• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAWASAN INDUSTRI DAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM

C. Pemodelan Sistem Dinamis

7.4 Hasil dan Pembahasan Strategi Pengelolaan Lingkungan

7.4.5 Pengelolaan Limbah terhadap Pesisir Laut

Kelautan merupakan multi sektor dan lintas departemen, sehingga sangat wajar bila terjadi konflik kepentingan antar lembaga negara. Lembaga negara yang terlibat dalam mengurusi kelautan diantaranya, yaitu Departemen Pertahanan, POLRI, Perhubungan, Energi dan Sumberdaya Mineral, Pariwisata, Industri dan Perdagangan, Kelautan dan Perikanan, Keuangan, Lingkungan Hidup serta Pemukiman dan Prasarana Wilayah.

Sementara itu, di samping kurangnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan kelautan yang berlangsung selama tiga dasa warsa, kompleksitas permasalahan kelautan juga disebabkan oleh banyaknya lembaga negara yang terlibat. Hal ini dikarenakan, pembangunan kelautan tidak dilakukan secara koordinatif oleh satu lembaga negara. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, masing-masing lembaga negara mengeluarkan aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang sama. Akibatnya adalah, kerusakan lingkungan laut yang tidak bisa terelakan, padahal kelestarian sumberdaya menjadi isu sentral masyarakat dunia dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Perairan wilayah pesisir umumnya merupakan perangkap zat-zat hara bahan-bahan buangan. Oleh karena itu pemanfaatan ganda yang tidak direncanakan dengan cermat akan menimbulkan masalah lingkungan yang berhubungan dengan bahan buangan. Sampah organik dari kota, sisa-sisa pestisida dan pupuk pertanian, bahan buangan dan sebaginya, akan terbawa aliran air sungai dan pada akhirnya akan mencapai ke perairan wilayah pesisir. Kota Cilegon dilalui oleh bebarapa sungai antara lain sungai Kahal, Tompos, Sehang, Gayam, Medek, Sangkanila, Cikuarsa, Sumur Wuluh, Grogol, Cipangurungan, dan sungai Cijalumpang. Diantara sebelas sungai tersebut sungai Grogol merupakan yang terbesar dan hampir semuanya bermuara di Selat Sunda atau pesisir kawasan industri Krakatau Cilegon, karena kawasan ini juga berada di wilayah pesisir 4 (empat) kecamatan yaitu: Ciwandan, Citangkil, Grogol, dan Pulomerak merupakan badan air yang langsung menampung limbah, terutama limbah industri, sehingga wilayah ini rawan terhadap pencemaran.

Pesisir pantai wilayah Kawasan Industri Krakatau Cilegon mempunyai banyak kegiatan diantaranya terdapat di Kecamatan Ciwandan industri kimia, baja, pelabuhan, hotel dan wisata bahari. Perkembangan industri dan pertambahan penduduk yang cukup pesat sampai saat ini, akan berakibat timbulnya bahan/limbah cemaran.

Kemajuan di bidang industri dan pertanian wilayah perairan/pesisir di masa sekarang ini mengakibatkan banyaknya aktivitas manusia di darat yang menyebabkan tekanan terhadap pertanian di perairan sekitarnya meningkat. Pertambahan jumlah industri dan penduduk membawa akibat bertambahnya beban pencemaran yang disebabkan oleh pembuatan limbah industri. Pencemaran akibat limbah industri dapat menyebabkan kerugian besar, karena umumnya buangan/limbah mengandung zat beracun antara lain senyawa khlor, raksa, cadmium, khrom, timbal dan zat lainnya yang sering digunakan dalam proses produksi suatu industri, baik sebagai bahan baku, katalisator, maupun bahan lama.

Logam berat merupakan bahan buangan yang sudah sering menimbulkan pencemaran laut atau pantai. Diketahui jenis-jenis logam berat yang dipertimbangkan sebagai bahan pencemar, namun ada beberapa dari logam berat tersebut yang esensial untuk kehidupan organisme, seperti Mn, Fe, dan Cu, tetapi dalam jumlah berlebih sangat beracun bagi kehidupan organisme. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap bahan-bahan yang akan dibuang ke parairan termasuk perairan wilayah pesisir, yaitu: 1) Macam, sifat, banyaknya dan kontinuitas bahan buangan; 2) Kemampuan daya angkut dan pengencer perairan yang berkaitan dengan kondisi oseanografi setempat; 3) Kemungkinan interaksi antara sifat-sifat kimia dan biologi bahan buangan dengan lingkungan perairan; 4) Pengaruh bahan buangan terhadap kehidupan dan rantai makanan; 5) Proses degradasi dan perubahan biogeokimia; 6) Prognose terhadap jumlah dan macam tambahan bahan pencemar di masa datang; 7) Faktor-faktor lain yang has. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kelestarian daya guna perairan wilayah pesisir perlu diatur berdasarkan peraturan perundangan maupun Perda.

7.4.6 Analisis Baku Mutu

Produksi limbah (bahan pencemar) industri semakin meningkat dengan cepat, terutama limbah B3, dan pada umumnya dibuang langsung ke perairan laut. Limbah B3 yang dihasilkan oleh industri antara lain adalah logam berat, sianida, pestisida, zat pelarut, dan zat kimia berbahaya lainnya. Masukan kuantitas limbah ke dalam ekosistem pesisir dan lautan di Indonesia terus meningkat secara tajam terutama

dalam dua dasawarsa terakhir. Berbagai upaya telah diupayakan dalam mengontrol dan memantau kehadiran limbah B3, khususnya logam di perairan laut. Dalam upaya tersebut Pemerintah Indonesia menetapkan suatu aturan baku sebagai suatu patokan penilaian kualitas suatu lingkungan, aturan baku yang dikenal untuk perairan adalah baku mutu air laut (BMAL).

Penetapan BMAL adalah sebagai salah satu instrumen dalam upaya perlindungan ekosistem perairan laut dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Namun pada BMAL Indonesia, khususnya dalam baku mutu limbah cair untuk logam, proses pengukuran konsentrasi logam, sebagai salah satu parameter pencemar air laut, hanya di titik beratkan pada air dan sedimen. Sekalipun menggunakan biota tetapi tidak mempertimbangkan pada dampak biologi yang signifikan di mana terjadi pada waktu yang lama setelah terjadi kontaminasi. Dengan demikian, hasil yang diperoleh belum dapat dianggap akurat secara ilmiah, mengingat kondisi ekosistem perairan laut sering mengalami perubahan akibat fenomena alam.

Sampai saat ini orang masih menganggap bahwa perairan laut adalah tempat pembuangan sampah atau limbah yang paling aman. Salah satu kriteria aman adalah sejalan dengan kriteria penentuan ambang batas atau konsentrasi maksimum yang diijinkan menurut baku mutu air laut (BMAL) Indonesia untuk kegiatan pertambangan dan industri, misalnya baku mutu limbah cair untuk Industri Pelapisan Logam sesuai Kep-51/MENLH/10/1995. Selain itu, kriteria aman juga ditetapkan apabila limbah yang dimasud tidak termasuk dalam golongan limbah B3. Sedangkan Menurut Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor KEP-03/MENKLH/II/1991tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan yang telah beroperasi di bagi empat golongan I, II, III, dan IV. Golongan I diperuntukkan baku mutu alir limbah yang paling keras atau ketat, sedangkan Golongan IV diperuntukkan baku mutu air limbah yang paling longgar. Ketentuan golongan baku mutu air limbah yang akan digunakan di suatu daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah misalnya Gubernur, yang disesuaikan dengan keadaan kualitas ambien daerah tersebut, sehingga baku mutu ambiennya dapat dijaga tidak akan dilampaui.

Dalam penetapan kadar logam berat (Hg, Cd, Cu, Pb, dan Zn) dalam sedimen lebih rendah dibandingkan air laut. Data ini menunjukkan adanya akumulasi logam berat (Hg, Cd, Cu, Pb, dan Zn) dalam sedimen. Baku mutu logam berat di dalam lumpur atau sediman di Indonesia belum ditetapkan, padahal senyawa-senyawa logam berat lebih banyak terakumulasi dalam sedimen (karena proses pengendapan) di mana terdapat kehidupan biota dasar. Biota dasar yang resisten terhadap perubahan

kualitas lingkungan atau tercemar oleh logam berat, umumnya dijadikan sebagai indikator pencemaran.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu pengaturan baku mutu limbah dan baku mutu lingkungan, yaitu: (1) baku mutu lingkungan untuk mengarahkan pemanfaatan lingkungan, termasuk media lingkungan untuk budidaya, baku air laut, dan sebagainya (penggolongan media untuk berbagai keperluan); (2) baku mutu limbah untuk membatasi jumlah limbah yang dapat dikembalikan ke media lingkungan; serta (3) mengarahkan perencanaan penggunaan teknologi produksi, teknologi pengolahan limbah.

A. Kesehatan Masyarakat

Salah satu pencemaran pada badan air adalah masuknya logam berat. Peningkatan kadar logam berat di dalam perairan akan diikuti oleh peningkatan kadar zat tersebut dalam organisme air seperti kerang, rumput laut dan biota laut lainnya. Pemanfaatan organisme ini sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan manusia. Besi adalah salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan baja. Pembuatan baja dalam proses produksinya menghasilkan limbah baja. Seperti yang telah diuraikan dalam penelitian ini sebelumnya, bahwa limbah baja berdasarkan hasil uji pelindian atau toxicity charcteristic leaching prosedure (TCLP) dapat diketahui berkriteria sebagai limbah B3, karena beberapa komponen melebihi baku mutu seperti diatur dalam standard TCLP No. 04/09/1995, yaitu: DR (untuk Pb), HSM (untuk Cr, Cu, dan Pb), FC (untuk Cr dan Cu) dan EAF (untuk semua komponen kecuali Cu). Limbah baja WRM dan CRM tidak terkena kriteria tersebut. Setelah dicampur sebagai material lainnya, ternyata nilai TCLPnya di bawah baku mutu yang dipersyaratkan.

Berdasarkan hasil uji toksisitas limbah baja yang pada jenis limbah: DR (Pb 11 mg/l), HSM (Cr 7,2 mg/l, Cu 18 mg/l, Pb 6,2 mg/l), EAF (Cd 3,8 mg/l, Cr 19,2 mg/l, Pb 21 mg/l, Zn 60,5 mg/l) yang diketahui berkriteria sebagai limbah B3, maka pihak perusahaan maupun pemerintah daerah dapat antisipasi dampak negatif dari limbah B3 terhadap kesehatan masyarakat.

Limbah industri baja yang mengandung unsur Fe, walaupun logam ini termasuk dalam kelompok logam esensial, namun pengaruh terhadap kesehatan masyarakat disekitarnya seperti penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat dari debu limbah baja dan sering pula dilaporkan terutama kasus keracunan Fe pada anak-anak. Keracunan Fe pada anak terjadi secara tidak sengaja, saat anak

memakan makanan atau benda yang menganndung Fe. Walaupun toksisitas Fe jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menyebabkan gangguan mental secara serius.

Di sisi lain dampak pada kesehatan manusia terkait dengan sumber-sumber pencemaran lingkungan yang menimbulkan berbagai jenis penyakit. Untuk menunjang hal tersebut diperlukan data dari Badan Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Cilegon, Divisi K3LH PT. Krakatau Steel Cilegon, dan Dinas Kesehatan Kota Cilegon tahun 2007 yang selengkapnya disajikan pada Tabel 23 – 26.

Tabel 23. Kondisi jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Ciwandan tahun 2003 – 2007

Tahun Penduduk Limbah Jenis Penyakit di Kecamatan Ciwandan (Org) (Org) (ton) ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya 2003 36.384 34.558 5.285 2.878 1.485 1.160 2004 37.658 35.765 5.465 3.150 1.658 1.285 2005 38.552 37.155 5.671 3.212 1.890 1.301 2006 38.898 39.110 6.098 3.453 2.032 1.399 2007 39.800 43.456 6.775 3.837 2.258 1.554

Berdasarkan Tabel 23 tersebut di atas, terlihat bahwa angka jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon dari tahun 2003 – 2007 berkecenderungan naik.

Tabel 24. Kondisi jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Citangkil tahun 2003 – 2007

Tahun Penduduk Limbah Jenis Penyakit di Kecamatan Citangkil (Org) (Org) (ton) ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya 2003 53.040 34.558 9.868 1.844 925 985 2004 54.299 35.765 10.015 1.995 997 1.056 2005 55.589 37.155 10.246 2.021 1.045 1.211 2006 56.472 39.110 11.017 2.173 1.123 1.302 2007 57.782 43.456 12.241 2.414 1.248 1.447

Berdasarkan Tabel 24 tersebut di atas, terlihat bahwa angka jumlah penduduk dan jumlah limbah baja berkenderungan naik, sedangkan jumlah penyakit dari jenis penyakit di Kecamatan Citangkil Kota Cilegon dari tahun 2003 – 2007 berkecenderungan naik dengan jumlah penyakit lebih besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya.

Tabel 25. Kondisi jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Grogol tahun 2003 – 2007

Tahun Penduduk Limbah Jenis Penyakit di Kecamatan Grogol (Org) (Org) (ton) ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya

2003 30.810 34.558 918 275 603 51

2004 31.425 35.765 932 285 646 56

2005 32.291 37.155 991 291 673 58

2006 32.862 39.110 1.066 313 724 63 2007 33.624 43.456 1.184 347 804 70

Berdasarkan Tabel 25 tersebut di atas, terlihat bahwa angka jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Grogol Kota Cilegon dari tahun 2003 – 2007 berkecenderungan naik, namun jumlah penyakit dermatis, TBC Paru TBA, dan artritis lainnya cukup rendah kecuali penyakit ISPA tergolong tinggi. Tabel 26. Kondisi jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Pulomerak tahun 2003 – 2007

Tahun Penduduk Limbah Jenis Penyakit di Kecamatan Pulomerak (Org) (Org) (ton) ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya 2003 38.884 34.558 234 152 169 159 2004 40.831 35.765 327 165 178 172 2005 41.801 37.155 336 175 201 192 2006 42.037 39.110 362 188 216 206 2007 43.012 43.456 402 209 240 229

Berdasarkan Tabel 26 tersebut di atas, terlihat bahwa angka jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di Kecamatan Pulomerak Kota Cilegon dari tahun 2003 – 2007 berkecenderungan naik, namun tingkat kenaikan jumlah penyakit seperti halnya di Kecamatan Pulomerak menunjukkan angka yang kecil termasuk penyakit ISPA, karena di wilayah ini keberadaan jumlah industri tidak banyak.

Berdasarkan Tabel-tabel tersebut di atas, baik jumlah penduduk, jumlah limbah, dan jenis penyakit di empat kecamatan Kota Cilegon yakni Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Citangkil, Kecamatan Pulomerak, dan Kecamatan Grogol. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertumbuhan dan berkembangnya jumlah industri yang sangat pesat, sehingga sangat berpengaruh terhadap jumlah penduduk, jumlah limbah, dan berbagai jenis penyakit, dengan asumsi bahwa jenis penyakit di wilayah pesisir ini berasal dari limbah baja yang mencemari.

Selanjutnya untuk mengetahui hubungan jenis penyakit dengan jumlah penduduk di tiap-tiap kecamatan wilayah pesisir Kota Cilegon dapat diperlihatkan besaran persentasinya (%) disajikan pada Tabel 27 – 30.

Tabel 27. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Ciwandan

No. Uraian Persentasi (%) Orang Terkena Penyakit Tertentu Di Kecamatan Ciwandan

2003 % 2004 % 2005 % 2006 % 2007 % 1 ISPA 5.285 14,53 5.465 14,51 5.671 14,71 6.098 15,68 6.775 17,02 2 Dermatitis 2.878 7,91 3.150 8,36 3.212 8,33 3.453 8,88 3.837 9,64 3 TBC Paru BTA 1.485 4,08 1.658 4,40 1.890 4,90 2.032 5,22 2.258 5,67 4 Artritis lainnya 1.160 3,19 1.285 3,41 1.301 3,37 1.399 3,60 1.554 3,90 5 Penduduk 36.384 37.658 38.552 38.898 39.800

Berdasarkan Tabel 27 di atas menunjukaan persentasi orang terkena penyakit ISPA > 14%. Urutan berikutnya jenis penyakit berikutnya adalah penyakit dermatitis > 7% tahun 2003 – 2007, hal tersebut terjadi karena di Kecamatan Ciwandan telah berdiri dan berkembangnya jumlah industri yang sangat pesat berkecenderungan terjadinya pencemaran lingkungan.

Tabel 28. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Citangkil

No. Uraian Persentasi (%) Orang Terkena Penyakit Tertentu Di Kecamatan Citangkil

2003 % 2004 % 2005 % 2006 % 2007 % 1 ISPA 9.868 18,60 10.015 18,44 10.246 18,43 11.017 19,51 12.241 21,18 2 Dermatitis 1.844 3,48 1.995 3,67 2.021 3,63 2.173 3,85 2.414 4,18 3 TBC Paru BTA 925 1,74 997 1,84 1.045 1,88 1.123 1,99 1.248 2,16 4 Artritis lainnya 985 1,86 1.056 1,94 1.211 2,18 1.302 2,31 1.447 2,50 5 Penduduk 53.040 54.299 55.589 56.472 57.782

Berdasarkan Tabel 28 di atas menunjukaan persentasi orang terkena penyakit yang cukup tinggi, seperti halnya yang terjadi di Kecamatan Ciwandan. Di Kecamatan Citangkil jenis penyakit tertinggi adalah penyakit ISPA > 18% dan di kecamatan ini telah tumbuh dan berkembangnya sejumlah industri, baik industri menengah maupun industri berat yang berkecenderungan terjadinya pencemaran lingkungan sehingga jumlah penyakit ISPA tergolong sangat besar dari tahun 2003 -2007, namun jenis penyakit lainnnya masih tergolong normal.

Tabel 29. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Grogol

No. Uraian Persentasi (%) Orang Terkena Penyakit Tertentu Di Kecamatan Grogol

2003 % 2004 % 2005 % 2006 % 2007 % 1 ISPA 2.468 8,01 2.505 7,94 2.664 8,25 2.865 8,72 3.183 9,47 2 Dermatitis 590 1,91 611 1,94 624 1,93 671 2,04 745 2,22 3 TBC Paru BTA 603 1,96 646 2,05 673 2,08 724 2,20 804 2,39 4 Artritis lainnya 305 0,99 340 1,08 352 1,09 378 1,15 420 1,25 5 Penduduk 30.810 31.542 32.291 32.862 33.624

Berdasarkan Tabel 29 di atas, jenis penyakit ISPA di Kecamatan Grogol persentasinya tergolong cukup tinggi > 7% dan berkecenderungan naik, sedangkan jenis penyakit dermatitis, TBC paru TBA, dan artritis masih relatif rendah.

Tabel 30. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Pulomerak

No. Uraian Persentasi (%) Orang Terkena Penyakit Tertentu Di Kecamatan Pulomerak

2003 % 2004 % 2005 % 2006 % 2007 % 1 ISPA 318 0,80 327 0,80 336 0,80 362 0,86 402 0,93 2 Dermatitis 152 0,38 165 0,40 175 0,42 188 0,45 209 0,49 3 TBC Paru BTA 169 0,42 178 0,44 201 0,48 216 0,51 240 0,56 4 Artritis lainnya 159 0,40 172 0,42 192 0,46 206 0,49 229 0,53 5 Penduduk 39.884 40.831 41.801 42.037 43.012

Berdasarkan Tabel 30 di atas, jumlah penyakit di Kecamatan Pulomerak menunjukaan persentasinya realatif kecil < 1% untuk jenis penyakit ISPA, dermatitis, TBC dan artritis. Meskipun jumlah penyakit ini berkecenderungan naik, namun tingkat kenaikan penyakitnya masih relatif kecil dibandingkan dengan jumlah penyakit yang terdapat di Kecamatan Ciwandan dan Citangkil.

Selain hal tersebut di atas, untuk mengetahui pengaruh limbah baja terhadap jenis penyakit di empat kecamatan Kota Cilegon yakni Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Citangkil, Kecamatan Grogol, dan Kecamatan Pulomerak, adalah sebagai berikut:

1. Jumlah limbah baja dari tahun ke tahun cenderung meningkat, karena limbah tidak diolah dan menumpuk di area penyimpanan.

2. Sementara itu kapasitas produksi meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan dampak teknologi untuk meminimalisasi limbah belum nampak berubah secara signifikan.

3. Secara deskriptif terdapat hubungan antara jumlah masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pesisir dengan jenis penyakit yang ditimbulkannya dan ada indikasi bahwa tumbuhnya industri-industri yang terdapat di wilayah tersebut akan berdampak pada semakin meningkatnya orang terkena penyakit seperti penyakit ISPA, dermatitis, TBC, dan artritis lainnya.

4. Dari penelitian terlihat bahwa semakin jauh lokasi industri, maka jumlah masyarakat yang terkena penyakit semakin rendah, hal ini disebabkan semakin jauh dari lokasi industri maka pencemaran udara semakin rendah sehingga berdampak semakin rendahnya pencamaran udara.

Untuk mengetahui dampak limbah terhadap jumlah orang yang terkena penyakit tertentu yang dipengaruhi oleh jarak, waktu musin hujan, bahan-bahan mencemarinya yang ada diatmosfir sebagai akibat tercemarnya air hujan di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon tahun 2007 disajikan pada Tabel 31 – 34. Tabel 31. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kec. Ciwandan tahun 2007

Bulan Jumlah Masyarakat Terkena Penyakit di Kec. Ciwandan (org) ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya

1 445 261 141 100 2 485 257 142 109 3 587 305 210 126 4 591 345 217 130 5 603 338 220 135 6 610 346 239 144 7 622 365 239 150 8 641 389 243 156 9 650 395 255 165 10 512 283 152 109 11 476 278 145 120 12 453 275 155 110 Jumlah 6.675 3.837 2.358 1.554

Wilayah pesisir di Kecamatan Ciwandan merupakan titik lokasi industri baja dan industri lainnya. Pada tahun 2007 wilayah ini berpenduduk 39.800 jiwa, karena jaraknya antara tempat tinggal penduduk dengan lokasi berdekatan, maka sangat memungkinkan sebagai sumber limbah dapat mencemari lingkungan sekitar yang mengakibatkan masyarakat mudah terkena penyakit tertentu yakni ISPA, dermatitis, TBC, dan artritis yang sangat tinggi seperti terlihat pada Tabel 31 di atas.

Tabel 32. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kec. Citangkil tahun 2007 Bulan Jumlah Masyarakat Terkena Penyakit di Kec. Citangkil (org)

ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya

1 965 107 85 100 2 968 113 87 109 3 1.023 187 105 115 4 1.011 209 116 119 5 1.013 235 122 121 6 1.065 245 125 124 7 1.085 265 124 130 8 1.103 272 130 150 9 1.109 270 96 162 10 986 185 88 109 11 968 111 86 106 12 945 215 84 102 Jumlah 12.241 2.414 1.248 1.447

Seperti halnya di Kecamatan Ciwandan, juga terjadi di wilayah pesisir Kecamatan Citangkil. Wilayah ini merupakan titik lokasi industri baja dan industri lainnya. Pada tahun 2007 wilayah ini berpenduduk 57.782 jiwa dan jaraknya antara tempat tinggal penduduk dengan lokasi sangat berdekatan, maka memungkinkan sekali penduduk tercemari lingkungannya oleh limbah yang mengakibatkan masyarakat mudah terkena penyakit tertentu yakni ISPA, dermatitis, TBC, dan artritis yang sangat tinggi seperti terlihat pada Tabel 32 di atas.

Tabel 33. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kec.Grogol tahun 2007 Bulan Jumlah Masyarakat Terkena Penyakit di Kec. Grogol (org)

ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya

1 76 25 55 3 2 78 25 60 4 3 107 32 67 5 4 114 25 70 5 5 112 33 71 6 6 113 36 76 8 7 112 34 78 8 8 115 35 75 9 9 113 36 76 9 10 87 23 58 5 11 78 23 59 4 12 79 20 59 4 Jumlah 1184 347 804 70

Wilayah pesisir di Kecamatan Grogol berpenduduk 33.624 jiwa pada tahun 2007, relatif cukup rendah penduduk terkena penyakit akibat pencemaran lingkungan oleh pabrik-pabrik yang ada di Kota Cilegon. Wilayah ini tidak banyak industri yang

tumbuh dan berkembang di Kecamatan ini dan jarak antara penduduk dengan lokasi industri baja dan industri lainnya cukup jauh sehinga masyarakat tidak banyak terkena penyakit tertentu yakni ISPA, dermatitis, TBC, dan artritis, seperti terlihat pada Tabel 33 di atas.

Tabel 34. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kec.Pulomerak tahun 2007 Bulan Jumlah Masyarakat Terkena Penyakit di Kec. Pulomerak (org)

ISPA Dermatitis TBC Paru TBA Artritis Lainnya

1 26 13 15 16 2 26 14 15 16 3 34 16 19 20 4 35 18 21 21 5 37 20 22 22 6 37 21 25 22 7 35 22 26 24 8 36 20 26 22 9 39 18 25 20 10 33 18 15 15 11 32 14 15 15 12 32 15 16 16 Jumlah 402 209 240 229

Wilayah pesisir di Kecamatan Pulomerak berpenduduk 43.012 jiwa pada tahun 2007, lokasinya cukup aman dan relatif cukup rendah dari pencemaran lingkungan sehingga penduduk yang terkena penyakit akibat pencemaran lingkungan oleh pabrik-pabrik yang ada di Kecamatan Ciwandan dan Citangkil di Kota Cilegon. Wilayah ini jaraknya cukup jauh dari lokasi sumber pabrik baja dan hanya beberapa industri yang berdiri di wilayah ini, sehingga di waktu musim hujan limbah baja yang memcemari udara tidak sampai pada lokasi yang diinginkan. Jumlah penduduk yang terkena penyakit tertentu yakni ISPA, dermatitis, TBC, dan artritis, masih relatif rendah seperti terlihat pada Tabel 34 di atas.

Berdasarkan tabel 31 - 34 di atas disimpulkan, bahwa 1) semakin jauh dari sumber limbah, maka semakin berkurang prosentasi masyarakat yang terkena penyakitnya, 2) dari data tahun 2007, pada musim hujan masyarakat yang terkena penyakit relatif berkurang.