• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Karakteristik responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah

responden berjenis kelamin perempuan 17 orang (56,7%) dan berjenis kelamin

laki-laki 13 orang (43,4%). Mayoritas responden berusia 45-55 tahun sebanyak 10

orang (33,3%) dan jumlah responden memiliki pendidikan terakhir SMP 11 orang

(36,7%), responden dengan pendidikan terakhir SMA sebanyak 12 orang (40%).

Mayoritas responden dengan pengalaman operasi 1x sebanyak 13 orang (43,3%),

berpenghasilan < Rp 1.650.000,- sebanyak 16 orang (53,3%) dan bersuku batak

dengan jumlah 18 orang (60,0%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan pasien preoperasi mengalami kecemasan ringan sebanyak 24 orang (80%), kecemasan sedang 6 orang (20%) dan kecemasan berat 0 orang (0%).

6.2 Saran

6.2.1 Untuk Pendidikan Keperawatan

Dalam pendidikan keperawatan khususnya keperawatan jiwa perlu diberikan materi khusus tentang kecemasan pada pasien preoperasi dan faktor-faktornya. Perawat dapat

memberikan pendidikan dan penyuluhan pada pasien preoperasi dan keluarga tentang kecemasan tersebut sehingga dapat menurunkan kecemasan pada pasien preoperasi.

6.2.2 Untuk Peneliti Selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan kecemasan pada pasien preoperasi, disarankan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien preoperasi dan hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi.

6.2.3 Untuk Pihak Rumah Sakit

Rumah sakit diharapkan tetap meningkatkan pelayanan profesionalitasnya

khususnya terhadap pasien preoperasi dalam mengkaji kecemasan pasien

preoperasi dan tetap memberikan informasi dan penjelasan tentang operasi yang

akan dijalani oleh pasien.

6.3 Keterbatasan Penelitian

Jumlah sampel yang sedikit karena mayoritas pasien preoperasi melakukan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kecemasan

1.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas, yang tidak pasti dan

menyebar serta tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang

spesifik (Stuart , 2007). Kecemasan yaitu jawaban emosi yang sifatnya antisipatif,

jawaban awal sebelum ada pertanyaan (Baihaqi et al., 2007) . Kecemasan adalah

istilah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu menggambarkan

keadaan kekhawatiran, kegelisahan yang tidak jelas, atau reaksi ketakutan dan tidak

tentram yang terkadang diikuti dengan keluhan fisik. Gangguan kecemasan adalah

gangguan yang berkaitan dengan perasaan khawatir yang tidak nyata, tidak masuk

akal, tidak sesuai antara yang berlangsung terus atas prinsip yang terjadi

(manifestasi) dan kenyataan yang dirasakan (Pieter,2010).

Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak

menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup. Kecemasan adalah

pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang jelas atau spesifik sehingga

individu merasakan perasaan was-was atau khawatir seolah-olah ada sesuatu buruk

akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung

Menurut Asmadi (2008), kecemasan adalah reaksi emosi seseorang yang

berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme pertahanan dirinya

dalam menghadapi masalah.

1.2 Penyebab kecemasan

Menurut Savitri Ramaiah (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

perkembangan mengenai pola dasar yang menunjukkan reaksi kecemasan tersebut,

yakni:

1.2.1 Lingkungan

Lingkungan maupun tempat tinggal mempengaruhi bagaimana

seseorang berfikir tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini bisa terjadi

karena pengalaman bersama mereka ataupun kegiatan yang dilalui bersama

keluara, sahabat dan tetangga. Kecemasan juga dapat muncul ketika

seseorang tidak nyaman dengan lingkungannya.

1.2.2 Emosi yang ditekan

Kecemasan dapat terjadi apabila ketika seseorang menghadapi masalah

dan tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut dalam hubungan personal.

Kecemasan juga dapat muncul apabila reaksi atau respon stres, marah

dipendam dalam jangka waktu yang lama.

1.2.3 Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh saling berintegrasi dan dapat menimbulkan

kecemasan. Hal ini terjadi biasanya kondisi tubuh sedang mengalami sesuatu,

seperti dalam kondisi hamil, mengalami suatu penyakit dan lain-lain.

Gangguan emosi dapat diturunkan secara genetik, tetapi dalam hal

keturunan ini tidak terlalu mempengaruhi tentang terjadinya kecemasan.

1.3 Karakteristik dan Tingkat Kecemasan

Ada beberapa gejala yang menjelaskan tentang munculnya respon emosi ini,

yakni pertama gejala psikis: perasaan gundah, khawatir, gugup, tegang, cemas, tak

aman, lekas terkejut, emosi labil (perubahan rasa hati berganti-ganti), mudah

tersinggung, apatis, perasaan salah tidak pada tempatnya. Kedua, gejala somatik:

keringat dingin, sulit bernafas, gangguan lambung, berdebar-debar, tekanan darah

meningkat, dan sebagainya. Bentuk kecemasan juga dapat berupa:

a. Free floating anxiety (kecemasan yang mengambang), adalah

kecemasan yang tidak jelas dan tidak ada hubungan dengan suatu

pemikiran.

b. Agitasi: kecemasan yang disertai kegelisahan motorik yang hebat.

c. Panik: serangan kecemasan yang hebat dengan kegelisahan,

kebingungan, dan hiperaktivitas yang tidak terorganisasi.

Peplau (1952) dalam Sheila L Videbeck (2008) menjelaskan tingkatan

kecemasan ada 4 , yaitu: ringan, sedang, berat, panik. Tiap tingkatan ini memiliki

perbedaan baik dalam perilaku, kemampuan kognitif, respon emosional ketika

mengalami kecemasan. Pada kecemasan ringan dan sedang , individu mampu

memproses informasi, belajar, dan mengatasi masalahnya sendiri. Pada tingkat ini,

kecemasan memotivasi pembelajaran dan perubahan perilaku. Pada kecemasan

respon defensif terjadi, dan keterampilan kognitif menurun secara signifikan.

Individu yang mengalami kecemasan berat sulit berfikir dan melakukan

pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang, tanda-tanda vital meningkat,

mondar-mandir, menunjukkan kegelisahaan, irritabilitas dan kemarahan atau menggunakan

cara psikomotor emosional lainnya yang sama untuk melepas ketegangan yang

dialaminya. Dan pada tingkatan panik, psikomotor-emosional yang mendominasi,

disertai dengan respon fight, flight, atau freeze dan juga hanya keterampilan

kognitif yang bertahan.

Kemampuan satu individu dengan individu lainnya dalam menghadapi suatu

hal hal berbeda. Hal ini tentu berpengaruh terhadap reaksi emosional kecemasan

pada tiap individu. Tiap tingkatan memiliki karakteristik atau manifestasi yang

berbeda satu sama lain. Karakteristik kecemasan bergantung pada kematangan

individu, pemahaman mengatasi masalah, harga diri, mekanisme koping yang

digunakannya (Asmadi, 2008).

Tabel Tingkat Kecemasan dan Karakteristik Tingkat

Kecemasan

Karakteristik

Ringan  Berhubungan dengan kejadian sehari-hari  Kewaspadaan meningkat

 Persepsi terhadap lingkungan meningkat  Memotivasi dan berkreasi

 Respon fisologis: sesekali nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar

 Respon kognitif: mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, dan terangsang untuk melakukan tindakan

 Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.

Sedang  Respon fisiologi: sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih dan letih.  Respon kognitif: memusatkan perhatiannya pada hal

yang penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima

 Respon perilaku emosi: gerakan tersentak-sentak, terlihat lebih tegang, bicara lebih banyak dan cepat, susah tidur dan perasaan tidak aman.

Berat  Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal lainnya.

 Respon fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, sakit kepala, tampak tegang, penglihatan berkabut.

 Respon kognitif: tidak mampu berfikir berat, membutuhkan banyak tuntunan atau bimbingan, lapang persepsi menyempit.

 Respon perilaku dan emosi: perasaan terancam dan komunikasi verbal terganggu (verbalisasi cepat).

Panik  Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada dan pucat, hipotensi serta rendahnya koordinasi motorik

 Respon kognitif : gangguan realitas, tidak dapt berfikir logis persepsi mengenai lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami situasi

 Respon prilaku dan emosi : agitasi, mengamuk dan marah, , ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali atas diri, perasaan terancam, serta dapat berbuat suatu hal yang membahayakan bagi diri sendiri ataupun orang lain disekitarnya .

Sumber : Asmadi (2008)

Keluhan yang sering dikemukakan oleh individu yang mengalami kecemasan

menurut Hawari (2013) yaitu: cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya

sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut,

mengalami mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya

ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran

berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan

perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.

1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Pre-operasi

Kecemasan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan sangat

tidak nyaman dimana sebagian besar orang mencoba untuk menghindar. Mereka

sering mencoba untuk mengganti kecemasan dengan perasaan yang masih dapat

ditolerasi seperti marah, bosan, depresi, kesedihan, merasa tidak berharga dan

lain-lain. Kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia, sistem ego, persepsi

diri mengenai situasi yang tidak baik/ kehilangan seseorang yang dikasihi, harga

diri, pengalaman (Stuart&Laraia,1998).

Menurut Hawari (2013), mekanisme terjadinya cemas berhubungan dengan

proses imunologi atau endokrinolog. Proses

psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-endokrinolog merupakan proses yang berhubungan

dengan susunan saraf pusat (otak, sistem limbik , sistem transmisi

saraf/neurotransmitter) serta kelenjar endokrin (sistem hormonal,

kekebalan/immunitiy). Setiap individu yang mengalami stresor psikososial belum

tentu akan mengalami kecemasan, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya

yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dukungan sosial dari keluarga, teman,

pembedahan/operasi kepada pasien merupakan langkah penting untuk kesiapan

pasien dalam pembedahan.

1.4.1 Menurut Stuart & Laraia (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan antara lain :

1.4.1.1 Faktor predisposisi

Faktor predisposisi yang mempengaruhi kecemasan meliputi

pandangan psikoanalitik, pandangan interpersonal, pandangan perilaku,

kajian keluarga dan kajian biologis.

Pandangan psikoanalitik mengatakan kecemasan adalah

pertentangan reaksi emosi yang terjadi antara dua elemen kepribadian

yaitu id dan superego. Id merupakan dorongan impuls primitif dan

insting seseorang sedangkan superego menjelaskan tentang hati nurani

seseorang yang dikontrol oleh aturan ataupun norma-norma yang

berlaku. Ego berfungsi untuk menengahi id dan superego tersebut.

Kecemasan muncul sebagai pertanda bahaya bagi ego.

Teori interpersonal menyatakan bahwa kecemasan muncul

dari perasaan takut terhadap penolakan dalam hubungan diri dengan

orang lain. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pengalaman masa

lalu seperti kehilangan dan perpisahan seseorang. Penolakan yang

dilakukan orang lain atau masyarakat terhadap eksistensi diri akan

menimbulkan respon cemas (anxiety).

Berdasarkan teori perilaku, kecemasan adalah hasil dari

yang diinginkan menimbulkan keputusasaan, sehingga menyebabkan

seseorang mengalami cemas. Sedangkan berdasarkan kajian keluarga,

kecemasan terjadi akibat pola interaksi antar anggota keluarga yang

tidak baik. Berdasarkan kajian biologis, kecemasan terjadi akibat

adanya penyakit/masalah individu mempengaruhi kondisi psikisnya.

1.4.1.2 Faktor presipitasi

Krisis maturasi, situasioal dan adventif dapat menyebabkan

respon kecemasan maladaptif.

Perkembangan psikologi merupakan rangkaian tahap-tahap

yang diperlukan dalam pertumbuhan terhadap maturitas. Pada periode

transisi dapat terjadi gangguan kesimbangan psikologis. Krisis

maturitas merupakan peristiwa perkembangan yang membutuhkan

perubahan peran misalnya, perkembangan maturitas yang berhasil dari

anak usia dini sampai anak usia tengah membutuhkan anak untuk

berinteraksi dengan orang-orang diluar keluarga. Pada masa transisi

dari remaja sampai dewasa diharapkan bertanggung jawab dalam hal

finansial. Kedua tekanan sosial dan biologi yang berubah-ubah tersebut

dapat memicu krisis. Adapun sifat dan tingkat dari krisis maturasi

dipengaruhi oleh role model, interpersonal dan kemudahan dalam

menerima peran baru. Role model yang positif menunjukkan

bagaimana individu berperilaku di dalam peran yang baru. Sumber

interpersonal mendorong seseorang berusaha untuk menerima

juga penting karena semakin besar penolakan dari orang lain maka

individu akan semakin stres dalam menghadapi suatu perubahan.

Periode transisi sejak remaja, orang tua, pernikahan, paruh baya dan

pensiun merupakan masa yang penting untuk terjadinya krisis

maturasional.

Krisis situasional terjadi ketika keseimbangan psikologi

individual atau group mengalami gangguan misalnya, kehilangan

pekerjaan, kehilangan seseorang yang dicintai, kehamilan yang tidak

diinginkan, timbulnya penyakit atau penyakit yang semakin memburuk,

perceraian, masalah sekolah dan menyaksikan kejahatan. Kehilangan

pekerjaan dapat mengakibatkan stres finansial, merasa tidak mampu

sebagai pencari nafkah, dan konflik pernikahan. Kehilangan seseorang

yang dicintai dapat juga membuat stres finansial, perubahan peran

anggota keluarga dan kehilangan dukungan emosional. Timbulnya atau

memburuknya penyakit menyebabkan kesedihan antisipatif dan takut

kehilangan orang yang dicintai. Perceraian sama dengan stres akibat

kehilangan orang yang dicintai dan juga krisis tersebut dapat kambuh

jika berurusan dengan mantan pasangan. Kehamilan yang tidak

diinginkan menyebabkan stres karena itu berhubungan dengan

membuat keputusan yang penting yaitu apakah melahirkan atau aborsi,

serta apakah merawat bayi atau memberikannya untuk diadopsi. Bila

kehamilan diaborsi atau anak diadopsi maka membutuhkan penanganan

mengharuskan terjadinya perubahan gaya hidup. Masalah disekolah

juga dapat menyebabkan perasaan tidak mampu. Orang tua sering

menyalahkan mereka atau orang lain dan akibat yang terburuk adalah

terjadinya konflik keluarga. Terakhir, menjadi seorang korban atau

saksi dari sebuah kejahatan dapat menyebabkan perasaan

ketidakberdayaan terhadap diri sendiri dan orang lain, ketakutan, mimpi

buruk, dan perasaan bersalah menyebabkan atau tidak menghentikan

terjadinya kejahatan.

Krisis adventif merupakan peristiwa yang tidak disengaja,

luar biasa dan tidak terduga, seperti: kebakaran, gempa bumi, badai dan

banjir yang mengganggu seluruh masyarakat. Tragedi yang terjadi

belakangan ini juga merupakan krisis adventif, yaitu: penyanderaan,

pembunuhan ditempat kerja, kecelakaan pesawat, kerusuhan dan

pemboman didaerah ramai.Berbeda dengan krisis maturasi dan

situasional, krisis adventif tidak terjadi pada setiap orang. Namun,

apabila krisis adventif terjadi, krisis ini tidak dapat terselesaikan hanya

oleh mekanisme koping akibat beratnya masalah. Bencana sering

menimbulkan masalah-masalah emosional berminggu-minggu bahkan

sampai berbulan-bulan setelah peristiwa bencana. Ada lima fase respon

individu terhadap bencana, yaitu:

Dampak (impact) : ditandai oleh: syok, panik, atau ketakutan yang ekstrim; penilaian seseorang terhadap kenyataan seperti: sangat

Heroic : adanya semangat kerjasama antara teman, tetangga dan tim gawat darurat; kegiatan yang berguna pada waktu bencana dapat

menolong mengatasi perasaan cemas dan depresi, tetapi kegiatan yang

berlebihan mengarah kepada kelelahan (burn out).

Honeymoon : mulai muncul satu minggu sampai beberapa bulan setelah bencana; kebutuhan untuk menolong orang lain secara

terus-menerus, uang, dan penerimaan dukungan dari berbagai instansi yang

menyediakan kebutuhan untuk memulai kembali didalam komunitas,

masalah psikologi dan perilaku yang mungkin diabaikan.

Kekecewaan (disillusionment) : sekitar dua bulan sampai dengan satu tahun; waktu kekecewaan, kebencian, frustasi dan marah; korban

sering membandingkan keburukan tetangga mereka dengan mereka

sendiri dan mungkin untuk benci, iri, atau menunjukkan sikap

bermusuhan terhadap orang lain.

 Rekonstruksi dan reorganisasi : individu mulai sadar bahwa mereka harus memahami masalah mereka sendiri; mereka mulai membangun

rumah , bisnis mereka. Periode ini dapat berlangsung selama bertahun

– tahun setelah bencana terjadi.

Jika tahap rekonstruktif tidak dimulai sejak enam bulan

setelah terjadinya bencana maka kemungkinan masalah psikologis akan

Menurut Stuart & Laraia (1998), faktor pencetus berasal dari sumber

internal atau eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu

ancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri.

Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis

yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas

hidup sehari-hari. Sumber internal dapat berupa kegagalan mekanisme

fisiologis seperti jantung, sistem imun, regulasi temperatur, perubahan

biologis yang normal seperti kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat

berupa infeksi virus atau bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat

timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi

integritas tubuh secara keseluruhan.

Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga

diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa kesulitan

melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja dan di

masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan pasangan, orangtua,

teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek

religius seseorang, tekanan dari kelompok sosial atau budaya. Ancaman

terhadap sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan sehingga

1.4.2Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi

menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) yaitu:

1.4.2.1 Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara

langsung mempengaruhi individu. Keluarga merupakan lingkungan

mikrosistem, yang menentukan kepribadian dan kesehatan mental

anggota keluarga yang ada didalamnya. Jadi, keluarga merupakan

lingkungan yang sangat penting yang dibutuhkan anggota keluarga

lainnya.

Dukungan keluarga terhadap seseorang yang akan

menjalani operasi sangat berpengaruh pada tingkat kecemasan yang

dialaminya. Sebagian keluarga atau sahabat dapat meningkatkan rasa

cemas pasien karena terjadi transmisi cemas dari mereka yamg

merangkul pasien, sehingga terjadi penayangan perilaku cemas atau

menyumbangkan jaminan palsu. Pendampingan ataupun kehadiran

oleh keluarga atau sahabat dapat mengurangi rasa cemas pasien.

Individu dengan kondisi kecemasan tingkat tinggi tidak

mampu berkonsentrasi terhadap informasi yang diberikan perawat

selama perawatan ataupun prosedur. Dukungan terhadap seseorang

dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan ataupun

mengatasi stresor yang ia hadapi. Dukungan tersebut sangat bermanfaat

dalam membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan

1.4.2.2 Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan support sistem

yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien properasi mulai

dari masuk rumah sakit sampai ke ruang operasi. Dukungan ini dapat

berupa komunikasi terapeutik, dukungan emosional/perhatian dari

petugas kesehatan, dan penjelasan mengenai pembedahan yang akan

dijalani.

Petugas kesehatan seharusnya menumbuhkan kepercayaan

/keyakinan klien dan keluarganya dalam rangka pemenuhan kebutuhan

fisik/fisiologis klien sehingga klien percaya bahwa para profesional

yang terlibat dalam perawatannya benar-benar memahami kebutuhan

spesifiknya. Apabila klien percaya terhadap petugas kesehatan yang

merawatnya, maka klien akan lebih tenang dan kooperatif terhadap

rencana keperawatan maupun tindakan pembedahan. Perawat yang

mampu mengekspresikan kekhawatiran dan kasih sayang kepada

pasien dan keluarga dan menunjukkan ketulusan mereka mungkin

diterima sebagai pendukung.

Dukungan ini juga dapat berupa jawaban yang pasti dan

jujur dengan penuh percaya diri dan perhatian dari tenaga kesehatan

tentang apa yang ditanyakan oleh pasien maupun keluarga dan juga

pemberitahuan tentang tindakan apa yang akan dlilaksanakan, apa saja

yang perlu dipersiapkan ataupun dimana keluarga akan menunggu

Dengan demikian, keluarga dan pasien akan merasa dihargai dan

menciptakan persepsi positif terhadap tenaga kesehatan.

1.4.2.3 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi.

Takut terhadap hal yang tidak diketahui ataupun kecemasan, dapat

berkurang dengan cara memberikan informasi tentang pembedahan

yang akan dikerjakan. Strategi keperawatan yang utama pada masa

pre-operasi ini adalah memberikan informasi yang bertujuan untuk

mencegah yang potensial menjadi komplikasi. Takut terhadap yang

tidak diketahui dapat berkurang karena pengetahuan tentang peristiwa

yang akan berlangsung. Jumlah informasi yang harus diberikan

sebelum operasi tergantung kepada latar belakang, minat dan derajat

stres dari pasien dan keluarganya. Cara yang terbaik adalah bertanya

kepada pasien apa yang mereka ingin ketahui mengenai operasi yang

akan berlangsung.

Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya

sebelum operasi yaitu pemeriksaan –pemeriksaan sebelum operasi serta alasannya, hal-hal yang rutin sebelum operasi, alat-alat khusus yang

diperlukan, pengiriman ke kamar bedah (waktu, mengecek

prosedur-prosedur), ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan

setelah operasi (long,1996).

Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hal-hal

Dengan mengetahui prosedur pembedahannya, mengetahui situasi yang

akan terjadi saat mereka tiba di tempat pembedahan, dan mengetahui

cara untuk berfungsi kembali pada masyarakat ataupun komunitasnya

maka pasien akan memperoleh hasil pembedahaan yang terbaik. Salah

satu keuntungan dari pemberiaan informasi preoperasi ini adalah rasa

cemas klien akan berkurang terhadap proses bedah yang akan

dijalaninya. Ahli bedah dan perawat bertanggung-jawab dalam

mempersiapkan klien dan keluarganya dalam melakukan aktivitas

perawatan diri setelah operasi misalnya, arah/rute ke fasilitas, ataupun

penjelasan mengenai apa yang dimaksud bedah yang akan dijalaninya

dan alasannya, dan lain-lain.

1.4.2.4 Kekhawatiran akan nyeri

Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam

menjalani operasi. Nyeri merupakan perasaan yang tidak

menyenangkan dan bersifat subjektif. Pasien memerlukan penjelasan

mengenai nyeri yang akan dirasakannya setelah operasi. Perawat

bertugas menjelaskan nyeri yang akan dirasakan pasien baik pada saat

pembedahan maupun pasca pembedahan. Apabila klien mencapai

harapan yang realistik terhadap nyeri dan mengetahui cara

mengatasinya maka rasa cemas akan berkurang.

1.4.2.5 Persepsi pasien terhadap hasil bedah

Persepsi hasil bedah ialah pasien memiliki gambaran

Pasien mungkin memikirkan aktifitasnya akan terganggu, terjadi

kecacatan, terjadi kegagalan terhadap operasi, terjadi kesalahan oleh

petugas kesehatan, kematian dan lain-lain. Semakin sering pasien

memikirkan kemungkinan hasil pembedahan maka semakin tinggi

tingkat kecemasan. Perawat bertugas membantu klien dan keluarga

untuk mencapai harapan yang realistik terhadap pembedahan.

1.5 Respon Tubuh terhadap Kecemasan

Kecemasan yang dialami seseorang berdampak pada sistem fisiologinya,

yakni (1) kardiovaskular seperti nadi meningkat/menurun, tekanan darah

Dokumen terkait