• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. PENGEMBANGAN SISTEM PELAPORAN KASUS

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kasus penyakit akibat pangan yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kasus kolera, demam tifoid dan paratifoid, sigelosis, diare dan gastroenteritis, amubiasis, penyakit infeksi usus lain, serta hepatitis A. Data-data tersebut bersumber dari laporan kasus pada rumah sakit dan/atau puskesmas yang terlapor pada Direktorat Jenderal Pelayanan Medik dan/atau Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PPPL). Berdasarkan studi epidemiologi deskriptif yang dilakukan dalam penelitian ini, penyakit kolera dan diare potensial terjadi pada kasus dengan golongan umur 1-4 tahun, sedangkan penyakit tifoid, hepatitis A dan disentri cenderung terjadi pada golongan umur 15- 44 tahun. Hasil analisis dan interpretasi data kasus tersebut kurang sesuai dengan definisi populasi rentan oleh WHO untuk masing-masing jenis kasus penyakit akibat pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut dan memperbaiki sistem surveilan kasus penyakit akibat pangan secara terus-menerus.

Berdasarkan variabel waktu (bulan kejadian), kasus penyakit tifoid, diare, disentri dan hepatitis A cenderung meningkat pada musim penghujan yaitu antara bulan Januari-Maret. Sedangkan kasus kolera cenderung meningkat pada musim kemarau. Sebagian besar kasus penyakit akibat pangan potensial berisiko pada subjek baik berjenis kelamin pria maupun wanita, kecuali penyakit hepatitis A yang dominan terjadi pada subjek dengan jenis kelamin pria. Berdasarkan variabel tempat (propinsi) kasus penyakit akibat pangan terjadi, propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan propinsi yang potensial terhadap risiko penyakit kolera, sedangkan propinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat merupakan daerah potensial penyebaran tifoid. Propinsi Sulawesi Tenggara, Jawa Barat dan Kalimantan Tengah mempunyai angka insiden tertinggi untuk kasus diare.

Kelemahan dalam sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia tercermin pada kekurangan interpretasi data yang ada, yaitu diantaranya: (1) kasus yang terlaporkan tidak dapat dibedakan antara kasus yang bersifat dugaan (suspected case) atau tetap (confirmed case), (2) data kasus

dengan parameter IR, CFR dan AR hanya berdasarkan data rumah sakit pada Ditjen Pelayanan Medik, serta (3) komponen data antara kedua sumber (Ditjen PPPL dan Ditjen Pelayanan Medik) belum seragam. Hasil analisis dan interpretasi data-data kasus penyakit akibat pangan tersebut belum mencerminkan kecenderungan penyebaran penyakit akibat pangan pada keseluruhan populasi penduduk di Indonesia. Hal ini disebabkan data kasus yang dilaporkan hanya 12%-13% untuk data kasus bersumber pada puskesmas dan 30%-40% untuk kasus bersumber pada rumah sakit. Propinsi dengan persentase kelengkapan yang relatif besar meliputi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Riau dan Lampung (data pada Ditjen PPPL).

Pengembangan sistem, yang mencakup pengembangan dan perbaikan mekanisme serta formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan dalam penelitian ini merupakan langkah awal dalam memperbaiki profil pelaporan data kasus penyakit akibat pangan di Indonesia. Diharapkan dengan penelitian ini, data kasus penyakit akibat pangan pada masa mendatang dapat diinterpretasikan dan informasi yang dihasilkan dapat lebih representatif.

B. SARAN

1. Pelaporan kasus penyakit akibat pangan harus terus dikembangkan, sebagai salah satu pendukung surveilan keamanan pangan di Indonesia.

2. Pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang mencakup dua hal, yaitu mekanisme dan formulir pelaporan sebagai bahan masukan untuk membuat SOP pelaporan harus dievaluasi, sedang formulir pelaporan harus diuji validitas dan reliabilitas sebelum dikembangkan menjadi sebuah model pelaporan di Indonesia.

3. Peran penting laboratorium kesehatan perlu dimaksimalkan dengan melibatkannya dalam mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan, serta perlu dilakukan surveilan dan investigasi lebih lanjut tentang kasus penyakit akibat pangan berbasis laboratorium kesehatan di Indonesia.

4. Perangkat pendukung surveilan kasus penyakit akibat pangan, seperti software pengolah data kasus, perlu terus dikembangkan secara sinergis dengan pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan sehingga

output dari pengembangan sistem tersebut dapat lebih aplikatif untuk diimplementasikan di Indonesia.

5. Untuk mendukung surveilan kasus penyakit akibat pangan yang terpadu dan sistematis, diperlukan adanya sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang baik dan terpadu pula. Sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang melibatkan Badan POM RI sebagai leading sector dalam program keamanan pangan perlu didukung dengan stakeholder yang dapat menguatkan peran serta Badan POM RI.

DAFTAR PUSTAKA

Adamkiewitz TV., Berkovitch M., Krishnan C., Polsinelli C., Kermack D., Oliveri F. Infection due to Yersinia enterocolitica in a series of patients with B- thalasemia: incidence and predisposing factors. Clinical Infectious Diseases 1998; 27:1362-6 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Anonima. 1998. Epidemiology update: Hepatitis A. http://www.co.hennepin.mn. us/vgn/images/portal/cit_100003616/30/14/106580956Hepatitis%20A%20 Update.pdf (6 September 2005)

Anonimb. 2005. The World Factbook. http://www.cia.gov/cia/publications/ factbook/geos/bg.html (20 Oktober 2005)

Arnold, G.J. dan B.A. Munce. 2000. Investigation of Foodborne Disease Outbreaks di dalam Hocking, A. D. et al (eds). Foodborne Microorganisms of Public Health Significance : 5th Edition. AIFST (NSW Branch) Food Microbiology Group.

Badan POM. 2001a. Keamanan Pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI. Jakarta.

Badan POM. 2001b. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Analisis Risiko. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI. Jakarta

Badan POM. 2001c. Analisis Risiko Keamanan Pangan Mikrobiologis : Kajian Risiko Mikrobiologis. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI. Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2002. Proyeksi Penduduk Indonesia per Propinsi Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 2000-2010. Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik. BPS, Jakarta-Indonesia.

Bennish, M.L. dan Wojtyniak, B.J. 1991. “Mortality due to shigellosis: community and hospital data,” Rev. Infect. Dis. 13:S245-251 di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Black, R.E., Levine, M.M., Clements, M.L., Hughes, T.P., and Blaser, M.J. 1988. “ Experimental Campylobacter jejuni infection in humans” di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Borgdorff, M.W., Motarjemi Y. 1997. Surveillance of Foodborne Diseases: What Are The Options?. Food Safety Issues. Food Safety Unit, WHO. WHO.

Buzby JC dan Roberts T. 1995. ERS estimates US foodborne disease costs, Food Review, vol 18, pp37-42 di dalam Communicable Diseases Network Australia and New Zealand, Commonwealth Department of Health and Family Services, Australia.

Cameron S., Walker W., Beers M., et al. 1995. Enterohaemorrhagic Escherichia coli outbreak in South Australia associated with the consumption of mettwurst, Communicable Diseases Intelligence, vol 19, pp70-1 di dalam Communicable Diseases Network Australia and New Zealand, Commonwealth Department of Health and Family Services, Australia.

Cary, J.W., Linz, J.E. dan Bhatnagar, D. 2000. Microbial Foodborne Disease Mechanisms of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

CDC. Nationally Notifiable Infectious Diseases United States 2003. http://www.cdc.gov/epo/dphsi/phs/infdis2003.htm (8 Juli 2005)

D’Aoust, J. 2000. Salmonella di dalam Sparringa, R.A. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan. Badan POM RI.

Departemen Kesehatan. 2004. Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Department of Health. 1994. Management of Outbreaks of Foodborne Illness. Department of Health, London di dalam Hackbarth et al., Massachusetts Department of Public Health.

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2000. Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Edisi: Tahun 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2001. Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Edisi: Tahun 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2002. Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Edisi: Tahun 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2003. Sistem Informasi Rumah Sakit di Indonesia (Sistem Pelaporan Rumah Sakit Revisi V). Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2003. Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Edisi: Tahun 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2004. Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Edisi: Tahun 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Djauzy. 2005. Personal Communication. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Erfandi. 2005. Personal Communication. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Estrada-Garcia, T dan Mintz, E.D. 1996. ”Cholera: Foodborne transmission and

its prevention,” 461-469 di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

FAO/WHO. 2004. Foodborne Disease Monitoring and Surveillance Systems. Seremban, Malaysia. http://www.fao.org/docrep/meeting/006/J2381E.htm (20 Juli 2005)

Farber, J.M. dan Peterkin, P.I. 2000. Listeria monocytogenes di dalam Sparringa, R.A. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan. Badan POM RI.

Fardiaz, D. 2001. Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Secara Total. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM. Jakarta.

Faruque, S.M., Albert, M.J., dan Mekalanos, J.J. 1998. Epidemiology, Genetics and Ecology of Toxigenic Vibrio cholerae, Microbiology and Molecular Biology Reviews. Dec. 1998 Vol.62 No.4, p.1301-1314. American Society for Microbiology.

Ferreccio, C., Prado, V., Ojeda, A., Cayyazo, M., Abergo, P., Guers, L., and Levine, M.M. 1991. “Epidemiologic patterns of acute diarrhea and endemic Shigella infections in children in poor periurban setting in Santiago, Chile, ” Am. J. Epidemiol. 134:614-627 di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Gay NJ, Morgan-Capner P, Wright J, et al. Age-specific antibody prevalence to hepatitis A in England: implications for disease control. Epidemiol Infect 1994;113:113–20 di dalam Ross et al. 2002. Seroprevalence of hepatitis A immunity in male genitourinary medicine clinic attenders: a case control study of heterosexual and homosexual men. Birmingham, UK.

Gerba CP., Rose JB., Haas CN. Sensitive Populations: Who is at the greatest risk? International Journal of Food Microbiology. 1996; 30:113-23 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Griffin PM., Ostroff M., Tauxe RV., Greene K.D., Wells JG., Lewis JH., Blake PA. Illnesses associated with Escherichia coli O157:H7 infectious. A broad clinical spectrum. Annals of Internal Medicine 1988; 109:705-12 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Hackbarth, A., Robert G., Dan H., Emily H., Jocelyn I., Pat K., dan Priscilla L. 1997. Foodborne Illness Investigation and Control Reference Manual. Massachusetts Department of Public Health.

HIady WG., Klontz KC. The epidemiology of Vibrio infections in Florida, 1981- 1993. The Journal of Infectious Diseases 1996; 173:1176-83 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Hobbs, B.C. dan D. Roberts. 1987. Food Poisoning and Food Hygiene : 5th Edition. Edward. London.

Imari, S. 2004. Penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan. Makalah pada Pelatihan Surveilan Keamanan Pangan, 12-16 Juli 2004. Bogor.

Khoirimah, N. 2005. Personal Communication. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Lindsay JA. Chronic sequelae of foodborne disease. Emerging Infectious Diseases 1997; 3:443-52 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Majowicz, S. 2001. Foodborne Disease: How Big A Problem?. University of Guelph. Canada.

Mead PS, Slutsker L., Dietz V., McCaig LF., Bresee JS., Shapiro C., Griffin PM., Tauxe RV. Food-Related Illness and Death in the United States. Emerging Infectious Diseases. 1999; 5:607-25 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

MMWR. 1990. Current Trends Community Outbreaks of Shigellosis United States. August 03, 1990 / 39 (30); 509-513,519.

OzFoodnet. 2003. Pathogens under Surveillance. http://www.ozfoodnet.org.au/ surveillance.htm (Juni 2005)

Pang, T., Bhutta, Z.A., Finlay, B.B, dan Altwegg, M. 1995. “Typhoid fever and other salmonellosis: a continuing challenge.” Trends Microbial.,3(7):253- 255. di dalam Cary et al. Microbial Foodborne Disease Mechanisms of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Parker, T.C.B. dan R.B. Tompkin. 2000. Risk and Microbiological Criteria di dalam Lund, Barbara M. et al (eds) The Microbiological Safety and Quality of Food : Volume II. Aspen Publisher, Inc. Maryland

Public Health Agency of Canada (PHAC). National Notifiable Diseases for 2000. http://www.dsol-smed.hc-sc.gc.ca/dsol-smed/ndis/list_e.html (8 Juli 2005)

Rahayu, W.P., R.A. Sparringa., dan P. Hariyadi. 2005. Surveilan KLB Keracunan Pangan. Lokakarya Jejaring Intelijen Pangan: Surveilan keamanan pangan pada rantai pangan, 20 Juni 2005. Badan POM RI. Jakarta.

Rees J., Soudain SE., Gregson Norman A., Hugues Richard AC. Campylobacter jejuni infection and Guillain-Barre Syndrome. The New England Journal of Medicine 1995; 333:1371-5 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Rocourt J., G. Moy, K. Vierk dan J. Schlundt. 2003. The Present of Foodborne Disease in OECD Countries. Food Safety Department, WHO, Geneva. www.who.int/entity/foodsafety/publications/foodborne_disease/oecd_fbd. pdf (20 Mei 2005)

Sharp, J. Clark dan W. (Bill) J. Reilly. 2000. Surveillance of Foodborne Disease. di dalam Lund, Barbara M. Et al (eds) The Microbial Safety and Quality of Food : Volume II. Aspen Publisher, Inc. Maryland.

Singh, B. 2001. Symposium: Typhoid fever-epidemiology, Journal Indian Academy of Clinical Medicine. Vol 2, No.1&2, January-June.

Sockett PN dan Roberts JA. 1991. The social and economic impact of salmonellosis, Epidemiology and Infection, vol 107, pp 335-47 di dalam Communicable Diseases Network Australia and New Zealand, Commonwealth Department of Health and Family Services, Australia.

Sparringa, R.A. 2002. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan di dalam Rahayu, et al. Surveilan Keamanan Pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM. Jakarta.

Sparringa, R.A. 2005. Pengantar Investigasi KLB Keracunan Pangan. Pelatihan Surveilan Keamanan Pangan, Bogor, 27 Juni-2 Juli 2005. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI. Jakarta.

Sparringa, R.A. 2005. Personal Communication. Badan POM RI. Jakarta.

Sparringa, R.A. dan Rahayu, W.P. 2005. Kebijakan dan Strategi Surveilan Keamanan Pangan. Pelatihan Kajian Risiko Keamanan Pangan, Bogor, 27 Juni-2 Juli 2005. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI. Jakarta.

Stern, N.J. dan Line, E.J. 2000. Campylobacter di dalam Sparringa, R.A. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan. Badan POM RI. Jakarta.

Stiles, M.E. 2000. Less recognized and suspected foodborne bacterial pathogens di dalam Sparringa, R.A. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan. Badan POM RI. Jakarta.

Stoll, B.J., Glass, R.I., Huq, M.I., Khan, M.U., Banu, H., and Holt, J. 1982. ”Epidemiologic and clinical features of patients infected with Shigella who attended a diarrheal disease hospital in Bangladesh” di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Taylor, M.A. 2000. Protozoa di dalam Sparringa, R.A. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan. Badan POM RI. Jakarta.

Thomson G., DeRubeis D., Hodge M., Rajanayagam C., Inman RD., Post- Salmonella reactive arthritis: late clinical sequelae in a point source cohort. The American Journal of Medicine 1995; 98:13-9 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Wallis, M.R. 1994. “The pathogenesis of Campybacter jejuni” di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Willshaw, G.A., Cheasty, T. dan Smith, H.R. 2000. Escherichia coli di dalam Sparringa, R.A. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan. Badan POM RI. Jakarta.

Wilson, C.L. dan S. Droby. 2001. Microbial Food Contamination. CRC Press. New York

WHO. 1995. The World Health Report 1995: Bridging the Gaps. di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

WHO. 1996. Principles and methods for assessing direct immunotoxicity associated with Exposure to Chemicals. Environmental Health criteria – EHC 180, Geneva-Switzerland di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

WHO. 1997. “Foodborne disease-possibly 350 times more frequent than reported.” http://www.who.int/dsa/justpub/food.htm (2 September 2005)

WHO. 1998. “Typhoid fever.” http://www.who.int/gpv-dvacc/diseases/typhoid_ fever.htm (Agustus 2005)

WHO. 1999. Principles and methods for assessing allergic hypersensitization associated with Exposure to Chemicals. Environmental Health criteria – EHC 212, Geneva-Switzerland di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

WHO. 1999. WHO Recommended Surveillance Standards. Second Edition. WHO Department of Communicable Disease Surveillance and Response.

http://www.who.int/csr/resources/publications/surveillance/whocdscsrisr99 2.pdf (Agustus 2005)

WHO. 2000. Foodborne Disease : A Focus For Health Education. Word Health Organization. Geneva.

WHO. 2001. Neurotoxicity risk assessment for human health: Principles and approaches; Environmental Health criteria – EHC 223, Geneva- Switzerland di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

WHO. 2002. Methods for Foodborne Disease Surveillance in Selected Sites: report of a WHO consultation, 18-21 March 2002, Leipzig, Germany. Word Health Organization. Geneva.http://www.who.int/entity/salmsurv/ links/en/Leipzigmeetingreport.pdf (22 November 2005)

WHO. 2005. Communicable Disease Control in Emergencies, a Field Manual edited by M.A. Connolly. Word Health Organization. Geneva. http://www.who.int/infectious-disease-news/IDdocs/whocds200527/

Lampiran 1. Persentase Kelengkapan Laporan Puskesmas dan Rumah Sakit Tahun 2003

No Propinsi 2001 2002 2003

Pusk RS Pusk RS Pusk RS 1 Nanggroe Aceh Darussalam 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 14.7 2 Sumatera Utara 100.0 100.0 0.0 0.0 47.0 69.9 3 Sumatera Barat 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 4 Riau 41.0 31.6 50.3 10.6 46.0 14.6 5 Jambi 18.5 7.9 0.0 0.0 52.6 31.9 6 Sumatera Selatan 33.3 0.0 32.5 25.0 0.0 0.0 7 Bengkulu 0.0 0.0 0.0 0.0 74.5 21.0 8 Bangka Belitung 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 19.4 9 Lampung 58.5 49.0 80.0 0.0 69.7 11.5 10 DKI Jakarta 0.0 0.0 0.0 0.0 98.5 73.9 11 Banten 0.0 0.0 0.0 0.0 83.1 35.8 12 Jawa Barat 0.0 0.0 0.0 0.0 25.4 11.5 13 Jawa Tengah 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 14 DI Yogyakarta 8.1 37.9 0.0 0.0 0.0 0.0 15 Jawa Timur 0.0 0.0 0.0 0.0 68.2 12.0 16 Kalimantan Barat 0.0 15.8 0.0 21.1 88.2 25.4 17 Kalimantan Tengah 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 18 Kalimantan Selatan 0.0 0.0 0.0 0.0 79.4 42.4 19 Kalimantan Timur 36.5 35.8 49.8 37.4 44.6 25.3 20 Sulawesi Utara 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 21 Gorontalo 0.0 0.0 0.0 0.0 47.6 100.0 22 Sulawesi Tengah 28.1 23.2 21.6 34.4 34.5 65.0 23 Sulawesi Selatan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 19.6 24 Sulawesi Tenggara 0.0 0.0 0.0 0.0 85.3 16.7 25 Bali 0.0 0.0 97.2 89.7 100.0 96.0 26 Nusa Tenggara Barat 0.0 0.0 0.0 0.0 35.2 0.0 27 Nusa Tenggara Timur 43.8 12.5 0.0 0.0 0.0 0.0 28 Maluku 0.0 0.0 0.0 0.0 44.3 25.5 29 Maluku Utara 0.0 0.0 49.0 0.0 34.7 0.0 30 Papua 0.0 0.0 9.3 8.9 7.7 7.8 Indonesia 12.3 10.5 13.0 7.6 38.9 24.7 Keterangan : Pusk = puskesmas, ∑ seluruh Indonesia = 7071;

RS = rumah sakit, ∑ seluruh Indonesia= 1128 Sumber : Departemen Kesehatan RI (2004)

Lampiran 2. Distribusi Penyakit Kolera Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003

No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien

Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah

Kunjungan

Admission Rate

Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 309 270 579 14 2,4 317 415 732 985 1,3 2 1999 349 372 691 166 24,0 2636 2846 5482 5482 1,0 3 2000 800 753 1553 31 2,0 4893 4658 9551 16238 1,7 4 2001 332 248 580 9 1,6 303 220 523 891 1,7 5 2002 452 519 971 14 1,4 2299 1281 3580 3580 1,0 6 2003 1829 1244 3073 52 1,7 7477 7239 14716 15491 1,1

Sumber : Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Seri 3 Morbiditas/Mortalitas Edisi 1999-2004, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Lampiran 3. Distribusi Penyakit Demam Tifoid dan Paratifoid Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003

No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien

Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah

Kunjungan

Admission Rate

Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 23714 22867 46581 14 2,4 25962 27397 53359 75884 1,4 2 1999 31463 32437 63900 837 1,3 43773 24824 68592 71109 1,0 3 2000 58622 57234 115856 2562 2,2 34343 49081 83424 142462 1,7 4 2001 51952 51035 102987 1505 1,5 51391 51667 103058 165182 1,6 5 2002 92044 90475 182519 2984 1,6 45450 48949 94399 3580 1,0 6 2003 27044 30889 57933 704 1,2 34326 35034 69360 15491 1,1

Lampiran 4. Distribusi Penyakit Sigelosis Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003

No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien

Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah

Kunjungan

Admission Rate

Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 - - - - - - - - 2 1999 - - - - - - - - 3 2000 - - - - - - - - 4 2001 - - - - - - - - 5 2002 561 526 1087 10 0,9 254 209 463 608 1,3 6 2003 247 238 485 37 7,6 310 295 605 1032 1,7

Sumber : Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Seri 3 Morbiditas/Mortalitas Edisi 1999-2004, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Lampiran 5. Distribusi Penyakit Diare dan Gastroenteritis oleh Penyakit Infeksi Tertentu Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis

Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003

No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien

Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah

Kunjungan

Admission Rate

Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 55297 48446 103743 1169 1,1 107923 102211 210134 251242 1,2 2 1999 64362 54729 118641 12631 10,6 106650 105750 212400 283357 1,3 3 2000 113260 99218 212478 10579 5,0 102560 187362 289922 3498148 12,1 4 2001 109488 98118 207606 2335 1,1 188417 169073 357490 478394 1,3 5 2002 2604 638 3242 19 0,6 182400 160818 343218 417923 1,2 6 2003 93589 79462 173051 1433 0,8 144876 128462 273338 355040 1,3

Lampiran 6. Distribusi Penyakit Amubiasis Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003

No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien

Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah

Kunjungan

Admission Rate

Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 2137 1563 3700 40 1,1 5195 4461 9656 11986 1,2 2 1999 2382 1050 4322 141 3,3 5058 5187 10245 12505 1,2 3 2000 4179 4014 8193 223 2,7 6532 6737 13269 16665 1,3 4 2001 3289 3265 6554 39 0,6 6876 6655 13531 18079 1,3 5 2002 2961 2868 5829 94 1,6 6512 5897 12409 15067 1,2 6 2003 2741 2775 5516 43 0,8 2978 4506 7484 7952 1,1

Sumber : Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Seri 3 Morbiditas/Mortalitas Edisi 1999-2004, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Lampiran 7. Distribusi Penyakit Infeksi Usus lainnya Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003

No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien

Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah

Kunjungan

Admission Rate

Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 1057 882 1939 16 0,8 3046 2632 5678 12644 2,2 2 1999 1680 1349 3029 11 0,4 4731 3369 8100 15690 1,9 3 2000 2890 2313 5203 158 3,0 10538 7361 17899 26446 1,5 4 2001 2181 2046 4227 42 1,0 4201 3611 7812 9857 1,3 5 2002 2697 2424 5121 56 1,1 3468 3302 6770 10462 1,5 6 2003 2992 2398 5390 29 0,5 2282 2263 4545 5998 1,3

Lampiran 8. Distribusi Penyakit Hepatitis A Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003

No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien

Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah

Kunjungan

Admission Rate

Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 932 597 1529 18 1.2 636 441 1077 2268 2.1 2 1999 597 315 912 93 10.2 459 391 850 1625 1.9 3 2000 1793 1164 2957 52 1.8 1323 1227 2550 4067 1.6 4 2001 2875 1894 4769 43 0.9 1626 1385 3011 5211 1.7 5 2002 2387 1657 4044 70 1.7 1445 1043 2488 4999 2 6 2003 1789 1169 2958 20 0.7 1061 883 1944 5850 3

Lampiran 9. Kasus dan Angka Insidens Kolera Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003

No Propinsi 2000 2001 2002 2003

Kasus AI Kasus AI Kasus AI Kasus AI

1 Nanggroe Aceh Darussalam 0 0 0 0 0 0 39 0,09 2 Sumatera Utara 2922 2,37 0 0 0 0 0 0 3 Sumatera Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 4 Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 5 Jambi 0 0 0 0 0 0 0 0 6 Sumatera Selatan 0 0 0 0 118 0,15 0 0 7 Bengkulu 0 0 0 0 0 0 0 0 8 Bangka Belitung 0 - 0 - 0 - 0 0 9 Lampung 31 0,04 2 0 0 0 0 0 10 DKI Jakarta 288 0,29 0 0 0 0 0 0 11 Banten 0 - 0 - 0 - 0 0 12 Jawa Barat 55 0,01 335 0,08 9 0 3 0 13 Jawa Tengah 0 0 3 0 0 0 0 0 14 DI Yogyakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 15 Jawa Timur 0 0 0 0 0 0 6 0 16 Kalimantan Barat 90 0,22 0 0 0 0 0 0 17 Kalimantan Tengah 377 2,05 1 0,01 0 0 0 0 18 Kalimantan Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 19 Kalimantan Timur 0 0 1 0 0 0 0 0 20 Sulawesi Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 21 Gorontalo 0 - 0 - 0 - 50 0,58 22 Sulawesi Tengah 0 0 7 0,03 0 0 23 0,10 23 Sulawesi Selatan 0 0 9 0,01 76 0,09 0 0 24 Sulawesi Tenggara 3 0,02 55 0,3 20 0,11 0 0 25 Bali 0 0 1 0 0 0 0 0

Lampiran 9. Kasus dan Angka Insidens Kolera Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003 (Lanjutan)

No Propinsi 2000 2001 2002 2003

Kasus AI Kasus AI Kasus AI Kasus AI

26 Nusa Tenggara Barat 62 0,15 0 0 0 0 0 0 27 Nusa Tenggara Timur 13711 34,4 0 0 7 0,02 0 0 28 Maluku 0 0 0 0 0 0 0 0 29 Maluku Utara 0 - 0 - 3 - 0 0 30 Papua 0 0 173 0,76 0 0 0 0 INDONESIA (JUMLAH) 17539 0,83 587 0,03 230 0,01 121 0,01

Keterangan : AI = Angka Insidental

0 = Tidak ada kasus

- = Tidak ada laporan

Lampiran 10. Kasus dan Angka Insidens Tifoid Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003

No Propinsi 2000 2001 2002 2003

Kasus AI Kasus AI Kasus AI Kasus AI

1 Nanggroe Aceh Darussalam 4212 9,84 8835 20,6 4826 11,3 4319 10,4 2 Sumatera Utara 14181 11,5 5324 4,3 5007 4,1 11600 9,48 3 Sumatera Barat 28 0,06 472 1 0 0 0 0 4 Riau 1378 3,08 1173 2,6 1810 4 2338 4,44 5 Jambi 11474 42,6 6698 24,9 4370 16,2 8565 33,9 6 Sumatera Selatan 5104 6,39 5868 7,4 4596 5,8 18120 25 7 Bengkulu 4726 29 4205 25,8 5778 35,4 1583 9,65 8 Bangka Belitung 0 - 0 - 0 - 115 1,15 9 Lampung 18066 24,8 20729 28,5 12866 17,7 8502 12,1 10 DKI Jakarta 24045 24,5 0 0 8673 8,8 12283 14,1 11 Banten 0 - 3709 - 0 - 23680 28 12 Jawa Barat 0 0 42372 9,7 0 0 0 0 13 Jawa Tengah 9960 3,14 7407 2,3 0 0 1030 0,32 14 DI Yogyakarta 3472 11,1 197 0,6 0 0 4553 14,4 15 Jawa Timur 61724 17,2 45774 12,8 39144 10,9 99372 28,1 16 Kalimantan Barat 37400 91,5 0 0 1852 4,5 6890 16,3 17 Kalimantan Tengah 25310 138 10110 54,9 10573 57,5 2796 14,3 18 Kalimantan Selatan 142 0,44 5175 16,2 3781 11,8 4078 13,2 19 Kalimantan Timur 6887 25,4 4749 17,5 1555 5,7 7425 28,8 20 Sulawesi Utara 498 1,73 94 0,3 606 2,1 231 1,12 21 Gorontalo 0 - 357 - 226 - 1104 12,7 22 Sulawesi Tengah 1728 7,77 2295 10,3 1154 5,2 2206 9,71 23 Sulawesi Selatan 18037 21,6 13694 16,4 20599 24,7 13819 16,5 24 Sulawesi Tenggara 2187 12 2153 11,9 1151 6,3 1218 6,33 25 Bali 5625 18 5843 18,7 1627 5,2 5045 15,5

Lampiran 10. Kasus dan Angka Insidens Tifoid Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003 (Lanjutan)

No Propinsi 2000 2001 2002 2003

Kasus AI Kasus AI Kasus AI Kasus AI

26 Nusa Tenggara Barat 12473 30,7 0 0 0 0 11517 27,5 27 Nusa Tenggara Timur 2415 6,07 1624 4,1 6085 15,3 3396 8,49 28 Maluku 0 0 0 0 0 0 26 0,21 29 Maluku Utara 0 - 0 - 0 - 0 0 30 Papua 4567 20,1 226 1 35 0,2 6 0,03 INDONESIA (JUMLAH) 275639 13 201252 9,5 136088 6,4 255817 12

Keterangan : AI = Angka Insidental

0 = Tidak ada kasus

- = Tidak ada laporan

Lampiran 11. Kasus dan Angka Insidens Diare Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003

No Propinsi 2000 2001 2002 2003

Kasus AI Kasus AI Kasus AI Kasus AI

1 Nanggroe Aceh Darussalam

Dokumen terkait