cukup tinggi. Secara keseluruhan kategori tinggi dan rendahnya masing-masing indikator tersebut memiliki persentase antara 70-95%. Persentase ini tergolong tinggi karena sebagian besar masyarakat mengalami proses sosial dengan beberapa indikator modal sosial yang cukup tinggi.

Partisipasi dalam Jaringan Organisasi Sosial/Adat

Partisipasi atau keikutsertaan dalam jaringan organisasi sosial/adat di keseharian komunitas adat dilihat dari kerelaan membangun jaringan kerjasama antar sesama, keterbukaan dalam melakukan hubungan atau jaringan sosial/adat, keaktifan dalam penyelesaian konflik, serta keaktifan dalam memelihara dan mengembangkan hubungan atau jaringan sosial/adat. Kerelaan membangun jaringan kerjasama antar sesama anggota komunitas adat di Desa Balla Tumuka ataupun dengan masyarakat luar tergolong tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan data hasil penelitian yang menggambarkan jumlah dan frekuensi tingkat partisipasi pada Tabel 8.

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa jumlah dan persentase indikator tingkat partisipasi responden sebanyak 88.9% tergolong tinggi sedangkan 11.1% tergolong rendah. Tingkat partisipasi yang tinggi terbukti dengan gambaran keseharian warga yang terlihat selama proses observasi langsung ataupun didukung informasi kualitatif. Beberapa gambaran tersebut terwujud dengan adanya jaringan kerjasama dalam membangun rumah warga, pembangunan infrastruktur desa, upacara adat hingga sistem kerja pertanian yang dilakukan secara turun temurun. Apabila bertepatan dengan adanya kegiatan-kegiatan sosial tersebut maka setiap warga berusaha menyesuaikan agenda pribadi dengan kegiatan kolektif yang sedang atau akan diselenggarakan. Misalnya salah satu yang khas dari adat Mamasa adalah ritual penguburan orang meninggal selama beberapa hari atau pada keluarga dengan strata tertentu dapat melaksanakan pegkremasian mayat orang meninggal melalui penyimpanan selama satu tahun yang ditandai dengan dibunyikannya gendang. Setelah satu tahun kemudian barulah mayat tersebut diprosesikan dengan berbagai tahapan upacara adat termasuk pemotongan kerbau sebagai simbol kebanggaan dan kebesaran. Namun uniknya jumlah kerbau yang dikorbankan untuk mayat laki-laki tidak boleh melebihi jumlah kerbau untuk mayat perempuan. Nilai ini dimaksudkan sebagai pergambaran bahwa posisi ibu lebih tinggi dan lebih dihormati. Selain itu jumlah warga yang hadir terbilang sangat banyak mulai dari kerabat dekat hingga kerabat jauh sekalipun. Upacara yang dilakukan selama berhari-hari ini menjadi representasi bagaimana partisipasi dalam kegiatan organisasi sosial adat masih tergolong tinggi. Lebih dari itu kerelaan membangun jaringan dengan masyarakat luar pun terlihat dari bagaimana aparat Desa Balla Tumuka berkerjasama dengan stakeholder lain untuk mengupayakan pengembangan desa wisata adat, pengembangan penelitian pembangunan hingga sikap terbuka pada turis-turis asing yang datang berkunjung.

Tabel 8 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi komunitas adat Desa Balla Tumuka

Kategori Tingkat Partisipasi

n %

Tinggi 40 88.9

Rendah 5 11.1

Keterbukaan dalam melakukan hubungan atau jaringan sosial/kerja serta keaktifan dalam penyelesaian konflik atau memelihara dan mengembangkan hubungan ditunjukan pada keseharian masing-masing warga. Keterbukaan komunitas sedikit banyak terlihat dari bagaimana respon mereka terhadap pendatang dan sikap ketika dilakukan pendekatan wawancara mendalam. Terlebih lagi keterbukaan dengan warga adat Desa Balla Tumuka yang lain tergolong sangat dekat akibat adanya sistem keturunan yang dianggap sakral dan sebagai dasar penting kehidupan mereka. Mereka memiliki anggapan bahwa segala sesuatu harus didiskusikan dan mementingkan kebersamaan keluarga. Salah satu yang dapat dijadikan contoh adalah jaringan pengaman kesejahteraan bersama yaitu keterbukaan masalah yang dihadapi. Pada umumnya kondisi rumah tangga yang kekurangan pangan atau dengan bahasa lokal disebut makarorian diselesaikan secara bersama yaitu warga yang lain turut memberikan bantuan pangan tersebut. Lebih dari itu penanganan konflik yang ada dikehidupan masyarakat lokal terbilang sangat tanggap dan menutup adanya pemicu kelanjutan konflik. Hal ini karena ada peraturan lokal yaitu setiap masalah yang terjadi harus terlebih dahulu diselesaikan secara kekeluargaan, bila hal ini tidak bekerja maka dapat dibawa langsung kepada adat atau Toma’ Tua hingga pada ranah desa. Masyarakat yang membawa masalah hingga ke ranah ini maka dikenakan denda sebesar Rp 450 000 hingga Rp 700 000 atau dikonversikan dengan penyembelihan hewan babi hingga kerbau. Sistem ini berlangsung secara turun temurun dan sudah menjadi way of life komunitas adat Balla Tumuka sehingga tidaklah heran bahwa keterbukaan dan keaktifan penyelesaian konflik semacam ini menjadi bukti tingginya kedekatan hubungan sosial diantara warga.

Kepercayaan antar Sesama

Berkaitan dengan kehidupan sosial dilingkungan komunitas adat maka kepercayaan terhadap sesama menjadi indikator penting yang mampu menjadi tolak ukur sejauhamana eksistensi dan hubungan diantara mereka. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kepercayaan terhadap sesama, tingkat kepercayaan terhadap norma yang berlaku, tingkat kepercayaan terhadap tokoh masyarakat, kepercayaan terhadap pemerintah, ketua kelompok ataupun anggota masyarakat lainnnya.

Seperti pembahasan sebelumnya, dalam aktivitas keseharian tentu terwujud nilai kepercayaan antar anggota masyarakat atau terhadap adat masih tergambar jelas dan tegolong cukup tinggi. Berikut hasil analisis data penelitian mengenai jumlah dan persentase tingkat kepercayaan responden Desa Balla Tumuka (Tabel 9). Tabel 9 Jumlah dan persentase tingkat kepercayaan komunitas adat Desa Balla

Tumuka

Kategori Tingkat Kepercayaan

N %

Tinggi 35 77.8

Rendah 10 22.2

Berdasarkan Tabel 9 maka dapat diketahui bahwa tingkat kepercayaan responden tergolong tinggi dengan persentase sebanyak 77.8% serta sebanyak 22.2% tergolong rendah. Kategori tingkat kepercayaan yang tergolong tinggi salah satunya digambarkan melalui kepercayaan terhadap nilai-nilai adat dari mayoritas responden yang berpendapat bahwa mereka percaya nilai atau ritual yang ada harus dilaksanakan, apabila tidak dilakukan maka akan membawa akibat buruk meskipun akibat tersebut terkadang cenderung mistis dan tidak masuk akal. Atas dasar kepercayaan dan ketakutan tersebut maka warga tidak banyak yang melanggar aturan adat namun justru secara berlanjut dipelihara dalam keseharian mereka meskipun tidak dipungkiri terjadi transformasi signifikan. Sala satu aturan yang dapat dijadikan contoh adalah larangan keluarga yang sedang membangun rumah untuk turut serta menghadiri upacara kematian. Apabila hal itu dilanggar maka dipercaya dan pernah terbukti bahwa anggota keluarga tersebut jatuh sakit hingga meninggal.

Kepercayaan terhadap sesama juga masih mengakar kuat dalam masing-masing individu misalnya pada penanggungjawab kewenangan adat di bidang-bidang. Salah satu buktinya adalah kepercayaan warga pada penanggung jawab adat bidang pertanian yang disebut So’bok. Warga percaya bahwa setiap sistem pertanian yang dilakukan dari mulai ritual keserempakan menanam hingga pesta panen harus diatur adat, apabila tidak dilakukan maka kerugian panen dapat melanda akibat serangan hama dan lain-lain. Selain itu kepercayaan terhadap pemerintah ataupun adat Toma tua sangat terlihat imbang karena setiap hal yang bersangkutan dengan kepentingan orang banyak maka didiskusikan oleh tiga lembaga utama di Desa Balla Tumuka yaitu adat, pemerintah dan pemuka agama. Terkait kepercayaan tersebut bahkan adat dan pemerintah tidak dapat dipisahkan. Hal ini ditunjukan dengan adanya kepercayaan bahwa aparat pemerintah desa yang bersntuhan langsung dengan warga harus memiliki profil diri yang baik dan garis keturunan adat secara langsung. dengan demikian atas dasar konstruksi ang demikian mengakar maka kepercayaan semacam itu sudah terbiasa hadir diantara warga Desa Balla Tumuka.

Ketaatan terhadap Norma

Sebagai desa yang masih kental dengan eksistensi adat, maka tingkat ketaatan terhadap norma dan aturan yang ada perlu ditinjau kembali sehingga mampu terlihat apakah terjadi perubahan yang drastis atau tidak. Tingkat ketaatan terhadap norma merupakan kesediaan individu untuk mempercayai dan melakukan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat ketaatan terhadap norma yang dianut, tingkat kepercayaan terhadap norma yang berlaku, serta tingkat ketaatan terhadap aturan pemerintah atau tingkat intensitas pelanggaran yang pernah dilakukan (lihat Tabel 10).

Tabel 10 Jumlah dan persentase tingkat ketaatan terhadap norma

Kategori Tingkat ketaatan terhadap norma

n %

Tinggi 38 84.4

Rendah 7 15.6

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa dari 45 responden tingkat ketaatan terhadap norma tergolong tinggi dengan persentase sebanyak 84.4% sedangkan kategori renda sebanyak 15.6%. Ketaatan terhadap norma dapat dikaji melalui beberapa aturan-aturan berikut yang masih dipertahankan hingga akibat yang dipercaya apabila aturan tersebut dilanggar. Misalnya aturan yang ketat perihal bangunan rumah yaitu harus sesuai dengan ketentuan yaitu seluruhnya mengadap ke arah timur sedangkan kuburan mengarah ke selatan. Selain itu aturan spesifik terhadap bangunan rumah adat akan terkait langsung dengan strata sosial masing-masing individu. Hal yang penting lainnya adalah bagaimana perbandingan nilai rumah tradisional atau tongkonan dengan rumah modern yang mulai merambah nilai kebiasaan warga setempat. Bentuk keberadaan rumah modern tidak dinilai sebagai simbol strata sosial atau dengan kata lain bentuk rumah tradisionallah yang tetap menjadi penilaian. Untuk itu apabila warga ingin membangun rumah dengan nuansa modern maka dilarang menutupi bangunan tradisional atau tongkonan sehingga harus ditempatkan disamping atau dibelakang. Bagi warga Desa Balla Tumuka yang tidak mau menurut dengan aturan tersebut maka dipersilahkan untuk berpindah keluar desa tersebut, namun sejauh ini keberadaan rumah-rumah di lingkungan tersebut masih sangat sesuai dengan aturan bahkan hanya ditemukan 2 bangunan rumah tipe modern.

Dari segi lain keseharian masyarakat lokal ketaatan terhadap norma diwujudkan pada aspek pertanian. Pada aspek ini masyarakat memiliki kearifan lokal yang secara turun temurun sudah dilakukan yaitu sistem so’bok. Melalui sistem so’bok masyarakat diharuskan mengikuti aturan waktu penanaman padi dan komoditas lahan kering hingga panen. Kegiatan semacam ini sudah berlangsung sangat lama namun mulai mengalami perubahan pada tahun 2005. Aturan ini berlaku ketika semua masyarakat menanam benih padi varietas lokal yang dipanen selama satu tahun sekali. Namun demikian selama perkembangannya, sistem so’bok tidak lagi kental ketika ada perubahan jenis benih padi baru yang ditanam warga. Hal ini didasari dengan perbedaan karakteristik varietas yang kurang sesuia jika disesuaikan dengan panen yang rata-rata menjadi 2-3 kali dalam setahun karena sarana pertanian yang tersedia. Bahkan adanya beras tambahan yang disuplai dari Pollewali dan Pinrang. Oleh karena itu warga sebagian besar memilih beralih ke varietas baru akibat keuntungan panen yang lebih banyak dibanding varietas lokal. Padi varietas lokal kini hanya menjadi bagian kecil yang ditanam warga yang disesuaikan dengan kecocokan lahan mereka. Untuk menengahi kondisi ini sesungguhnya akan menarik jika varietas lokal yang berkualitas baik mamu dipertahankan dikembangkan agar memiliki kuantitas panen yang sama banyaknya dengan varietas baru. Selain itu dalam aspek pertanian juga dikenal istilah sumpah katonan litak yaitu aturan yang melarang adanya pemindahan batas lahan apabila terjadi ketidakjelasan. Norma ini sangat dipercaya masyarakat untuk terus dilakukan sehingga menghindari munculnya konflik dan juga akibat buruk. Menurut masyarakat apabila aturan tersebut dilanggar maka dapat mengakibatkan kematian si pelaku secara tidak rasional dan mengandung unsur mistis, dipercaya atau tidak nyatanya kasus demikian pernah terjadi dilingkungan mereka. Di sisi lain ketaatan masyarakat terhadap norma bukan saja terbatas pada hal-hal semacam itu namun juga pada aturan mengenai pasangan pengantin yang baru melaksanakan pernikahan yaitu mereka tidak boleh berada di desa tersebut selama

satu hari, setelah itu barulah kemudian pasangan tersebut diperkenankan kembali. Aturan ini belum begitu jelas seperti apa alasan dan akibat yang ditimbulkan namun karena masyarakat sudah sangat terbiasa dengan hal semacam itu maka hingga saat ini masih tetap diterapkan.

Kepedulian terhadap Sesama

Sebagaimana yang diungkapan Tonnies bahwa ikatan dalam grup sosial salah satunya yaitu Gemeinschaft yang berdasar pada ikatan guyub, setiakawan, batiniah, murni, alami dan relatif kekal serta adanya solidaritas mekanik sebagaimana diungkapkan Durkheim maka kondisi masyarakat Desa Balla Tumuka pun demikian. Ikatan dalam masing-masing individu hingga kelompok masyarakat tersebut membawa adanya kepedulian terhadap sesama yang cukup tinggi. Hal ini juga dapat dilihat dari kepedulian terhadap sesama anggota kelompok, kedekatan dengan orang yang diberi perhatian, serta sumber motivasi untuk memperhatikan dan membantu orang lain. Dengan demikian dalam penelitian ini hal-hal tersebut dapat digolongkan menurut hasil jawaban responden menjadi kategori tinggi dan rendah (lihat Tabel 11).

Berdasarkan Tabel 11 maka diketahui bahwa tingkat kepedulian terhadap sesama komunitas Desa Balla Tumuka tergolong tinggi dengan persentase sebesar 84.4% sedangkan 15.6% tergolong rendah. Tingginya tingkat kepedulian masyarakat salah satunya yang dapat dijadikan contoh adalah aturan pelarangan merokok bagi anak usia sekolah. Hal ini dilakukan mengingat mulai banyaknya remaja bahkan anak dibawah umur yang sudah merokok. Bahkan terdapat kasus anak SD yang sudah merokok dan berakibat pada pertumbuhan fisiknya yang tidak normal. Hingga beranjak usia SMP fisik anak tersebut sudah tidak lagi mengalami pertumbuhan yang siginifikan bahkan dari tinggi dan berat badan sudah tertinggal jauh dari anak diusianya. Atas dasar latar belakang tersebut aparat desa dan adat mengadakan aturan perlarangan merokok bagi anak usia sekolah untuk menjaga kualitas generasi mereka dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Aturan semacam ini pada akhirnya menjadi kepedulian masyarakat serta diawasi secara bersama-sama atau ditegur adat.

Selain itu berdasarkan pengakuan mayoritas warga Desa Balla Tumuka dapat disimpulkan bahwa motif yang mendasari pola hubungan antara pemilik lahan dan penggarap lebih cenderung motif hubungan sosial bukan motif ekonomi atau matrealis. Padahal pada umumnya individu sebagai pemilik lahan akan cenderung melakukan interaksi yang menuntut rasionalitas ekonomi dan sesuai untuk kepentingan meraka. Tidak demikian dengan warga Desa Balla Tumuka yang sudah berinteraksi sekian lama dan dipengaruhi adat, mereka sistem hubungan yang terjadi antara pemilik dan penggarap lebih berdasarkan pola-pola Tabel 11 Jumlah dan persentase tingkat kepedulian terhadap sesama

Kategori Tingkat kepedulian

n %

Tinggi 38 84.4

Rendah 7 15.6

kekeluargaan dan tidak pernah terjadi konflik laten karena masing-masing pihak merasa nyaman untuk berinteraksi dengan kesadaran untuk memenuhi hak serta tanggung jawab masing-masing. Hal yang paling penting mengenai relevansi antara eksistensi adat dengan kepedulian antar sesama adalah masih adanya interaksi untuk saling mengingatkan diantara warga apabila terjadi pelanggaran nilai-nilai adat. Menurut pengakuan salah satu Toma’ Tua adat apabila ada warga yang melanggar maka warga yang lain turut menegur dan mengingatkan pentingnya nilai-nilai adat untuk dijunjung tinggi. Misalnya akibat ada percampuran nilai-nilai baru yang disampaikan melalui televisi seperti model berpakaian maka salah satu remaja di desa ini ada yang mulai mengadopsi nilai tersebut. Ia berani untuk memakai pakaian yang terlalu minim dan dinilai tidak sesuai dengan kebiasaan adat maka Toma’ tua tersebut langsung menegur dan menyuruh untuk berganti pakaian dengan yang lebih sopan. Bentuk-bentuk interaksi dalam keseharian ini merupakan salah satu bukti bahwa antara anggota masyarakat ataupun dengan nilai adatnya sendiri masih tertanam kepedulian yang cukup kuat serta dipelihara bersama.

Keterlibatan dalam Aktivitas Organisasi Sosial (Adat)

Kelembagaan adat yang menjadi identitas lokal pada perkembangannya bersentuhan langsung dengan kelembagaan atau organisasi lain yang bersifat regional ataupun diluar daerah tersebut. Hal ini menjadi ciri bagaimana adat tersebut mampu berinteraksi serta menyesuaikan diri. Apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan maka perlu adanya penguatan untuk implementasi amanah UU No.6 Tahun 2014 mengenai pembentukan desa adat. interaksi adat dengan lembaga dan organisasi lain tersebut dapat dilihat dari bagaimana keterlibatan warga dalam aktivitas organisasi sosial ataupun adat itu sendiri. Intensitas keterlibatan aktifitas sosial/adat dapat dilihat dari frekuensi mengikuti kegiatan adat, frekuensi keterlibatan dalam aktivitas lain serta ketertarikan mereka dalam mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut. Hal-hal tersebut kemudian menjadi instrumen dalam kuesioner penelitian yang menghasilkan kategori jumlah dan persentase tingkat keterlibatan masyarakat dalam aktivitas organisasi sosial/adat seperti pada Tabel 12.

Berdasarkan data pada Tabel 12 terlihat bahwa tingkat keterlibatan masyarakat dalam aktivitas organisasi sosial/adat tergolong tinggi dengan persentase 93.3% sedangkan 6.7% tergolong rendah. Dari sejumlah responden mengaku bahwa pada umumnya mereka tertarik dengan kegiatan adat bukan saja karena telah menjadi kebiasaan dan sejarah turun temurun namun juga pada interaksi antar warga di dalamnya. Misalnya seperti yang dijelaskan pada bagian Tabel 12 Jumlah dan persentase tingkat keterlibatan komunitas dalam aktivitas

organisasi sosial/adat

Kategori Intensitas keterlibatan

n %

Tinggi 42 93.3

Rendah 3 6.7

sebelumnya upacara kematian menjadi hal yang menarik dimana masyarakat mampu merepresentasikan keterlibatan mereka di keseharian. Selama peneliti menetap di Desa Balla Tumuka prosesi upacara orang meninggal dilakukan secara adat selama beberapa hari dan terlihat bagaimana setiap unsur komunitas terlibat dan terus menerus mengutamakan kontribusi mereka dalam kegiatan tersebut. Bahkan lebih dari itu aktivitas sehari-hari bergeser dan disesuaikan dengan kegiatan ritual upacara kematian yang meliputi pengumuman pada saat meninggal, melayat, bermalam menunggui kediaman yang berdukacita, diskusi terkait waktu pemakaman, penyembelihan hewan persembahan baik babi ataupun kerbau hingga prosesi pemakamannya tersebut yang berselang selama 3 hari dari waktu kematian. Ketika hadir di rumah kediaman keluarga yang berduka cita pasti menangis dengan suara yang cukup lantang hingga terdengar dari kejauhan. Kegiatan ini pun tidak semata-mata diikuti oleh orang dewasa yang pada umumnya sudah lebih paham namun juga diikuti oleh anak-anak dan remaja. Selain itu pada umumnya mereka juga sudah paham silsilah keluarga besar serta aturan dan larangan apa saja yang ada disekitar mereka. Kondisi ini merupakan salah satu bentuk sosialisasi adat dan pewarisan budaya dari orang tua ke generasi selanjutnya sehingga diharapkan mereka mampu memahami adat serta kebudayaan lokal sedini mungkin.

“Jangan takut kak nanti kalau mendengar suara jerit-jerit, itu suara orang yang datang ke orang meninggal tanda mereka peduli dan sedih. Disini, anak-anak kecil juga sudah ikut dalam acaranya biar

mereka belajar.” (Bapak P)

Pada aspek pertanian, pada sejarahnya membuktikan bahwa keterlibatan masyarakat menjadi penting ketika menentukan adopsi inovasi varietas padi baru. Pada saat itu masyarakat dengan tiga lembaga yaitu pemerintah, adat dan tokoh agama bersama mencari kesepakatan bagaimana menerima hal baru tersebut termasuk mengintegrasikannya dengan sistem lokal so’bok. Selain itu masyarakat juga terlibat dalam beberapa kelompok tani yang ada di Desa Balla Tumuka baik untuk kepentingan lokal ataupun ketika diharuskan menerima program dari pemerintah pusat. Tidak hanya kelompok tani kelembagaan lokal yang ada di desa tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.

Dalam dokumen Penguatan Sosial Politik Komunitas Adat (Halaman 51-79)

Dokumen terkait