• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pengelolaan Limbah Industri Baja Sebagai Upaya Untuk Mempertahankan Kelestarian Wilayah Pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pengelolaan Limbah Industri Baja Sebagai Upaya Untuk Mempertahankan Kelestarian Wilayah Pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon"

Copied!
271
0
0

Teks penuh

(1)

SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMPERTAHANKAN

KELESTARIAN WILAYAH PESISIR

KAWASAN INDUSTRI KRAKATAU CILEGON

JA’FAR SALIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan judul “Model Pengelolaan Limbah Industri Baja sebagai Upaya untuk Mempertahankan Kelestarian Wilayah Pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon” adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapa pun serta belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Bogor, Juli 2009

Ja’far Salim

(3)

JA’FAR SALIM, Model of Steel Industrial Waste Management for Maintaining The Sustainability of Coastal Region Krakatau Industrial Estate Cilegon. Under supervision of ASEP SAEFUDDIN, MARIMIN, and ETTY RIANI.

Indonesia is rich in natural resources, raw material resources, and also human resources. Nevertheless, the environment contamination has become worse, especially in industrial area. The aims of this research are: To get information about condition of existing and amount of steel industrial disposal production which have not exploited yet; To find out the contamination of territorial water and health of society in industrial estate of Krakatau Cilegon from steel waste which cannot be recycled; To formulate the model of steel industrial waste management for maintaining the sustainability of coastal region and health of society; To formulate sustainable environmental oriented policy of steel industrial waste management system. System approaches in used in this research are: Investment analysis; AHP; ISM; and dynamic modeling. The result of this analysis: the measurement of assessment result of investment analysis NPV is 1,885,022 USD and BCR > 3, its mean beneficial investment, besides best level (1) is waste of slurry CRM with criterion value is feasible. Social impact in management of industrial disposal based on factor analysis using Health of Society coefficient is equal (0.36) + (0.04) Employment. So the value of social impact in model management of steel disposal is 36,662 persons. Selection priority in asphodel is obtained by result of calculation of weight importance focus variable to target variable are 0.325, 0.214, 0.201, 0.119, 0.084, and 0.056 (consistency ratio = 0,099) with sequences are: (1) exploiting of waste return, (2) waste minimalists, (3) prevention of contamination of coastal area, (4) prevention of contamination to society, (5) effort maintain continuity of coastal region, and (6) policy of management of waste with vision of and environment have continuation. Beside that, the result of calculation weight important actor variable to alternative variable 0.276, 0.170, 0.145, 0.114, 0.086, 0.075, 0.070, 0.065 are respectively: (1) the changing of raw material, (2) the changing of product, (3) the changing of technology and process, (4) applying environmental 5R, (5) lessening waste, (6) recycling waste, (7) changing waste, (8) rewiring waste. The determination of key parameter policies of steel industrial waste management for maintaining the sustainability of coastal region Krakatau Industrial Estate Cilegon by using ISM method base on environmental experts judgments from 20 item of question/statement. Furthermore, 10 answer items are taken to make key parameter as expert judgments sub-element. The model development as scenario in management of steel industrial waste using modeling dynamic system approach with powersim program especially for making the model with cause loop diagram and model structure model at resident sub model, coastal area and industrial disposal. Those models are verified by using historical data and validated by using faced and statistical validation methods.

(4)

Mempertahankan Kelestarian Wilayah Pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon. Dibimbing oleh: ASEP SAEFUDDIN, MARIMIN, dan ETTY RIANI

Indonesia yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah, baik sumber daya energi, sumber daya bahan baku, serta sumber daya manusia yang kompetitif, akan menjadi negara yang kuat di era global apabila bangsa Indonesia mampu mengelola dengan baik sumber-sumber daya tersebut, sehingga tidak hanya dapat dieksplotasi saat ini, melainkan juga untuk masa mendatang Salah satu sumber daya alam yang melimpah dan dapat digunakan untuk pembangunan berkelanjutan adalah bahan baku baja untuk industri dan kemakmuran masyarakat.

PT. Krakatau Steel merupakan pabrik baja terpadu dan termasuk salah satu industri baja terkemuka di Indonesia. Perusahaan ini diharapkan mampu menjadi perusahaan unggulan terutama dalam teknis pembuatan baja dengan teknologi tinggi serta dituntut mampu meraih keuntungan secara finansial dalam meningkatkan kapasitas produksinya. Namun proses produksi tidak akan lepas dari timbulnya limbah. Seperti halnya limbah industri lainnya, jika limbah industri baja tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai permasalahan, bahkan pencemaran lingkungan saat ini terus meningkat dan cenderung semakin memprihatinkan terutama di kawasan industri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi kondisi eksisting jenis dan jumlah limbah industri baja yang dihasilkan namun belum dimanfaatkan kembali; untuk mengetahui pencemaran perairan dan kesehatan masyarakat di Kawasan Industri Krakatau Cilegon dari limbah baja yang tidak dapat didaur ulang; untuk merumuskan model pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan kelestarian wilayah pesisir dan kesehatan masyarakat disekitarnya; dan untuk merumuskan kebijakan pengelolaan limbah industri baja yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Model pengelolaan limbah industri baja yang dirancang dalam penelitian ini menggunakan metode maupun analisis penyelesaian masalah, yaitu: analisa investasi net present value (NPV) dan benefit cost ratio (BCR); model analisis statistik; model analytical hierarchy process (AHP Cdplus3.0); metode interpretative structural modelling (ISM VAXO); dan dynamic modeling (program powersim).

Hasil analisis kelayakan pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan menganalisis hasil penilaian net present value ini dengan tujuan agar semua investasi, pengeluaran dan penerimaan dalam pengelolaan limbah baja yang berbentuk cash flow untuk periode waktu tertentu sampai ekonomis proyek dan nilai suatu proyek diubah ke dalam nilai sekarang dengan menggunakan tingkat suku bunga yang relevan. Untuk mengukur hasil analisis penilaian net present value dan benefit cost ratio ini menggunakan suku bunga yang berlaku pada akhir tahun 2007 yaitu suku bunga SBI sebesar 14 %, minimum attractive rate of return (MARR) sebesar 15 %, dan laju inflasi 6 %. Hasil pengukuran penilaian investasi analisis net present value sebesar 1,885,022 USD dan benefit cost ratio > 3 berarti investasi menguntungkan. Limbah slurry CRM merupakan opsi pengelolaan yang dinilai paling layak untuk melakukan investasi pengelolaan limbah baja.

(5)

dan 0,056 dengan consistency ratio = 0,099 atau urutan tingkat kepentingannya adalah (1) pemanfaatan limbah kembali, (2) minimalisasi limbah, (3) pencegahan pencemaran pesisir, (4) pencegahan pencemaran terhadap masyarakat masyarakat, (5) upaya mempertahankan kelestarian wilayah pesisir, dan (6) kebijakan pengelolaan limbah berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Sedangkan hasil perhitungan akhir bobot kepentingan variabel aktor terhadap variabel alternatif pengelolaan limbah baja adalah 0,276, 0,170, 0,145, 0,114, 0,086, 0,075, 0,070, 0,065 atau urutannya: (1) perubahan bahan baku, (2) perubahan produk, (3) perubahan proses dan teknologi, (4) penerapan 5 R lingkungan, (5) mengurangi limbah, (6) mendaur ulang limbah, (7) mengganti limbah, (8) memakai kembali limbah.

Hasil analisis penentuan parameter kunci kebijakan pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan kelestaraian wilayah pesisir di kawasan industri Krakatau Cilegon dengan metode ISM VAXO diperoleh dari jawaban para pakar lingkungan dari 20 butir pertanyaan/pernyataan, kemudian diambil menjadi 10 butir jawaban untuk dijadikan parameter kunci. Langkah-langkah penyusunan ISM VAXO terdiri dari penentukan sub elemen pendapat pakar dengan hasil urutan Pabrik baja, Area penyimpanan limbah, Pembangunan area limbah yang jauh dari pemukiman, Pengolahan yang dapat dipertangungjawabkan, Jaringan pembuatan waste water, Kecepatan waktu pengolahan limbah, Membangun prasarana pengolahan limbah yang aman, Penerapan 3 R (Reuse, Recyling, Recovery), Studi pemanfaatan limbah, dan Mendatangkan pakar. Menentukan kontekstual antar elemen bertujuan untuk mengidentifikasi para pakar lingkungan terutama bekerja maupun yang berdomisili di sekitar lokasi pabrik yang berkecenderungan menghasilkan limbah untuk memberikan jawaban/pendapat kontekstual antar elemen dengan jumlah responden 5 orang pakar. Penentuan hasil pengolahan ISM VAXO diperoleh berdasarkan hasil pengolahan kontekstual antara elemen dengan melibatkan 5 orang responden dari para pakar lingkungan dengan meggunakan bantuan program ISM VAXO. Membuat grafik hasil pengolahan untuk melihat posisi elemen faktor parameter kunci model pengelolaan limbah baja.

(6)

modelnya dengan menggunakan paket program powersim constructor terutama untuk pembuatan model rancang bangun dengan cause loop diagram dan struktur model pada submodel penduduk, pesisir laut, dan limbah industri. Hasilnya dalam bentuk rancang bangun gambar cause loop diagram dan struktur model Cause loop diagram dan rancang bangun struktur model. 5) Pengujian model ini dilakukan agar hasil penelitian dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah melalui hasil informasi tentang verifikasi dan validitasi model sebagai pengujian yang harus disampaikan oleh peneliti. Verifikasi model merupakan proses verifikasi model yang telah dirancang, kemudian dilakukan secara iteratif untuk memodifikasi struktur model, sedangkan pada validasi model ditujukan untuk menguji substansi model yang dirancang untuk mengetahui sejauh mana model yang dibuat dalam lingkup aplikasinya memiliki kemampuan kisaran akurasi yang memuaskan, konsisten dengan tujuan yang telah direncanakan dari pembuatan aplikasi model. Validasi model pada submodel kependudukan dengan nilai AME = 0,045% dan nilai AVE = 0,254%, submodel pesisir laut dengan nilai AME = 0,0002% dan nilai AVE = 0 %, dan submodel limbah industri dengan nilai AME = 0,127% dan nilai AVE = 0,95%. Hasil validasi ketiga submodel tersebut adalah valid dan memenuhi batas penyimpangan yang diterima, yakni < 10 %.

Kebijakan pengelolaan limbah industri baja yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dapat melakukan strategi kebijakan bersamaan dengan pengelolaan limbah berdasarkan aktivitas penduduk sebanyak 42.846.944 jiwa, aktivitas industri sebanyak 74 industri dengan luas lahan kawasan industr 1.500 ha., memperhatikan dampak sosial, dan melakukan pengelolaan limbah agar kualitas pesisir laut sehat dan aman. Pengelolaan limbah baja dengan penentuan pemilihan prioritas menggunakan model AHP Cdplus 3.0, penentuan parameter kunci menggunakan ISM VAXO menunjukkan hasil pendapat pakar lingkungan memposisikan yakni Sektor II (dependence) namun memiliki kekuatan penggerak (driver power) yang kecil pada posisi sub elemen pendapat pakar menyatakan kecepatan waktu pengolahan limbah (6); Sektor III (independent dan driver power yang kecil) posisi sub elemen pendapat pakar menyatakan area penyimpanan limbah (2), jaringan pembuatan waste water (5), membangun prasarana pengolahan limbah yang aman (7), penerapan 3 R (reuse, recyling, recovery) (8), Studi pemanfaatan limbah (9), dan mendatangkan pakar (9); Sektor IV (independent.) posisi sub elemen pendapat pakar menyatakan pabrik baja (1), pembangunan area limbah yang jauh dari pemukiman (3), dan pengolahan yang dapat dipertangungjawabkan (4) adalah peubah bebas, hal ini berarti kekuatan penggerak (driver power) yang besar namun memiliki sedikit ketergantungan terhadap program, dan pengembangan model menggunakan program dinamik (powersim). Strategi kebijakan dengan membuat submodel penyelesaian masalah meliputi submodel penduduk, pesisir laut, dan limbah industri yang digambarkan dengan diagram sebab akibat (cause loop) dan struktur model dengan model dinamik (powersim) yang memperlihatkan hasil analisis program berupa hasil trend naik maupun turun yang ditunjukkan dalam tabel maupun grafik. Arah kebijakan pengelolaan limbah berimplikasi pada metoda kebijakan yang didasarkan dari hasil analisis kebijakan berdasarkan hasil analisis struktur hirarki metoda AHP dan analisis sintesa terhadap penilaian investasi yang ekonomis dari hasil analisis NPV dan BCR.

(7)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB.

(8)

SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMPERTAHANKAN

KELESTARIAN WILAYAH PESISIR

KAWASAN INDUSTRI KRAKATAU CILEGON

JA’FAR SALIM

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji luar pada ujian tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng. 2. Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi

(10)

Krakatau Cilegon

Nama : Ja’far Salim

NIM : P.062050534

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui: Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc. Ketua

Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. Dr. Ir. Etty Riani, M.S.

Anggota Anggota

Mengetahui:

Ketua Program Studi Pengelolaan SDA Dekan Sekolah Pascasarjana, dan Lingkungan,

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(11)

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas Karunia dan Hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan judul: Model Pengelolaan Limbah Industri Baja sebagai Upaya untuk Mempertahankan Kelestarian Wilayah Pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin, M,Sc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan petunjuk, arahan dan motivasi kepada penulis sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS. sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan petunjuk, arahan dan motivasi kepada penulis sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir, Rahman Abdullah, M.Sc., selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa – Serang, juga sebagai penguji luar ujian terbuka disertasi.

5. Rektor Institut Pertanian Bogor.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

7. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. selaku Ketua Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

8. Bapak Prof. Dr. Bambang Pramudya, M.Eng,. selaku penguji luar ujian tertutup disertasi.

9. Bapak Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi, selaku penguji luar ujian tertutup disertasi. 10.Bapak Dr. Ir. Dedy Heryadi Sutisna, MS. selaku penguji luar ujian terbuka disertasi. 11.Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Program Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan

Institut Pertanian Bogor.

12.Pemerintah Daerah Provinsi Banten, dan Pemerintah Kota Cilegon.

(12)

15.Rekan-rekan dosen di lingkungan Fakultas Teknik, khususnya di Program Studi Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

16. Staf Administrasi Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Akhirul kata, semoga disertasi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan di Wilayah Pesisir Kota Cilegon.

(13)

Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 5 Juni 1963 sebagai anak ke 10 dari 11 bersaudara dari pasangan H.M. Salim dan Hj. Rubiah. Pendidikan sarjana (S1) di tempuh di Jurusan Teknik Industri Universitas Islam Bandung, lulus tahun 1988 dan pada tahun 1997 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi di Pascasarjana (S2) Jurusan Teknik Industri Universitas Indonesia Jakarta, lulus pada tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor (S3) dimulai pada tahun 2005 di program studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar PNS sejak tahun 1991 di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang pada Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri. Mata kuliah yang menjadi tanggung jawab penulis adalah Pengetahuan Lingkungan, Sistem Produksi, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, dan Pengambilan Keputusan.

Sebagian hasil penelitian ini telah dipublikasikan pada jurnal ilmiah:

1. Jurnal penelitian ilmu-ilmu sosial dan eksakta LPPM Untirta, berjudul: Model pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon, diterbitkan pada Edisi 1 Volume 10, November 2008.

2. Jurnal penelitian ilmu-ilmu sosial dan eksakta LPPM Untirta, berjudul: Model strategi pengelolaan limbah baja berkelanjutan di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon, diterbitkan pada Edisi 3 Volume 12, April 2009.

(14)

xiv Halaman DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... I. PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1.2 Tujuan Penelitian ... 1.3 Kerangka Pemikiran ... 1.4 Perumusan Masalah ... 1.5 Kebaharuan ... 1.6 Ruang Lingkup... II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Konsep Pengelolaan Limbah ... 2.2 Dampak Limbah Terhadap Pencemaran Ekosistem Pesisir dan Kesehatan Masyarakat ... 2.2.1 Pencemaran Laut ... 2.2.2 Limbah Logam Dalam Sistem Perairan dan Kesehatan Masyarakat ... 2.2.3 Toksisitas Logam pada Manusia dan Pencegahannya ... 2.2.4 Beban Pencamaran Limbah Baja dan Kemampuan Asimilasi Wilayah Pesisir ………... 2.2.5 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat ...……….... 2.3 Pemanfaataan dan Pengelolaan Potensi Pesisir di Daerah ... 2.4 Parameter Kriteria Kualitas Air dan Konsentrasi Logam Dalam Air ... 2.5 Proses Produksi dan Timbulnya Limbah ... 2.5.1 Proses Produksi dan Timbulnya Limbah Pabrik Spons ... 2.5.2 Proses Produksi dan Timbulnya Limbah Pabrik Slab Baja ... 2.5.3 Proses Produksi dan Timbulnya Limbah Pabrik Billet Baja ... 2.6 Karakteristik Limbah Padat Industri Baja ... 2.7 Pemodelan Sistem, Verifikasi dan Validasi Model ... 2.8 Analytical Hierarchy Process ... 2.8.1 Matriks Perbandingan Berpasangan ...

(15)

xv 2.9 Metode Interpretative Structural Modelling ... 2.10 Pemodelan Sistem Dinamis ... 2.11 Konsep Evaluasi Aspek Ekonomi dan Finansial ... III. METODE PENELITIAN ... 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.2 Jenis dan Sumber Data ... 3.3 Tahapan Penelitian ... 3.3.1 Studi Pendahuluan ... 3.3.2 Pengumpulan Data ... 3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 3.5 Jenis Data dan Teknis Analisis yang Digunakan ... 3.6 Model Analisis Investasi Pengelolaan Limbah ... 3.7 Analisis Baku Mutu ... 3.8 Pengambilan Sampling Sedimen ... 3.9 Pengambilan Sampel Biota ... 3.10 Pengelolaan Limbah berdasarkan Submodel ... 3.11 Analisis Kebijakan Model Pengelolaan Limbah Industri Baja………

3.11.1 Diagram Sebab Akibat ... 3.11.2 Pemodelan Sistem Dinamik ... 3.11.3 Proses Hierarki Analitik ...………

3.11.4 Pemodelan Interpretasi Struktural ...………… 3.11.5 Model Dinamik ………..………….. IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 4.1 Kondisi Geografis ... 4.2 Kependudukan ... 4.2.1 Luas Wilayah dan jumlah penduduk ... 4.2.2 Kesehatan Masyarakat ... 4.3 Perekonomian Wilayah ... 4.3.1 Industri ... 4.3.1.1 Kondisi Eksisting Pabrik di Kawasan Industri Krakatau ... 4.3.1.2 Kondisi Eksisting Jumlah Limbah Baja ...

(16)

xvi 4.4 Kondisi Pesisir Laut ...

V. ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH DI WILAYAH PESISIR ... 5.1 Pendahuluan ...

5.1.1 Latar Belakang ... 5.1.2 Tujuan dan Lingkup Bahasan ... 5.2 Tinjauan Pustaka ... 5.2.1 Ekosistem Wilayah Pesisir ... 5.2.2 Toksisitas ... 5.2.3 Proses Instalasi Pengelolaan Air Limbah... 5.3 Metode Analisis Pengelolaan Limbah di Wilayah Pesisir ... 5.4 Hasil dan Pembahasan ... 5.4.1 Penataan Ruang di Wilayah Pesisir ...

5.4.2 Uji Terhadap Pengaruh Lingkungan ... 5.4.3 Proses Instalasi Pengelolaan Air Limbah Baja ……….

5.5 Kesimpulan dan Saran …………..………. 5.5.1 Kesimpulan ... 5.5.2 Saran ... Daftar Pustaka ... VI. ANALISIS INVESTASI PENGELOLAAN LIMBAH ……….

6.1 Pendahuluan ……… 6.1.1 Latar Belakang ... 6.1.2 Tujuan dan Lingkup Bahasan ... 6.2 Tinjauan Pustaka ... 6.3 Metode Analisis Finansial Pengelolaan Limbah ………. 6.4 Hasil dan Pembahasan ……… 6.4.1 Asumsi Analisis ... 6.4.2 Analisis Keterpaduan Wilayah Pesisir ...……… 6.4.3 Analisis Nilai Manfaat Investasi Wilayah Pesisir …. ……… 6.4.4 Kelayakan pengelolaan Limbah ……….

6.5 Kesimpulan dan Saran ...………. 6.5.1 Kesimpulan ... 6.5.2 Saran ...

(17)

xvii 7.1 Pendahuluan ...

7.1.1 Latar Belakang ... 7.1.2 Tujuan dan Lingkup Bahasan ... 7.2 Tinjauan Pustaka ... 7.3 Metode Strategi Pengelolaan Lingkungan ... 7.4 Hasil dan Pembahasan Strategi Pengelolaan Lingkungan ... 7.4.1 Asumsi Model ... 7.4.2 Pengelolaan Limbah Berdasarkan Aktivitas Penduduk ... 7.4.3 Pengelolaan Limbah Berdasarkan Aktivitas Industri... 7.4.4 Pengelolaan Limbah Berdasarkan Dampak Sosial ... 7.4.5 Pengelolaan Limbah terhadap Pesisir Laut ... 7.4.6Analisis Baku Mutu ... 7.4.7 Analisis terhadap Komponen-komponen Pengelolaan Limbah ... 7.4.8 Penentuan-penentuan Pengelolaan Limbah ... 7.4.8.1 Penentuan Pemilihan Prioritas ... 7.4.8.2 Penentuan Parameter Kunci ... 7.4.8.3 Pengembangan Model Dinamis pada Pengelolaan Limbah ... 7.5 Kesimpulan dan Saran... 7.5.1 Kesimpulan ... 7.5.2 Saran ... Daftar Pustaka ... VIII. IMPLIKASI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH ...

8.1 Pendahuluan ... 8.1.1 Latar Belakang ... 8.1.2 Tujuan kebijakan Pengelolaan Limbah ... 8.2 Metode Kebijakan Pengelolaan Limbah ... 8.3 Hasil dan Pembahasan Kebijakan Pengelolaan Limbah ... 8.3.1 Analisis Kebijakan ... 8.3.2 Sintesa ... 8.3.2.1 Analisis Logam Berat ... 8.3.2.2 Analisis Investasi Pengelolaan Limbah ...

8.4 Kesimpulan dan Saran ...

(18)

xviii Daftar Pustaka ...

IX . KESIMPULAN DAN SARAN AKHIR... 9.1 Kesimpulan ... 9.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

(19)

xix Halaman

1. Sumber pencemaran di wilayah pesisir dan lautan ... 2. Baku mutu limbah cair ... 3. Jenis teknologi direct reduction ... 4. Jenis teknologi blast furnace ... 5. Jenis teknologi direct smelting ... 6. Skala banding secara berpasangan dalam AHP ... 7. Stakeholder dalam menentukan model pengelolaan limbah baja ... 8. Tujuan penelitian, jenis data, teknis analisis dan keluaran ... 9. Luas wilayah dan jumlah penduduk Kota Cilegon ... 10. Jenis penyakit di Kota Cilegon ... 11. Perusahaan/pabrik baja hulu dan hilir di Kawasan Industri PT. Krakatau Steel Grup ... 12. Kondisi eksisting Kawasan Industri: Krakatau Industrial Estate Cilegon ... 13. Data kuantitas limbah padat/lumpur PT. Krakatau Steel tahun 2007 ... 14. Produksi komoditi hasil pertanian Kota Cilegon tahun 2007 ... 15. Hasil toxicity characteristic leaching procedure (TCLP) limbah baja ... 16. Data kualitas air laut di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon… 17. Logam berat pada sedimen ... 18. Kandungan logam berat pada organ tubuh kerang-kerangan ... 19. Estimasi benefit dan cost pengelolaan limbah industri baja di Kawasan industri Krakatau Cilegon ……….. 20. Penilaian benefit dan cost serta matriks kriteria penilaian terhadap pengelolaan limbah industri baja di Kawasan Industri Krakatau Cilegon ………. 21. Presentase sektor lapangan usaha di empat Kecamatan Kota Cilegon tahun 2007 ………. 22. Dampak sosial model pengelolaan limbah industri baja tahun 2007 ……… 23. Kondisi jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di

Kecamatan Ciwandan tahun 2003 – 2007... 24. Kondisi jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di

16 26 30 30 31 39 47 48 66 68

70 71 73 74 86 88 90 91

107

108

114 117

(20)

xx Kecamatan Grogol tahun 2003 – 2007... 26. Kondisi jumlah penduduk, jumlah limbah baja, dan jenis penyakit di

Kecamatan Pulomerak tahun 2003 – 2007. ... 27. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Ciwandan ... 28. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Citangkil ... 29. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Grogol ... 30. Persentasi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Pulomerak ... 31. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kecamatan Ciwandan tahun 2007 32. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kecamatan Citangkil tahun 2007.. 33. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kecamatan Grogol tahun 2007 ... 34. Jumlah masyarakat yang terkena penyakit di Kecamatan Pulomerak tahun 2007 35. Hasil analisis bobot fokus terhadap tingkat kepentingan tujuan strategi

pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC ... 36. Hasil perhitungan bobot tujuan terhadap tingkat kepentingan kriteria pada strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC ... 37. Hasil analisis bobot tujuan terhadap tingkat kepentingan kriteria startegi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC ... 38. Hasil perhitungan bobot kriteria terhadap tingkat kepentingan aktor pada strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC ... 39. Hasil analisis bobot kriteria terhadap tingkat kepentingan aktor strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC ... 40. Hasil perhitungan bobot aktor terhadap tingkat kepentingan alternatif pada strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC ... 41. Hasil analisis bobot aktor terhadap tingkat kepentingan alternatif strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC ... 42. Hasil pendapat pakar lingkungan tentang pengelolaan limbah baja ………. 43. Sub elemen faktor kunci dalam pengelolaan limbah ... 44. Formulasi masalah keinginan dan konflik kepentingan pengelolaan limbah …... 45. Struktur sub model kependudukan di wilayah pesisir Kota Cilegon ... 46. PDRB dan pendapatan penduduk pada struktur sub model kependudukan di wilayah pesisir Kota Cilegon ... 47. Kebutuhan tenaga kerja perairan dan pesisir pada struktur sub model pesisir

123

123 124 124 125 125 126 127 127 128

133

134

134

135

136

136

137 139 141 145 153

(21)

xxi 49. Jumlah penduduk aktual dan hasil prediksi jumlah penduduk ...……… 50. Luas pesisir aktual dan hasil prediksi luas pesisir ... 51. Limbah baja aktual dan hasil prediksi limbah baja ... 52. Urutan tingkat kepentingan faktor tujuan pengelolaan limbah baja ……… 53. Hirarki kriteria pengelolaan limbah baja berdasarkan faktor pendukung ……… 54. Hirarki aktor pengelolaan limbah baja berdasarkan faktor pendukung ………… 55. Hirarki alternatif pengelolaan limbah baja berdasarkan faktor pendukung …… 56. Nilai NPV dan BCR pada pengelolaan limbah industri baja ………

(22)

xxii Halaman

1. Jenis limbah baja yang dapat di daur ulang kembali menjadi baja ... ... 2. Jenis limbah baja yang tidak dapat di daur ulang kembali menjadi baja ... 3. Kerangka berpikir pengelolaan limbah industri baja ... 4. Rancangan dan perumusan penyelesaian masalah ... 5. Daur pencemaran lingkungan ... 6. Kawasan industri dan potensi sumber daya alam kabupaten/kota di Provinsi Banten ... 7. Sistem pengolahan air WTP DR plant ……….. 8. Sumberdaya dan cadangan bijih besi di Indonesia ... 9. Tahap pendekatan sistem ... 10. Metode penelitian pengelolaan limbah industri baja ... 11. Struktur hirarki kebijakan dan strategi model pengelolaan limbah baja ... 12. Peta Kota Cilegon ... 13. Data kuantitas jenis limbah baja ... 14 Pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir ... 15. Logam berat pada air, sedimen, insang, dan hepatopankreas ... 16. Konsentrasi sedimen, insang, hepatopankreas, dan air pada logam berat ... 17. Diagram alir proses RTP/IPAL ... 18. Model analisis investasi pengelolaan limbah ... 19. Pemodelan sistem pengelolaan/pengendalian limbah baja ... 20. Grafik prosentase sektor lapangan usaha di Kota Cilegon ... 21. Struktur hierarki kebijakan dan strategi model pengelolaan limbah baja ... 22. Matriks driver-power – dependence untuk sub elemen faktor kunci ... 23. Diagram model struktural dari elemen faktor kunci pengelolaan limbah ... 24. Diagram input – output pengelolaan sumberdaya pesisir ... 25. Diagram hubungan sebab akibat submodel kependudukan pada model

pengelolaan limbah industri baja ... 26. Struktur model kependudukan pada model pengelolaan limbah industri baja ... 27. Grafik PDRB Kota Cilegon tahun 2003 – 2015 pada struktur sub model kependudukan di wilayah pesisir Kota Cilegon ...

(23)

xxiii 29. Struktur sub model pesisir laut pada model pengelolaan limbah industri baja ... 30. Diagram hubungan sebab akibat submodel limbah industri pada model

pengelolaan limbah industri baja ... 31. Struktur sub model limbah industri pada model pengelolaan limbah industri baja ... 32. Struktur model keseluruhan model pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon ... 33. Grafik jumlah penduduk aktual dan prediksi jumlah penduduk pada submodel kependudukan ... 34. Grafik jumlah penduduk tahun 2003 – 2015 pada sub model kependudukan di wilayah pesisir Kota Cilegon ... 35. Grafik luas pesisir aktual dan hasil prediksi luas pesisir pada submodel pesisir laut ... 36. Grafik luas pesisir tahun 2003 – 2015 pada submodel pesisir laut di wilayah pesisir Kota Cilegon ... 37. Grafik jumlah limbah aktual dan hasil prediksi jumlah limbah pada submodel limbah industri ... 38. Grafik jumlah limbah baja tahun 2003 – 2015 pada submodel limbah industri di wilayah pesisir Kota Cilegon ...

156

159

160

162

167

167

168

169

170

(24)

xxiv Halaman 1 Daftar istilah (Glossary) ... 2. Analisa penilaian net present value limbah ... ... 3. Analisa penilaian benefit cost ratio limbah ………... 4. Compound interest factors ………..………. 5. Kuesioner analytical hierarchy process (AHP) ………. 6. Kuesioner interpretative structural modelling (ISM) ………. 7. Hasil matriks pasangan Fokus - Tujuan analisis AHP model pengelolaan limbah baja ………... 8. Hasil matriks pasangan Tujuan - Kriteria analisis AHP model pengelolaan limbah baja ……… 9 Hasil matriks pasangan Kriteria - Aktor analisis AHP model pengelolaan limbah baja ……… 10. Hasil matriks pasangan Aktor - Alternatif analisis AHP model pengelolaan limbah baja ……… 11. Hierarki analisis AHP aktor - alternatif model pengelolaan limbah baja ………. 12. Data input dan proses ISM VAXO .………. 13. Program model dinamik pada model pengelolaan limbah baja, Sub model Kependudukan ………. 14. Program model dinamik pada model pengelolaan limbah baja, Sub model Pesisir Laut….………..………. 15. Program model dinamik pada model pengelolaan limbah baja, Sub model Limbah Industri ………. 15. Prediksi hasil pemodelan sistem tahun 2003 - 2015……….

192 194 197 200 201 225

234

234

235

235 236 237

239

240

(25)

1.1 Latar Belakang

Kemakmuran dan kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh ketersediaan dan pengelolaan sumber daya alam yang baik, seperti pengelolaan energi dan bahan baku, sumber daya manusia, pengelolaan pasar (market), strategi dan teknologi. Oleh karena itu, maka Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya energi, sumber daya bahan baku, serta sumber daya manusia yang kompetitif, akan menjadi negara yang kuat di era global apabila bangsa Indonesia mampu mengelola dengan baik sumber-sumber daya tersebut, sehingga tidak hanya dapat dieksplotasi saat ini, melainkan juga untuk masa mendatang. Menurut Salim (1993), dalam rangka mengisi pembangunan berkelanjutan, sumber-sumber daya yang telah dieksploitasi seperti bahan mentah pertambangan akan diolah menjadi sumber alam produksi lainnya dengan melibatkan teknologi pengolahan sumber alam.

Salah satu sumber daya alam yang melimpah dan dapat digunakan untuk pembangunan berkelanjutan adalah bahan baku baja untuk industri. Menurut Mulyowahyudi (2005) industri baja sebagai based industry untuk banyak sektor lain. Oleh karena itu maka industri ini diharapkan mampu menjadi katalis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemandirian dan produktivitas industri dengan melakukan optimalisasi natural resources secara berkesinambungan. Selain itu industri baja juga diharapkan mampu menjadi penggerak pembangunan infrastruktur nasional. Salah satu pabrik baja yang terkenal di Indonesia adalah PT. Krakatau Steel.

(26)

terpisah, dan rendahnya kesadaran para stakehoders pada masalah-masalah lingkungan, dan permasalahan pengelolaan limbah industri baja di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon. Khusus untuk limbah industri dengan semakin cerdasnya masyarakat, limbah industri baja banyak mendapat sorotan dari berbagai kalangan karena dikuatirkan akan membahayakan lingkungan. Dalam rangka meminimalisasi bahaya yang akan ditimbulkan oleh industri baja terhadap lingkungan, maka harus dilakukan pengelolaan secara komprehenshif, sehingga limbah industri baja tidak mencemari lingkungan, baik terhadap pertanian maupun kesehatan masyarakat sekitarnya.

Menurut Galeotti (1997), pabrik insenerasi (pengabuan) memiliki teknologi yang efisien untuk perlakukan municipal solid wastes (MSW) menjadi bagian dari pabrik yang ditangani secara terintegrasi dan memiliki kemampuan untuk mengurangi volume limbah. Sedangkan pencemaran lingkungan saat ini terus meningkat dan cenderung semakin memprihatinkan di kawasan industri. Hal ini terjadi akibat belum optimalnya penanganan limbah industri yang berdampak pada kerugian bagi masyarakat sekitarnya. Namun sampai saat ini, pihak perusahaan belum menghitung berapa besar tingkat pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah baja dan dampaknya terhadap tingkat kerusakan lingkungan khususnya lahan pertanian maupun kesehatan masyarakat sekitarnya. Limbah industri merupakan bagian dari hasil produksi yang pada umumnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang kurang baik, namun jika limbah tersebut dapat dikelola atau dimanfaatkan kembali dalam bentuk daur ulang menjadi jenis produk lainnya akan mempunyai nilai tambah (added value) yang sangat menguntungkan. Salah satu contoh limbah industri baja yang dapat didaur ulang adalah limbah yang berasal dari proses manufacturing yakni proses pengubahan, baik bersifat fisik (bentuk atau ukuran) maupun bersifat kimiawi.

(27)

sludge yang akan dibuang ke laut juga dilakukan setiap hari. Kondisi ini akan mengakibatkan semakin beratnya degradasi di pesisir tempat membuang limbah, karena pesisir merupakan wilayah sebagai tempat aktivitas yang paling banyak dilakukan, maka menurut MacDonald (2005), memperkirakan sekitar 70% penduduk dunia hidup dan tinggal di wilayah pesisir. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan limbah yang jumlahnya semakin banyak dengan mengolahnya terlebih dahulu pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan teknologi tertentu sehingga dapat mengurangi bahaya dari limbah tersebut. Limbah industri baja berupa limbah yang dihasilkan pabrik baja dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Limbah padat proses produksi : scrap dan slag

2. Limbah padat hasil pengelolaan air limbah industri : scale, slurry, dan sludge 3. Limbah padat hasil pengelolaan buangan gas/emisi udara : debu electric arc

furnace.

Jenis-jenis limbah padat yang dihasilkan pada proses manufacturing, baik yang dapat didaur ulang menjadi produk yang sejenis maupun produk yang tidak sejenis disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

(SLAG EAF) (SCALE SSP) (SCRAP)

Gambar 1. Jenis limbah baja yang dapat di daur ulang kembali menjadi baja

( DEBU EAF) ( SLUDGE) (SLURRY)

(28)

Sebenarnya PT. Krakatau Steel telah melakukan pengolahan terhadap limbah yang dihasilkannya sehingga dihasilkan produk yang bernilai ekonomis melalui sebuah proses transformasi. Proses transformasi ini akan merubah bentuk dan dimensi fisik dari bahan baku serta sifat-sifat lainnya (non-fisik) sesuai dengan rancangan yang diinginkannya. Proses transformasi ini baru akan memberikan arti positif apabila diikuti dengan pertambahan nilai (added value) dari output yang dihasilkan, baik berupa pertambahan nilai fungsional maupun nilai ekonomisnya. Sedangkan pada umumnya perusahaan mengharapkan limbah yang dihasilkan seminimal mungkin (zero waste). Menurut Sheehan (2000), zero waste merupakan sistem manajemen sumber daya yang memaksimalkan pendauran ulang, memperkecil limbah, mengurangi konsumsi dan memastikan bahwa produk dibuat untuk digunakan kembali, diperbaiki atau didaur ulang kembali ke sifat asal atau menjadi barang yang diminta oleh pasar.

Menurut Bateman (1997), baja dapat digunakan pada lokasi maupun tempat yang sering mengalami kerusakan terkait dengan cuaca atau bencana alam seperti angin topan, tsunami, dan gempa bumi. Banyak keuntungan dari baja dibandingkan dengan kayu, karena baja mempunyai umur ekonomis lebih lama, sekalipun tak memenuhi ramalan permintaan pasar tetapi industri baja dapat mengantisipasinya. Industri dan produk baja yang dihasilkannya mempunyai dampak pada basis sumberdaya alam melalui keseluruhan daur eksplotasi dan ekstrasi bahan mentah, trasformasi menjadi produk, konsumsi energi, limbah produksi, dan pemakaian produk serta pembuangan sampah yang dihasilkan produk itu oleh konsumen. Dampak negatif terhadap lingkungan yang ditimbulkan kegiatan industri pada mulanya hanya dipandang sebagai masalah pencemaran udara, air, dan tanah yang bersifat setempat.

(29)

tentu akan mengganggu lingkungan karena limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali akan dibuang ke lingkungan pesisir, oleh karena itu dalam rangka menjaga kelestarian wilayah pesisir dan menjaga kesehatan masyarakat di sekitar pabrik baja PT. Krakatau Steel dan Kawasan Industri Krakatau Cilegon, maka agar segera dilakukan.

Sebenarnya sudah banyak dilakukan penelitian yang mengarah pada pemanfaatan limbah baja, namun hingga saat ini limbah industri baja masih menimbulkan berbagai masalah terutama masalah ekologi, masalah kesehatan dan masalah sosial. Namun masalah yang paling mendesak untuk dipecahkan saat ini adalah masalah kerusakan wilayah pesisir yang ada di Kawasan Industri Krakatau Cilegon. Oleh karena itu dalam rangka mempertahankan kelestarian wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon maka perlu dicari model pengelolaan limbah baja.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan informasi kondisi eksisting jenis dan jumlah limbah industri baja yang dihasilkan, yang belum dimanfaatkan kembali.

2. Mengetahui pencemaran di wilayah pesisir dan kesehatan masyarakat di Kawasan Industri Krakatau Cilegon dari limbah baja yang tidak dapat didaur ulang.

3. Merumuskan model pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan kelestarian wilayah pesisir dan kesehatan masyarakat sekitarnya. 4. Merumuskan kebijakan pengelolaan limbah industri baja yang berwawasan

lingkungan dan berkelanjutan.

1.3 Kerangka Pemikiran

(30)

pengamat ekonomi Indonesia menginformasikan bahwa negara Indonesia setiap tahunnya menghasilkan sekurang-kurangnya 10.000 ton besi oksida. Karena tidak dilakukan proses pengolahan limbah, maka limbah tersebut dibeli dan diolah oleh negara-negara produsen magnet terbesar, seperti Jepang, Amerika Serikat, Cina, dan Jerman, yang kemudian mengekspor kembali produk magnet siap pakai ke Indonesia. Pemanfaatan lain limbah padat industri baja adalah sebagai bahan substitusi semen untuk pembuatan beton non struktur seperti produk batako, paving block, genteng press, dan sebagainya. Namun demikian limbah yang tidak dapat dimanfaatkan akan dibuang ke lingkungan, sehingga dalam jumlah yang banyak akan berakibat buruknya pada lingkungan.

Untuk menghadapi permasalahan limbah yang setiap waktu bertambah dan dapat berakibat buruk pada lingkungan, baik udara, air, tanah serta pada lahan pertanian, diperlukan strategi pemecahan masalah ke depan. Berdasarkan data dan informasi dimulai dari timbulnya limbah industri dari hasil proses produksi sampai dengan model pengelolaan limbah menjadi produk yang mempunyai nilai tambah.

Pada dasarnya limbah baja yang dihasilkan ada yang dapat didaur ulang kembali menjadi produksi sejenis dan ada juga limbah yang tidak dapat didaur ulang. Untuk limbah baja yang tidak dapat didaur ulang, jika dibiarkan di tempat penampungan limbah, suatu saat akan menimbulkan dampak pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk itu perlu pengelolaan secara optimal sehingga tidak memunculkan efek yang merugikan baik bagi karyawan, masyarakat di sekitar perusahaan maupun lingkungan sekitarnya. Dalam rangka mencapai hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon.

(31)

[image:31.612.128.512.107.497.2]

Gambar 3. Kerangka berpikir penelitian

1.4Perumusan Masalah

PT. Krakatau Steel sebagai industri baja terpadu pertama yang dimiliki negara Indonesia mempunyai kemampuan untuk bersaing di pasar dalam dan luar negeri. Untuk menangkap peluang yang akan dicapai, perlu dilakukan tahapan pengelolaan yang merupakan tahapan sangat penting karena pengelolaan akan menjadi dasar acuan langkah-langkah selanjutnya. Pengelolaan limbah industri baja dipengaruhi oleh beberapa karakteristik yang kompleks, yang melibatkan variabel-variabel sumber daya yang membatasi setiap alternatif penanganan limbah dan seberapa besar pengaruh limbah industri baja tersebut terhadap tingkat pencemaran lingkungan industri maupun masyarakat sekitarnya.

Limbah baja (sludge,slurry, debu EAF, dll)

Tujuan Pengelolaan Limbah Baja: Pemanfaatan kembali limbah baja yang timbul, Meminimalisasi dampak limbah baja terhadap pencemaran lingkungan di masyarakat dan Upaya mempertahankan kelestarian wilayah pesisir

Masalah pengelolaan limbah baja

Upaya pengelolaan limbah baja yaitu pengendalian limbah, minimalisasi limbah yang timbul, pemanfaatan limbah

Pemanfaatan dan pengelolaan limbah industri baja

Hasil: Pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk kelestarian lingkungan Mengurangi, memakai

kembali, mendaur ulang, dan mengganti

Lingkungan

(32)

Manajemen perusahaan memiliki kebijakan untuk melakukan penganekaragaman usaha dengan cara memanfaatkan limbah industri baja yang dihasilkan menjadi produk yang bernilai komersial. Hal ini juga dimaksudkan untuk membuka peluang lapangan kerja baru dan membuka peluang usaha di luar bidang usaha yang sudah ada, dan diharapkan usaha-usaha yang dilakukan selain menyerap tenaga kerja yang mendapatkan nilai tambah yang lebih baik bahkan bukan tidak mungkin akan mempunyai nilai yang lebih ekonomis. Menghadapi permasalahan limbah industri yang timbul dan harus segera dicari penyelesaiannya dalam rangka mengurangi pencemaran lingkungan, baik terhadap perikanan maupun kesehatan masyarakat, perlu dibuat kebijakan dan strategi model pengelolaan limbah industri yang meliputi: pemanfaatan limbah baja yang mempunyai nilai tambah, meminimalisasi limbah baja yang timbul dan pengendalian limbah baja. Selain itu, beberapa aspek dalam pengelolaan limbah baja berwawasan lingkungan dan berkelanjutan ini diharapkan terciptanya pendapatan masyakatan sekitar, penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekonomi daerah, kesehatan masyarakat, serta terjaganya kelestarian pesisir. Adapun rancangan dan perumusan penyelesaian masalah selengkapnya disajikan pada Gambar 4.

1.5 Kebaharuan

Kebaharuan (novelty) hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Model heuristik yang menggabungkan model AHP, metode ISM, dan pemodelan sistem dinamik pada pengelolaan limbah industri baja di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon, (2) Strategi pengelolaan limbah industri baja yang holistik dan berwawasan lingkungan.

1.6 Ruang Lingkup

Untuk mengarahkan penulisan penelitian ini terfokus pada permasalahan yang akan diteliti, maka ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan di Pabrik baja terpadu PT. Krakatau Steel dan wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon yang meliputi Kecamatan Ciwandan, Citangkil, Grogol, dan Pulomerak

(33)

centre (FC). (c) wire rode mill (WRM), berasal dari WTP. (d) hot strip mill (HSM), berasal dari WTP. (e) cold rolling mill (CRM), berasal dari WTP. Serta jenis limbah padat hasil pengelolaan buangan gas/emisi udara : debu electric arc furnace (EAF) dari SSP.

3. Dampak masyarakat terhadap pengelolaan limbah baja dalam upaya mempertahankan kelestarian ekosistem pesisir dan kesehatan masyarakat di Kawasan Industri Krakatau Cilegon.

(34)

2.1 Konsep Pengelolaan Limbah

Pada Agenda 21 menganjurkan teknologi yang bersih dapat mengurangi

jumlah limbah dan memudahkan pembuangan limbah secara aman (Memahami KTT

Bumi, 1992). Namun pada permasalahan limbah industri baja ini diperlukan

upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengelola limbah industri baja saat ini yaitu

meminimasi jumlah limbah yang berada di sumber timbunan, pewadahan,

pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan lebih diprioritaskan pada upaya daur

ulang limbah. Adapun untuk mengatasi permasalahan lingkungan dan kebijaksaan

dapat dilakukan dengan memperhatikan sistem pengolahan, konsep pengelolaan

limbah hingga pada konsep evaluasi investasi.

Menurut Chini dan Gupta (1997), baja yang diproduksi secara terus-menerus

diperoleh kembali dan didaur ulang tanpa penurunan atau kerugian. Respon industri

terhadap polusi dan pengrusakan sumberdaya tidak pernah dan tidak boleh terbatas

hanya pada kesediaan mengikuti peraturan. Industri harus menerima tanggung jawab

sosial yang luas dan selalu mempertimbangkan lingkungan semua tingkat. Untuk

mencapai itu, menurut Salim (1993) semua perusahaan industri harus menciptakan

kebijakan-kebijakan dari semua tingkatan dalam memperhatikan pengelolaan

lingkungan, termasuk ketaatan hukum dan persyaratan tempat beroperasinya suatu

perusahaan.

Intensitas pengolahan berikut kadar dampak kepada lingkungan sangat

dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan, maka pilihan teknologi yang kurang

merusak lingkungan menjadi sangat penting dalam usaha pengolahan sumber alam

tanpa merusak lingkungan (Memahami KTT Bumi, 1992). Adapun upaya-upaya yang

dapat dilakukan dalam mengelola limbah industri baja saat ini yaitu meminimasi

jumlah limbah yang berada di sumber timbunan, pewadahan, pengumpulan,

pengangkutan dan pembuangan lebih diprioritaskan pada upaya daur ulang limbah,

baik untuk kebutuhan di lingkungan industri sendiri maupun untuk di luar lingkungan

industri dengan cara menjual limbah. Menurut Heather (1997), limbah buangan padat

telah menjadi suatu perhatian utama di dalam area penyimpanan dan berpotensi

mengancam kesehatan masyarakat, merusak lingkungan, dan merintangi

(35)

Menurut Fenton (1998), konsumsi besi dan skrap baja dari skrap industri

tergantung secara langsung terhadap industri pembuatan baja. Konsep tersebut sejalan

dalam rangka peningkatan produksi baja dan kebutuhan konsumen yang semakin

meningkat, maka suatu kegiatan industri pasti menimbulkan limbah, baik secara

langsung maupun tak langsung tak lepas dari masalah penanganan limbahnya. Agar

jumlah limbah yang ada saat ini berpotensi dapat mencemarkan lingkungan

sekitarnya dan menambah beban biaya bagi perusahaan, maka diperlukan sistem

pengelolaan limbah yang sudah dan akan ditimbulkan, sistem pengelolaan ini

meliputi penanganan limbah dari sumbernya. Oleh karena itu, menurut Thale (1994)

praktek buangan limbah pada masa lalu sudah ditinggalkan dari suatu warisan yang

berbahaya menuju ke keselamatan dan kesehatan masyarakat.

Menurut Djajadiningrat (2001), pengelolaan limbah baja dalam upaya

mempertahankan kelestarian wilayah pesisir sekitarnya, memerlukan adanya

perubahan dalam pola berpikir dengan teknologi produksi bersih yang meliputi: (1)

Sebagai alternatif faktor yang mempengaruhi, yaitu (a) Good house keeping, mencakup tindakan prosedural, administratif atau institusional yang dapat digunakan

perusahaan untuk mengurangi terbentuknya limbah dan emisi. (b) Perubahan material

input, bertujuan untuk mengurangi bahan berbahaya dan beracun (B3) yang masuk

atau digunakan dalam proses produksi, sehingga dapat juga menghindari

terbentuknya limbah B3 dalam proses produksi. (c) Perubahan teknologi, mencakup

modifikasi proses dan peralatan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengurangi

limbah dan emisi. (d) Perubahan produk, meliputi substitusi produk, konservasi

produk dan perubahan komposisi produk. (e) On-site reuse, merupakan upaya penggunaan kembali bahan-bahan yang terkandung dalam limbah, baik untuk

digunakan kembali pada proses awal atau sebagai material input dalam proses yang

lain; (2) Sedangkan sebagai manfaat yang mempengaruhinya, yaitu (a) Penghematan

bahan baku. (b) Mengurangi biaya pengolahan limbah. (c) Mencegah kerusakan

lingkungan. (d) Mengurangi bahaya terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. (e)

Meningkatkan daya saing poduk.

2.2 Dampak Limbah terhadap Pencemaran Ekosistem Pesisir dan Kesehatan Masyarakat

Menurut Maduka (2006), proses perkembangan teknologi dan industrialisasi

(36)

pesat dewasa ini tidak lain karena penerapan kemajuan teknologi oleh manusia guna

mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Industri dan teknologi dimanfaatkan

oleh manusia untuk mengolah kekayaan alam yang ada. Udara, air, tanah, dan segala

kekayaan yang ada di dalamnya dicari dan diolah sedemikian rupa untuk

mendapatkan hasil yang diinginkan (Wardhana, 2004). Namun, jika pengelolaannya

menimbulkan dampak yang kurang baik, justru akan merugikan kelangsungan hidup

manusia maupun makhluk hidup lainnya, seperti limbah hasil produksi dapat

menimbulkan pencemaran ekosistem pesisir/perairan dan kesehatan masyarakat.

Sedangkan menurut Bertram (2005), perjalanan ekosistem kesehatan di perairan

berorientasi pada tujuan untuk mendapatkan proses hubungan stakeholders dan indikatornya adalah ketersediaan sumber alam, kesehatan manusia dan nilai sosial

lainnya.

Begitu juga, menurut Knuteson(2002) penggunaan pestisida dalam pertanian

yang tidak sesuai dapat mendorong kearah permasalahan lingkungan seperti

penurunan kualitas air dan tekanan terhadap ekologis. Di sisi lain, bahan kimia di

udara yang berpengaruh negatif pada manusia, hewan, tanaman, dan lainnya dapat

dikategorikan sebagai pencemar udara. Hampir semua emisi bahan pencemar yang

berasal dari proses alamiah selalu tersebar ke seluruh permukaan bumi sehingga

jarang terkonsentrasi dan mengakibatkan kerusakan. Pencemaran debu baja dari

limbah yang dihasilkan dari proses produksi dapat merusak lingkungan alam

sekitarnya. Pencemaran udara yang terjadi sejak revolusi industri telah banyak

dilaporkan, dan dari tahun ke tahun jenis dan jumlah bahan pencemar terus meningkat.

Menurut Darmono (2006), beberapa bahan pencemar yang menyebabkan polusi udara

telah banyak dilaporkan, terutama di negara industri seperti: Amerika dan Jepang.

Salah satu jenis bahan pencemaran yang sering dijumpai yaitu karbon manoksida

(CO). Jenis bahan tersebut terdapat pada kandungan limbah baja. Selain itu, berat

atau ringannya pencemaran udara di suatu daerah sangat tergantung pada iklim lokal,

topografi, banyaknya industri yang berlokasi di daerah tersebut. Adapun daur

(37)

Sumber Pencemaran

Udara Air Daratan

Tanaman Tanaman

Hewan Hewan

[image:37.612.137.508.77.348.2]

Manusia

Gambar 5. Daur pencemaran lingkungan (Wardhana, 2004)

Sedangkan menurut Maduka (2006) dalam kebijakan lingkungan yang efisien

terhadap polusi air/perairan dan kesehatan manusia, rekomendasinya kepada industri

dan hasil limbahnya yaitu agar industri dapat mendaur ulang limbahnya sehingga

permasalahan dampak pencemaran terhadap air/perairan maupun terhadap kesehatan

masyarakat dapat ditangani dengan baik.

2.2.1 Pencemaran Laut

Menurut Rodriguez (2007) berpendapat bahwa manusia mempunyai suatu

pengaruh yang kuat terhadap perubahan ekosistem yang berhubungan dengan air dan

aktivitasnya seperti kebutuhan akan kualitas perairan yang menggunakan teknologi

efektif untuk mendeteksi, mengatur, dan memeriksa terhadap penurunan kualitas air

(perairan) yang disebabkan oleh keaneka-ragaman polusi maupun pencemaran

kualitas perairan.Sedangkan menurut Darmono (2006), dalam kehidupan manusia di

bumi ini salah satunya sangat tergantung pada lautan, manusia harus menjaga

kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Lautan

merupakan tempat pembuangan benda-benda asing dan pengendapan barang sisa

yang diproduksi oleh manusia. Lautan juga menerima bahan-bahan yang terbawa oleh

(38)

Mengingat bahwa pencemaran lingkungan, baik yang melalui udara, air, daratan

(tanah) pada akhirnya akan sampai juga kepada manusia.

Dalam kegiatan industri yang dilakukan oleh manusia di daratan

bermacam-macam, namun yang paling potensial menimbulkan pencemaran disebabkan oleh

limbah industri yang dihasilkan limbah adalah industri kertas dan pulp, industri

pengolahan makanan dan minuman, industri pertambangan, industri farmasi-kimia,

dan industri lainnya. Limbah industri-industri tersebut mengandung logam berat

seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), timah (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn) dan

sebagainya. Unsur-unsur tersebut mempunyai daya racun yang kuat (toksisitas tinggi),

sehingga dapat menurunkan kualitas air dan meracuni organisme makhluk hidup

lainnya. Menurut Darmono (2006), daya racun (toksisitas) logam berat tergantung

dari jenis, kadar, efek sinergis-antagonis dan sifat fisika-kimianya.

Menurut Williams (1997), dalam International Oceangraphic Commission

(IOC) untuk UNESCO mendefinisikan pencemaraan laut sebagai berikut:

dimasukkannya oleh manusia langsung atau tidak langsung substansi ke dalam

lingkungan laut menghasilkan pengaruh merusak terhadap sumberdaya alam,

sehingga menggangu kesehatan manusia dan aktivitas dilaut. Pencemaran di laut

memberikan dampak yang besar terhadap lingkungan. Kehidupan biota dan

kenyamanan manusia serta sumberdaya menjadi terganggu akibat pencemaran. Oleh

karena itu, pencemaran terjadi akibat dari aktivitas manusia dan alam. Menurut Miller

(1991) menjelaskan terdapat dua bentuk sumber pencemar yang masuk ke perairan

laut: (1) Sumber pencemar berasal dari pembungan limbah cair melalui pipa, saluran

air kotor ke dalam badan air pada lokasi tertentu, seperti pabrik, tempat pengolahan

limbah, rumah sakit, dan lain-lain. (2) Sumber pencemar berasal dari pembuangan

limbah ke badan air maupun tanah pada suatu daerah yang luas, sepert limpasan air

dari daerah pertanian, peternakan, lokasi pembangunan dan lain-lain. Adapun sumber

(39)

Tabel 1. Sumber pencemaran di wilayah pesisir dan lautan

Pencemar Sumber (Pollution) Pertanian Limbah

Cair

Limbah Cair Perkotaan

Pertambangan Budidaya Perikanan

Industri Pelayaran

Sediemen *** ** *** *** * *

Nutrien *** *** ** ** *

Logan beracun * * * *** *** * Zat kimia beracun * ** * * * ** *

Pestisida *** * *

Organisme eksotik * **

Organisme patogen *** * *

Sampah * * *** * **

Bahan penyebab turunnya oksigen terlarut

* *** ** ** *

Sumber: Dahuri (2001)

Keterangan: *** = sumber terbesar ** = sumber moderat * = sumber terkecil

Selain itu, pencemaran pantai (pesisir) menurut Clark (1996) menyatakan

bahwa pencemaran pantai dapat berakibat menurunnya populasi, kerusakan habitat

dan lingkungan perairan sebagai media hidup ikan. Sebagai parameter yang

berpengaruh yaitu menurunnya kandungan oksigen perairan yang membatasi habitan

ikan, eutrofikasi menimbulkan blooming alga yang membahayakan kehidupan ikan, kehadiran zat beracun seperti logam berat. Juga pencemaran perairan pantai dapat

berdampak pada kesehatan manusia secara tidak langsung. Mikroorganisme yang

bersifat patogen dan bahan kimian beracun dapat terakumulasi pada jaringan tubuh

biota laut seperti kerang-kerangan. Apabila manusia mengkonsumsi biota tersebut

akan menimbulkan penyakit. Dampak lain akibat pencemaran perairan pantai yaitu

menurunnya jumlah pengunjung dalam kegiatan parawisata di lokasi yang

membutuhkan perairan yang bersih dan nyaman yang bebas dari pencemaran

lingkungan perairan. Gambar 6 memperlihatkan kawasan industri dan potensi

sumber alam di Provinsi Banten khususnya di Kota Cilegon terdapat beberapa

(40)

SEKTOR UNGGULAN :

‰ TAMBANG (FOSFAT ALAM, ZEOLIT, BENTONIK, EMAS, BATUBARA)

‰ PERKEBUNAN (KELAPA SAWIT, KARET, CENGKEH, MELINJO)

‰ PARIWISATA

‰ PERIKANAN

‰ INDUSTRI

‰ KEHUTANAN

‰ PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

KAWASAN INDUSTRI DAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM

KAWASAN INDUSTRI DAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM

Gambar 6. Kawasan industri dan potensi sumber daya alam kabupaten/kota di Provinsi Banten

2.2.2 Limbah Logam dalam Sistem Perairan dan Kesehatan Manusia

Banyak logam berat yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air

dan mencemari air tawar maupun air laut. Sumber pencemaran ini banyak berasal dari

pertambangan, peleburan logam dan jenis industri lainnya, juga dapat berasal lahan

pertanian yang menggunakan pupuk yang mengandung logam (Darmono, 2006).

Sedangkan daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup sangat tergantung

pada spesies, lokasi, umur, daya tahan (detoksikasi) dan kemampuan individu untuk

sifatmenghindari diri dari pengaruh polusi.

Menurut Rachmansyah (1998), logam berat yang masuk ke dalam jaringan

tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu: saluran pernapasan, pencernaan,

dan penetrasi melalui kulit. Jika hal ini dibiarkan, maka toksik logam akan

mengganggu terhadap kesehatan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Karena

(41)

keanekaragaman dan kedewasaan ekosistem. Dari aspek ekologis, kerusakan

ekosistem perairan akibat pencemaran logam berat dapat ditentukan oleh faktor kadar

dan keseimbangan zat pencemar yang masuk dalam perairan, sifat toksisitas dan

bioakumulasi, karena pencemaran logam berat dapat menyebabkan terjadinya

perubahan struktur komunitas perairan, jaringan makanan, tingkah laku, efek

fisikologi, genetik dan resistensi.

Di antara jenis-jenis logam yang telah ditemukan ternyata hanya beberapa

logam yang sangat berbahaya dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan

keracunan fatal. Menurut Gossel dan Bricker (1984) terdapat 5 logam yang berbahaya

pada munusia yaitu: arsen (As), kadmium (Cd), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan besi

(Fe). Diantara kelima logam tersebut, maka logam besi (Fe) merupakan bagian dari

proses produksi baja yang menghasilkan limbah baja.

Menutur Darmono (2006), logam bersifat toksik karena logam tersebut terikat

dengan ligan dari struktur biologi. Sebagian besar logam menduduki ikatan tersebut

dalam beberapa jenis sistem enzim dalam tubuh. Ikatan tersebut mengakibatkan tidak

dapat aktifnya enzim yang bersangkutan, hal inilah penyebab utama dari toksisitas

logam tersebut. Tempat ikatan logam yang spesifik tersebut menjadi dasar perkiraan

dari organ atau jaringan yang sensitif terhadap keracunan logam dosis kecil.

Di sisi lain kegiatan manusia di darat yang mempunyai dampak meningkatnya

sedimentasi khususnya di wilayah pesisir akan menghasilkan beban sedimen.

Kelebihan sedimen cenderung akan membunuh biota-biota yang bernafas dengan

insang dan hewan-hewan air pemakan sedimen, apalagi jika sedimen tersebut

mengandung pestisida maupun logam berat yang mempunyai konsentrasinhya sangat

tinggi.

2.2.3 Toksisitas Logam pada Manusia dan Pencegahannya

Pengaruh negatif toksisitas logam terhadap manusia seperti keracunan logam

telah banyak diketahui, seperti ada nama khusus terhadap keracunan logam tertentu,

yaitu “Minamata Disease” karena keracunan metil merkuri. Keracunan akut dari logam berbahaya biasanya terjadi pada orang termakan dosis tinggi logam yang

bersangkutan atau karena pengaruh obat yang mengandung logam. Hal tersebut

biasanya terjadi pada kelompok orang tertentu atau perorangan. Tetapi pada

keracunan kronis yang disebabkan oleh orang yang mengkonsumsi logam dalam

(42)

penduduk yang tinggal dalam suatu lingkungan yang tercemar, seperti penduduk di

pemukiman nelayan sepanjang pesisir/pantai.

Menurut Darmono (2006), terjadinya toksisitas logam dapat melalui beberapa

jalan, yaitu inhalasi melalui pernapasan, termakan melalui saluran pencernaan, dan

penetrasi melalui kulit. Hubungan antara lokasi industri dan inhalasi debu adalah

sangat nyata dalam proses keracunan logam melalui saluran pernapasan. Kejadian

luka pada kulit yang menyebabkan logam diserap melalui kulit sudah sering terjadi.

Menurut Gossel dan Briker (1984) terdapat 5 logam yang berbahaya pada manusia

yaitu: arsen (As), kadmium (Cd), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan besi (Fe), selain itu

terdapat 3 logam yang kurang beracun yaitu: tembaga (Cu), selenium (Se), dan seng

(Zn).

Limbah baja memiliki kandungan logam besi (Fe), meskipun logam ini

termasuk kelompok logam esensial, tetapi kasus keracunan Fe sering dilaporkan

terutama pada anak-anak. Keracunan pada anak-anak terjadi secara tidak sengaja, saat

anak memakan makanan atau benda yang mengandung Fe, sedangkan pada orang

dewasa jarang terjadi. Walaupun toksisitas Fe jarang menyebabkan kematian, tetapi

dapat menyebabkan gangguan mental serius. Kasus terjadinya toksisitas Fe pada anak

kemungkinan besar terjadi karena banyak preparat yang mengandung Fe diberikan

pada anak, baik berupa obat dan vitamin. Di samping itu, kebiasaan anak makan

sembarangan di lingkungan sekitarnya.

Besi (Fe) merupakan logam dalam kelompok makromineral di dalam kerak

bumi, tetapi termasuk kelompok mikro dalam sistem biologi. Logam ini termasuk

yang pertama ditemukan dan digunakan oleh manusia sebagai alat pertanian. Sebagai

sumber utama pencemaran udara oleh Fe adalah pabrik besi dan pabrik baja. Inhalasi

Fe oksida dari asap dan debu yang sering terjadi di lokasi pertambangan atau pabrik

baja, dapat menyebabkan radang paru-paru “benigna pneumoconiosis”. Pada waktu pemeriksaaan sinar rontgen terlihat adanya endapan Fe dalam alveoli paru-paru. Pada

umumnya setiap jaringan tubuh manusia mengandung Fe sebanyak 4 g Fe. Hampir

semua Fe dalam tubuh terikat dengan protein porfirin dan komponen hemoglobin.

Besi (Fe) sering tersedia dalam preparat obat dan vitamin, termasuk tablet suplemen,

sebagai sulfat, glukonat, dan garam fumarat. Dalam tablet multivitamin-mineral

biasanya diberikan pada ibu hamil yang menjelang melahirkan untuk mencegah

defisiensi Fe. Sebagai upaya untuk melakukan antisipasi pencegahan suatu kasus

terjadinya keracunan logam yang lebih luas, perlu dilakukan pengamatan kondisi

(43)

yang selalu digunakan penduduk setiap hari perlu diteliti. Bilamana suatu kawasan

lingkungan yang mulai dipergunakan sebagai kawasan industri, maka perlu dipikirkan

relokasi pemindahan penduduk ke daerah lain yang bersih.

2.2.4 Beban Pencemaran Limbah Baja dan Kemampuan Asimilasi Wilayah Pesisir

Peningkatan jumlah limbah baja pada pesisir akan mengalami peningkatan

tingkat pencemaran melalui aliran sungai dari pabrik yang membawa limbah menuju

daerah wilayah pesisir sekitarnya. Besarnya beban pencemaran limbah ditentukan

melalui pengukuran debit air sungai dan konsentrasi limbah baja yang mengalir

menuju wilayah pesisir kawasan industri Krakatau Cilegon.

Menurut Quano (1993) menerangkan bahwa kapasitas asimilasi sebagai

kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa

menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya.

Limbah yang ke pesisir akan mengalami 3 macam peristiwa yaitu: pengenceran

(dilution), penyebaran (dispersion), dan penguraian (decompotition) (UNEP, 1993). Pengenceran terjadi ketika limbah masuk ke perairan akan bereaksi dengan unsur atau

senyawa yang berada dalam air. Penyebaran terjadi akibat pengaruh arus atau

gelombang, sedangkan penguraian dilakukan oleh aktifitas bakteri. Bila kemampuan

asimilasi pesisir mengalami penurunan akibat dampak dari pengelolaan limbah baja

tidak terkendali, kondisi tersebut akan merugikan di antaranya: (1) Meningkatnya

evapontranspirasi. (2) Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan

sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air. (3)

Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia. (4) Menurunkan nilai

estetika lingkungan perairan.

Di dalam pengukuran kapasitas asimilasi yang bersifat spesifik tergantung

lokasi, membutuhkan pengembangan dari model skala hidrolik dan komputer yang

menggunakan metode elemen terbatas dari persamaan penyebaran larutan (UNEP,

1993). Menurut Dahuri (2001), penentuan kapasitas asimilasi dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode, yaitu:

1. Metode perhitungan pengukuran limbah awal, dispersi dan penguraian;

Metode ini dipergunakan untuk menentukan nilai kapasitas asimilasi melalui

penggabungan nilai pengurangan nilai limbah awal, nilai dispersi limbah dan nilai

(44)

Kelebihan dari metode ini yaitu perhitungan lebih ditekankan pada faktor-faktor

fisik, sehingga ketepatan perhitungannnya tinggi. Sedangkan kekurangan dari

metode ini yaitu tidak memperhitungkan faktor-faktor kimia seperti perbedaan

jenis limbah yang masuk ke sungai tidak diperhitungkan.

2. Metode arus bermuatan partikel;

Metode ini dipergunakan untuk menentukan nilai kapasitas asimilasi dengan cara

membandingkan konsentarasi limbah dengan konsentrasi air sungai menerima

limbah. Kelebihan dari metode ini yaitu penentuan perbandingan antara

konsentarasi limbah dan air sungai yang sangat penting bagi perhitungan

kapasitas asimilasi. Sedangkan kekurangannya yaitu kesulitan dalam perhitungan

konsentrasi limbah berupa bahan kimia yang masuk ke sungai karena

membutuhkan waktu lama.

3. Metode penurunan oksigen dari streeter dan phelps;

Metode ini menentukan nilai kapasitas asimilasi dengan cara mengamati

pengurangan nilai oksigen terlarut. Faktor-faktor yang diperhitungkan antara lain

waktu perjalanan limbah di sungai dan konsentrasi asam karbonat yang tetap pada

saat perjalanan limbah. Kelebihannya adalah perhitungan yang lebih teliti karena

perhitungan waktu perjalanan limabah. Sedangkan keekurangannya adalah

membutuhkan waktu lebih lama.

4. Metode pengukuran biological oxygen demand dari Jorgensen;

Metode ini menentukan kapasitas asimilasi yaitu hanya pada bahan yang mudah

terurai dengan menentukan nilai BOD awal dan nilai BOD yang tersisa pada

waktu akhir. Metode ini relatif mjudah dilakukan, namun kekurangannya adalah

penggunaan banyak asumsi dan lebih sesuai untuk perairan agak tertutup seperti

pelabuhan.

5. Metode hubungan antara kualitas air dengan beban limbahnya;

Metode ini menentukan kapasitas asimilasi yaitu dengan cara memplotkan

nilai-nilai kualitas air suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban limbah

yang dikandungnya ke dalam suatu grafik, selanjutnya direferensikan dengan

baku mutu air untuk diperuntukan bagi biota laut berdasarkan Kepmen KLH No.

51 tahun 2004. Selanjutnya dari titk potong yang diperoleh diketahui waktu

(tahun) terjadinya, kemudian dilihat nilai beban limbahnya sebagai nilai kapasitas

asimilasi. Kelebihannya mudah dilakukan dan dapat menerangkan semua

(45)

kualitas air dengan beban limbahnya tanpa memperhatikan dinamika perairan

yang ada.

2.2.5 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat

Dalam persepsi kehidupan masyarakat yang berada di daerah pesisir pantai

dapat berupaya untuk menekan tingkat pencemaran dengan cara melakukan

pengendalian dan pengurangan pencemaran di wilayah sekitarnya. Di sisi lain,

menurut Soemarwoto (2004), persepsi masyarakat terdapat anggapan bahwa

kehidupan di daerah pesisir pantai adalah masyarakat yang hidup terpisah dari

masyakat umum padahal mereka butuh sosialisasi dengan masyarakat lainnya, butuh

kehidupan yang layak baik lingkungan bersih, kesehatan dan pendapatan yang

memadai.

Menurut pendekatan ekologik, persepsi terjadi secara spontan dan langsung.

Spontanitas terjadi karena organisme selalu menjajaki dengan lingkungannya dan

penjajakan itu melibatkan setiap objek yang terdapat di lingkungannya. Setiap objek

menonjolkan sifat-sifat yang khas untuk organisme yang bersangkutan. Begitu juga,

partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran limbah di wilayah pesisir

pantai harus berperan aktif, mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah

daerah. Partisipasi yang dimaksud adalah suatu proses ikut ambil bagian dalam suatu

kagitan. Menurut Davis (1985), parisipasi adalah keterlibatan mental emosional,

kesediaan memberikan kontribusi, kesediaan untuk bertanggung jawab dalam

mencapai tujuan bersama. Pada penelitian ini persepsi dan partipasi masyarakat

dalam hubungannya dengan pengelolaan limbah meliputi: pengendalian limbah,

u

Gambar

Gambar 3. Kerangka berpikir penelitian
Gambar 5.  Daur pencemaran lingkungan (Wardhana, 2004)
Tabel 2. Baku mutu limbah cair
Gambar 7. Sistem pengolahan air WTP  DR plant (Damanhuri, 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan peranan pengelolaan penerimaan pajak sampai dengan akhir 2004 sebesar 23,14% dari penerimaan pajak yang telah dihimpun oleh Direktorat Jenderal

Kajian ini dilakukan adalah bertujuan untuk mengenalpasti sama ada pelajar- pelajar tahun akhir Ijazah Saijana Muda Kejuruteraan KUiTTHO cenderung untuk melibatkan diri dalam

Dilihat dari tabel diatas kita ketahui bahwa hukuman mati bagi penyalahguna narkoba di Indonesia menempati angka teratas dari beberapa Negara, hukum itu

*/ package com.application.component.list; import com.application.component.GetAlert; import com.application.component.GetCommand; import com.application.component.GetTextfield;

5 Desember Hari Leo Internasional – Mengadakan kegiatan bersama Leo Clubs MD 307 Indonesia dengan serentak di seluruh kota. 22 Desember: Hari Ibu Nasional, Hari Kesejahteraan

Perhitungan kebutuhan tenaga dokter umum dengan analisis beban kerja pada penelitian ini telah menunjukkan hasil yang lebih obyektif jika mengacu kepada metode

Hasil temuan dilapangan dalam kepesertaan BPJS Kesehatan sektor informal (wiraswast/pedagang) di Kelurahan Poncol dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang mempunyai pengeluaran

Examples non Examples adalah suatu model pembelajaran dimana dalam proses kegiatan belajar mengajar memiliki tahap- tahap yang digunakan berupa contoh (Examples)