• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA KUALITATIF

IV.1.6 Kesimpulan Temuan Data Informan I

Dalam proses komunikasi konseling antara Melia (sebagai klien tunanetra) dengan Suster Flaviana (sebagai konselor) di panti asuhan Karya Murni ini adalah tercipta rasa kekeluargaan, rileks serta ada hubungan empati yang dirasakan si klien. Dia merasa nyaman untuk bercerita apa adanya dengan si konselor. Selain itu juga ada keterbukaan dari diri si konselor sehingga si klien bebas dan tanpa malu-malu membicarakan masalah lain di luar masalah sekolah seperti masalah pribadi (rahasia).

Adapun masalah yang paling sering menjadi fokus layanan konseling menurut Melia adalah tentang kehidupannya yang menyangkut masa depan. Masalah-masalah lain yang juga dibicarakan adalah sebagai berikut :

- masalah teman

- masalah tentang prestasi - masalah tentang cita-cita - masalah dengan suster - masalah tentang teman hidup

- masalah yang menyangkut tentang proses belajar di kelas

Mengenai si konselor Melia berkata :”.... suster itu sangat ramah dan

mengerti keadaanku, jadi aku sangat senang berkonseling dengannya”.

Mengenai siapa yang proaktif dalam layanan konseling ini, Melia menuturkan pertama kali suster itu yang mendatanginya. Selanjutnya, Melia yang datang bila merasa ingin curhat (berbagi rasa). Menurut Melia, suster itu tetap memperhatikannya/memantau dan membangkitkan semangat untuk terus maju.

Bila ada masalah, bentuk solusi yang ditawarkan/diberikan oleh konselor itu adalah dengan menasehatinya dengan kata-kata bijak yang diambil dari ayat-ayat Alkitab. Menurut Melia, si konselor selalu mengatakan hal berikut :“... jadi

Melia, seperti yang dikatakan di Kitab Suci, teruslah berjuang, jangan putus

asa, jangan malas, rajin terus”. Jadi teknik komunikasi konseling yang

dilaksanakan si konselor dalam kasus ini bersifat tanpa paksaan melainkan ada dorongan, dan sugesti (berupa nasehat dan kata-kata bijak).

Mengenai bagaimana sikap suster itu (konselor) bila Melia bisa mengatasi masalah yang dihadapinya serta bila ada perubahan sikap yang diharapkan, maka dia mengatakan bahwa suster itu akan senang dan memberikan hadiah (reward) berupa kalung rosario, baju-baju gereja dan baju-baju tidur.

Melia mengatakan kalau ia sangat suka untuk berkonseling dan merasakan mendapat banyak manfaat dari layanan ini. Menurutnya, banyak sikapnya yang berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya dimana sewaktu dia pertama kali datang di panti asuhan ini ia merasa sangat sulit bergaul, takut dan minder.

Gadis yang cukup periang ini, sekarang merasa sudah mandiri dan percaya diri untuk berekspresi/mengaktualisasikan dirinya. Terbukti dari beberapa prestasi yang berhasil ia dapatkan baik di dalam maupun di luar kelas, antara lain :

- sejak tingkat SD hingga SLTP dia selalu mendapat rangking 1, 2, atau 3. - beberapa kali mengikuti pelombaan menyanyi. Salah satunya adalah pada

perlombaan menyanyi antar SLB/A tingkat SLTPLB sekota madya Medan dalam rangka memeriahkan perayaan 17 Agustus, dimana ia berhasil mendapat juara 2.

- juga ikut tergabung dalam sebuah paduan suara Karya Murni dan setiap tahunnya diundang untuk memeriahkan perayaan Natal di USU.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan komunikasi layanan konseling individual antara konselor yakni Suster Flaviana dengan Melia memiliki peran yang sangat besar dalam proses membentuk konsep diri Melia.

IV.2 Informan II IV.2.1 Identitas Informan

1. Nama : Mikael Brikjon Purba 2. Nama panggilan : Jon

3. Umur : 16 tahun 4. Jenis kelamin : Laki-laki

5. Anak ke : 8 dari 9 bersaudara 6. Agama : Katholik

7. Suku bangsa : Simalungun

8. Tingkatan kelas : Kelas 2 SLTP SLB/A Karya Murni 9. Penyebab cacat netra : Sakit campak umur 3 tahun

10. Jenis cacat netra : Total blind (buta total) 11. Usia dan tahun masuk : 9 tahun, tahun 1999

panti asuhan Karya Murni

12. Asal daerah : Seribu Dolok, Tiga Runggu, Simalungun 13. Pekerjaan ayah : Petani

14. Pekerjaan ibu : Petani 15. Pendidikan ayah : SMP 16. Pendidikan ibu : SMA

17. Hobi : Bermusik (main organ), olah raga 18. Cita-cita : Pemusik

IV.2.2 Interpretasi Data

Jon adalah anak ke 8 dari 9 bersaudara dari sebuah keluarga petani yang sangat sederhana. Pada waktu itu ia terkena penyakit campak. Karena orang tuanya tidak memiliki uang untuk berobat, maka penyakit itu kemudian menyerang kedua matanya. Di keluarganya hanya dia yang cacat netra.

Awalnya Jon masih bisa melihat walaupun dengan jarak yang sangat dekat dan samar-samar. Waktu itu ia menderita cacat netra ringan. Jenis kecacatannya adalah partially sighted (low vision/kurang lihat). Hingga akhirnya sesuatu yang buruk terjadi. Suatu hari dia demam tinggi. Orang tuanya hanya memberikan obat-obatan sekedarnya untuk menurunkan demamnya. Ternyata cara itu tidak manjur. Akhirnya kedua mata Jon buta total. Waktu itu ia masih berumur 3 tahun. Walaupun begitu, Jon mengaku tidak pernah menyalahkan orang tuanya, sebab dia mengerti bagaimana kondisi keluarganya saat itu.

Melalui seorang temannya yang sudah terlebih dahulu tinggal di panti asuhan Karya Murni, akhirnya Jon mau juga diajak untuk bersama-sama tinggal di panti ini untuk diasuh dan diberdayakan. Pada tahun 1999, Jon masuk panti asuhan dan waktu itu ia berumur 9 tahun.

Pada awal berada di panti, dia mendapatkan banyak kesulitan yang datang dari dalam dirinya sendiri. Hampir selama 6 bulan dia tidak mau belajar dan merasa minder sebab dia pikir di panti ini dihuni oleh anak-anak awas. Hal itu terjadi karena anak-anak di panti ini sangat lincah dan aktif bergerak ke sana kemari, tidak seperti dirinya yang masih butuh bantuan orang lain.

Di sekolah, Jon termasuk siswa yang berprestasi. Dia hampir selalu mendapat rangking 1 dari tingkat SD hingga SLTP sekarang. Mata pelajaran yang

disukainya adalah antara lain; kesenian (seni musik), bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Dia memiliki bakat di bidang musik, dimana ia mahir bermain organ. Maka tak heran kalau dia, termasuk dari beberapa temannya yang selalu diunjuk untuk memainkan organ mengiringi teman-temannya bernyanyi di panggung aula panti bila ada acara di tempat itu. Selain itu, ia juga sering ditugaskan oleh suster kepala panti untuk mengajarkan adik-adik kelasnya belajar memainkan organ disetiap sore. Jadi, bisa dikatakan hal ini unik, sebab anak tunanetra mengajari anak tunanetra juga. Cita-citanya adalah ingin menjadi seorang pemusik.

Setelah menjalani kehidupannya di panti dan bersekolah di SLB/A Karya Murni, akhirnya perilaku Jon sedikit demi sedikit berubah. Hal itu semakin diperkuat dengan hadirnya program layanan konseling individual di panti. Menurutnya, berkonseling memiliki banyak manfaat yang berguna untuk kemajuan kepribadiannya yakni membantunya untuk berpikir lebih baik dan dapat mengenal diri apa adanya sesuai dengan kecacatan yang disandangnya.

IV.2.3 Analisis Variabel Komunikasi Layanan Konseling Individual a. Keikutsertaan dalam berkonseling

Temuan data dari hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa Jon kurang memiliki minat untuk melibatkan diri berkonseling. Memang pada awalnya si konselor, yang waktu itu adalah Suster Flaviana, yang pertama sekali proaktif mendatanginya. Selanjutnya Jon yang datang kepada suster itu, tetapi tidak sering, hanya kadang-kadang saja kalau perlu. Hal ini dikarenakan ia merasa malas untuk menjumpai si konselor. Memang diakuinya kalau dia adalah pribadi yang pendiam (agak sedikit tertutup), dan suka menyendiri. Bila ada suatu masalah, ia lebih suka

memendamnya sendiri. Jon juga mengatakan kalau ia tidak memiliki jadwal khusus untuk berkonseling.

b. Suasana sewaktu berkonseling

Suasana yang dirasakan Jon ketika berkonseling dengan konselor dalam berkomunikasi adalah bersifat kekeluargaan, rileks, ada keterbukaan serta nyaman. Menurutnya, hal seperti di atas terjadi karena suster itu ramah. Mengenai hal ini Jon berkata : “.... suster itu memang ramah kak, aku nyaman bercerita

kepadanya, tapi aku saja yang malas untuk berkonseling, entah kenapa ....”.

c. Cara penyampaian pesan

Selama proses konseling antara Jon dan konselor, komunikasi yang terjadi adalah komunikasi lisan yang menggunakan bahasa verbal (ucapan/kata-kata) yang berupa sugesti dalam bentuk nasehat-nasehat untuk mendorongnya tetap maju. Tidak ada unsur perintah atau keharusan.

Mengenai teknik komunikasi yang dilakukan suster dalam konseling, Jon menuturkan sebagai berikut : “.... biasanya suster itu menanyakan dulu

bagaimana pengalamanku selama di Karya Murni, baru kemudian masuklah

ke pokok pembicaraan.”

d. Umpan balik

Jon mengatakan kalau dia merasakan hubungan yang akrab dengan konselor itu. Menurutnya, si konselor tulus mendengarkan permasalahannya dan meresponinya.

e. Pemahaman akan pesan

Jon paham akan apa yang disampaikan konselornya. Tidak ada ditemukan kesulitan yang berarti. Selanjutnya giliran dia yang harus mempraktekkan nasehat-nasehat dan bantuan-bantuan apa yang telah ditawarkan si konselor. Masalah yang sering dibicarakan Jon (sebagai klien tunanetra) dengan konselornya adalah :

- masalah tentang masa depan

- masalah bagaimana caranya untuk mengembangkan bakat - masalah tentang kepribadian

Adapun bentuk solusi yang diberikan konselor kepada Jon dalam mengurangi rasa kekhawatirannya terhadap masalah-masalah tersebut di atas adalah berupa nasehat-nasehat bijak atau motivasi.

Ada 4 nasehat yang sangat diingat Jon dari suster itu yakni : a) selalu memotivasi dirimu sendiri,

b) bertanya pada orang di atasmu, c) kenali dirimu dan,

d) belajar sendiri walaupun tidak ada orang yang mengajarimu.

IV.2.4 Analisis Variabel Pembentukan Konsep Diri a. Terbuka pada pengalaman

Jon mengatakan kalau dia ingin menjadi pemusik. Ia berusaha untuk bersikap optimis setiap saat. Dia juga mengatakan kalau rasa cemas akan masalahnya berkurang setelah berkonseling.

b. Tidak bersikap defensif

Jon mengakui kalau hingga saat ini ia masih sedikit tertutup. Menurutnya kepribadiannya adalah pendiam, suka menyendiri dan sering memecahkan setiap masalahnya dengan caranya sendiri. Ia juga sudah tidak menyalahkan siapapun atas kecacatannya, termasuk kedua orang tuanya.

c. Kesadaran yang cermat

Menurut Jon, ia sudah dapat menerima diri apa adanya. Mengenai rasa percaya diri, ia merasa sudah tidak rendah diri lagi seperti sewaktu pertama kali datang ke panti ini.

d. Penghargaan diri tanpa syarat

Sebenarnya Jon adalah seorang siswa yang memiliki segudang prestasi baik di dalam maupun di luar kelas, hanya saja karena ia pendiam sehingga ia tidak terlalu menonjol. Menurutnya, dengan adanya konseling ini dia tidak malu-malu untuk terus mengasah bakatnya. Seperti yang dikatakannya : “.... aku senang

berkonseling kak, ku rasa ada lah manfaatnya. Kalau dari dalam diriku sendiri,

aku bisa berpikir lebih baik dan mengenal diriku apa adanya ....”.

Selain itu, ia juga bercita-cita untuk terus berprestasi dalam musik hingga ingin melanjutkan pendidikannya hingga di bangku kuliah dan tentunya mengambil jurusan seni musik (kesenian).

e. Menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain

Jon mengakui ia merasa biasa saja terhadap semua penghuni panti, tidak ada sesuatu yang istimewa. Tetapi dia merasa memiliki satu sama lain.

IV.2.5 Analisis Data (Matriks)

Untuk memudahkan analisis temuan-temuan data diatas dapat dirangkum dalam tabel (matriks) berikut:

Tabel 5

Rangkuman Temuan Penelitian Informan II Variabel Komunikasi Layanan

Konseling Individual dengan Konselor

Analisis

a. Keikutsertaan dalam berkonseling Kadang-kadang saja bila perlu. Menunjukkan bahwa klien kurang memiliki minat untuk berkonseling. Penyebabnya adalah ada rasa malas dari diri klien untuk menjumpai konselor. b. Suasana sewaktu berkonseling Kekeluargaan, rileks serta ada keterbukaan. c. Cara penyampaian pesan Dengan komunikasi lisan (pesan verbal) yakni

sugesti berupa nasehat yang memotivasi.

d. Umpan balik Ada hubungan/interaksi yang akrab dengan konselor.

e. Pemahaman akan pesan Paham akan pesan yang disampaikan. Variabel Pembentukan Konsep Diri Analisis

a. Terbuka pada pengalaman Rasa cemas akan masalah sudah semakin berkurang dan ada rasa optimis akan masa depan.

b. Tidak bersikap defensif Masih bersikap sedikit defensif (tertutup).

c. Kesadaran yang cermat Memiliki rasa percaya diri akan bakat bermusik yang dimilikinya.

d. Penghargaan diri tanpa syarat Memiliki prestasi di dalam maupun di luar kelas. e. Menjalin hubungan yang harmonis

dengan orang lain

Merasa biasa saja terhadap semua penghuni panti asuhan, namun ada rasa memiliki.

IV.2.6 Kesimpulan Temuan Data Informan II

Jon adalah seorang siswa kelas 2 SLTPLB yang pendiam, suka menyendiri dan lebih sering memendam masalahnya sendiri. Dalam proses komunikasi layanan konseling individual antara Jon dengan Suster Plafiana sebagai konselor, terdapat suasana yang akrab dan kekeluargaan, sehingga si klien tidak malu-malu untuk menceritakan permasalahannya. Menurutnya, suster itu baik dan berempati padanya. Mengenai hal ini dia menuturkan : “ .... suster

itu tidak memerintahku dan aku terus dipantaunya. Kami dibiarkan untuk

menjalankan kehidupan kami seperti biasa baik di sekolah maupun di panti.

Dan bila ada masalah kami boleh kapan saja menjumpainya“.

Selanjutnya Jon juga berkata : “ .... tapi kak yang jadi masalah ada dari

dalam diriku sendiri. aku merasa malas setiap kali mau menjumpai suster itu

untuk berkonseling, entah kenapa”.

Nasehat dari suster itu yang masih diingat Jon hingga saat ini adalah sebagai berikut :

a) selalu memotivasi dirimu sendiri;

b) bertanya pada orang di atasmu;

c) kenali dirimu, dan;

d) belajar sendiri walaupun tidak ada orang yang mengajarimu.

Motivasi itu menjadi semangat bagi Jon untuk membuatnya lebih tekun lagi untuk mengasah bakatnya di bidang musik dan tentunya membantunya untuk berpikir lebih baik lagi tentang diri sendiri dan masa depan. Karena di dalam wawancara mendalam, Jon dengan jelas mengatakan kalau dia akan selalu berusaha bersikap optimis akan masa depannya.

Dia juga mengakui kalau dalam poin ketiga, yakni dalam mengenal dirinya sendiri masih sulit ia laksanakan dengan baik. Sebenarnya Jon adalah murid yang berprestasi di dalam maupun di luar kelas, tetapi karena kepribadiannya yang memang sedikit tertutup, sehingga ia tidak begitu menonjol dari kebanyakan teman-temannya yang juga memiliki prestasi .

Jon mengatakan kalau ia sebenarnya senang untuk berkonseling dan merasakan mendapat banyak manfaat dari layanan ini. Menurutnya, banyak sikapnya yang berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya dimana sewaktu dia pertama kali datang di panti asuhan ini ia merasa sangat sulit bergaul, takut, minder sampai tidak mau belajar selama hampir 6 bulan. Sekarang ia merasa sudah mandiri dan percaya diri untuk berekspresi/mengaktualisasikan dirinya. Terbukti dari beberapa prestasi yang berhasil ia dapatkan baik di dalam maupun di luar kelas, antara lain :

- sejak tingkat SD hingga SLTP dia hampir selalu mendapat rangking 1 di kelas.

- di bulan September tahun 2007 lalu, mendapat juara 1 lomba main piano dalam rangka peningkatan mutu anak cacat berprestasi.

- juara 3 lomba main keyboard anak-anak cacat dari 33 propinsi se-Indonesia yang diadakan di Jawa Barat.

- juga ikut tergabung dalam sebuah paduan suara Karya Murni dan setiap tahunnya diundang untuk memeriahkan perayaan Natal di USU.

Ada satu hal yang boleh dibanggakan ketika dalam wawancara mendalam Jon mengatakan kalau ia berusaha untuk bersikap optimis. Katanya : “ .... aku

ingin terus melanjutkan pendidikanku sampai ke bangku kuliah. Aku ingin

menjadi pemusik, makanya nanti akan mengambil jurusan seni musik

(kesenian)”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan komunikasi layanan konseling individual antara konselor yakni Suster Flaviana dengan Jon memiliki peran yang sangat besar dalam proses membentuk konsep diri Jon.

IV.3 Informan III IV.3.1 Identitas Informan

1. Nama : Christoforus Usman Zebua 2. Nama panggilan : Usman

3. Umur : 14 tahun 4. Jenis kelamin : Laki-laki

5. Anak ke : 1 dari 4 bersaudara 6. Agama : Katholik

7. Suku bangsa : Nias

8. Tingkatan kelas : Kelas 1 SLTP SLB/A Karya Murni 9. Penyebab cacat netra : Bawaan (sejak lahir)

10. Jenis cacat netra : Total blind (buta total) 11. Usia dan tahun masuk : 3 tahun, tahun 1998

panti asuhan Karya Murni

12. Asal daerah : Desa Oladane, Kecamatan Amandraya, Nias 13. Pekerjaan ayah : Petani

14. Pekerjaan ibu : Petani 15. Pendidikan ayah : SD 16. Pendidikan ibu : SD

17. Hobi : Olah raga (main bola) 18. Cita-cita : Pemusik

IV.3.2 Interpretasi Data

Usman, si sulung dari 4 bersaudara, menjadi tunanetra semenjak lahir. Jenis cacat netra yang dideritanya adalah buta total. Di keluarganya, hanya dia yang tunanetra. Usman pertama kali mengetahui kalau dia tidak bisa melihat adalah dari familinya bukan dari orang tuanya.

Selanjutnya Usman, yang waktu itu masih berusia 3 tahun, dijemput oleh oleh seorang suster dari panti asuhan Karya Murni pada tahun 1998 melalui informasi dari seorang pastor di desa Usman. Pastor inilah yang meyakinkan kedua orang tua Usman bahwa yayasan Karya Murni adalah yayasan yang berfungsi untuk mendidik anak-anak tunanetra untuk bisa sekolah sama seperti anak awas lainnya. Akhirnya kedua orang tuanya mengijinkan dengan setulus hati.

Pertama kali tiba di panti ini, Usman tidak merasa sulit bergaul ataupun minder seperti kebanyakkan teman-temannya yang lain. Dia hanya merasa bingung layaknya orang pertama kali memasuki lingkungan yang baru.

Di panti ini, Usman harus belajar dulu huruf Braille. Selama 2 tahun mempelajarinya, maka di tahun 2000 Yusman masuk SLB/A di kelas 1 SD. Menurut teman-temannya, Usman adalah anak yang agak pemalas, baik di panti maupun di kelas. Dia juga agak pendiam dan lebih suka menyendiri daripada ikut kumpul-kumpul dengan teman-temannya yang lain. Selain itu, Usman juga tidak memiliki prestasi apapun baik di kelas maupun di luar kelas. Dia pernah mengikuti lomba tenis meja dalam seleksi daerah khusus anak-anak tunanetra se kota Medan, namun kalah. Nilai pelajaran yang paling rendah dan sulit baginya adalah matematika.

IV.3.3 Analisis Variabel Komunikasi Layanan Konseling Individual a. Keikutsertaan dalam berkonseling

Minat Usman dalam berkonseling termasuk kurang meskipun dia merasa senang untuk setiap kali berkonseling. Menurut siswa kelas 1 SLTPLB yang suka menyendiri ini, pada awal diadakan program konseling, dia disuruh/dipanggil untuk mendatangi si konselor di luar jam sekolah (waktu itu masih Suster Flaviana). Setelah itu pada jadwal-jadwal berikutnya Usman (sebagai klien tunanetra) tidak pernah lagi mendatangi suster tersebut untuk berkonseling.

Adapun masalah yang dibicarakan antara suster itu dengan Usman adalah tentang :

- kemalasan Usman baik di panti maupun di kelas, dan - tentang bagaimana memperbaiki sikap dan hidup.

Menurutnya, dulu dia memiliki sikap yang jahat seperti suka mencampakkan buku-bukunya bila sedang belajar di kelas. Sikap ini tidak terkontrol, sehingga guru pembimbingnya di kelas menyarankan kepada konselor agar dia dinasehati.

Kemudian setelah Suster Flaviana digantikan oleh Suster Mauritsia (konselor baru di panti asuhan Karya Murni sejak Mei 2008), Usman kembali disuruh untuk menjumpainya. Menurutnya karena sikap pemalasnya itu belum terlihat berkurang, makanya dia dipanggil lagi.

b. Suasana sewaktu berkonseling

Suasana yang dirasakan Usman sewaktu berkomunikasi dengan konselor adalah sangat nyaman, karena si konselor ramah dalam menyampaikan pesannya.

c. Cara penyampaian pesan

Komunikasi yang terjadi sewaktu berkonseling adalah dengan komunikasi lisan berupa memberikan nasehat-nasehat dan disertai dengan bahasa non verbal, yakni menyalam tangannya (dengan sentuhan).

Adapun teknik komunikasi suster itu adalah dengan bercerita dulu dan menanyakan si klien tunanetra (Usman) tentang bagaimana kehidupannya selama ini. Ada kalanya suster itu membujuknya supaya menceritakan masalahnya apa adanya.

d. Umpan balik

Menurut Yusman, terjadi hubungan yang akrab dan nyaman sewaktu berkonseling dengan suster itu.

e. Pemahaman akan pesan

Dia paham akan pesan yang disampaikan si konselor, karena dia merasa nyaman. Mengenai bentuk solusi ataupun nasehat yang diberikan si konselor dalam mengatasi kemalasan Usman ini adalah seperti yang ia tuturkan dalam wawancara mendalam berikut : “ .... kalau ada dapat Pekerjaan Rumah (PR) di

sekolah entah sedikit atau banyak, waktu tidur siang itulah pergunakan

IV.3.4 Analisis Variabel Pembentukan Konsep Diri a. Terbuka pada pengalaman

Menurut Usman, dia merasa biasa-biasa saja mengenai masa depannya. Tampaknya dia tidak memiliki kecemasan akan masa depannya. Semua dilalui dengan apa adanya. Tampaknya tidak ada keoptimisan akan masa depan di diri Usaman.

b. Tidak bersikap defensif

Usman masih bersikap sedikit tertutup. c. Kesadaran yang cermat

Dalam wawancara mendalam, Usman dengan jelas mengatakan kalau dia adalah seorang yang pemalas. Tetapi dia memiliki harapan untuk berusaha mengubah sikap jeleknya itu. Tampaknya dia belum menyadari sepenuhnya akan kelebihan dan bakat yang dimilikinya.

d. Penghargaan diri tanpa syarat

Di dalam kelas Usman tidak memiliki prestasi yang membanggakan. Ketika ditanya tentang peringkat kelas, dia berkata : “ .... biasa-biasa saja, kak”.

e. Menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain

Dari temuan data melalui wawancara mendalam, Usman mengatakan kalau dia merasa senang dengan teman-temannya, namun merasa biasa-biasa saja dengan karyawan panti, guru pembimbing, konselor serta suster pengasuh. Walaupun begitu, dia mengakui dapat bergaul dengan baik kepada mereka.

IV.3.5 Analisis Data (Matriks)

Untuk memudahkan analisis temuan-temuan data diatas dapat dirangkum dalam tabel (matriks) berikut:

Tabel 6

Rangkuman Temuan Penelitian Informan III Variabel Komunikasi Layanan

Konseling Individual dengan Konselor

Analisis

a. Keikutsertaan dalam berkonseling Kurang berminat untuk berkonseling walaupun merasa mendapatkan manfaat dari berkonseling. b. Suasana sewaktu berkonseling Sangat nyaman.

c. Cara penyampaian pesan Dengan komunikasi lisan (pesan verbal) yakni berupa nasehat dan bujukan serta bahasa tubuh (dengan menyalam tangan klien).

c. Umpan balik Ada hubungan timbal balik.

d. Pemahaman akan pesan Paham akan pesan yang disampaikan. Variabel Pembentukan Konsep Diri Analisis

a. Terbuka pada pengalaman Tidak memiliki kecemasan akan masa depan

Dokumen terkait