• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian.

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Pengertian Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi pajak yang telah diuraikan di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa pajak intinya adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa dan kita sebagai warga negara yang membayar pajak tidak mendapat imbalan secara langsung atas pembayaran pajak tersebut.

Menurut Resmi (2014 : 2) terdapat ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi, yaitu:

a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai

public investment.

2. Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa teori menurut Resmi (2014: 5-6) yang mendasari hukum pemungutan pajak yang dilakukan negara. Pemungutan pajak dikatakan adil karena pada dasarnya pemungutan yang dilakukan negara kembali lagi pada warga negara dengan segala konsekuensi dan aturannya. Pemungutan pajak dikatakan adil dapat dijelaskan dengan beberapa teori berikut:

a. Teori Asuransi

Berdasarkan teori ini, fiskus berwenang memungut pajak dari penduduknya, karena negara dianggap seperti perusahaan asuransi yang memberikan perlindungan kepada rakyatnya dari segala bentuk ancaman yang akan membuat keselamatan dan keamanan jiwa serta harta benda terenggut. Wajib Pajak sebagai rakyat dari suatu negara dianggap sebagai pihak tertanggung, sehingga wajib membayar pajak sebagai bentuk premi kepada negara.

b. Teori Kepentingan

Teori ini menekankan pada keadilan dan keabsahan pemungutan pajak berdasarkan besar kecilnya kepentingan masyarakat dalam suatu negara. Penetapan beban pajak yang harus dibayar oleh rakyat berdasarkan pada tingkat kepentingan rakyat kepada negaranya termasuk masalah

kepentingan akan perlindungan atas jiwa beserta harta benda, sehingga negara berhak memungut pajak dari penduduknya karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan kepada negara. Semakin besar kepentingan penduduk kepada negara, semakin besar pula perlindungan negara kepadanya dan semakin berhak pula negara memungut pajak dari rakyatnya.

c. Teori Bakti atau Kewajiban Pajak Mutlak

Teori ini menekankan pada penduduk yang harus tunduk dan patuh kepada negara karena negara dalam kenyataannya sejak dahulu sudah ada dan diakui eksistensinya baik oleh penduduk maupun negara lain dan juga negara mengemban tugas melindungi segenap warganya. Oleh karena itu, hubungan rakyat dengan negara sangat kuat. Penduduk sebagai warga negara wajib berbakti pada negara dan membayar pajak sebagai rasa bakti kepada negara.

d. Teori Gaya Pikul

Teori ini menekankan keadilan dan kebenaran negara dalam memungut pajak dari warganya didasarkan pada kemampuan dan kekuatan setiap pribadi masyarakatnya, bukan pada besar kecilnya kepentingan tiap-tiap penduduk. Kemampuan dan kekuatan yang dimaksud merupakan kemampuan dan kekuatan untuk memperoleh penghasilan, harta, kekayaan, dan konsumsi dengan tujuan dari itu adalah dapat menghidupi diri sendiri dan kemampuan untuk memikul beban kehidupan lainnya.

Menurut Mardiasmo (2011:3), untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan, yaitu:

1) Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.

2) Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

e. Teori Asas Gaya Beli

Teori ini lebih menekankan kepada efek yang ditimbulkannya, karena efek pemungutan pajak yang ditimbulkannya baik seperti terselenggaranya kepentingan masyarakat maka dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak.

3. Fungsi Pajak

Pajak merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh suatu negara untuk menunjang pembangunan bagi seluruh aspek suatu negara. Terdapat dua fungsi pajak menurut Resmi (2014: 3) yaitu:

a. Fungsi pajak sebagai budgetair

Fungsi budgetair pajak yaitu pajak sebagai sumber bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

b. Fungsi pajak sebagai pengatur (regulerend)

Fungsi pajak sebagai alat untuk melaksanakan dan mengatur kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

4. Sistem Pemungutan Pajak

Resmi (2014:11) menyatakan bahwa dalam memungut pajak dikenal 3 sistem pemungutan pajak yaitu:

a. Official Assesment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, pajak akan dibayar lebih teratur karena aparatur perpajakan yang menghitung jumlah pajak dan juga menagihnya kepada wajib pajak, sehingga wajib pajak sulit untuk menghindari pajak. b. Self Assesment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menghitung dan menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, aparatur perpajakan bersifat pasif dan wajib pajak bersifat aktif dimana aktif dalam hal ini adalah menghitung, melaporkan, dan menyetor jumlah pajak yang terutang. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.

c. With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib

pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

B. Pajak Daerah

1. Pengertian Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

“pajak daerah yang kemudian disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Ciri-ciri pajak daerah menurut Rahayu (2017, dalam Pasinggi : 2019), adalah sebagai berikut:

a. Pajak daerah berasal dari pajak asli daerah maupun pajak pusat yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.

b. Pajak daerah dipungut oleh daerah hanya sebagai di wilayah administrasi yang dikuasainya.

c. Pajak daerah digunakan untuk membiayai urusan rumah tangga daerah dan atau untuk membiayai pengeluaran daerah.

d. Dipungut oleh daerah berdasarkan Peraturan Daerah sehingga pajak daerah bersifat memaksa dan dapat dipaksakan kepada masyarakat yang wajib membayar.

2. Jenis Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis-jenis pajak paerah antara lain:

a. Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi), terdiri dari: 1) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) 4) Pajak Air Permukaan

5) Pajak Rokok

b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), terdiri dari: 1) Pajak Hotel

2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame

5) Pajak Penerangan Jalan

6) Pajak Penerangan Bukan Logam dan Batuan 7) Pajak Parkir

8) Pajak Air Tanah

9) Pajak Sarang Burung Walet

11) Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan 3. Dasar Hukum Pajak Daerah

Menurut Halim,dkk (2016 : 499), pembahasan mengenai pajak daerah mengacu ke berbagai aturan perundang-undangan antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2010 tentang Badan atau Perwakilan Lembaga Internasional yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.07/2010 tentang Badan atau Perwakilan Lembaga Internasional yang tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Daerah.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak.

C. Pajak Reklame

1. Pengertian Pajak Reklame

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 26 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.

Pengertian reklame itu sendiri menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 27 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. 2. Objek dan Subjek Pajak Reklame

Objek pajak reklame menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 47 ayat 1 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah semua penyelenggaraan reklame.

Dalam salinan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Reklame, jenis-jenis reklame antara lain:

a. Reklame Papan/Billboard, reklame yang bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan) terbuat dari kayu, seng, vynil, aluminium, fiber glass, kaca, batu, tembok atau beton, logam atau bahan lain yang sejenis dipasang pada tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau digantung atau ditempel atau

dibuat pada bangunan tembok, dinding, pagar, tiang, dan sebagainya baik bersinar, disinari maupun yang tidak bersinar.

b. Reklame Megatron/Videotron, reklame yang bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan) menggunakan layar monitor maupun tidak, berupa gambar dan/atau tulian yang dapat berubah-ubah, terprogram dan menggunakan tenaga listrik, termasuk di dalamnya Videotron dan Large Electronic

Display.

c. Reklame Kain, reklame yang tujuan materinya jangka pendek atau mempromosikan suatu event dan/atau kegiatan yang bersifat insidentil dengan menggunakan bahan kain, termasuk plastik atau bahan lain yang sejenis. Termasuk didalamnya adalah spanduk, umbul-umbul, bendera,

flag chain (rangkaian bendera), tenda, krey, giant banner dan standing banner.

d. Reklame Baliho, reklame yang terbuat dari papan kayu atau bahan lain dan dipasang pada konstruksi yang tidak permanen dan tujuan materinya mempromposikan suatu event atau kegiatan yang bersifat insidentil

e. Reklame Melekat/Sticker, reklame yang berbentuk lembaran lepas diselenggarakan dengan cara ditempelkan, dilekatkan, dipasang atau digantung pada suatu benda.

f. Reklame Selebaran, reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan dan/atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang,

digantung pada suatu benda lain, termasuk didalamnya adalah brosur,

leafleat, dan reklame dalam undangan.

g. Reklame Sign Net, reklame papan yang diselenggarakan secara berjajar di lokasi bukan persil dengan jumlah lebih dari satu dan memiliki elevasi rendah.

h. Reklame Berjalan, reklame yang ditempatkan pada kendaraan atau benda yang dapat bergerak, yang diselenggarakan dengan menggunakan kendaraan dan/atau dengan cara dibawa/didorong/ditarik oleh orang, termasuk didalamnya reklame pada gerobak/rombong, kendaraan baik bermotor ataupun tidak.

i. Reklame Udara, reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan balon, gas, laser, pesawat, atau alat lain yang sejenis.

j. Reklame Suara, reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantaraan alat.

k. Reklame Film/Slide, reklame yang diselenggarakan dengan cara menggunakan klise (clluloide), berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan lain yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan/atau dipancarkan.

l. Reklame Peragaan, reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.

Tidak termasuk sebagai objek pajak reklame

a. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya.

b. Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya.

c. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut.

d. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

e. Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Subjek Pajak Reklame berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame, sedangkan Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.

3. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Reklame

Berdasarkan Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemungutan Pajak Reklame, Dasar Pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame (NSR). Apabila penyelengaraan reklame dilakukan melalui pihak ketiga maka, nilai sewa reklame yang dimaksud adalah nilai kontrak reklame. Nilai sewa reklame

dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media reklame. Nilai sewa reklame tersebut dihitung dengan cara menjumlahkan Nilai Jual Objek Pajak Reklame (NJOPR) dan nilai strategis penyelenggaraan reklame. Hasil penghitungan nilai sewa reklame ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

Nilai strategis suatu lokasi sebagaimana yang dimaksud diatur dengan klasifikasi sebagai berikut:

a. Klasifikasi Utama

Dinilai berdasarkan sudut pandang yang luas atau banyak dan titik strategis antara lain berlokasi di areal penyebarangan Ketapang, lokasi parkir dan Taman Sritanjung, serta reklame di atas gedung.

b. Klasifikasi A

Dinilai berdasarkan nilai kepadatan pemanfaatan tata ruang antara lain berlokasi di persimpangan jalan (perempatan, pertigaan, tikungan dan seputar Taman Blambangan).

c. Klasifikasi B

Dinilai berdasarkan aspek kegiatan di bidang usaha antara lain berlokasi di Pasar, Pertokoan, Terminal, Gelanggang Olahraga, dan sebagainya.

d. Klasifikasi C

Dinilai berdasarkan poros jalan kelas A atau jalan protokol, antara lain yang berlokasi di antara Banyuwangi-Wongsorejo, Banyuwangi-Jajag-Genteng, Glenmore-Kalibaru.

e. Klasifikasi D

Dinilai berdasarkan poros jalan kelas B atau jalan ekonomi, antara lain yang berlokasi di antara Banyuwangi-Glagah, Srono-Muncar, Benculuk-Purwoharjo, Tegaldlimo-Pesanggaran.

f. Klasifikasi E

Dinilai berdasarkan selain yang telah diatur pada huruf a sampai dengan e. Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemungutan Pajak Reklame menetapkan tarif pajak reklame sebesar 25%.

Adapun rumus pengenaan pajak reklame adalah sebagai berikut: NSR = NJOPR + Nilai Strategis

Pajak Reklame = NSR x Tarif Pajak Reklame (25%)

Keterangan :

a. NSR (Nilai Sewa Reklame) : Nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan besarnya pajak reklame.

b. NJOPR (Nilai Jual Objek Pajak Reklame) : Keseluruhan pembayaran/pengeluaran hingga biaya yang dikeluarkan oleh pemilik dan/atau penyelenggaraan reklame termasuk biaya atau harga beli bahan reklame, konstruksi instalasi listrik, pembayaran atau ongkos perakitan, pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan, pemasangan dan transportasi pengangkutan, sampai dengan bangunan reklame selesai,

dipancarkan, diperagakan, ditayangkan dan/atau terpasang di tempat yang diijinkan.

c. Nilai Strategis : Nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame.

4. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Reklame

Dasar hukum pemungutan pajak reklame di dalam suatu kabupaten atau kota (Siahaan, 2013 : 383) adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

b. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. d. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur tentang Pajak Reklame. e. Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Reklame sebagai

aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Reklame pada Kabupaten/Kota yang dimaksud.

D. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Pengertian pendapatan asli daerah yang selanjutnya disingkat PAD berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka 18 adalah pendapatan yang

diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) adalah penerimaan yang berasal dari sumber-sumber ekonomi daerah, yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan daerah.

2. Sumber Pendapatan Asli Daerah

Sumber pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 6 ayat 1 ialah terdiri atas:

a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, sebagai berikut:

a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan b. Jasa giro

c. Pendapatan bunga

d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

3. Fungsi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Fungsi utama dari pendapatan asli daerah (PAD) adalah untuk memenuhi kepentingan umum dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Fungsi ini dicapai melalui program-program yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah dimana modalnya berasal dari pendapatan asli daerah (PAD). Beberapa masalah yang dapat teratasi dengan adanya PAD diantaranya pengangguran, inflasi, kemunduran ekonomi, dan lain-lain.

E. Efektivitas

1. Pengertian Efektivitas

Efektivitas adalah kata dasar dari efektif. Menurut Mardiasmo (2012: 134), “indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak dari keluaran program dalam mencapai tujuan program. Semakin kontribusi output yang dihasilkan berperan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi”. Menurut Halim (2002 : 135), “efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah”. Berdasarkan pengertian efektivitas menurut dua ahli yang sudah penulis paparkan maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Suatu organisasi dikatakan telah berjalan efektif apabila organisasi tersebut berhasil mencapai tujuan.

Berkaitan dengan masalah perpajakan, efektivitas merupakan perbandingan antara hasil pemungutan (realisasi) dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil pajak itu sendiri. Dengan demikian efektivitas pajak adalah realisasi penerimaan pajak berbanding dengan penerimaan pajak yang dianggarkan atau yang seharusnya.

2. Pengukuran Efektivitas

Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak (outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan program.

Menurut Halim (2004: 285), “efektivitas menyangkut semua tahap administrasi penerimaan pajak, menentukan wajib pajak, menetapkan nilai kena pajak, memungut pajak, menegakkan sistem pajak, dan membukukan penerimaan”.

Rumus yang digunakan untuk mengetahui efektivitas pemungutan pajak reklame menurut Halim (2004: 285), adalah sebagai berikut:

Efektivitas = realisasi penerimaan pajak reklame

target penerimaan pajak reklame

x 100%

3. Klasifikasi Kriteria Efektivitas

Pengukuran nilai efektivitas secara lebih rinci berdasarkan kriteria kinerja keuangan Kepmendagri No. 47 Tahun 1999 (dalam Wijayanti, dkk : 2016) tentang pedoman penilaian dan kinerja keuangan yang disusun dalam tabel berikut:

Tabel 1. Kriteria Kinerja Efektivitas

Nilai Kinerja Kriteria >100% Sangat Efektif

90% - 100% Efektif

80% - 90% Cukup Efektif 60%-80% Kurang Efektif

<60% Tidak Efektif

Sumber : Kepmendagri No. 47 Tahun 1999 (dalam Wijayanti, dkk : 2016) F. Kontribusi

1. Pengertian Kontribusi

Menurut Mahmudi (2010, dalam Hebimisa : 2017), “kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pajak daerah memberikan sumbangan dalam penerimaan PAD dengan membandingkan penerimaan pajak daerah dengan PAD. Semakin besar hasilnya berarti semakin besar peranan pajak daerah terhadap PAD”. Selain kontribusi pajak daerah dalam hal ini pajak reklame, masih terdapat kontribusi lain yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, antara lain retribusi daerah, bagian laba BUMD, penerimaan dinas-dinas, penerimaan lain-lain, penerimaan pembangunan, dan jenis pajak lainnya di luar pajak reklame.

2. Perhitungan Kontribusi

Menurut Mahsun (2006 : 153), “rasio kontribusi mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam menghasilkan pendapatan dari pajak daerah”. Formula rasio kontribusi pajak daerah dalam hal ini pajak reklame terhadap PAD adalah sebagai berikut:

Kontribusi = realisasi penerimaan pajak reklame

realisasi penerimaan PAD

x 100%

3. Klasifikasi Kriteria Kontribusi

Persentase kontribusi dalam Kepmendagri No.690.900.327 (1996, dalam Wijayanti, dkk: 2016) adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Klasifikasi Kriteria Kontribusi Persentase Kriteria 0,00%-10% Sangat kurang 10,00%-20% Kurang 20,00%-30% Sedang 30,00%-40% Cukup baik 40,00%-50% Baik

Diatas 50% Sangat baik

Sumber: Kepmendagri No.690.900.327, 1996 (dalam Wijayanti,dkk : 2016)

G. Penelitian Terdahulu

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang digunakan penulis sebagai acuan dalam melakukan penelitian karya ilmiah ini, penelitian tentang Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Studi Kasus di Badan Keuangan dan

Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Sleman) yang dilakukan oleh Mario Harvey Christiantoro Harum. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa tingkat efektivitas pajak daerah Kabupaten Sleman dari tahun 2014 sampai 2017 sudah efektif dan tingkat efektivitas retribusi daerah dari tahun 2014 sampai 2017 juga sudah efektif. Selanjutnya, rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap PAD adalah sebesar 59 persen yang dalam klasifikasi sudah dapat diartikan sangat baik sedangkan kontribusi retribusi daerah terhadap PAD dari tahun 2014 sampai 2017 selalu mengalami penurunan sehingga hanya memperoleh rata-rata sebesar 6,30 persen yang berarti kontribusinya sangat kurang.

Penelitian yang berjudul Analisis Efektivitas dan Kontribusi Pemungutan Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bukittinggi Tahun 2008 sampai 2017 yang dilakukan oleh Dian Oktavia. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa secara rata-rata tingkat efektivitas Kota Bukittinggi adalah sebesar 79,35 persen yang menandakan kinerja pendapatan asli daerah di Kota Bukittinggi sudah efektif. Selanjutnya, kinerja pengelolaan pendapatan asli daerah Kota Bukittinggi dari tahun 2008 sampai 2017 apabila dilihat dari sisi kontribusi maka dikategorikan sangat kurang karena hal yang didapatkan kurang dari 10 persen.

Penelitian yang berjudul Analisis Efektivitas dan Kontribusi Pajak Reklame

Dokumen terkait