Penelitian ini terdiri dari enam tahap yaitu : (1) identifikasi masalah sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di indonesia, (2) pengumpulan data kasus penyakit akibat pangan di indonesia, (3) analisis data kasus penyakit akibat pangan, (4) identifikasi kebutuhan dalam pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan, (5) penyusunan mekanisme dan formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan, (6) evaluasi mekanisme dan formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
1. Identifikasi Masalah
Tahap pengidentifikasian masalah meliputi studi banding (benchmarking) dengan cara studi pustaka (melalui browsing internet) tentang sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan menurut WHO (World Health Organization) dan negara lain dengan sistem surveilan dan notifikasi kasus penyakit akibat pangan yang lebih baik, seperti : Australia, Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris (Sparringa, personal communication. 2005). Penelusuran mengenai sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan melalui internet dilakukan dengan membuka situs-situs resmi. Selanjutnya dilakukan pengumpulan informasi faktual tentang sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia pada informan ahli (expert informan) dengan metode wawancara (personal communication). Berdasarkan kedua kegiatan diatas (studi pustaka dan pengumpulan informasi faktual) dilakukan pengidentifikasian kelemahan atau kekurangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia.
Perbaikan dan pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan
Mekanisme pelaporan kasus penyakit
akibat pangan
Tools (formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan)
Evaluasi
Selesai Studi pustaka : surveilan dan
sistem notifikasi penyakit akibat pangan menurut WHO
dan negara-negara maju
Pengumpulan informasi sistem pelaporan dan data kasus penyakit akibat pangan (data sekunder) pada Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL, Depkes RI
Analisis sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan
di Indonesia
Pengolahan, analisis dan interpretasi data kasus penyakit akibat pangan
Mulai
Analisis kesenjangan (gap analysis) sistem
2. Pengumpulan Data Kasus Penyakit Akibat Pangan di Indonesia
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilan Epidemiologi Kesehatan dan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilan Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu, di Indonesia terdapat beberapa jenis penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan (notifiable foodborne disease). Definisi kasus penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Definisi kasus penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan di Indonesia
Jenis/gejala penyakit akibat pangan
Definisi kasus
Kolera Penderita diare klinis dengan pemeriksaan laboratorium pada tinja dan/atau muntahan menunjukkan adanya kuman kolera (Vibrio cholerae)
Diare klinis Buang air besar lembek atau cair dengan frekuensi lebih dari biasanya
Diare berdarah Diare klinis yang disertai darah sebagai bercak coklat atau merah. Apabila dilakukan
pemeriksaan tinja ditemukan sel darah merah Tifus perut klinis Demam tinggi terus menerus selama 7 (tujuh)
hari atau lebih, permukaan lidah kotor dan pinggirnya merah (typhoid tounge) dapat disertai sembelit (obstipasi), diare, dan kesadaran menurun
Tifus perut widal/kultur (+)
Demam tinggi terus menerus yang pada pemeriksaan laboratorium darah, air seni, tinja atau sumsum tulang menunjukkan kuman Salmonella typhi atau pada serum darah terdapat kenaikan kadar zat antinya Sumber : Departemen Kesehatan RI (2004)
a. Data kasus penyakit akibat pangan bersumber pada Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Data kasus penyakit akibat pangan yang dikumpulkan merupakan data sekunder dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Data sekunder
adalah data yang sudah tersedia, dimana seorang peneliti atau organisasi hanya perlu mencari tempat (pihak lain) untuk mendapatkannya dalam bentuk jadi atau publikasi (Simamora, 2002; Sparringa, 2005). Data kasus penyakit akibat pangan yang terkumpul meliputi : (1) kolera, (2) demam tifoid dan paratifoid, (3) sigelosis, (4) diare dan gastroenteritis, (5) amubiasis, (6) penyakit infeksi usus lainnya, serta (7) hepatitis A.
Selanjutnya dilakukan perhitungan persentase rumah sakit yang melaporkan data kasus penyakit akibat pangan ke Direktorat Jenderal Pelayanan Medik dengan perhitungan sebagai berikut :
Keterangan : RS = rumah sakit
b. Data kasus penyakit akibat pangan bersumber pada Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PPPL)
Data kasus penyakit akibat pangan yang dikumpulkan juga merupakan data kasus yang bersumber pada Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPPL). Data kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen PPPL merupakan data kasus penyakit akibat pangan yang berasal dari puskesmas maupun data kasus pada rumah sakit. Data kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada direktorat tersebut meliputi : (1) kolera, (2) tifoid, dan (3) diare.
3. Analisis Data Kasus Penyakit Akibat Pangan
Data kasus penyakit akibat pangan yang terkumpul, dianalisis berdasarkan empat parameter yaitu (1) subjek, (2) waktu, (3) tempat, serta (4) analisis berdasarkan angka insiden (incident rate), angka kefatalan suatu kasus (case fatality rate), dan angka kunjungan (admission rate).
a. Analisis berdasarkan subjek
Data kasus penyakit akibat pangan yang dianalisis berdasarkan subjek merupakan data kasus dari Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL. Maksud analisis berdasarkan subjek disini adalah data kasus
RS yang melaporkan data kasus penyakit akibat pangan
% RS yang melapor = x 100%
penyakit akibat pangan dianalisis menurut jenis kelamin dan golongan umur kasus untuk setiap jenis penyakit akibat pangan. Kasus penyakit akibat pangan bersumber dari Ditjen Pelayanan Medik yang dianalisis berdasarkan jenis kelamin, meliputi : (1) kolera, (2) demam tifoid dan paratifoid, (3) sigelosis, (4) diare dan gastroenteritis, (5) amubiasis, (6) penyakit infeksi usus lainnya, (7) hepatitis A, selama periode 1998 sampai 2003. Distribusi data kasus berdasarkan jenis kelamin untuk ketujuh jenis penyakit akibat pangan tersebut dapat dilihat pada lembar lampiran yaitu kasus kolera (Lampiran 2), demam tifoid dan paratifoid (Lampiran 3), sigelosis (Lampiran 4), diare dan gastroenteritis (Lampiran 5), amubiasis (Lampiran 6), penyakit infeksi usus lainnya (Lampiran 7), serta hepatitis A (Lampiran 8).
Kasus penyakit akibat pangan bersumber dari Ditjen PPPL yang dianalisis berdasarkan golongan umur, meliputi : (1) kolera, (2) tifoid, dan (3) diare, selama periode 2001 sampai 2004, serta (4) hepatitis A dan (5) disentri selama periode 2001 sampai 2003.
b. Analisis berdasarkan waktu
Data kasus penyakit akibat pangan yang dianalisis berdasarkan parameter waktu merupakan data kasus dari Ditjen PPPL. Maksud analisis berdasarkan waktu adalah analisis data kasus menurut bulan terjadinya kasus. Kasus penyakit akibat pangan yang dianalisis meliputi : (1) disentri dan (2) hepatitis A selama periode 2001-2003; (3) diare, (4) kolera, serta (5) tifoid selama periode 2001-2004.
c. Analisis berdasarkan tempat
Data kasus penyakit akibat pangan yang dianalisis berdasarkan tempat meliputi : (1) kolera, (2) tifoid dan (3) diare selama periode 2000- 2003, yang bersumber dari Ditjen PPPL. Data kasus penyakit akibat pangan yang terkumpul, dianalisis menurut propinsi terjadinya kasus. Data kasus ketiga jenis penyakit akibat pangan tersebut berdasarkan penyebarannya per propinsi dapat dilihat pada lembar lampiran, yaitu masing-masing untuk kasus kolera (Lampiran 9), tifoid (Lampiran 10) dan diare (Lampiran 11).
Analisis data kasus penyakit akibat pangan berdasarkan ketiga parameter tersebut diatas dilakukan untuk melihat kecenderungan (trend) maupun tingkat risiko populasi penduduk dalam suatu wilayah geografis yang rentan terhadap jenis penyakit akibat pangan tertentu.
d. Analisis berdasarkan nilai IR (Incident Rate), CFR (Case Fatality Rate) dan AR (Admission Rate)
Data kasus penyakit akibat pangan yang dianalisis berdasarkan nilai IR, CFR, dan AR adalah data kasus yang bersumber dari Ditjen Pelayanan Medik. Sedangkan data kasus penyakit akibat pangan dari Ditjen PPPL tidak dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan ketiga parameter ini karena data yang tersedia dari sumber tersebut hanya menunjukkan jumlah kasus yang terjadi. Sedangkan informasi lain, seperti jumlah kematian kasus dan jumlah kunjungan kasus tidak tersedia.
Nilai Incident Rate (IR), dan Case Fatality Rate (CFR) ditentukan dengan metode yang digunakan oleh Imari (2004), sedangkan Admission Rate (AR) ditentukan berdasarkan definisi dari Departemen Kesehatan (2003). Nilai IR, CFR dan AR data kasus penyakit akibat pangan dihitung dengan rumus sebagai berikut :
4. Identifikasi Kebutuhan dalam Pengembangan Sistem Pelaporan Kasus Penyakit Akibat Pangan
Pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan didasarkan pada mekanisme pelaporan kasus penyakit yang ada di Indonesia. Mekanisme tersebut merupakan hasil penyesuaian terhadap mekanisme sebelumnya yang terdapat pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik
IR = Jumlah kasus per 100 000 penduduk
Jumlah korban meninggal
CFR = x 100%
Jumlah korban
Jumlah kunjungan kasus baru dan kasus lama (rawat jalan)
AR =
Indonesia Nomor: 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu maupun Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1410/MENKES/SK/X/2003 tentang Penetapan Penggunaan Sistem Informasi Rumah Sakit di Indonesia (Sistem Pelaporan Rumah Sakit) Revisi Kelima. Selanjutnya dilakukan identifikasi kebutuhan dan pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan, beserta formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan
5. Penyusunan Mekanisme dan Formulir Pelaporan Kasus Penyakit Akibat Pangan
Pengembangan dan perbaikan sistem dalam penelitian ini mencakup dua hal yaitu penyusunan mekanisme dan formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan. Penyusunan ini diawali dengan merumuskan isi formulir. Isi dari setiap formulir diidentifikasi berdasarkan lima pertanyaan yang sangat mendasar sesuai dengan metode surveilan epidemiologi penyakit akibat pangan, yaitu : (1) apa (what), (2) siapa (who), (3) mengapa (why), (4) kapan (when), (5) dimana (where), dan (6) bagaimana (how). Keenam kata tanya tersebut diinterpretasikan menjadi garis-garis besar (outline) dalam mengembangkan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia yang mencakup mekanisme maupun format pelaporannya.
Hal tersebut di atas dilakukan dengan cara melakukan diskusi dan studi pustaka mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sistem pelaporan (notification) kasus penyakit akibat pangan. Diskusi dilakukan dengan sebuah tim (team work) dari Badan POM RI maupun Departemen Kesehatan. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang ada pada Departemen Kesehatan RI, sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di negara-negara maju sebagai studi banding dan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan menurut WHO sebagai acuan utama.
6. Evaluasi
Mekanisme dan formulir yang telah disusun, selanjutnya dievaluasi. Evaluasi dilakukan oleh sebuah tim dari Badan POM RI.