• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAWASAN INDUSTRI DAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM

B. Proses Basa

5.5 Kesimpulan dan Saran

5.5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pengelolaan limbah di wilayah pesisir, maka dapat disimpulkan:

1. Hasil uji toksisitas limbah industri baja tersebut masuk pada kriteria sebagai limbah B3, karena beberapa komponen melebihi baku mutu yaitu: limbah DR (untuk Pb), limbah HSM (untuk Cr, Cu, dan Pb), limbah FC (untuk Cr dan Cu) dan limbah EAF (untuk semua komponen kecuali Cu). Limbah baja WRM dan CRM tidak terkena kriteria limbah B3.

2. Walaupun limbah industri baja masuk pada kriteria limbah B3, namun tidak mengakibatkan buruknya kualitas air laut di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon sehingga masih memenuhi batas aman dan belum melewati baku mutu air laut.

3. Walaupun konsentarsi logam berat dalam air tidak terdeteksi, tetapi konsentrasi pada sedimen dan kerang cukup tinggi yakni Pb pada insang mencapai 87 mg/l, sedangkan pada hati (hepatopankreas) mencapai 97 mg/l. Konsentrasi Cd pada insang mencapai 69 mg/l, sedangkan pada hati mencapai 171 mg/l. Konsentarasi

MASUK PENGOLAHAN KELUAR 1 Sodic Effluent (Q -> 60 m3 /jam) 60 m3 /jam ke sludge II Acid Effluent (Q -> 8 m3

/jam) Emisi gas (tidak diopesikan) Bahan Pembantu : 8 m3 /jam 1. Air

2. Lime Hydrate (Ca(OH)2 .> 70%) - 80 Kg/Jam) 3. Udara 4. Koagulant (- 100 ppm) - 5,7 Lt/jam - 7,5 Kg/jam 5. Anionic Polimer (- 100 ppm) - 7,5 Kg/jam 6. Udara Lumpur Bucket Truck 7. H2SO4 - 0,105 m3 /jam (- 25 Kg/jam) Filtrat (- 0,117 ton/jam - 14 Lt/jam 74 m3 Air ... Air buangan pH: 6-9

Gambar 17. Diagram alir proses RTP/IPAL

Cr pada insang mencapai 13,3 mg/l, sedangkan pada hati mencapai 75,64 mg/l. Konsentrasi Hg pada insang mencapai 69 mg/l, sedangkan pada hati mencapai 121,52 mg/l .

4. Proses instalasi pengelohan air limbah baja dilakukan dengan proses regenerasi atau recovery sebagai upaya optimalisasi konsumsi dan minimalisasi kontaminasi dalam buangan limbah cair.

TANKI PENAMPUNG LIMBAH BASA (pH .> 9) TANKI PENAMPUNG LIMBAH ASAM (pH < 1) PH ADJUSMENT (pH: 8 – 9) TANKI OKSIDA (Fe++ -> F+++ AERASI TANKI KOAGULASI/ OIL CRACKING TANKI FLOKULASI KLARIFIKASI/ SEDIFLOAT

TANKI CLEAR WATER

TANKI NETRALISASI LAMELLA SETTELER OIL PIT (70O C) INCENIRATOR (850O C) TANKI SLURRY FILTER PRESS (1,6 m3 /jam, 12 bar) LAMELLA SETTELER

5.5.2 Saran

Sebagai saran dalam analisis pengelolaan limbah di wilayah pesisir ini, adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya perusahaan dapat menekan seminimum mungkin jumlah limbah yang ditimbulkan dari hasil proses produksi baja.

2. Perlunya pengelolaan limbah baja secara terpadu dan komprehensip melalui proses pengujian limbah baja dan upaya optimalisasi konsumsi dan minimalisasi kontaminasi buangan limbah.

Daftar Pustaka

Clark, J.R. 1992. Integrated Management of Coastal Zones. FAO Fisheries Technical Paper No 327. Rome.Italy.

Dahuri, R 1998. Kebutuhan Riset untuk Mendukung Implementasi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jurnal Pesisir dan Lautan: Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources. No ISSN : 1410 7821. Vol. 1 No. 2 1998. IPB. Bogor.

Damanhuri, E. dan Tim.1997. Studi Pengelolaan Limbah Industri PT. Krakatau Steel. Divisi Pengendalian Lingkungan Industri PT. Krakatau Steel. Cilegon

Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI Press. Jakarta.

Gaskin, J.W., R.B. Brobst, W. P. Miller, E.W. Tollner. 2003. Long-Term Biosolids Application Effects on Metal Concentration in Soils and Bermudagrass Forage, Journal of Environmental Quality32:146-152

Hadi, A. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan, Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Horiguchi.T, M.Kojima, F. Hamada, A. Kajiwaha, H. Shiraishi, M. Morita and H. Shimizu. 2006. Impact Tributiltin and Tripeniltin on Evory Shell (Babylonia Japonika Population). Environmental Health Prospective. Vo. 114 Suplement. [Law]. 1981. Law EA 1981 Aquatic Pollution, John Wiley and Sons. New York. Koenafi, K.D. dan D.A Herto. 2000. Potensi Bioakumulasi Logam Berat di Perairan

Sekitar Kepulauan Seribu. Studi Kasus Pulau Kelapa. Jurnal Taksikologi Indonesia Vol. 1 No. 2. 2000. h. 16 – 21.

Riani, E., S.H. Sutjahjo, dan Firmansyah. 2004. Analisa Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Teluk Jakarta. Kerjasama LPPM IPB dengan Pemprov. DKI Jakarta.

Otobboni. 1996. Dangerous Properties of Industrial Materials. Reinhold Publishing Co. New York.

Sukreeyapongse, O, P.E. Holm, B.W. Strobel, S. Panichasakpatana, J. Magid, H.C.B. Hansen. 2002. pH-Dependent Release of Cadmium, Copper, and Lead from Natural and Sludge Amended Soil, Journal Environmental. Quality, 31:1901-1909.

ABSTRAK

Pembangunan yang pesat dibidang perekonomian akan meningkatkan kualitas hidup manusia, di sisi lain pencemaran lingkungan baik yang berasal dari limbah industri maupun limbah rumah tangga berakibat pada penurunan kualitas kesehatan masyarakat sekitar. Tujuan dari analisis investasi pengelolaan limbah baja ini, yaitu: menganalisa pemanfaatan keterpaduan wilayah pesisir, menganalisis nilai manfaat finansial wilayah pesisir. Metode yang digunakan dalam analisis pengelolaan limbah ini yaitu model investasi NPV dan BCR analysis. Dari hasil pengukuran nilai investasi pengelolaan limbah baja: Pemanfaatan keterpaduan wilayah pesisir dilakukan secara berkelanjutan, agar kelestarian kawasan industri Krakatau Cilegon tetap terjaga sesuai harapan; Penilaian manfaat finansial wilayah pesisir dapat diketahui dengan melakukan kelayakan pengelolaan limbah melalui pengukuran hasil pengolahan limbah baja yang dapat dimanfaatkan sebesar 1,885,022USDdan benefit cost ratio dengan nilai rasio > 3, yang berarti bahwa investasi menguntungkan; Hasil analisis penilaian net present value dan benefit cost ratio, maka limbah baja slurry CRM merupakan opsi pengelolaan yang dinilai paling layak untuk melakukan investasi pengelolaan limbah baja.

Kata kunci: Investasi pengelolaan limbah, NPV analysis, BCR analysis

6.1 Pendahuluan

6.1.1 Latar Belakang

Pembangunan yang pesat dibidang perekonomian wilayah, disatu sisi akan meningkatkan kualitas hidup manusia yaitu dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, tetapi di sisi lain akan berakibat pada penurunan kesehatan akibat adanya pencemaran yang berasal dari limbah industri dan rumah tangga. Hal ini karena kurangnya atau tidak memadainya fasilitas untuk menangani dan mengelola limbah tersebut. Sedangkan dalam pembangunan berkelanjutan merupakan konsep pembangunan tidak hanya melihat pada sisi ekonomi tetapi juga pada sisi sosial dan lingkungan hidup, hingga kini belum berhasil diterapkan di Indonesia. Selama ini boleh dibilang pembangunan hanya dilihat pada sisi ekonomi saja sehingga lingkungan hidup semakin rusak. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan karena justru akan mengakibatkan kemunduran pembangunan.

Kebijakan pengelolaan limbah di wilayah pesisir dari waktu ke waktu semakin penting dirasakan masyarakat maupun pemerintah daerah. Hal ini tidak lepas dari pemanfaatan wilayah pesisir sebagai perekonomian pembangunan wilayah, karena pemanfaatan wilayah pesisir yang tidak sesuai dengan tata ruang akan berakibat

munculnya pemasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan tata ruang pesisir ini. Pada skala tertentu akan menimbulkan konflik antar kepentingan sektor, swasta dan masyarakat. Kegiatan yang tidak terpadu itu selain kurang bersinergi juga sering saling mengganggu dan merugikan antar kepentingan, seperti kegiatan industri yang polutif dengan kegiatan budidaya perikanan yang berdampingan.

6.1.2 Tujuan dan Lingkup Bahasan

Tujuan dari analisis investasi pengelolaan limbah baja ini, yaitu: (1) menganalisis pemanfaatan keterpaduan wilayah pesisir; (2) Menganalisis nilai manfaat finansial wilayah pesisir. Sedangkan lingkup bahasan pengelolaan limbah baja ini difokuskan pada penilaian kelayakan investasi dengan analisis NPV dan BCR.

6.2 Tinjauan Pustaka

Menurut Fauzi (2004), sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumberdaya harus: 1) ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan untuk memanfaatkannya; dan 2) harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya tersebut. Dengan kata lain sumberdaya alam adalah faktor produksi yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi. Secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasi kedalam dua kelompok, yaitu: 1) Kelompok stok (non renewable), sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas, sehingga eksploitasinya terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya, sumber stok dikatakan tidak dapat diperbaharui (non renewable) atau terhabiskan (exhuastible), 2) Kelompok flow, jenis sumberdaya ini di mana jumlah dan kualitas fisik dari sumberdaya berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang dimanfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya di masa mendatang. Sumberdaya ini dikatakan dapat diperbaharui (renewable) yang regenerasinya ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak.

Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, bahwa Sumberdaya baja, menurut Mulyowahyudi (2005), bahan baku industri baja domestik saat ini adalah pellet, disamping scrap. Bijih besi yang ada di Indonesia belum dapat digunakan langsung karena teknologi yang ada di Indonesia saat ini tidak bisa mengakomodasi, karena industri nasional yang mengolah bijih besi menjadi pellet belum ada. Bijih besi yang diproduksi di Indonesia semuanya berasal dari impor, meski terdapat bijih besi di Pulau Kalimantan yang disebut bijih besi laterit. Walaupun jumlahnya masih kecil, ada kekhawatiran, bahwa dimasa mendatang akan

dilakukan eksplorasi dan eksploitasi bijih besi lokal secara besar-besaran dan di ekspor semuanya ke luar negeri. Padahal dengan mengolah sendiri ataupun menggunakan bijih besi untuk industri nasional, nilai tambah yang didapat secara nasional akan jauh lebih besar karena akan membawa multiplier effect terdapat penciptaan kesempatan kerja, kegiatan ekonomi, dan sektor-sektor penunjang lainnya yang berujung pada kontribusi pembangkitan perekonomian nasional.