• Tidak ada hasil yang ditemukan

untuk 5 Rumah dan Gotong Royong

6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan tujuan penelitian yaitu mengenai peran fasilitator dan co-fasilitator pada pelaksanaan program STBM, hambatan yang dihadapi co-fasilitator dan co-fasilitator serta upaya dalam mengatasi hambatan pada pelaksanaan program STBM.

6.1.1 Peran Fasilitator

Pada satiap tahapan perubahan masyarakat melalui program STBM, fasilitator telah menjalankan beberapa peran yang dalam teori jim ife yaitu facilitative roles and skills dan educational roles and skills. Adapun peran tersebut dijalankan dalam berbagai kegiatan pelaksanaan program STBM.

1. Pada saat melakukan koordinasi pelaksanaan STBM kepada pihak kelurahan fasilitator menjalankan peran mediasi dan megosiasi. Peran yang dijalankan oleh fasilitator termasuk klasifikasi facilitative roles and skills.

2. Fasilitator menjalankan peran animasi sosial dan dukungan sosial pada saat fasilitator melakukan proses sosialisasi program STBM pada tingkat RT/RW, tokoh masyarakat, dan kader masyarakat serta mencari co-fasilitator.

3. Fasilitator menjalankan peran mengorganisasi dimana fasilitator sebagai pengatur melakukan koordinasi kepada co-fasilitator dalam menentukan tempat untuk sosialisasi.

4. Fasilitator manjalankan peran dukungan kepada co-fasilitator dengan memberikan kebebasan untuk malakukan sosialisasi tanpa di dampingi oleh fasilitator mengingat efisiensi kerja. Fasilitator memberikan semangat, mengaktivasi dan menggerakan co-fasilitator. Peran tersebut termasuk dalam klasifikasi facilitative roles and skills

5. Fasilitator melakukan pengenalan program STBM oleh fasilitator kepada warga di dampingi oleh co-fasilitator. Fasilitator menjalankan peran Komunikasi kepada masyarakat. Peran ini termasuk klasifikasi facilitative roles and skills.

6. Pada saat fasilitatormelakukan Social Mapping, fasilitator menjalankan peran animasi sosial dan komunikasi.

7. Pada saat fasilitator melakukan proses pemicuan .(a). Pemicuan melalui pemberian tepuk tangan. Fasilitator menjalankan peran dukungan (b). Fasilitator menjalankan peran peningkatan kesadaran melalui praktek perhitungan tinja yang dilakukan dihadapan warga masyarakat.(c). Fasilitator menjalankan peran dukungan kepada warga yang terpicu dan mau berubah dengan memberikan apresiasi berupa tepuk tangan. (d).Fasilitator melakukan pemicuan rasa jijik pada peran ini fasilitator menjalankan peran memberikan informasi mengenai kondisi sungai yang sudah tercemar oleh limbah kotoran manusia. Kemudian fasilitator menjalankan peran peningkatan kesadaran masyarakat melalui praktek yang diterapkan pada simulasi air yang berisikan tinja.(e). Pada saat melakukan pemicuan rasa malu fasilitator menjalankan peran meningkatkan kesadaran. (f).Pada saat memicu rasa dosa, fasilitator menjalankan peran meningkatkan kesadaran kepada masyarakat melalui pendekatan agama. (g). Fasilitator menghentikan pemicuan. Peran dijalankan oleh fasilitator yaitu meningkatkan kesadaran kepada masyarakat melalui keberhasilan warga di negara lain dalam menerapkan jamban sehat yang bertujuan untuk menyadarkan masyarakat untuk mengikuti jejak keberhasilan warga dari negara tersebut.Fasilitator juga menjalankan peran memfasilitasi kelompok (h). Fasilitator menjalankan Peran memberikan informasi yaitu dengan menyampaikan hal yang harus dilakukan bagi warga yang tetap tidak mau berubah yaitu BAB di jamban.

8. Fasilitator memberikan penghargaan. fasilitator menjalankan peran yang termasuk peran dukungan.

9. Pada saat melakukan monitoring, fasilitator berperan mengorganisasi jadwal dan mengatur waktu kunjungan kepada warga secara efisien. Fasilitator juga berperan sebagai animasi sosial dimana dalam monitoring fasilitator aktif berkunjung dan menanyakan kesetiap warga berkenaan dengan jamban. Kemudian fasilitator berperan dalam komunikasi yang baik kepada warga. Fasilitator berperan sebagai pengatur dlam mengorganisasikan ketua RT dalam mengawasi dan mendata warga.

6.1.2 Peran Co-fasilitator

Pada peran yang dijalankan oleh co-fasilitator mencakup klasifikasi

facilitative roles and skills dan educational roles and skills. Peran co-fasilitator bertujuan untuk membantu fasilitator dalam pelaksanaan program STBM dan membantu masyarakat dalam mengubah perilaku mereka. Berikut adalah peran co-fasilitator.

1. Co-fasilitator Menentukan lokasi sosialisasi . Co-fasilitator menjalankan peran fasilitasi kolompok yaitu dengan menyediakan waktu bagi masyarakat ditempat yag sudah ditentukan untuk memberikan sosialisasi program STBM 2. Co-fasilitator menjalankan peran memberikan informasi kepada masyarakat

melalui materi yang diberikan yang berkenaan mengenai sanitasi dan penyakit akibat BAB sembarangan pada saat melakukan sosialisasi selian itu co-fasilitator juga berperan sebagai animasi sosial, meningkatkan kesadaran, komunikasi serta menjadi mediator dan negosiator bagi masyarakat..

4. Pemicuan, memicu rasa jijik. Co-fasilitator memberikan informasi mengenai rasa jijik yang dapat ditimbulkan oleh warga yang terinjak dengan tinja di kebun dan melihat tinja yang melintas di hadapan warga yang sedang melakukan aktivitas di sungai.

5. Monitoring. Co-fasilitator menjalankan peran komunikasi baik dalam mengingatkan warga disetiap kesempatan dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti. Selain itu juga melakukan peran animasi sosial dengan menunjukkan kegigihan dalam kunjungan kewarga dan memotivasi warga untuk berubah. Peran mengorganisasi dengan meminta bantuan PKK untuk melakukan pengawasan dan kontrol kepada warga.

Dalam setiap peran yang dijalankan baik oleh fasilitator maupun co-fasilitator memiliki kesamaan dam perbedaan, hal yang paling penting dalam peran yang dijalankan baik fasilitator maupun co-fasilitator yaitu mereka dapat saling mendukung dan melengkapi kekurangan masing-masing sehingga program STBM dapat dijalankan dengan baik.

6.1.3 Hambatan Fasilitator dan Co-fasilitator

Dari hasil temuan lapangan dan pembahasan, terdapat beberapa kendala-kendala atau hambatan yang dirasakan oleh fasilitator dan co-fasilitator selama melakukan pelaksanaan program STBM. Hambatan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi community worker dalam usaha perubahan perilaku masyarakat. Hambatan tersebut dapat dikasifikasikan kedalam hambatan yang berasal dari individu dan hambatan yang berasal dari luar individu. Adapun dari hasil yang ditemukan, hambatan yang berasal dari individu masyarakat meliputi:

1. Adanya warga yang tidak menerima

2. Adanya warga yang masih mengharapkan bantuan 3. Pola pikir masyarakat yang lamban untuk berubah

4. Persepsi Warga yang Merasa Nyaman untuk Membuang Tinja di Sungai dan Empang Alasan warga bahwa air susah dijangkau

Selain hambatan yang berasal dari individu warga, hambatan lainnya yang dirasakan menjadi hambatan dalam pelaksanaan program STBM yaitu hambatan yang berasal dari kondisi geografis yang meliputi:

1. Wilayah yang susah dijangkau 2. Kondisi tanah yang berbatu

3. Hambatan jarak rumah yang berjauhan

6.1.4. Upaya Dalam Mengatasi Hambatan pada Pelaksanaan Program STBM Untuk menuju keberhasilan pelaksanaan program STBM, baik fasilitator maupun co-fasilitator berupaya untuk melakukan berbagai upaya dalam mengatasi hambatan yang muncul pada saat pelaksanaan program STBM. Dari hasil temuan lapangan dan pembahasan, terdapat beberapa upaya yang dijalankan fasilitator dan co-fasilitator sebagai berikut:

1. Upaya pendekatan personal oleh co-fasilitator untuk mengatasi hambatan warga yang tidak mau berubah.

2. Upaya menghadirkan role model bagi warga yang masih mengharapkan bantuan

3. Melakukan kunjungan dan pengontolan sebagai upaya dalam mengatasi warga yang lambat untuk berubah

4. Pemberian pengetahuan mengenai kesehatan lingkungan dan bahaya BAB sembarangan

5. Mengatasi alasan warga bahwa air sulit dijangkau 6. Mengatasi wilayah yang susah dijangkau

7. Mengatasi Hambatan tanah yang berbatu 8. Mengatasi hambatan rumah yang berjauhan.

Segala upaya, yang dilakukan baik oleh fasilitator maupun co-fasilitator bertujuan untuk keberhasilan dalam perubahan perilaku masyarakat desa Ligarmukti dari kebiasaan membuang BAB ataupun tinja sembarangan berubah menjadi kebiasaan membuang tinja ke tempat yang aman dan sehat seperti cubluk, jamban/WC. Setelah menjalankan program selama setahun dan mengatasi berbagai hambatan yang ada, akhirnya pelaksanaan program STBM berhasil mengubah perilaku masyarakat dan menjadikan desa Ligarmukti desa yang ODF dengan hasil data sebayak 98,5 % warga sudah memikiki tempat pembuangan tinja yang aman atau dapat dikatakan tidak membuang kotoran sembarangan.

Dalam dokumen program sanitasi total berbasis masyarakat (Halaman 163-167)