• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Pembahasan

6 0 80 20 0 2. Pembahasan

Dalam bab ini diuraikan pembahasan tentang kecemasan pasien preoperasi di

RSUD dr Pirngadi Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien

preoperasi mengalami kecemasan ringan yakni 24 orang (80%)

Kecemasan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor namun tergantung pada

kematangan kepribadian seseorang, pengalaman terhadap tantangan, harga diri dan

mekanisme koping (Stuart&Laraia,1998). Mekanisme pertahanan diri juga

digunakan untuk mengatasi kecemasan antara lain dengan menekan konflik,

impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan sadar dan tak mau memikirkan

hal-hal yang menyenangkan (Stuart,2007).

Hal ini dipengaruhi juga oleh kepribadian seseorang yang dapat dilihat dari

usianya. Dari data demografi didapati bahwa seluruh pasien berusia 23-67 tahun

kepribadiannya dan lebih sukar mengalami stress karena memiliki daya adaptasi

yang lebih tinggi ketika menghadapi suatu masalah (Nurwansyah&Amatria,2013).

Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi, salah

satunya yakni tipe operasi yang akan dijalaninya. Menurut Long(1996), bedah

minor merupakan pembedahan yang sederhana dan sedikit menimbulkan faktor

resiko dan dilakukan pada bagian kecil pada tubuh. Bedah minor ini menimbulkan

trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Penelitian oleh

Wardhani (2012) menunjukkan bahwa kecemasan lebih tinggi pada pasien

preoperasi mayor daripada pasien preoperasi minor.

Menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi yaitu: pertama, dukungan keluarga.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien preoperasi merasakan dukungan

keluarga yang mempengaruhi kecemasannya menjelang operasi. Hal ini dapat

dilihat dari jawaban pasien yang mengatakan cemas karena tidak ada keluarga yang

mengurus persiapan operasi (36,7%), takut karena sendirian di rumah sakit (53,3%)

dan pasien yang mengatakan takut jika tidak ada yang menemani selama persiapan

menjelang operasi (43,3%).

Dukungan keluarga sangat bermanfaat dalam membuat individu

membagikan kecemasan yang ia alami dan mendapatkan solusi alternatif yang akan

mempengaruhi pola fikirnya (Gruendemann & Fernsebner,2006). Conel (2005)

juga menyatakan bahwa kecemasan akan rendah apabila individu memiliki

dukungan sosial yang baik, dukungan sosial tersebut diperoleh dari keluarga, teman

Hal ini sesuai dengan penelitian Utami,dkk (2013) bahwa dukungan keluarga

mempengaruhi kecemasan pasien kemoterapi sehingga membuat pasien

kemoterapi lebih tenang dan nyaman dalam menjalani masa kemoterapi. Penelitian

oleh Nurpeni,dkk (2014) juga mengatakan adanya peningkatan dukungan keluarga

menurunkan kecemasan pasien kemoterapi.

Kedua, dukungan petugas kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan sedikit pasien yang mengalami cemas karena faktor dukungan petugas kesehatan. Hal ini

dapat dilihat dari jawaban pasien yang mengatakan bahwa pasien menyatakan

cemas karena perawat tidak memperhatikan kondisi pasien (26,7%), dan pasien

khawatir karena kurangnya informasi dan penjelasan tentang operasi oleh petugas

kesehatan (13,3%). Hal ini menunjukkan pentingnya dukungan dari petugas

kesehatan terhadap pasien preoperasi. Potter (2005) mengatakan bahwa komunikasi

terapeutik dapat menurunkan kecemasan pasien, karena pasien merasa bahwa

interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan,

perasaan, informasi dalam mempersiapkan pelaksanaan operasi.

Nuralita &Hadjam (2002) mengatakan bahwa layanan keperawatan yang

dipersepsikan pasien adalah sebagai pelayanan yang ramah, tanggap terhadap

kebutuhan pasien cepat dan tepat serta didasarkan pada pengetahuan dan

keterampilan akan menimbulkan respon yang baik dari pasien karena menimbulkan

rasa tenang selama menjalani proses di rumah sakit. Sebaliknya bila perawat tidak

ramah dan kurang tanggap dengan kondisi pasien selama berada di rumah sakit, hal

tidak senang dan tertekan sehingga berakibat terhadap peningkatan kecemasan

pasien di rumah sakit.

Ketiga, tingkat pengetahuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien preoperasi memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan mempengaruhi sikap dan

perilaku terhadap suatu objek.

Pemberian informasi diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, dimana

pengetahuan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang karena

pengetahuan akan mempersiapkan seseorang dalam menghadapi sesuatu yang

dianggap bahaya. Penelitian oleh Hartoyo (2008) mengatakan bahwa adanya

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan seorang perawat

dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita penyakit flu burung.

Hal ini sesuai juga dengan Sawitri&Sudaryanto (2008) juga menyatakan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian informasi pra bedah dengan

penurunan tingkat kecemasan pada pasien pra bedah mayor. Akibat kurangnya

informasi dan pengetahuan pasien preoperasi fraktur femur sehingga membuat

beberapa pasien menunda untuk operasi, serta menyatakan pemberian informasi

terhadap pasien preoperasi efektif untuk mengurangi kecemasan pasien preoperasi.

Kebutuhan persiapan preoperasi seharusnya diutamakan pada individu dan

level kecemasan yang mereka alami. Perawat sebaiknya mengingat bahwa

kecemasan berdampak pada kemampuan untuk memahami atau mengingat

informasi dan oleh karena itu mereka sebaiknya mengulang informasi tersebut

Hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien preoperasi dengan pendidikan

terakhir SMA ada 12 orang (40%). Stuart&Sundeen (1999) menyatakan pasien

yang berpendidikan tinggi lebih mampu menggunakan pemahaman mereka dalam

merespon kejadian fraktur secara adaptif dibandingkan kelompok pasien yang

berpendidikan rendah. Kondisi ini menunjukkan respon cemas berat cenderung

dapat ditemukan pada pasien yang berpendidikan rendah karena rendahnya

pemahaman mereka terhadap kejadian fraktur sehingga membentuk persepsi yang

menakutkan bagi mereka dalam merespon kejadian fraktur.

Keempat, kekhawatiran akan nyeri. Nyeri merupakan pemindahan energi dari kecemasan, semakin cemas seorang semakin besar pemindahan energi tersebut

sehingga nyerinya semakin meningkat. Ansietas sering kali meningkatkan persepsi

nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan satu perasaan ansietas (Kaplan dkk, 2010).

Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa sedikit pasien preoperasi bedah minor

yang khawatir akan nyeri sehingga mempengaruhi tingkat kecemasan yang dialami.

Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang mengatakan takut disuntik (30%),

takut nyeri bertambah parah setelah selesai operasi (23,3%), dan takut ketika

operasi bisa merasakan nyeri (26,7%).

Apabila nyeri semakin kronis akan menimbulkan kecemasan dan dengan

demikian nyeri juga akan terasa lebih meningkat. Syaputra, Jumaini&Novayelinda

(2012) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nyeri dan

kecemasan pada pasien fraktur tulang panjang.

Hal ini juga dipengaruhi oleh 43,3% pasien preoperasi menjalani operasi

yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan akan lebih mampu

untuk menyesuaikan diri atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar.

Kelima, persepsi akan hasil bedah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien preoperasi memiliki persepsi terhadap hasil bedah yang realistik. Hal ini

dipengaruhi oleh kepercayaan spiritual yang memiliki peranan penting dalam

menghadapi ketakutan dan kecemasan karena ketika spiritual seseorang baik maka

kecemasan berkurang (Bare, 2001). Permadi (2014) menunjukkan bahwa semakin

Dokumen terkait