• Tidak ada hasil yang ditemukan

7.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, diketahui bahwa penerimaan usahatani seluruh petani responden per hektar dalam satu tahun adalah sebesar 169.462.228,58. Pendapatan atas biaya tunai petani responden dalam penelitian ini per hektar dalam satu tahun adalah Rp 40.131.316,56 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 14.086.849,14. Tingkat pendapatan Belimbing Dewa di Depok Kelapa Dua adalah menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total usahatani belimbing yaitu masing masing sebesar 1,31 dan 1,09. Artinya bahwa usahatani belimbing ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki R/C rasio lebih dari satu.

2. Produksi belimbing dipengaruhi oleh input-input atau faktor-faktor produksi . faktor produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif pada selang kepercayaan 95 persen adalah tenaga kerja dan faktor produksi yang memiliki pengaruh positif namun tidak nyata terhadap produksi belimbing adalah pupuk kandang dan pestisida. Penambahan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan jumlah produksi belimbing secara signifikan. Namun pupuk kimia merupakan faktor produksi yang memiliki pengaruh tidak nyata dan berpengaruh negatif terhadap produksi Belimbing Dewa.

7.2. Saran

1. Kegiatan usahatani Belimbing Dewa ini merupakan kegiatan usahatani yang positif dan menguntungkan dapat dilihat dari hasil R/C rasio kemudian berdasarkan analisis faktor produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif adalah faktor tenaga kerja sehingga secara teknis penambahan jumlah tenaga kerja yang digunakan akan meningkatkan jumlah produksi secara signifikan.

2. Diharapkan petani dapat mengembangkan salah satu faktor produksinya yaitu tenaga kerja sehingga usahatani Belimbing Dewa tersebut dapat lebih berkembang kemudian petani juga meningkatkan fungsi kelompok tani sebagai wadah untuk bertukar informasi dan ilmu serta memudahkan petani dalam penyediaan faktor produksi.

BAB VI

ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

DI KELAPA DUA

6.1. Analisis Fungsi Produksi

Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam usahatani Belimbing Dewa adalah pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida dan tenaga kerja. Berdasarkan data pada Tabel 11, maka model fungsi produksi Belimbing Dewa setelah dilinierkan dapat diduga dengan persamaan:

Ln Produksi = 3.68 + 0.0552 LnX1 - 0.0264 LnX2 + 0.138 LnX3 + 0.800 LnX4

Dari hasil pendugaan model di tunjukkan juga bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 58,7 persen dengan nilai determinasi terkoreksi (R2) adjusted sebesar 55,1 persen. Nilai koefisien determinasi tersebut berarti bahwa sebesar 58,7 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja, sedangkan 41,3 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Faktor-faktor lain di luar model yang diduga berpengaruh terhadap produksi Belimbing Dewa adalah tingkat kesuburan tanah, pengaruh iklim dan cuaca serta intensitas serangan hama dan penyakit.

Tabel 11. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Belimbing di Kelapa Dua

Variabel Koefisien Regresi Simpangan Baku Koefisien T- Hitung P- Value VIF Konstanta 3,6763 0,7990 4,60 0,000 Ln Pupuk Kandang (X1) 0,05518 0,03895 1,42 0,163 1,114 Ln Pupuk Kimia (X2) -0,02645 0,05114 -0,52 0,608 1,394 Ln Pestisida (X3) 0,1385 0,1313 1,05 0,297 1,729 Tenaga kerja (X4) 0,7998 0,1323 6,04 0,000 1,550 R-sq = 58,7 persen R-sq (adj) = 55,1 persen F-hitung = 16,02

per tahun, kecepatan angin rata-rata 3,3 knot dan penyinaran matahari rata-rata 49,8 persen.

Jenis tanah yang ada di wilayah penelitian yaitu tanah dengan jenis lasotol merah dan lasotol coklat kemerahan. Kualitas tanah di wilayah Kota Depok cukup bervariasi dan cenderung memiliki nilai kesesuaian lahan yang cocok untuk beberapa jenis tanaman. Dengan kondisi kemiringan lerengnya yang kecil, komodita pertnian yang dapat dikembangkan adalah tanaman buah-buahan dan beberapa jenis sayuran dataran rendah.

5.2. Karakteristik Petani Responden

Deskripsi petani responden dilihat dari beberapa kriteria diantaranya adalah status usahatani, usia petani, tingkat pendidikan petani, status kepemilikan lahan dan pengalaman berusahatani. Karakteristik tersebut dianggap penting karena mempengaruhi pelaksanaan usahatani belimbing terutama dalam melakukan teknik budidaya belimbing yang nantinya akan berpengaruh pada produksi yang dihasilkan oleh petani tersebut. Karakteristik petani responden untuk belimbing dapat dilihat pada Tabel 7.

5.2.1. Status Usahatani Belimbing Dewa Petani Responden

Hampir seluruh responden petani menganggap bahwa kegiatan usahatani yang mereka lakukan adalah sebagai pekerjaan utama. Ada 80 persen petani responden yang beranggapan bahwa pekerjaan utamanya adalah bercocok tanam. Sisanya yaitu 20 persen menganggap bahwa aktivitas usahatani yang mereka lakukan hanya merupakan pekerjaan sampingan saja. Dapat dikatakan petani responden masih menggantungkan hidupnya pada usahatani belimbing dewa dan menganggap bahwa menjalankan usahatani belimbing dewa menguntungkan.

Dari 40 orang (80 persen) responden petani yang status usahataninya adalah pekerjaan utama, 10 orang diantaranya memiliki pekerjaan sampingan. Adapun pekerjaan sampingan yang dilakukan yaitu beternak, ojek, menjadi buruhtani dan juga berdagang.

Tabel 7. Karakteristik Responden Petani Belimbing di Tugu Kelapa Dua No Karakteristik Responden Jumlah Petani

(Orang) Persentase (%) Status Usaha a Utama 40 80 1 b Sampingan 10 20 Umur a ≤20 0 0 b 21-40 12 24 c 41-50 15 30 2 d ≥51 23 46 Pendidikan a Tidak Berpendidikan 4 8 b SD 25 50 c SMP 4 8 d SMA 13 26 e S1 3 6 3 f S2 1 2 Pengalaman Bertani a ≤2 2 4 b 3-5 4 8 c 6-10 15 30 4 d ≥11 29 58

Luas Lahan (Hektar)

a ≤ 0,5 46 92

b 0,51-1 1 2

5

c ≥1,01 3 6

Status Kepemilikan Lahan

a Sewa 10 20

b Milik Sendiri 34 68

6

c Sewa dan Milik Sendiri 6 12

Responden yang pekerjaan utamanya adalah petani dan memiliki pekerjaan sampingan serta responden yang menganggap kegiatan usahataninya adalah sebagai pekerjaan sampingan, tentunya akan memperoleh tambahan pendapatan dari luar kegiatan usahatani yang dijalankan. Tambahan pendapatan ini dapat mereka gunakan sebagai modal dalam menjalankan aktivitas usahataninya untuk membeli sarana produksi pertanian yang dibutuhkan.

5.2.2. Usia Petani Responden

Berdasarkan usia, petani yang melakukan kegiatan usahatani Belimbing Dewa sebagian besar didominasi oleh petani usia 21 hingga 50 tahun dengan demikian petani responden berasal dari kalangan petani usia produktif. Orang- orang yang masih berusia produktif memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan usahanya karena pada usia tersebut terdapat dorongan kebutuhan yang tinggi. Namun, ada beberapa petani yang telah berusia lanjut (lebih dari 50 tahun) masih tetap berusahatani. Mereka menganggap bertani merupakan matapencaharian pokok mereka yang telah turun temurun dan juga sebagai pengisi kegiatan di masa tua.

5.2.3. Tingkat Pendidikan Petani Responden

Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan dan tidak semua responden yang diwawancarai pernah mengikuti pendidikan formal. Data hasil wawancara menunjukkan bahwa ada beberapa dari responden (empat orang) yang tidak mengenyam pendidikan formal. Tingkat pendidikan tertinggi dari petani responden adalah lulusan S2 (satu orang). Dari data yang diperoleh di lapangan jumlah petani responden berdasarkan tingkat pendidikan formal didominasi oleh petani yang hanya merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD), yaitu sebanyak 25 orang (50 persen) petani.

Menurut Mosher (1987), petani berperan sebagai pengelola. Petani sebagai pengelola akan berhadapan dengan berbagai alternatif yang harus diputuskan dan harus dipilih untuk diusahakan. Beberapa hal yang harus diputuskan oleh petani diantaranya adalah menentukan cara-cara berproduksi, menentukan cara-cara pembelian sarana produksi, menghadapi persoalan tentang biaya, mengusahakan permodalan dan sebagainya.

Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam mengadopsi teknologi dan hal-hal baru dalam kegiatan usahatani sehingga dapat meningkatkan produktivitas serta pendapatan usahatani. Tingkat pendidikan dan keterampilan serta pengalaman juga mempengaruhi petani dalam proses pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani yang dijalankan.

5.2.4. Luas Areal Usahatani

Menurut Hernanto (1989) ada empat golongan petani berdasarkan luas lahan yang dimiliki, yaitu golongan petani berlahan luas (lebih dari 2 hektar), golongan petani berlahan sedang (0,5 sampai 2 hektar), golongan petani berlahan sempit (kurang dari 0,5 hektar) dan golongan petani yang tidak memiliki lahan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa petani responden kebanyakan termasuk ke dalam golongan petani berlahan sempit. Semakin luas lahan yang dimiliki oleh petani, maka kemungkinan akan semakin banyak jumlah pohon belimbing yang dapat ditanam sehingga memungkinkan petani untuk menghasilkan buah belimbing yang lebih banyak. Luas lahan juga menggambarkan besarnya skala usahatani yang dijalankan.

5.2.5. Pengalaman Usahatani

Data menunjukkan bahwa jumlah terbesar terdapat pada petani dengan lama pengalaman berusahatani lebih dari 11 tahun yaitu sebanyak 29 orang (58 persen) dan pengalaman usahatani terlama yang dilakukan oleh salah satu petani responden yaitu 45 tahun. Pengalaman berusahatani yang dimiliki oleh petani menunjukkan lamanya petani berkecimpung dalam usahatani belimbing dewa. Semakin lama pengalaman berusahatani maka dapat disimpulkan bahwa petani sedah memahami betul teknik budidaya dalam kegiatan usahatani yang dijalankan.

5.2.6. Status Kepemilikan Lahan Belimbing Dewa Petani Responden

Sebagian dari total responden dalam hal kepemilikan lahan adalah responden dengan lahan sewaan sebanyak 10 orang (20 persen). Petani penyewa lahan ini biasanya tidak memiliki modal yang terlalu besar sehingga cenderung bekerjasama dengan pemilik lahan. Sebagian lagi dari responden memiliki lahan sendiri yaitu sebanyak 34 orang (68 persen). Sisanya memiliki lahan sendiri dan ditambah dengan menyewa lahan orang lain. Status kepemilikan lahan ini nantinya akan berpengaruh pada tingkat penerimaan yang akan diperoleh petani responden.

5.3. Penerimaan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani ini didasarkan atas luasan satu hektar dalam satu tahun (empat kali panen). Untuk data usahatani yang dianalisis adalah setiap kali panen, dimana dalam satu tahun rata-rata responden petani melakukan panen sebanyak empat kali. Total produksi usahatani adalah jumlah total belimbing yang diproduksi selama satu tahun, sedangkan penerimaan usahatani total (total revenue) adalah hasil kali antara total produk yang dijual dengan harga yang berlaku di pasar pada tahun tersebut.

Produksi yang dihasilkan oleh seluruh petani belimbing secara keseluruhan dalam satu tahun adalah 31.030,54 kg per hektar dengan harga jual yang berlaku pada saat panen. Dengan demikian penerimaan usahatani seluruh petani yang menanam belimbing di Kelurahan Tugu Kelapa Dua adalah Rp. 169.462.228,58 Harga jual belimbing dewa pada masing-masing petani berbeda- beda, dengan rata-rata harga yaitu Rp. 5.461,14 per kilogram.

Sebagian besar petani menjual buah belimbing dewa kepada tengkulak namun ada pula yang menjual sendiri hasil panen dengan cara berdagang di pinggir jalan atau menjual langsung ke pasar seperti Pasar Keramat Jati atau Pasar Senen.

5.4. Pengeluaran Usahatani

Pengeluaran usahatani dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani selama kegiatan usahatani berlangsung dari pengelolaan hingga dijual kepada tengkulak atau di jual sendiri, sedangkan biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam bentuk nilai tunai.

Dari hasil wawancara dengan petani responden didapat bahwa biaya tunai yang dikeluarkan meliputi biaya pembelian pupuk organik, pupuk non organik, tenaga kerja luar keluarga, pestisida padat, pestisida cair. Total biaya tunai per hektar per tahun adalah Rp 129.330.912,02.

Petani Belimbing Dewa di Kelapa Dua sebagian dari mereka menjual produk kepada tengkulak yang kemudian oleh tengkulak di jual ke Pasar Kramat Jati atau Pasar Senen. Namun ada juga sebagian dari petani yang menjual produk

mereka sendiri dengan cara menjajakan di pinggir jalan atau kios atau menjual langsung ke pasar

Biaya diperhitungkan yang dikeluarkan petani responden meliputi biaya penyusutan alat dan tenaga kerja dalam keluarga. Total biaya diperhitungkan adalah Rp 26.044.467,42. Total biaya yang dikeluarkan per hektar yang merupakan penjumlahan biaya tunai (Rp. 129.330.912,02) dan biaya diperhitungkan (Rp 26.044.467,42) adalah sebesar Rp 155.375.379,44 komponen biaya usahatani Belimbing Dewa secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8

Tabel 8. Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Usahatani Belimbing per Hektar Tahun 2009

No. Keterangan Nilai (Rp)

A Biaya Tunai

1. Pupuk Kandang 1,135,535.09

2. Pupuk Kimia 6,364,112.64

3. Pestisida 9,723,242.93

4. Tenaga Kerja Luar Keluarga 103,852,412.86

5. Sewa 8,282,608.51

B Total Biaya Tunai 129,330,912.02

C Biaya Diperhitungkan

1. Penyusutan Alat 16,000.00

2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga 26,028,467.42 D Total Biaya yang Diperhitungkan 26,044,467.42

E Jumlah Total Biaya 155.375.379,44

5.5. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai petani responden dalam penelitian ini per hektar adalah Rp 40.131.316,56 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 14.086.849,14 untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 9.

Tabel 9. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Belimbing per Hektar di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Tahun 2009

No. Komponen Nilai (Rp)

1. Penerimaan 169.462.228.6

2. Biaya Tunai 129.330.912,02

3. Biaya Diperhitungkan 26.044.467,42

4. Biaya Total 155.375.379,44

5. Pendapatan Atas Biaya Tunai 40.131.316,56 6. Pendapatan Atas Biaya Total 14.086.849,14

5.6. Analisis R/C Rasio

Hasil perhitungan analisis R/C rasio atas biaya tunai adalah 1,31.Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1.- menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,31. Nilai R/C rasio lebih dari satu menunjukkan bahwa usahatani Belimbing Dewa di Kelapa Dua mampu memberikan keuntungan karena penerimaannya lebih besar 1,31 kali dari biaya yang dikeluarkan. Jadi apabila petani mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.000.000,00 maka akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 1.310.000,00 sehingga petani memiliki keuntungan sebesar Rp. 310.000,00.

R/C ratio atas dasar biaya total untuk usahatani Belimbing Dewa adalah sebesar 1,09 nilai ini memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan petani memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,09. Jadi apabila petani mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.000.000,00 maka akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 1.090.000,00. Sehingga petani memiliki keuntungan sebesar Rp. 90.000,00. Penerimaan , biaya, pendapatan dan R/C Rasio usahatani per hektar per periode tanam petani dapat dilihat pada Tabel 10.

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total masing-masing yaitu 1,31 dan 1,09. Dilihat dari R/C rasio atas biaya total artinya bahwa usahatani Belimbing Dewa ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Melihat nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,31 Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,3.

Tabel 10. Penerimaan, Biaya dan R/C rasio Belimbing per Hektar di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Tahun 2009

No. Komponen Nilai (Rp)

1. Penerimaan 169.462.228,58

2. Biaya Tunai 129.330.912,02

3. Biaya Diperhitungkan 26.044.467,42

4. Biaya Total 155.375.379,44

5. R/C Atas Biaya Tunai 1,31

Berdasarkan hasil analisis model diketahui bahwa variabel bebas yang berpengaruh positif dan nyata pada selang kepercayaan 95 persen terhadap produksi belimbing adalah tenaga kerja, hal ini dapat dilihat dari nilai P-Value dari variabel tenaga kerja yaitu sebesar 0,000 dalam taraf lima persen hal ini menjelaskan bahwa dengan nilai P-Value di bawah nilai alpha maka tenaga kerja berpengaruh nyata. Sedangkan nilai koefisien regresi bernilai positif sebesar 0,7998 menjelaskan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh positif. Sisa variabel bebas lainnya berpengaruh positif dan tidak nyata serta berpengaruh negatif dan tidak nyata.

6.2. Elastisitas Produksi dan Skala Usaha

Dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi merupakan nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut, sedangkan penjumlahan dari nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Adapun model fungsi Cobb-Douglas-nya adalah:

Y = 3,6763 X10,05518 X2-0,02645 X30,1385 X40,7998 e Keterangan:

Y= Total Produksi Belimbing Dewa (Kg) X1= Pupuk Kandang

X2= Pupuk Kimia X3= Pestisida X4= Tenaga Kerja

Dari model produksi yang diduga menunjukkan bahwa jumlah nilai-nilai parameter penjelas adalah 0,96703 angka ini merupakan hasil dari penjumlahan koefisien regresi faktor produksi yang dalam hal ini dianggap sebagai elastisitas dari faktor tersebut. Besaran elastisitas dari nilai total koefisien regresi tersebut juga merupakan tingkat besaran returns to scale. Penjumlahan dari nilai elastisitas tersebut dapat digunakan untuk mengetahui keadaan skala usaha.

Jumlah nilai elastisitas dalam model adalah 0,96703. Hal ini menggambarkan bahwa usahatani Belimbing Dewa yang dilakukan kelompok tani

Maju Bersama berada dalam skala decreasing returns to scale. Hal ini menandakan bahwa, jika input yang digunakan dalam proses produksi Belimbing Dewa secara bersama-sama ditambah sebesar satu persen, maka output yang diproduksi akan bertambah sebesar kurang dari satu persen, yakni 0,96703 persen. Model fungsi produksi tersebut juga menguji semua variabel bebas yang digunakan dalam input produksi terhadap hasil produksi, hal ini dilakukan dengan cara melakukan uji F. Nilai F-hitung pada model penduga fungsi produksi tersebut mencapai 16,02 dan nilai p-value 0,000 kondisi tersebut menjelaskan bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam usahatani Belimbing Dewa secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi Belimbing Dewa petani responden pada selang kepercayaan 95 persen.

Analisis yang digunakan dalam menguji pengaruh nyata masing-masing variabel bebas (input produksi) yang digunakan secara terpisah terhadap variabel tidak bebas (output) adalah dengan melihat nilai dari p-value. Berdasarkan nilai dari p-value yang ada, variabel bebas yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen adalah tenaga kerja. Hasil uji terhadap pupuk kandang, pupuk kimia dan pestisida memiliki p-value yang lebih besar dari alpha lima persen, kondisi ini menunjukkan bahwa variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata dalam produksi Belimbing Dewa.

Model Penduga fungsi produksi yang telah dilakukan analisis dapat menunjukkan tingkat kelayakan berdasarkan asumsi OLS. Asumsi tersebut meliputi multikolinieritas, homoskedastisitas dan normalitas error. Analisis mengenai multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factors) yang kurang dari 10 hal ini menunjukkan tidak terdapat multikolinieritas. Untuk analisis asumsi homoskedastisitas digunakan pendekatan grafik, grafik menunjukkan plot antara residual dengan fitted value yang tersebar dan tidak menunjukkan pola yang sistematis.

Hasil analisis model penduga fungsi produksi pada petani responden secara statistik telah memenuhi asumsi OLS, hal ini juga dapat di analisis dari nilai p-value yang bernilai nol dan mengindikasikan bahwa semua variabel atau salah satu variabel dalam model regresi secara statistik tidak bernilai nol. Terpenuhinya syarat asumsi ini menunjukkan bahwa model fungsi produksi

tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara variabel bebas (input produksi) yang digunakan terhadap hasil produksi (output) dalam kegiatan usahatani Belimbing Dewa.

Elastisitas produksi adalah persentase perubahan output sebagai akibat persentase perubahan input. Berdasarkan model fungsi produksi yang digunakan dapat dilihat nilai elastisitas input, sehingga dapat diketahui sejauh mana pengaruh input tersebut terhadap output. Berdasarkan hasil analisis model di ketahui bahwa variabel bebas yang berpengaruh positif dan nyata pada selang kepercayaan 95 persen terhadap produksi belimbing adalah tenaga kerja, sedangkan variabel bebas lainnya berpengaruh positif dan tidak nyata serta berpengaruh negatif dan tidak nyata. Nilai koefisien tenaga kerja adalah 0,7998 dimana nilai ini termasuk inelastis yang berarti pengaruh besar kecilnya perubahan input produksi tidak terlalu besar. Nilai dari koefisien tersebut juga menunjukkan bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen maka akan meningkatkan hasil produksi sebesar 0,7998 persen dengan asumsi faktor- faktor produksi lainnya tetap.

Berdasarkan informasi yang diperoleh tenaga kerja memang memiliki peranan penting di dalam produksi belimbing karena tenaga kerja berkaitan langsung dengan proses perawatan buah belimbing mulai dari penyiangan, sanitasi lahan, pembungkusan, penyemprotan, serta memetik hasil panen. Kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja paling besar adalah kegiatan membungkus buah, karena kegiatan membungkus buah harus dilakukan satu per satu, harus teliti dan hati-hati karena bila kurang hati-hati di dalam melakukan proses pembungkusan maka buah akan mudah rontok. Tentu saja hal ini sangat membutuhkan tenaga kerja manusia yang cukup besar dan proses yang dilakukan cukup lama terutama bila buah yang dibungkus cukup banyak.

Penambahan lahan pada tanaman belimbing dewa tidak akan memberikan pengaruh besar karena bila dilakukan penambahan lahan maka perlu dilakukan penambahan bibit, usia bibit belimbing hingga menjadi tanaman belimbing yang siap berproduksi optimal membutuhkan waktu hingga 10 tahun, maka perhitungan mengenai faktor produksi lahan dan bibit tidak dilakuk

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, diketahui bahwa penerimaan usahatani seluruh petani responden per hektar dalam satu tahun adalah sebesar 169.462.228,58. Pendapatan atas biaya tunai petani responden dalam penelitian ini per hektar dalam satu tahun adalah Rp 40.131.316,56 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 14.086.849,14. Tingkat pendapatan Belimbing Dewa di Depok Kelapa Dua adalah menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total usahatani belimbing yaitu masing masing sebesar 1,31 dan 1,09. Artinya bahwa usahatani belimbing ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki R/C rasio lebih dari satu.

2. Produksi belimbing dipengaruhi oleh input-input atau faktor-faktor produksi . faktor produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif pada selang kepercayaan 95 persen adalah tenaga kerja dan faktor produksi yang memiliki pengaruh positif namun tidak nyata terhadap produksi belimbing adalah pupuk kandang dan pestisida. Penambahan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan jumlah produksi belimbing secara signifikan. Namun pupuk kimia merupakan faktor produksi yang memiliki pengaruh tidak nyata dan berpengaruh negatif terhadap produksi Belimbing Dewa.

7.2. Saran

1. Kegiatan usahatani Belimbing Dewa ini merupakan kegiatan usahatani yang positif dan menguntungkan dapat dilihat dari hasil R/C rasio kemudian berdasarkan analisis faktor produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif adalah faktor tenaga kerja sehingga secara teknis penambahan jumlah tenaga kerja yang digunakan akan meningkatkan jumlah produksi secara signifikan.

2. Diharapkan petani dapat mengembangkan salah satu faktor produksinya yaitu tenaga kerja sehingga usahatani Belimbing Dewa tersebut dapat lebih berkembang kemudian petani juga meningkatkan fungsi kelompok tani sebagai wadah untuk bertukar informasi dan ilmu serta memudahkan petani dalam penyediaan faktor produksi.

ANALISIS USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI

Dokumen terkait