LAMPIRAN I
INFORMED CONSENT
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
Nama Peneliti : Citra Nasrani Natalia Simbolon
Nim : 111101119
Instansi Peneliti : Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Judul Penelitian : Kecemasan pasien preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi
Medan
Peneliti adalah mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Bapak/Ibu telah diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Partisipasi ini sepenuhnya bersifat sukarela. Bapak/Ibu boleh memutuskan untuk
berpartisipasi atau mengajukan keberatan atas penelitian ini kapanpun Bapak/Ibu
inginkan tanpa ada konsekuensi dan dampak tertentu. Sebelum bapak/ibu
memutuskan, saya akan menjelaskan beberapa hal sebagai bahan pertimbangan
untuk ikut serta dalam penelitian ini, sebagai berikut:
Penelitian ini adalah salah satu kegiatan dalam meyelesaikan proses
belajar-mengajar di program studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kecemasan pasien
1. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk pengembangan pelayanan
keperawatan.
2. Jika Bapak/Ibu bersedia ikut dalam penelitian ini, peneliti akan memberikan
kuesioner kepada Bapak/Ibu pada waktu yang sama.
3. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko. Apabila Bapak/Ibu merasa tidak
aman saat mengisi kuesioner, Bapak/Ibu boleh tidak menjawab atau
mengundurkan diri dari penelitian ini.
4. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin
kerahasiaannya. Peneliti akan memberikan hasil penelitian ini kepada
Bapak/Ibu jika Bapak/Ibu menginginkannya. Hasil penelitian ini akan
diberikan kepada institusi tempat peneliti belajar dan pelayanan kesehatan
setempat dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas.
5. Jika ada yang belum jelas, silahkan Bapak/Ibu tanyakan pada peneliti.
6. Jika Bapak/Ibu sudah memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam
penelitian ini, silahkan Bapak/Ibu menandatangani lembar persetujuan yang
akan dilampirkan.
Peneliti,
LAMPIRAN 2
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Setelah mendengarkan penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang berjudul
“Kecemasan pasien pre-operasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan”, maka saya dengan
sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia menjadi responden dalam
penelitian tersebut.
Medan, Juli 2015
Responden
LAMPIRAN 3
1. Menjawab semua pernyataan yang ada dengan dengan memberi tanda checklist (√ ) pada tempat yang disediakan dan isilah titik-titik jika ada pertanyaan yang harus dijawab
2. Semua pernyataan diisi dengan satu jawaban
3. Jawablah pertanyaan ini dengan sejujurnya dan saya akan menjamin kerahasiaan atas jawaban yang Bapak/Ibu berikan
4. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.
2. Kuesioner Kecemasan Pasien Preoperasi
Berikut di bawah ini adalah 25 pernyataan yang memuat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi. Bapak/Ibu dimohon memberikan tanda centang (√) pada salah satu kolom dibawah ini, yaitu Ya atau Tidak untuk setiap pernyataan berdasarkan yang Bapak/Ibu rasakan.
No Pernyataan Ya Tidak
1 Saya cemas karena saya tidak mampu mengambil keputusan sendiri
2 Saya cemas karena tidak ada keluarga yang mengurus segala persiapan operasi
3 Saya cemas ketika keluarga mengkhawatirkan kondisi saya
4 Saya takut sendirian di rumah sakit
5 Saya takut jika keluarga tidak menemani saya selama persiapan menjelang operasi
6 Saya cemas ketika perawat tidak memperhatikan kondisi saya
7 Saya khawatir karena kurangnya informasi dan penjelasan tentang operasi oleh petugas kesehatan
8 Saya cemas karena petugas kesehatan ragu-ragu menjawab pertanyaan saya
9 Saya takut ketika ada kunjungan dokter / perawat
10 Saya cemas karena petugas kesehatan tidak mengerti benar kebutuhan saya
12 Saya gelisah karena saya tidak tahu prosedur tindakan yang akan dilakukan
13 Saya cemas karena saya saya tidak tahu alur/rute ruangan yang akan saya jalani nanti
14 Saya khawatir karena saya tidak tahu kapan dan berapa lama saya akan dioperasi
15 Saya cemas karena tidak mendapat penjelasan tentang dampak operasi yang akan saya jalani
16 Saya takut disuntik
17 Saya cemas suntikan anastesi memiliki dampak setelah operasi
18 Saya takut nyeri bertambah parah selesai operasi
19 Saya takut anastesi tidak bekerja pada saat operasi
20 Saya takut ketika operasi saya bisa merasakan nyeri
21 Saya sangat takut mati
22 Saya sangat takut apabila setelah operasi , saya tidak dapat beraktivitas secara normal.
23 Saya sangat takut operasi ini gagal
24 Saya takut setelah operasi ini saya cacat
LAMPIRAN 4 Tabel uji Reliabilitas K-R 20
LAMPIRAN 5
Hasil Penelitian
jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Pengalaman operasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Jawaban Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 19 63.3 63.3 63.3
Ya 11 36.7 36.7 100.0
Pernyataan 3
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 22 73.3 73.3 73.3
Ya 8 26.7 26.7 100.0
Pernyataan 7
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 26 86.7 86.7 86.7
Ya 4 13.3 13.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Pernyataan 8
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 28 93.3 93.3 93.3
Ya 2 6.7 6.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Pernyataan 9
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 26 86.7 86.7 86.7
Ya 4 13.3 13.3 100.0
Pernyataan 10
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 30 100.0 100.0 100.0
Pernyataan 12
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 26 86.7 86.7 86.7
Ya 4 13.3 13.3 100.0
Pernyataan 14
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 28 93.3 93.3 93.3
Ya 2 6.7 6.7 100.0
Pernyataan 18
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 23 76.7 76.7 76.7
Ya 7 23.3 23.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Pernyataan 19
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 24 80.0 80.0 80.0
Ya 6 20.0 20.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Pernyataan 20
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 22 73.3 73.3 73.3
Ya 8 26.7 26.7 100.0
Pernyataan 21
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 27 90.0 90.0 90.0
Ya 3 10.0 10.0 100.0
Pernyataan 25
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 25 83.3 83.3 83.3
Ya 5 16.7 16.7 100.0
LAMPIRAN 6
TAKSASI DANA
NO KEGIATAN BIAYA
1. PROPOSAL
Biaya internet dan membeli buku Kertas A4 80 gr @ 2 rim
2. PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA DATA
Ethical clearancedarifakultaskeperawatan
Fotocopyinformed consent dan kuesioner Cendramata
Rp. 150.000,-
Rp. 30.000,-
Rp. 200.000,-
3. PENGUMPULAN LAPORAN SKRIPSI
Kertas A4 80 gr @ 1 rim
4. Biayatakterduga Rp. 124.000,-
LAMPIRAN 8
Tabel distribusi frekuensi jawaban kecemasan pasien preoperasi di RSUD Dr Pirngadi Medan
No Pernyataan Ya Tidak
n % n %
1 Saya cemas karena saya tidak mampu mengambil keputusan sendiri
9 30 21 70
2 Saya cemas karena tidak ada keluarga yang mengurus segala persiapan operasi
11 36,7 19 63,3
3 Saya cemas ketika keluarga mengkhawatirkan kondisi saya
9 30 21 70
4 Saya takut sendirian di rumah sakit 16 53,3 14 46,7
5 Saya takut jika keluarga tidak menemani saya selama persiapan menjelang operasi
13 43,3 17 56,7
6 Saya cemas ketika perawat tidak memperhatikan kondisi saya
8 26,7 22 73,3
7 Saya khawatir karena kurangnya informasi dan penjelasan tentang operasi oleh petugas kesehatan
4 13,3 26 86,7
8 Saya cemas karena petugas kesehatan ragu-ragu menjawab pertanyaan saya
2 6,7 28 93,3
9 Saya takut ketika ada kunjungan dokter / perawat
4 13,3 26 86,7
10 Saya cemas karena petugas kesehatan tidak mengerti benar kebutuhan saya
3 10 27 90
11 Saya cemas karena tidak mengetahui alasan dioperasi
0 0 30 100
12 Saya gelisah karena saya tidak tahu prosedur tindakan yang akan dilakukan
13 Saya cemas karena saya saya tidak tahu alur/rute ruangan yang akan saya jalani nanti
4 13,3 26 86,7
14 Saya khawatir karena saya tidak tahu kapan dan berapa lama saya akan dioperasi
6 20 24 80
15 Saya cemas karena tidak mendapat penjelasan tentang dampak operasi yang akan saya jalani
6 20 24 80
16 Saya takut disuntik 9 30 21 70
17 Saya cemas suntikan anastesi memiliki dampak setelah operasi
2 6,7 28 93,3
18 Saya takut nyeri bertambah parah selesai operasi
7 23,3 23 76,7
19 Saya takut anastesi tidak bekerja pada saat operasi
6 20 24 80
20 Saya takut ketika operasi saya bisa merasakan nyeri
8 26,7 22 73,3
21 Saya sangat takut mati 7 23,3 23 76,7
22 Saya sangat takut apabila setelah operasi , saya tidak dapat beraktivitas secara normal.
10 33,3 20 66,7
23 Saya sangat takut operasi ini gagal 4 13,3 26 86,7
24 Saya takut setelah operasi ini saya cacat 3 10 27 90
25 Saya cemas petugas kesehatan melakukan kesalahan pada saat operasi
LAMPIRAN 16
Riwayat Hidup
Nama : Citra Nasrani Natalia Simbolon
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 20 Juli 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jalan Bahagia, Gg Mustafa No. 191, Padang
Bulan Medan
Pendidikan :
Tahun 1999 – 2005SD RK Xaverius 3 Kabanjahe
Tahun 2005 – 2008SMP Negeri 1 Kabanjahe
Tahun 2008– 2011 SMA ST. Thomas 2 Medan
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
Bailey, L. (2010). Strategies for Decreasing Patient Anxiety in the Perioperative Setting. AORN Journal.Vol 92, No. 4
Banjarnahor, J. (2014). Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperatif Di Rumah Sakit umum Dr. Pirngadi Medan. Skripsi, Fakultas Keperawatan Univesitas
Sumatera Utara.
Baihaqi, et al. (2007). Psikiatri Konsep Dasar dan Gangguan-Gangguan. Bandung: PT Revika Aditama
Bare, B, G. & Smeltzer, S, C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Erawan., Opod., & Pali. 2013. Perbedaaan tingkat kecemasan antara pasien laki-laki dan perempuan pada preoperasi laparatomi di RSUP. PROF.Dr.R.D.
Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM). Volume 1, No 1, hlm. 642-645.
Fyfe, A, D. (1999). Anxiety and the preoperative patient . British Journal of Theatre Nursing, Vol 9, No 10.
Gruendemann, B, J. & Fernsebner, B. (2006). Buku Ajar Keperawatn Perioperatif. Vol II. Jakarta: EGC
Hadjam, M & Nuralita, A. (2002). Kecemasan Pasien rawat inap ditinjau dari Persepsi tentang Layanan Keperawatan di Rumah sakit . Psychological
Journal, Vol 17. No. 2, 150- 160.
Hawari, D. (2013). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Cetakan IV, Edisi II. Jakarta: FK UI
Kaplan, H, I., Sadock, B, J., & Grebb, J, A. (2010). Sinopsis Pskiatri Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara.
Larasati. (2009). Efektivitas Preoperative Teaching terhadap penurunan Tingkat kecemasan pasien preoperasi di Ruang Rawat Inap RSUD Paranganyar.
Thesis FK UNDIP
Long, B, C. (1996). Perawatan Medikal Bedah.cetakan I. Bandung: Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan
Maryunani. (2014). Asuhan Keperawatan Perioperatif – Preoperasi (Menjelang Pembedahan). Jakarta: Trans Info Media
Jane, H. (2009). Complementary Theraphies Before and After Surgery. Alternative And Complementary Therapies. Ohio : Marry Ann Liebert
Mulyani. (2008). Komunikasi dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien terhadap kecemasan prabedah mayor. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 24, No.
3151 – 155
Notoadmojo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta
Pieter, H Z., Janiwarti., & Saragih, M. (2010). Pengantar Psikopatologi untuk keperawatan. Jakarta: Kencana
Potter, P, A & Perry, A, G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan Praktik edisi IV,Vol II. Jakarta: EGC
Ramaiah, S. (2003). Kecemasan : Bagaimana mengatasi penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar.(2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia Sawitri, E & Sudaryanto, A. (2008). Pengaruh Pemberian Informasi Prabedah
terhadap tingkat Kecemasan pada pasien Prabedah Mayor di bangsal
Orthopedi RSUI Kustati Surakarta. Jurnal News in Nursing, 13-18
Sovia, A, K & Rahmi, F, L. (2007). Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Operasi Katarak Pasien Katarak Senilis RSUP Dr. Kariadi Semarang. The
Stuart, G. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa ed 5. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Utami, D., Andriani, A., & Fatmawati, S. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Kecemasan Kemoterapi pada pasien kanker Serviks di
RSUD Dr. Moewardi
Videback, L, S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yunita, L & Mahpolah. (2013). Hubungan Umur Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Primipara pada Masa Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kertak Hanyar.
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan landasan berfikir tentang konsep yang akan
dilakukan dalam suatu penelitian. Menurut Notoatmodjo (2010), kerangka konsep
penelitian mengatakan suatu uraian dan gambaran hubungan atau keterkaitan antar
varabel yang bersangkutan dari masalah yang ingin diteliti. Berdasarkan tinjauan
pustaka pada bab 2, maka peneliti ingin melihat gambaran kecemasan pasien
preoperasi.
Dengan demikian kerangka konseptual tentang gambaran kecemasan pasien
preoperasi di RSUD Dr Pirngadi Medan adalah sebagai berikut:
1. Kecemasan Ringan 2. Kecemasan Sedang 3. Kecemasan Berat
Skema 3.1 Kerangka konsep Kecemasan
2. Definisi operasional
Variabel Definisi Alat
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan
untuk menggambarkan kecemasan pasien pre-operasi di RSUD Dr Pirngadi Medan.
Pendekatan yang digunakan adalah penelitian yang hanya dilakukan satu kali dalam
mengukur data variabel.
2. Populasi dan Sampel a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pre-operatif di RSUD Dr.
Pirngadi Medan. Berdasarkan hasil survey pendahuluan, populasi pasien
pre-operasi bedah minor di RSUD Dr Pirngadi yaitu 139 orang pada tahun 2013.
b. Sampel
Arikunto (2006) mengatakan bahwa penentuan jumlah sampel dapat
didasarkan pada persentase dari besarnya subjek penelitian. Bila subjeknya kurang
dari 100 sebaiknya diambil semua, tetapi bila jumlah subjek besar dapat diambil
antara 10-15% atau 20-25 % tergantung kemampuan peneliti dilihat dari waktu,
tenaga, dana serta luas wilayah pengamatan. Jumlah sampel yang akan diambil
yakni 21 % dari populasi, yaitu 30 responden. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria : pasien yang menjalani jenis
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr Pirngadi Medan. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan 24 Juli-24 Agustus 2015.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui, dan setelah itu
proposal penelitian diperiksa oleh Komisi Etik Penelitian Keperawatan untuk
mendapatkan ethical clearance. Setelah itu peneliti mengajukan surat permohonan
izin kepada Pimpinan RSUD dr Pirngadi untuk melakukan penelitian di rumah sakit
tersebut. Peneliti memulai untuk pengumpulan data dengan memberikan lembar
persetujuan (informed consent). Sebelum responden menandatangani informed
consent, peneliti akan menjelaskan terlebih dahulu tujuan dan manfaat prosedur
penelitian. Apabila responden tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini maka peneliti akan menghargai keputusan responden dan tidak memaksa. Dan
apabila bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka responden akan
menandatangani lembar informed consent.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti tetap mempertimbangkan etika dalam
prosesnya, khususnya penelitian ini berhubungan dengan manusia sebagai
responden penelitian. Dalam penelitian ini, hal-hal yang berkaitan dengan
permasalahan etik adalah sebagai berikut:
a. Anonimity berupa jaminan yang diberikan kepada responden dengan cara
tidak mencantumkan nama responden pada alat ukur tetapi dapat berupa
b. Confidentiality merupakan pemberian jaminan kerahasiaan hasil penelitian
baik informasi atau masalah lainnya.
c. Veracity merupakan pemberian informasi mengenai manfaat, efek,
prosedur penelitian pada responden secara jujur.
d. Otonomi berupa penentuan keputusan untuk ikut berpartisipasi dalam
penelitian hanya pada responden. Peneliti tidak boleh memaksakan
keikutsertaan calon responden tersebut.
5. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah angket. Kuesioner ini
disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan tinjauan pustaka. Kuesioner ini terdiri dari
luesioner data demografi dan kuesioner kecemasan.
a. Kuesioner Data Demografi Responden
Kuesioner ini berisi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, operasi yang
ke berapa dan suku. Data demografi digunakan hanya untuk menggambarkan
karakteristik responden.
b. Kuesioner kecemasan pasien preoperasi
Kuesioner ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan oleh peneliti
sendiri untuk mengukur kecemasan pasien preoperasi. Kuesioner ini terdiri dari
25 pernyataan yang menggunakan skala Guttman dengan jawaban ya (1), dan
tidak (0), dengan hasil kecemasan ringan (0-7), kecemasan sedang (8-16), dan
kecemasan berat (17-25).
Untuk menentukan panjang kelas (interval), menggunakan rumus sebagai
p = �� ��� ��
p = panjang kelas interval
rentang = nilai tertinggi – nilai terendah
banyak kelas = jumlah kategori
Dimana nilai tertinggi adalah 25 dan terendah adalah 0. Maka rentangnya
adalah 25. Banyak kelasnya ialah 3 yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, dan
kecemasan berat ,jadi panjang kelasnya ialah 8.
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen a. Validitas
Validitas atau kesahihan merupakan sejauh mana suatu alat ukur yang
digunakan mampu mengukur apa yang akan diukur (Siregar,2013). Uji
validitas terbagi atas 4, yaitu validitas rupa, validitas isi, validitas kriteria, dan
validitas konstruksi. Kuesioner penelitian ini hanya dilakukan uji validitas isi
dan akan divalidasi oleh 1 orang pakar keperawatan tentang kesesuaian isi
kuesioner dengan konsep dan budaya di kota Medan. Kuesioner ini sudah
dilakukan uji validitas dengan nilai CVI 0,83 . Menurut Siregar,S (2013)
kuesioner dinyatakan valid apabila nilai>0,6.
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunujukkan hasil pengkuran tetap
konsisten bila dilakukan pengukuran beberapa kali terhadap kasus yang sama
dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoadmojo,2010). Rumus yang
Uji reliabilitas telah dilakukan terhadap 25 pasien preoperasi RSU Haji
Medan. Instrumen yang diuji yaitu kuesioner kecemasan pasien preoperasi
yang berjumlah 25 pernyataan, dengan hasil 0,8 dan dengan demikian
kuesioner tersebut dinyatakan reliabel karena memiliki nilai reliabilitas > 0,7.
7. Pengambilan data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari RSUD Dr Pirngadi
Medan . Peneliti mencari responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan
oleh peneliti. Peneliti mencari responden dengan mendatangi poliklinik bedah
untuk mendapatkan data pasien yang akan operasi. Kemudian peneliti mendatangi
setiap ruangan dimana pasien tersebut dirawat. Peneliti meminta izin kepada kepala
ruangan untuk melakukan penelitian ini. Setelah mendapat izin, peneliti menemui
pasien preoperasi dan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian. Apabila
calon responden bersedia untuk diteliti maka peneliti akan memberikan informed
consent untuk dibaca dan untuk ditandatangani. Kemudian responden yang
menandatangani informed consent akan diberikan kuesioner kecemasan pasien
preoperasi untuk mengetahui kecemasan pasien preoperasi.
Pada saat pengisian kuesioner peneliti mendampingi pasien preoperasi dalam
menjawab kuesioner. Beberapa pasien meminta tolong kepada peneliti untuk
membacakan kuesioner karena keterbatasan penglihatan dan pergerakan tubuh.
Apabila calon responden tidak bersedia, maka peneliti tidak akan memaksa dan
8. Analisis Data
Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data terlebih dahulu yang
meliputi editing, coding dan entry. Tahap editing dilakukan untuk mengecek atau
memeriksa kelengkapan dan mengoreksi kesalahan data yang telah diperoleh.
Kemudian akan diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan
tabulasi dan analisa data. Selanjutnya data dimasukkan ke dalam komputer (entry)
untuk diolah menggunakan teknik komputerisasi. Kemudian peneliti memastikan
tidak ada kesalahan pada data dan dilanjutkan untuk menganalisa data. Adapun
penelitian ini melakukan uji univariat.
8.1. Uji univariat
Dalam penelitian ini, analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi
frekuensi dan persentasi. Uji ini menggambarkan data demografi meliputi usia,
tingkat pendidikan, jenis kelamin dan kecemasan pasien preoperasi di RSUD
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan penelitian
mengenai Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan melalui
proses pengumpulan data yang dilakukan sejak 24 Juli 2015 hingga 24 Agustus
2015 di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Jumlah pasien dalam penelitian ini adalah 30
orang, yakni pasien preoperasi, mampu berbahasa Indonesia dan bersedia menjadi
responden.
1.1 Karakteristik Data Demografi
Karakteristik pasien dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah
pasien berjenis kelamin perempuan 17 orang (56,7%) dan berjenis kelamin
laki-laki 13 orang (43,4%). Jumlah pasien yang berusia 45-55 tahun sebanyak 10
orang (33,3%) dan jumlah pasien yang memiliki pendidikan terakhir SMP 11
orang (36,7%), pasien dengan pendidikan terakhir SMA sebanyak 12 orang
(40%). Ada 13 orang (43,3%) pasien yang menjalani operasi untuk ke-2 kalinya.
Jumlah pasien yang berpenghasilan < Rp 1.650.000,- sebanyak 16 orang
(53,3%), sedangkan yang berpenghasilan Rp 1.650.000-Rp 3.000.000,-
sebanyak 10 orang (33,3%), dan yang berpenghasilan >Rp 3.000.000,- sebanyak
4 orang (13,33%). Pasien dengan suku batak ada 18 orang (60,0%).
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Demografi Pasien (n=30)
1.2 Kecemasan Pasien Preoperasi
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa mayoritas pasien (80%) mengalami
kecemasan ringan. Hasil analisa data mengenai kecemasan pasien preoperasi
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.2
Dalam bab ini diuraikan pembahasan tentang kecemasan pasien preoperasi di
RSUD dr Pirngadi Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien
preoperasi mengalami kecemasan ringan yakni 24 orang (80%)
Kecemasan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor namun tergantung pada
kematangan kepribadian seseorang, pengalaman terhadap tantangan, harga diri dan
mekanisme koping (Stuart&Laraia,1998). Mekanisme pertahanan diri juga
digunakan untuk mengatasi kecemasan antara lain dengan menekan konflik,
impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan sadar dan tak mau memikirkan
hal-hal yang menyenangkan (Stuart,2007).
Hal ini dipengaruhi juga oleh kepribadian seseorang yang dapat dilihat dari
usianya. Dari data demografi didapati bahwa seluruh pasien berusia 23-67 tahun
kepribadiannya dan lebih sukar mengalami stress karena memiliki daya adaptasi
yang lebih tinggi ketika menghadapi suatu masalah (Nurwansyah&Amatria,2013).
Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi, salah
satunya yakni tipe operasi yang akan dijalaninya. Menurut Long(1996), bedah
minor merupakan pembedahan yang sederhana dan sedikit menimbulkan faktor
resiko dan dilakukan pada bagian kecil pada tubuh. Bedah minor ini menimbulkan
trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Penelitian oleh
Wardhani (2012) menunjukkan bahwa kecemasan lebih tinggi pada pasien
preoperasi mayor daripada pasien preoperasi minor.
Menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi yaitu: pertama, dukungan keluarga.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien preoperasi merasakan dukungan
keluarga yang mempengaruhi kecemasannya menjelang operasi. Hal ini dapat
dilihat dari jawaban pasien yang mengatakan cemas karena tidak ada keluarga yang
mengurus persiapan operasi (36,7%), takut karena sendirian di rumah sakit (53,3%)
dan pasien yang mengatakan takut jika tidak ada yang menemani selama persiapan
menjelang operasi (43,3%).
Dukungan keluarga sangat bermanfaat dalam membuat individu
membagikan kecemasan yang ia alami dan mendapatkan solusi alternatif yang akan
mempengaruhi pola fikirnya (Gruendemann & Fernsebner,2006). Conel (2005)
juga menyatakan bahwa kecemasan akan rendah apabila individu memiliki
dukungan sosial yang baik, dukungan sosial tersebut diperoleh dari keluarga, teman
Hal ini sesuai dengan penelitian Utami,dkk (2013) bahwa dukungan keluarga
mempengaruhi kecemasan pasien kemoterapi sehingga membuat pasien
kemoterapi lebih tenang dan nyaman dalam menjalani masa kemoterapi. Penelitian
oleh Nurpeni,dkk (2014) juga mengatakan adanya peningkatan dukungan keluarga
menurunkan kecemasan pasien kemoterapi.
Kedua, dukungan petugas kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan sedikit
pasien yang mengalami cemas karena faktor dukungan petugas kesehatan. Hal ini
dapat dilihat dari jawaban pasien yang mengatakan bahwa pasien menyatakan
cemas karena perawat tidak memperhatikan kondisi pasien (26,7%), dan pasien
khawatir karena kurangnya informasi dan penjelasan tentang operasi oleh petugas
kesehatan (13,3%). Hal ini menunjukkan pentingnya dukungan dari petugas
kesehatan terhadap pasien preoperasi. Potter (2005) mengatakan bahwa komunikasi
terapeutik dapat menurunkan kecemasan pasien, karena pasien merasa bahwa
interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan,
perasaan, informasi dalam mempersiapkan pelaksanaan operasi.
Nuralita &Hadjam (2002) mengatakan bahwa layanan keperawatan yang
dipersepsikan pasien adalah sebagai pelayanan yang ramah, tanggap terhadap
kebutuhan pasien cepat dan tepat serta didasarkan pada pengetahuan dan
keterampilan akan menimbulkan respon yang baik dari pasien karena menimbulkan
rasa tenang selama menjalani proses di rumah sakit. Sebaliknya bila perawat tidak
ramah dan kurang tanggap dengan kondisi pasien selama berada di rumah sakit, hal
tidak senang dan tertekan sehingga berakibat terhadap peningkatan kecemasan
pasien di rumah sakit.
Ketiga, tingkat pengetahuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien
preoperasi memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan mempengaruhi sikap dan
perilaku terhadap suatu objek.
Pemberian informasi diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, dimana
pengetahuan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang karena
pengetahuan akan mempersiapkan seseorang dalam menghadapi sesuatu yang
dianggap bahaya. Penelitian oleh Hartoyo (2008) mengatakan bahwa adanya
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan seorang perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita penyakit flu burung.
Hal ini sesuai juga dengan Sawitri&Sudaryanto (2008) juga menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian informasi pra bedah dengan
penurunan tingkat kecemasan pada pasien pra bedah mayor. Akibat kurangnya
informasi dan pengetahuan pasien preoperasi fraktur femur sehingga membuat
beberapa pasien menunda untuk operasi, serta menyatakan pemberian informasi
terhadap pasien preoperasi efektif untuk mengurangi kecemasan pasien preoperasi.
Kebutuhan persiapan preoperasi seharusnya diutamakan pada individu dan
level kecemasan yang mereka alami. Perawat sebaiknya mengingat bahwa
kecemasan berdampak pada kemampuan untuk memahami atau mengingat
informasi dan oleh karena itu mereka sebaiknya mengulang informasi tersebut
Hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien preoperasi dengan pendidikan
terakhir SMA ada 12 orang (40%). Stuart&Sundeen (1999) menyatakan pasien
yang berpendidikan tinggi lebih mampu menggunakan pemahaman mereka dalam
merespon kejadian fraktur secara adaptif dibandingkan kelompok pasien yang
berpendidikan rendah. Kondisi ini menunjukkan respon cemas berat cenderung
dapat ditemukan pada pasien yang berpendidikan rendah karena rendahnya
pemahaman mereka terhadap kejadian fraktur sehingga membentuk persepsi yang
menakutkan bagi mereka dalam merespon kejadian fraktur.
Keempat, kekhawatiran akan nyeri. Nyeri merupakan pemindahan energi dari
kecemasan, semakin cemas seorang semakin besar pemindahan energi tersebut
sehingga nyerinya semakin meningkat. Ansietas sering kali meningkatkan persepsi
nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan satu perasaan ansietas (Kaplan dkk, 2010).
Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa sedikit pasien preoperasi bedah minor
yang khawatir akan nyeri sehingga mempengaruhi tingkat kecemasan yang dialami.
Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang mengatakan takut disuntik (30%),
takut nyeri bertambah parah setelah selesai operasi (23,3%), dan takut ketika
operasi bisa merasakan nyeri (26,7%).
Apabila nyeri semakin kronis akan menimbulkan kecemasan dan dengan
demikian nyeri juga akan terasa lebih meningkat. Syaputra, Jumaini&Novayelinda
(2012) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nyeri dan
kecemasan pada pasien fraktur tulang panjang.
Hal ini juga dipengaruhi oleh 43,3% pasien preoperasi menjalani operasi
yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan akan lebih mampu
untuk menyesuaikan diri atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar.
Kelima, persepsi akan hasil bedah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pasien preoperasi memiliki persepsi terhadap hasil bedah yang realistik. Hal ini
dipengaruhi oleh kepercayaan spiritual yang memiliki peranan penting dalam
menghadapi ketakutan dan kecemasan karena ketika spiritual seseorang baik maka
kecemasan berkurang (Bare, 2001). Permadi (2014) menunjukkan bahwa semakin
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan hasil yang
diperoleh dari penelitian. Pada bagian pertama akan berisi rangkuman hasil penelitian yang
berdasarkan analisa. Pada bagian akhir akan dikemukakan saran-saran yang mungkin dapat
berguna bagi penelitian yang akan datang dengan tema yang sama.
6.1 Kesimpulan
Karakteristik responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah
responden berjenis kelamin perempuan 17 orang (56,7%) dan berjenis kelamin
laki-laki 13 orang (43,4%). Mayoritas responden berusia 45-55 tahun sebanyak 10
orang (33,3%) dan jumlah responden memiliki pendidikan terakhir SMP 11 orang
(36,7%), responden dengan pendidikan terakhir SMA sebanyak 12 orang (40%).
Mayoritas responden dengan pengalaman operasi 1x sebanyak 13 orang (43,3%),
berpenghasilan < Rp 1.650.000,- sebanyak 16 orang (53,3%) dan bersuku batak
dengan jumlah 18 orang (60,0%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan pasien preoperasi mengalami
kecemasan ringan sebanyak 24 orang (80%), kecemasan sedang 6 orang (20%) dan
kecemasan berat 0 orang (0%).
6.2 Saran
6.2.1 Untuk Pendidikan Keperawatan
Dalam pendidikan keperawatan khususnya keperawatan jiwa perlu diberikan materi
memberikan pendidikan dan penyuluhan pada pasien preoperasi dan keluarga tentang
kecemasan tersebut sehingga dapat menurunkan kecemasan pada pasien preoperasi.
6.2.2 Untuk Peneliti Selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan kecemasan pada pasien
preoperasi, disarankan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien preoperasi dan
hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi.
6.2.3 Untuk Pihak Rumah Sakit
Rumah sakit diharapkan tetap meningkatkan pelayanan profesionalitasnya
khususnya terhadap pasien preoperasi dalam mengkaji kecemasan pasien
preoperasi dan tetap memberikan informasi dan penjelasan tentang operasi yang
akan dijalani oleh pasien.
6.3 Keterbatasan Penelitian
Jumlah sampel yang sedikit karena mayoritas pasien preoperasi melakukan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kecemasan
1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas, yang tidak pasti dan
menyebar serta tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang
spesifik (Stuart , 2007). Kecemasan yaitu jawaban emosi yang sifatnya antisipatif,
jawaban awal sebelum ada pertanyaan (Baihaqi et al., 2007) . Kecemasan adalah
istilah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu menggambarkan
keadaan kekhawatiran, kegelisahan yang tidak jelas, atau reaksi ketakutan dan tidak
tentram yang terkadang diikuti dengan keluhan fisik. Gangguan kecemasan adalah
gangguan yang berkaitan dengan perasaan khawatir yang tidak nyata, tidak masuk
akal, tidak sesuai antara yang berlangsung terus atas prinsip yang terjadi
(manifestasi) dan kenyataan yang dirasakan (Pieter,2010).
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup. Kecemasan adalah
pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang jelas atau spesifik sehingga
individu merasakan perasaan was-was atau khawatir seolah-olah ada sesuatu buruk
akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung
Menurut Asmadi (2008), kecemasan adalah reaksi emosi seseorang yang
berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme pertahanan dirinya
dalam menghadapi masalah.
1.2 Penyebab kecemasan
Menurut Savitri Ramaiah (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan mengenai pola dasar yang menunjukkan reaksi kecemasan tersebut,
yakni:
1.2.1 Lingkungan
Lingkungan maupun tempat tinggal mempengaruhi bagaimana
seseorang berfikir tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini bisa terjadi
karena pengalaman bersama mereka ataupun kegiatan yang dilalui bersama
keluara, sahabat dan tetangga. Kecemasan juga dapat muncul ketika
seseorang tidak nyaman dengan lingkungannya.
1.2.2 Emosi yang ditekan
Kecemasan dapat terjadi apabila ketika seseorang menghadapi masalah
dan tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut dalam hubungan personal.
Kecemasan juga dapat muncul apabila reaksi atau respon stres, marah
dipendam dalam jangka waktu yang lama.
1.2.3 Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh saling berintegrasi dan dapat menimbulkan
kecemasan. Hal ini terjadi biasanya kondisi tubuh sedang mengalami sesuatu,
seperti dalam kondisi hamil, mengalami suatu penyakit dan lain-lain.
Gangguan emosi dapat diturunkan secara genetik, tetapi dalam hal
keturunan ini tidak terlalu mempengaruhi tentang terjadinya kecemasan.
1.3 Karakteristik dan Tingkat Kecemasan
Ada beberapa gejala yang menjelaskan tentang munculnya respon emosi ini,
yakni pertama gejala psikis: perasaan gundah, khawatir, gugup, tegang, cemas, tak
aman, lekas terkejut, emosi labil (perubahan rasa hati berganti-ganti), mudah
tersinggung, apatis, perasaan salah tidak pada tempatnya. Kedua, gejala somatik:
keringat dingin, sulit bernafas, gangguan lambung, berdebar-debar, tekanan darah
meningkat, dan sebagainya. Bentuk kecemasan juga dapat berupa:
a. Free floating anxiety (kecemasan yang mengambang), adalah
kecemasan yang tidak jelas dan tidak ada hubungan dengan suatu
pemikiran.
b. Agitasi: kecemasan yang disertai kegelisahan motorik yang hebat.
c. Panik: serangan kecemasan yang hebat dengan kegelisahan,
kebingungan, dan hiperaktivitas yang tidak terorganisasi.
Peplau (1952) dalam Sheila L Videbeck (2008) menjelaskan tingkatan
kecemasan ada 4 , yaitu: ringan, sedang, berat, panik. Tiap tingkatan ini memiliki
perbedaan baik dalam perilaku, kemampuan kognitif, respon emosional ketika
mengalami kecemasan. Pada kecemasan ringan dan sedang , individu mampu
memproses informasi, belajar, dan mengatasi masalahnya sendiri. Pada tingkat ini,
kecemasan memotivasi pembelajaran dan perubahan perilaku. Pada kecemasan
respon defensif terjadi, dan keterampilan kognitif menurun secara signifikan.
Individu yang mengalami kecemasan berat sulit berfikir dan melakukan
pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang, tanda-tanda vital meningkat,
mondar-mandir, menunjukkan kegelisahaan, irritabilitas dan kemarahan atau menggunakan
cara psikomotor emosional lainnya yang sama untuk melepas ketegangan yang
dialaminya. Dan pada tingkatan panik, psikomotor-emosional yang mendominasi,
disertai dengan respon fight, flight, atau freeze dan juga hanya keterampilan
kognitif yang bertahan.
Kemampuan satu individu dengan individu lainnya dalam menghadapi suatu
hal hal berbeda. Hal ini tentu berpengaruh terhadap reaksi emosional kecemasan
pada tiap individu. Tiap tingkatan memiliki karakteristik atau manifestasi yang
berbeda satu sama lain. Karakteristik kecemasan bergantung pada kematangan
individu, pemahaman mengatasi masalah, harga diri, mekanisme koping yang
digunakannya (Asmadi, 2008).
Tabel Tingkat Kecemasan dan Karakteristik
Tingkat Kecemasan
Karakteristik
Ringan Berhubungan dengan kejadian sehari-hari Kewaspadaan meningkat
Persepsi terhadap lingkungan meningkat Memotivasi dan berkreasi
Respon fisologis: sesekali nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar
Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.
Sedang Respon fisiologi: sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih dan letih. Respon kognitif: memusatkan perhatiannya pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima
Respon perilaku emosi: gerakan tersentak-sentak, terlihat lebih tegang, bicara lebih banyak dan cepat, susah tidur dan perasaan tidak aman.
Berat Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal lainnya.
Respon fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, sakit kepala, tampak tegang, penglihatan berkabut.
Respon kognitif: tidak mampu berfikir berat, membutuhkan banyak tuntunan atau bimbingan, lapang persepsi menyempit.
Respon perilaku dan emosi: perasaan terancam dan komunikasi verbal terganggu (verbalisasi cepat).
Panik Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada dan pucat, hipotensi serta rendahnya koordinasi motorik
Respon kognitif : gangguan realitas, tidak dapt berfikir logis persepsi mengenai lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami situasi
Respon prilaku dan emosi : agitasi, mengamuk dan marah, , ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali atas diri, perasaan terancam, serta dapat berbuat suatu hal yang membahayakan bagi diri sendiri ataupun orang lain disekitarnya .
Sumber : Asmadi (2008)
Keluhan yang sering dikemukakan oleh individu yang mengalami kecemasan
menurut Hawari (2013) yaitu: cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya
sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut,
mengalami mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya
ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran
berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan
perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.
1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Pre-operasi
Kecemasan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan sangat
tidak nyaman dimana sebagian besar orang mencoba untuk menghindar. Mereka
sering mencoba untuk mengganti kecemasan dengan perasaan yang masih dapat
ditolerasi seperti marah, bosan, depresi, kesedihan, merasa tidak berharga dan
lain-lain. Kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia, sistem ego, persepsi
diri mengenai situasi yang tidak baik/ kehilangan seseorang yang dikasihi, harga
diri, pengalaman (Stuart&Laraia,1998).
Menurut Hawari (2013), mekanisme terjadinya cemas berhubungan dengan
proses imunologi atau endokrinolog. Proses
psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-endokrinolog merupakan proses yang berhubungan
dengan susunan saraf pusat (otak, sistem limbik , sistem transmisi
saraf/neurotransmitter) serta kelenjar endokrin (sistem hormonal,
kekebalan/immunitiy). Setiap individu yang mengalami stresor psikososial belum
tentu akan mengalami kecemasan, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya
yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dukungan sosial dari keluarga, teman,
pembedahan/operasi kepada pasien merupakan langkah penting untuk kesiapan
pasien dalam pembedahan.
1.4.1 Menurut Stuart & Laraia (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan antara lain :
1.4.1.1 Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kecemasan meliputi
pandangan psikoanalitik, pandangan interpersonal, pandangan perilaku,
kajian keluarga dan kajian biologis.
Pandangan psikoanalitik mengatakan kecemasan adalah
pertentangan reaksi emosi yang terjadi antara dua elemen kepribadian
yaitu id dan superego. Id merupakan dorongan impuls primitif dan
insting seseorang sedangkan superego menjelaskan tentang hati nurani
seseorang yang dikontrol oleh aturan ataupun norma-norma yang
berlaku. Ego berfungsi untuk menengahi id dan superego tersebut.
Kecemasan muncul sebagai pertanda bahaya bagi ego.
Teori interpersonal menyatakan bahwa kecemasan muncul
dari perasaan takut terhadap penolakan dalam hubungan diri dengan
orang lain. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pengalaman masa
lalu seperti kehilangan dan perpisahan seseorang. Penolakan yang
dilakukan orang lain atau masyarakat terhadap eksistensi diri akan
menimbulkan respon cemas (anxiety).
Berdasarkan teori perilaku, kecemasan adalah hasil dari
yang diinginkan menimbulkan keputusasaan, sehingga menyebabkan
seseorang mengalami cemas. Sedangkan berdasarkan kajian keluarga,
kecemasan terjadi akibat pola interaksi antar anggota keluarga yang
tidak baik. Berdasarkan kajian biologis, kecemasan terjadi akibat
adanya penyakit/masalah individu mempengaruhi kondisi psikisnya.
1.4.1.2 Faktor presipitasi
Krisis maturasi, situasioal dan adventif dapat menyebabkan
respon kecemasan maladaptif.
Perkembangan psikologi merupakan rangkaian tahap-tahap
yang diperlukan dalam pertumbuhan terhadap maturitas. Pada periode
transisi dapat terjadi gangguan kesimbangan psikologis. Krisis
maturitas merupakan peristiwa perkembangan yang membutuhkan
perubahan peran misalnya, perkembangan maturitas yang berhasil dari
anak usia dini sampai anak usia tengah membutuhkan anak untuk
berinteraksi dengan orang-orang diluar keluarga. Pada masa transisi
dari remaja sampai dewasa diharapkan bertanggung jawab dalam hal
finansial. Kedua tekanan sosial dan biologi yang berubah-ubah tersebut
dapat memicu krisis. Adapun sifat dan tingkat dari krisis maturasi
dipengaruhi oleh role model, interpersonal dan kemudahan dalam
menerima peran baru. Role model yang positif menunjukkan
bagaimana individu berperilaku di dalam peran yang baru. Sumber
interpersonal mendorong seseorang berusaha untuk menerima
juga penting karena semakin besar penolakan dari orang lain maka
individu akan semakin stres dalam menghadapi suatu perubahan.
Periode transisi sejak remaja, orang tua, pernikahan, paruh baya dan
pensiun merupakan masa yang penting untuk terjadinya krisis
maturasional.
Krisis situasional terjadi ketika keseimbangan psikologi
individual atau group mengalami gangguan misalnya, kehilangan
pekerjaan, kehilangan seseorang yang dicintai, kehamilan yang tidak
diinginkan, timbulnya penyakit atau penyakit yang semakin memburuk,
perceraian, masalah sekolah dan menyaksikan kejahatan. Kehilangan
pekerjaan dapat mengakibatkan stres finansial, merasa tidak mampu
sebagai pencari nafkah, dan konflik pernikahan. Kehilangan seseorang
yang dicintai dapat juga membuat stres finansial, perubahan peran
anggota keluarga dan kehilangan dukungan emosional. Timbulnya atau
memburuknya penyakit menyebabkan kesedihan antisipatif dan takut
kehilangan orang yang dicintai. Perceraian sama dengan stres akibat
kehilangan orang yang dicintai dan juga krisis tersebut dapat kambuh
jika berurusan dengan mantan pasangan. Kehamilan yang tidak
diinginkan menyebabkan stres karena itu berhubungan dengan
membuat keputusan yang penting yaitu apakah melahirkan atau aborsi,
serta apakah merawat bayi atau memberikannya untuk diadopsi. Bila
kehamilan diaborsi atau anak diadopsi maka membutuhkan penanganan
mengharuskan terjadinya perubahan gaya hidup. Masalah disekolah
juga dapat menyebabkan perasaan tidak mampu. Orang tua sering
menyalahkan mereka atau orang lain dan akibat yang terburuk adalah
terjadinya konflik keluarga. Terakhir, menjadi seorang korban atau
saksi dari sebuah kejahatan dapat menyebabkan perasaan
ketidakberdayaan terhadap diri sendiri dan orang lain, ketakutan, mimpi
buruk, dan perasaan bersalah menyebabkan atau tidak menghentikan
terjadinya kejahatan.
Krisis adventif merupakan peristiwa yang tidak disengaja,
luar biasa dan tidak terduga, seperti: kebakaran, gempa bumi, badai dan
banjir yang mengganggu seluruh masyarakat. Tragedi yang terjadi
belakangan ini juga merupakan krisis adventif, yaitu: penyanderaan,
pembunuhan ditempat kerja, kecelakaan pesawat, kerusuhan dan
pemboman didaerah ramai.Berbeda dengan krisis maturasi dan
situasional, krisis adventif tidak terjadi pada setiap orang. Namun,
apabila krisis adventif terjadi, krisis ini tidak dapat terselesaikan hanya
oleh mekanisme koping akibat beratnya masalah. Bencana sering
menimbulkan masalah-masalah emosional berminggu-minggu bahkan
sampai berbulan-bulan setelah peristiwa bencana. Ada lima fase respon
individu terhadap bencana, yaitu:
Dampak (impact) : ditandai oleh: syok, panik, atau ketakutan yang
ekstrim; penilaian seseorang terhadap kenyataan seperti: sangat
Heroic : adanya semangat kerjasama antara teman, tetangga dan tim
gawat darurat; kegiatan yang berguna pada waktu bencana dapat
menolong mengatasi perasaan cemas dan depresi, tetapi kegiatan yang
berlebihan mengarah kepada kelelahan (burn out).
Honeymoon : mulai muncul satu minggu sampai beberapa bulan
setelah bencana; kebutuhan untuk menolong orang lain secara
terus-menerus, uang, dan penerimaan dukungan dari berbagai instansi yang
menyediakan kebutuhan untuk memulai kembali didalam komunitas,
masalah psikologi dan perilaku yang mungkin diabaikan.
Kekecewaan (disillusionment) : sekitar dua bulan sampai dengan satu
tahun; waktu kekecewaan, kebencian, frustasi dan marah; korban
sering membandingkan keburukan tetangga mereka dengan mereka
sendiri dan mungkin untuk benci, iri, atau menunjukkan sikap
bermusuhan terhadap orang lain.
Rekonstruksi dan reorganisasi : individu mulai sadar bahwa mereka
harus memahami masalah mereka sendiri; mereka mulai membangun
rumah , bisnis mereka. Periode ini dapat berlangsung selama bertahun
– tahun setelah bencana terjadi.
Jika tahap rekonstruktif tidak dimulai sejak enam bulan
setelah terjadinya bencana maka kemungkinan masalah psikologis akan
Menurut Stuart & Laraia (1998), faktor pencetus berasal dari sumber
internal atau eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu
ancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri.
Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari. Sumber internal dapat berupa kegagalan mekanisme
fisiologis seperti jantung, sistem imun, regulasi temperatur, perubahan
biologis yang normal seperti kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat
berupa infeksi virus atau bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat
timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi
integritas tubuh secara keseluruhan.
Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga
diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa kesulitan
melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja dan di
masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan pasangan, orangtua,
teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek
religius seseorang, tekanan dari kelompok sosial atau budaya. Ancaman
terhadap sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan sehingga
1.4.2Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi
menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) yaitu:
1.4.2.1 Dukungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara
langsung mempengaruhi individu. Keluarga merupakan lingkungan
mikrosistem, yang menentukan kepribadian dan kesehatan mental
anggota keluarga yang ada didalamnya. Jadi, keluarga merupakan
lingkungan yang sangat penting yang dibutuhkan anggota keluarga
lainnya.
Dukungan keluarga terhadap seseorang yang akan
menjalani operasi sangat berpengaruh pada tingkat kecemasan yang
dialaminya. Sebagian keluarga atau sahabat dapat meningkatkan rasa
cemas pasien karena terjadi transmisi cemas dari mereka yamg
merangkul pasien, sehingga terjadi penayangan perilaku cemas atau
menyumbangkan jaminan palsu. Pendampingan ataupun kehadiran
oleh keluarga atau sahabat dapat mengurangi rasa cemas pasien.
Individu dengan kondisi kecemasan tingkat tinggi tidak
mampu berkonsentrasi terhadap informasi yang diberikan perawat
selama perawatan ataupun prosedur. Dukungan terhadap seseorang
dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan ataupun
mengatasi stresor yang ia hadapi. Dukungan tersebut sangat bermanfaat
dalam membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan
1.4.2.2 Dukungan Petugas Kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan support sistem
yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien properasi mulai
dari masuk rumah sakit sampai ke ruang operasi. Dukungan ini dapat
berupa komunikasi terapeutik, dukungan emosional/perhatian dari
petugas kesehatan, dan penjelasan mengenai pembedahan yang akan
dijalani.
Petugas kesehatan seharusnya menumbuhkan kepercayaan
/keyakinan klien dan keluarganya dalam rangka pemenuhan kebutuhan
fisik/fisiologis klien sehingga klien percaya bahwa para profesional
yang terlibat dalam perawatannya benar-benar memahami kebutuhan
spesifiknya. Apabila klien percaya terhadap petugas kesehatan yang
merawatnya, maka klien akan lebih tenang dan kooperatif terhadap
rencana keperawatan maupun tindakan pembedahan. Perawat yang
mampu mengekspresikan kekhawatiran dan kasih sayang kepada
pasien dan keluarga dan menunjukkan ketulusan mereka mungkin
diterima sebagai pendukung.
Dukungan ini juga dapat berupa jawaban yang pasti dan
jujur dengan penuh percaya diri dan perhatian dari tenaga kesehatan
tentang apa yang ditanyakan oleh pasien maupun keluarga dan juga
pemberitahuan tentang tindakan apa yang akan dlilaksanakan, apa saja
yang perlu dipersiapkan ataupun dimana keluarga akan menunggu
Dengan demikian, keluarga dan pasien akan merasa dihargai dan
menciptakan persepsi positif terhadap tenaga kesehatan.
1.4.2.3 Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi.
Takut terhadap hal yang tidak diketahui ataupun kecemasan, dapat
berkurang dengan cara memberikan informasi tentang pembedahan
yang akan dikerjakan. Strategi keperawatan yang utama pada masa
pre-operasi ini adalah memberikan informasi yang bertujuan untuk
mencegah yang potensial menjadi komplikasi. Takut terhadap yang
tidak diketahui dapat berkurang karena pengetahuan tentang peristiwa
yang akan berlangsung. Jumlah informasi yang harus diberikan
sebelum operasi tergantung kepada latar belakang, minat dan derajat
stres dari pasien dan keluarganya. Cara yang terbaik adalah bertanya
kepada pasien apa yang mereka ingin ketahui mengenai operasi yang
akan berlangsung.
Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya
sebelum operasi yaitu pemeriksaan –pemeriksaan sebelum operasi serta
alasannya, hal-hal yang rutin sebelum operasi, alat-alat khusus yang
diperlukan, pengiriman ke kamar bedah (waktu, mengecek
prosedur-prosedur), ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan
setelah operasi (long,1996).
Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hal-hal
Dengan mengetahui prosedur pembedahannya, mengetahui situasi yang
akan terjadi saat mereka tiba di tempat pembedahan, dan mengetahui
cara untuk berfungsi kembali pada masyarakat ataupun komunitasnya
maka pasien akan memperoleh hasil pembedahaan yang terbaik. Salah
satu keuntungan dari pemberiaan informasi preoperasi ini adalah rasa
cemas klien akan berkurang terhadap proses bedah yang akan
dijalaninya. Ahli bedah dan perawat bertanggung-jawab dalam
mempersiapkan klien dan keluarganya dalam melakukan aktivitas
perawatan diri setelah operasi misalnya, arah/rute ke fasilitas, ataupun
penjelasan mengenai apa yang dimaksud bedah yang akan dijalaninya
dan alasannya, dan lain-lain.
1.4.2.4 Kekhawatiran akan nyeri
Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam
menjalani operasi. Nyeri merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan dan bersifat subjektif. Pasien memerlukan penjelasan
mengenai nyeri yang akan dirasakannya setelah operasi. Perawat
bertugas menjelaskan nyeri yang akan dirasakan pasien baik pada saat
pembedahan maupun pasca pembedahan. Apabila klien mencapai
harapan yang realistik terhadap nyeri dan mengetahui cara
mengatasinya maka rasa cemas akan berkurang.
1.4.2.5 Persepsi pasien terhadap hasil bedah
Persepsi hasil bedah ialah pasien memiliki gambaran
Pasien mungkin memikirkan aktifitasnya akan terganggu, terjadi
kecacatan, terjadi kegagalan terhadap operasi, terjadi kesalahan oleh
petugas kesehatan, kematian dan lain-lain. Semakin sering pasien
memikirkan kemungkinan hasil pembedahan maka semakin tinggi
tingkat kecemasan. Perawat bertugas membantu klien dan keluarga
untuk mencapai harapan yang realistik terhadap pembedahan.
1.5 Respon Tubuh terhadap Kecemasan
Kecemasan yang dialami seseorang berdampak pada sistem fisiologinya,
yakni (1) kardiovaskular seperti nadi meningkat/menurun, tekanan darah
meningkat/menurun, jantung berdebar-debar, pingsan (2) Respiratory seperti nafas
cepat, nafas pendek dan dangkal, sesak (3) Gastrointestinal seperti kurang selera
makan, nyeri pada perut, diare (4) Neuromuscular seperti insomnia, tremor, gerakan
yang tidak terarah, mudah terkejut (5)Kulit seperti mudah berkeringat dilokasi
tertentu, wajah yang memerah, gatal.
Tubuh juga memberikan respon terhadap kecemasan seperti gelisah, tegang,
bicara cepat, hiperventilasi, menghindar, tremor, tidak tenang. Selain itu individu
yang mengalami cemas akan susah konsentrasi, susah mengambil keputusan,
pemikiran mudah terblok, bingung, dan sering mimpin buruk.
2. Pre-Operatif
Pembedahan merupakan salah satu cara utama pengobatan medis. Menurut
R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong (2005) dalam Maryunani (2014) menyatakan
pembedahan atau operasi merupakan semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang
akan ditangani.
Preoperasi merupakan tahap awal dari perawatan perioperatif yang dimulai
sejak pasien diterima di ruang pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke
meja operasi untuk dilakukan tindakan operasi atau pembedahan
(Maryunani,2014).
2.2 Tipe-tipe Pembedahan
2.2.1 Tipe-tipe Pembedahan Menurut Long (1996)
Klasifikasi menurut operasi /pembedahan eksternal dan internal:
Pembedahan eksternal/luar dilakukan pada kulit atau jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan ini memiliki beberapa dampak ataupun kerugian,
seperti adanya jaringan parut/ tampak bekas luka, dan menimbulkan stres bagi
pasien. Contoh pembedahan eksternal ini yaitu bedah plastik, yang bertujuan
untuk perbaikan dan rekonstruksi jaringan yang rusak.
Pembedahan internal/dalam ini berhubungan dengan penetrasi tubuh.
Dampak dari jenis pembedahan ini dapat tidak menimbulkan jaringan parut.
Tetapi resikonya bisa menyebabkan komplikasi, seperti perlengketan
(adhesi). Pembedahan pada organ-organ dalam tubuh dapat menyebabkan
Klasifikasi berdasarkan lokasi bagian tubuh atau sistem tubuh, yaitu :
pembedahan/operasi dada, operasi jantung/ bedah kardiovaskuler, operasi /
bedah syaraf / neurologis.
Berdasarkan luas pembedahan yaitu: (1)bedah minor merupakan
pembedahan yang sederhana dan sedikit menimbulkan faktor resiko dan
dilakukan pada bagian kecil pada tubuh. Bedah minor ini menimbulkan
trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Meskipun
operasi ini dianggap minor/ kecil, bagi pasien tetap menimbulkan ketakutan
dan kecemasan bagi pasien. (2)Bedah mayor adalah pembedahan yang
melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi
terhadap kelangsungan hidup pasien. Contoh: total abdominal histerektomi,
reseksi kolon dll.
Berdasarkan tujuan pembedahan , yaitu: (1)Bedah diagnostik adalah
untuk menentukan penyebab dari gejala. Contoh: biopsi/ laparatomi.
(2)Bedah kuratif/ ablatif untuk mengangkat bagian tubuh yang bemasalah/
mempunyai penyakit. (3)Bedah restoratif adalah menguatkan area-area yang
lemah dan memperbaiki deformitas. Contoh: herniorrhapy. (4)Bedah
reparatif adalah untuk memperbaiki luka yang multipel. Contoh: mengobati
luka pasien diabetes. (5) Bedah rekonstruktif atau kosmetik adalah untuk
memperbaiki penampilan. (6)Bedah paliatif adalah untuk meringankan gejala
tanpa menyembuhkan penyakit. (7)Bedah transplantif adalah penanaman
organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur yang malfungsi.
Berdasarkan urgensinya dilakukan tindakan pembedahan, yaitu
(1)Bedah kedaruratan/emergensi: kondisi pasien membutuhkan perhatian dan
tindakan sesegera mungkin, karena gangguan yang dapat muncul kalau tidak
ditangani segera dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik).
(2)Bedah urgensi :Pasien membutuhkan perhatian segera.Contoh; infeksi
kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra. (3)Bedah diperlukan:
kondisi pasien harus menjalani pembedahan , namun direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan. (4)Bedah elektif: bedah yang harus dioperasi
ketika diperlukan , tidak terlalu membahayakan jika tidak dilakukan.
(5)Bedah pilihan: keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan
sepenuhnya kepada pasien.
2.3 Faktor-Faktor Resiko terhadap Bedah
2.3.1 Usia
Bedah dapat dilakukan pada setiap usia individu, mulai dari masa bayi,
masa remaja, sampai lanjut usia. Namun pada masa seorang individu sudah
lanjut usia sekali, kemampuan untuk mentolerir stres tidak berfungsi dengan
baik, seperti trauma jaringan bedah, atau infeksi.
2.3.2 Nutrisi
Pengaruh pembedahan terhadap individu yang malnutrisi (kelebihan
ataupun kekurangan) dengan individu yang lebih baik kondisi nutrisinya akan
sangat berbeda, karena individu yang malnutrisi lebih berisiko menderita
komplikasi. Pada individu yang memiliki kekurangan nutrisi, proses