• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PASAR DAN PRODUK

KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan

1. Analisis TPI (trade performance index) tahap pertama berdasarkan

indikator nilai impor dari dunia dan dari Indonesia tahun 2009, pertumbuhan rata-rata nilai impor tahun 2004-2009 dari dunia dan dari Indonesia, serta rata-rata tarif impor di negara tujuan diperoleh hasil negara potensial untuk diversifikasi pasar ekspor dan kelompok komoditas sebagai berikut:

 di kawasan Afrika adalah Nigeria, Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius

dan Maroko; dengan empat kelompok komoditas unggulan yaitu perkebunan dan produk olahannya, perikanan dan produk olahannya, makanan dan minuman olahan serta Kulit dan Produk Kulit;

 di kawasan Asia adalah Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan Sri

Lanka; dengan tiga kelompok komoditas unggulan yaitu perkebunan dan produk olahannya, perikanan dan produk olahannya, serta kelompok makanan dan minuman olahan.

2. Analisis TPI tahap kedua berdasarkan indikator nilai impor dari Indonesia

tahun 2010, dan pertumbuhan nilai impor tahun 2009-2010 di pasar tujuan (hasil tahap pertama) diperoleh hasil produk yang potensial untuk diversifikasi ekspor yaitu:

 produk prioritas di Afrika adalah olahan dari tepung, coklat olahan, tembakau, ikan segar dan beku serta produk berbagai makanan olahan;

 produk prioritas di Asia adalah coklat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan, ikan olahan serta produk minuman.

3. Analisis EPD (export product dynamic) menunjukkan kinerja perdagangan

Indonesia di pasar potensial (poin 1) untuk produk prioritas (poin 2), menunjukkan tidak seluruhnya memiliki performa yang baik:

Di Maroko dan Srilanka semua produk berstatus falling star

104 Indonesia relatif tinggi) dan retreat (pertumbuhan pasar relatif rendah yang diikuti oleh pertumbuhan ekspor dari Indonesia yang juga relatif rendah), kecuali untuk produk minuman yang statusnya loss

opportunity (pertumbuhan permintaan relatif tinggi namun pertumbuhan ekspor dari Indonesia masih rendah) di Maroko

 Di pasar Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Nigeria, Arab Saudi dan

Oman serta Yordania, seluruh produk berstatus rising star (pertumbuhan permintaan tinggi diimbangi dengan pertumbuhan ekspor dari Indonesia yang juga tinggi)

Dua produk dominan berstatus loss opportunity. Kedua komoditi

tersebut adalah Tembakau (di pasar Aljazair, Mauritius, Arab Saudi dan Oman serta Yordania) serta minuman (di pasar Aljazair, dan Oman)

 Di Pasar Arab Saudi disamping tembakau, produk lainnya yang

berstatus lost opportunity adalah makanan olahan dan olahan dari tepung.

4. Produk yang memiliki peningkatan daya saing pada periode 2007-2010

(tandanya positif) hasil analisis CMSA (constant market share analysis) adalah: produk coklat olahan di Nigeria dan Srilanka; produk ikan segar dan beku di Mauritius, Nigeria, Arab Saudi, Oman dan Jordan; Produk olahan dari tepung dan tembakau di pasar yang sama yaitu Maroko, Nigeria, dan Srilanka; Produk Minuman di pasar Afrika Selatan dan Jordania; produk ikan olahan di Afrika Selatan, Aljazair, Arab Saudi, Aljazair, Oman dan Jordan.

5. Berdasarkan hasil wawancara dan FGD, hambatan ekspor meliputi:

kesulitan memperoleh bahan baku atau bahan baku mahal; fluktuasi nilai tukar; harga tidak kompetitif akibat mahalnya biaya tenaga kerja, biaya bahan bakar dan listrik, serta infrastruktur jalan yang masih kurang; pungutan liar; Tarif bea masuk di negara tujuan; Fluktuasi harga di pasar dunia; keterbatasan dalam pemanfaatan dan penguasaan teknologi; Tarif

105 impor bahan baku tinggi, Prosedur di bea cukai terlalu rumit, serta kurangnya promosi.

6. Pertumbuhan makroekonomi di UEA, menjadi indikator daya beli yang

semakin meningkat dan potensi impor dari Indonesia yang semakin tinggi. Ekspor produk perikanan segar dan beku yang melonjak tajam, menunjukkan daya saing yang semakin baik. GCC (termasuk UEA) merupakan pasar produk makanan halal terbesar di dunia. Persyaratan teknis yang sangat ketat dan biasanya menjadi kegagalan produk Indonesia dalam pengujian laboratorium adalah penggunaan bahan makanan dan kadaluarsa.

7. Di pasar Afrika Selatan, jarak yang jauh bukan merupakan rintangan

dalam melakukan kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Hal terpenting yang menjadi perhatian adalah produk yang kompetitif dan jasa logistik yang representatif.

8. Analisis model gravity, variabel volume ekspor, GDP, nilai tukar dan

ecodistance berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor produk, kecuali

olahan dari tepung.

 Di kawasan Afrika semua variabel penduga berpengaruh terhadap

nilai ekspor komoditas tembakau, coklat olahan, ikan segar (dan beku) serta makanan olahan, kecuali variabel ECODIS (ecodistance-jarak ekonomi) terhadap nilai ekspor tembakau.

 Di Kawasan Asia, semua variabel penduga berpenyaruh nyata terhadap

nilai ekspor komoditas minuman, ikan olahan, coklat olahan, ikan segar (dan beku) serta makanan olahan, kecuali variabel GDP (gross

domestic product) terhadap nilai ekspor ikan olahan 7.2. Saran dan Rekomendasi

1. Produk prioritas di Afrika adalah olahan dari tepung, coklat olahan,

106

2. Produk prioritas di Asia adalah coklat olahan, ikan segar dan beku,

berbagai makanan olahan, ikan olahan serta produk minuman.

3. Agar lebih fokus, diversifikasi pasar terutama ditujukan ke negara mitra

dagang berstatus rising star (negara Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Arab Saudi dan Oman) dan loss opportunity (di pasar Aljazair, Mauritius, Arab Saudi, Oman dan Yordan untuk produk tembakau; dan di pasar Aljazair, Maroko, dan Oman untuk produk minuman)

4. Perlu adanya kerjasama bilateral dengan negara-negara potensial mengenai

penurunan tarif bea masuk, standar, dan hambatan lainnya untuk lebih mempermudah akses masuk produk-produk ekspor prioritas. Selain itu perlu juga untuk menurunkan tarif impor bahan baku khususnya untuk produk makanan olahan.

5. Perlu diselenggarakan promosi dan pameran yang intensif di

negara-negara potensial untuk memperkenalkan produk-produk prioritas ekspor serta pengenalan budaya negara tujuan terkait dengan konsumsi produk tersebut.

6. Diperlukan stabilitas nilai tukar, karena peningkatan nilai tukar meskipun

dapat meningkatkan nilai ekspor di beberapa produk, namun nilai ekspor produk lainnya turun, atau sebaliknya.

7. Peningkatan daya saing produk melalui kerjasama lintas kementerian yang

terkait dengan energi, infrastruktur, ketenagakerjaan, industri, dan pertanian.

107