• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam Gugatan

Kompetensi Badan Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam Undang- undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Undang- undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986.

Kompetensi Badan Peradilan Tata Usaha Negara adalah memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 47 UU Nomor 5 Tahun 1986. Kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara lebih khusus dibanding kompetensi Peradilan Umum. Satu-satunya wewenangnya adalah sepanjang mengadili sengketa Tata Usaha Negara.

59 Ibid

Selanjutnya yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara diatur dalam pasal 1 angka 4 yaitu :

“Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik dipusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan.”

Dari ketentuan diatas dapat diketahui bahwa yang dimaksud sengketa tata usaha negara terdiri dari beberapa unsur yaitu:60

1. Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara;

2. Sengketa tersebut antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara;

3. Sengketa yang dimaksud sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha

Negara.

Jadi yang menjadi objek dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara.

Pasal 1 angka 3 UU Nomor 5 Tahun 1986 menyebutkan:

“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha

60

R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.6.

Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

Unsur- unsur yang terkandung dalam rumusan pasal ini yang menjadi syarat agar suatu putusan tata usaha negara dapat di gugat di Peradilan Tata Usaha Negara adalah:

1. penetapan tertulis;

2. dikeluarkan badan atau pejabat Tata Usaha Negara;

3. tindakan hukum Tata Usaha Negara;

4. konkret, individual, dan final;

5. menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Namun tidak semua Keputusan Tata Usaha Negara dapat digugat di hadapan hakim Peradilan Tata Usaha Negara. Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan bersifat umum, seperti Undang-undang, bukan objek dalam Peradilan Tata Usaha Negara akan tetapi keputusan yang bersifat individual konktrit (beschikking) lah yang dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara.61

61

Ada 4 (empat) macam sifat norma hukum yaitu: 1. norma umum abstrak misalnya Undang-undang;

2. norma individual konkrit misalnya keputusan tata usaha negara;

3. norma umum konkrit misalnya rambu-rambu lalu lintas yang dipasang disuatu tempat tertentu (rambu itu berlaku bagi semua pemakai jalan namun hanya berlaku utuk tempat itu);

4. norma individual abstrak misalnya izin gangguan. (Philipus M. Hadjon, et.al., Op. cit, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2001) hal.125

Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak termasuk objek sengketa Tata Usaha Negara sebagaiman disebut dalam Pasal 2 UU Nomor 9 Tahun 2004 yaitu:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan peraturan yang bersifat umum;

c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;

d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab

Undang Undang Hukum Pidana atau peraturan perundag-undangan lain yang bersifat hukum pidana;

e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan

badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;

g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum, baik di pusat maupun di daerah, mengenai

hasil pemilihan umum.

Disamping itu pengecualian sebagai objek gugatan Tata Usaha Negara juga dijumpai pada pasal 49 UU Nomor 5 Tahun 1986 yaitu:

a. Keputusan yang dikeluarkan dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan

bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Keputusan yang dikeluarkan dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum

Sebagaimana halnya sengketa perdata, media yang dijadikan dasar dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah gugatan. Gugatan tersebut harus diajukan tertulis dan berisi 4 (empat) hal pokok yaitu:

a. Identitas para pihak, nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan

penggugat atau kuasanya.

b. Nama, jabatan dan tempat kedudukan tergugat.

c. Dasar gugatan (posita).

d. Hal yang diminta untuk diputuskan oleh pengadilan (petitum).

Berbeda dengan gugatan pada sengketa perdata, dalam gugatan Tata Usaha Negara subjeknya telah dibatasi. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara selalu menjadi pihak tergugat sebaliknya pribadi atau badan hukum perdata selalu jadi penggugat. Penggugat adalah orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara.

Isi dari posita pun telah ditentukan dalam Pasal 53 ayat (2) UU Nomor 9

Tahun 2004 yaitu:

1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Suatu keputusan Tata Usaha Negara dapat dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila:

a. Keputusan yang bersangkutan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan

dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat prosedural /formal, misal keputusan Tata Usaha Negara dikelurkan tanpa diadakan pemeriksaan terlebih dahulu.

b. Keputusan yang bersangkutan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat materiil/ substansial, misalnya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut tidak sesuai dengan materi yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

c. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak

berwenang.

2. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas

umum pemerintahan yang baik. Menurut Pasal 3 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme asas umum pemerintahan yang baik meliputi: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.62

Jadi jelas yang menjadi dasar gugatan dalam perkara Tata Usaha Negara adalah hanyalah dua hal tersebut diatas diluar kedua alasan tersebut bukanlah wewenang Peradilan Tata Usaha Negara.

Sedangkan petitum dalam gugatan Tata Usaha Negara adalah sebagaimana

diatur dalam Pasal 53 ayat (1) UU Nomor 9 Tahun 2004 yaitu Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tutntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi.

62

Sertipikat hak atas tanah dikeluarkan pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional selaku Badan Tata Usaha Negara ditujukan kepada seseorang atau badan hukum (konkret, individual) yang menimbulkan akibat hukum pemilikan atas sebidang tanah yang tidak memerlukan persetujuan lebih lanjut dari instansi atasan atau instansi lain (final). Sertipikat hak atas tanah telah memenuhi syarat sebagai Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat di gugat di Peradilan Tata Usaha Negara.

Pada saat proses penerbitan sertipikat tidak tertutup kemungkinan terjadi kesalahan yang menyebabkan cacat hukum administrasi. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 107 PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999, cacat hukum administrasi ini dapat berupa:

a. Kesalahan prosedur;

b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;

c. Kesalahan subjek hak;

d. Kesalahan objek hak;

e. Kesalahan jenis hak;

f. Kesalahan perhitungan luas;

g. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah ;

h. Data yuridis atau data fisik tidak benar; atau

i. Kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif.

Dalam hal terjadi cacat hukum administrasi ini tersedia upaya administratif berupa keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 106 PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun

1999, akan tetapi apabila seseorang atau badan hukum perdata merasa tidak puas terhadap keputusan dari upaya administratif ini dapat menindaklanjutinya kepengadilan. Peradilan yang berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan sengketa yang telah digunakan upaya administratif ini adalah Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 48 dan Pasal 51 UU Nomor 5 Tahun 1986.

Apabila ada orang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan dengan terbitnya sertipikat hak atas tanah dengan alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik maka idealnya mengajukan tuntutannya melalui Peradilan Tata Usaha Negara, sedangkan untuk alasan selain itu walaupun objeknya tetap sertipikat hak atas tanah harus diajukan ke Peradilan Umum. Sedangkan isi tuntutannya sudah jelas membatalkan atau menyatakan tidak sah putusan Tata Usaha Negara.

C. Problematika Kompetensi Peradilan dalam Gugatan Pembatalan Hak Atas

Dokumen terkait