• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kompetensi badan peradilan dalam pembatalan hak atas tanah ternyata berada

pada 2 (dua) lingkup badan peradilan yaitu Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara. Yang menjadi kompetensi Peradilan Umum adalah sengketa yang timbul dari perselisihan mengenai hak milik keperdataan serta hak-hak yang timbul karenanya yang mungkin terjadi karena sertipikat berfungsi sebagai alat bukti hak keperdataan (kepemilikan) seseorang. Sedangkan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara adalah sengketa Tata Usaha Negara yang timbul apabila orang atau badan hukum perdata merasa dirugikan dengan terbitnya sertipikat hak atas tanah dengan alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan/ atau asas-asas umum pemerintahan yang baik atau dengan kata lain sertipikat dipandang sebagai Keputusan Tata Usaha Negara. Kompetensi peradilan dalam gugatan pembatalan hak atas tanah dinilai dari yurisdiksi materil dalam

fundamentum petendi surat gugatan. Kenyataan bahwa dalam gugatan kerap

seharusnya hakim Perdata maupun hakim Tata Usaha Negara karena jabatannya

(ex officio), melalui putusan sela, menyatakan bahwa ia tidak berwenang

memeriksa dan mengadili perkara tersebut agar tidak menghasilkan putusan diluar kewenangannya.

2. Peraturan-peraturan tentang pembatalan hak atas tanah yang berlaku saat ini

masih memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan yang menjadi titik krusial adalah mengenai pelimpahan kewenangan yang tidak konsisten dan terkesan tarik ulur sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) PMNA/KBPN No.3 Tahun 1999, ketentuan mengenai objek pembatalan hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 104 ayat (1) PMNA/ KBPN No. 9 Tahun 1999 tidak sesuai dengan objek yang diatur dalam Bab V Petunjuk Teknis No. 06/JUKNIS/D.V/2007 sehingga bukan surat keputusan pemberian hak atas tanah pertama kali (sebagai Keputusan Tata Usaha Negara) saja yang dapat dimohon pembatalannya akan tetapi

peralihan-peralihan serta pembebanannya kemudian (derivatif) seperti jual beli,

hibah, serta pembebanannya dengan hak tanggungan ataupun peralihan hak tanggungan itu sendiri juga dapat dimohonkan pembatalannya, padahal peralihan- peralihan tersebut dilakukan dengan Akte Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bukan merupakan Surat Keputusan Tata Usaha Negara karena dibuat bukan berdasarkan kewenangan publik akan tetapi merupakan kehendak para pihak

yang dituangkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam suatu akte. Kelemahan ini berpengaruh terhadap proses permohonan pembatalan hak atas tanah.

3. Implementasi peraturan-peraturan tentang pembatalan hak atas tanah dalam

proses permohonan pembatalan hak atas tanah yang diajukan melalui Kantor Pertanahan Kota Medan telah dilaksanakan relatif baik. Permasalahan permohonan pembatalan hak atas tanah bukan berada pada tahap awal di Kantor Pertahanan Kota Medan akan tetapi pada tingkat pengambilan keputusan mengabulkan atau menolak permohonan pembatalan hak atas tanah tersebut oleh pejabat yang berwenang baik Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Badan Pertanahan Nasional.

B. Saran

1. Perlu diberi batasan yang tegas mengenai kualifikasi perbuatan apa yang

dilakukan serta lingkup peraturan apa yang dilanggar dalam perbuatan yang berkaitan dengan sertipikat hak atas tanah yang dapat menjadi pedoman dalam menilai yurisdiksi materil gugatan pembatalan hak atas tanah, sehingga tidak terjadi lagi kesalahan dalam mengidentifikasi kompetensi peradilan dalam menghadapi gugatan pembatalan hak atas tanah. Hakim Peradilan Perdata maupun Peradilan Tata Usaha Negara seharusnya lebih memahami peraturan tentang pertanahan khususnya tentang pembatalan hak atas tanah dan dapat lebih

jeli dalam menilai yurisdiksi materil gugatan pembatalan hak atas tanah, sehingga apabila ada gugatan yang bukan kewenangannya dapat menolak, dalam putusan sela, dengan alasan bukan kewenangannya.

2. Perlu dilakukan deregulasi yang komprehensif dalam pembatalan hak atas tanah

sehingga tercapai sinkronisasi yang harmonis pada setiap tataran perundang- undangan yang mengatur pembatalan hak atas tanah. Peraturan yang sinkron dan harmonis membawa kelancaran dalam proses pembatalan hak atas tanah sehingga masyarakat segera mendapatkan kepastian hukum.

3. Permohonan pembatalan hak atas tanah yang telah diajukan melalui Kantor

Pertanahan Kota Medan harus segera ditindaklanjuti dan di selesaikan oleh pejabat yang berwenang dalam mengambil keputusan pembatalan hak atas tanah demi menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2004.

Basri, Hasan Nata Menggala dan Sarjita, Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas

Tanah, Yogyakarta : Tugujogja pustaka, 2005.

Chandra, S., Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Jakarta : Grasindo, 2005.

Chandra, S., Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah

(Studi Kasus: Kepemilikan Hak Atas Tanah Terdaftar yang Berpotensi Hapus di Kota Medan), Medan : Pustaka Bangsa Press, 2006

Chomzah, Ali Achmad, Seri Hukum Pertanahan III, Penyelesaian Sengketa Hak

AtasTanah, Jakarta : Prestasi Pustaka 2003.

Dalimunthe, Chadidjah, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalannya,

Medan: Universitas Sumatera Utara, 2005.

Hadjon, Philipus M, et. al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Introduction

to the Indonesian Administrative Law, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001.

Harahap, M. Yahya, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,

Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Hukum Tanah Nasional,

Jakarta: Djambatan edisi revisi, 2003.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum

Tanah, Jakarta : Djambatan, 2002.

Lubis, Mhd.Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung:

CV. Mandar Maju, 2008.

Parlindungan, A.P., Pendaftaran Tanah dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah Menurut

Salman, Otje HR, dan Susanto, Anton F, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Bandung: PT. Refika Aditama, 2005.

Sangadji, Z.A, Kompetensi Badan Peradilan Umum dan PeradilanTata Usaha

Negara, Dalam Gugatan Pembatalan Sertifikat Tanah, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata: Hukum Benda, Yogyakarta:

Liberty, 1981.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Internusa, 1992.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

1997.

Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam

Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 2002.

Wantjik, K Saleh, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Wiyono, R., Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Grafika,

2008.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945 Naskah Asli dan Perubahannya.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional RI.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.

Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.

Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.

Petunjuk Teknis Nomor: 06/ Juknis/ D.V/2007 Tanggal 31 Mei 2007 Tentang Berperkara di Pengadilan dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Putusan Pengadilan. Petunjuk Teknis Nomor: 08/ Juknis/ D.V/2007 Tanggal 31 Mei 2007 Tentang

Penyusunan Keputusan Pembatalan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah/ Pendaftaran Tanah/ Sertifikat Hak Atas Tanah.

C. Jurnal/ Makalah/ Majalah

Tanjung. Suriyati, Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah dan Perlindungan Pihak Ketiga yang Beritikad Baik (Studi Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Medan), Disertasi, PPs/USU, Medan, 2006.

---, Reforma Agraria, Mandat Politik, Konstitusi, dan hukum dalam Rangka Mewujudkan “Tanah untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat”, Badan Pertanahan Nasioanl Republik Indonesia (BPN RI), 2007.

Sarah, Kurdianto, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Pemberdayaan Hak-Hak

Rakyat Atas Tanah, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Keagrarian Dies XXIX KMTG FT-UGM, Yogyakarta tanggal 2-12-1999.

Suryosuwarno, P. Tinjauan Hukum Dalam Mengantisipasi Perbedaan Kepentingan

dan Masalah Keagrariaan Dalam Otonomi Daerah, Makalah diajukan dalam Seminar Nasional Agraria di Yogyakarta tanggal 2 Desember 1999

D. Internet

Dokumen terkait