• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ANTI DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

B. Ketentuan Antidumping Menurut GATT dan WTO

Secara struktur General Agreement on Tariffs and Trade selanjutnya disingkat GATT diciptakan sebagai suatu perjanjian multilateral dan bukan suatu organisasi. WTO barulah sebagai organisasi terbentuk dengan nama World Trade

organization (WTO) yang merupakan hasil dari Uruguay Round. GATT bertujuan

menunjang perdagangan semakin terbuka dengan berkurangnya hambatan dalam bentuk tariff dan non tariff 44dan sekaligus menyebabkan negara pesertanya berkewajiban untuk membatasi diri dalam melangkah, kegiatan dan kebijaksaan yang dapat menghambat perdagangan internasional.45

44

H. S Kartadjoemana, GATT dan WTO, Sistem Forum dan Lembaga Internsional di

Bidang Perdagangan, (Jakarta : UI-Press, 1996), hal 77.

45

Aturan GATT mengandung prinsip persaingan yang adil, dengan semakin banyaknya subsidi yang merugikan sektor domestik maka GATT membuat peraturan main yang berlaku bagi negara-negara peserta GATT untuk memberantas kondisi persaingan tidak sehat dalam perdagangan internasional.

Ketentuan anti dumping telah tercantum sejak disepakatinya GATT pada tahun 1947. Lembaga anti dumping sendiri diatur dalam Pasal VI GATT yang merekomendasikan kepada setiap anggotanya untuk mengimplementasikan ketentuan GATT dalam system hukum nasionalnya masing-masing implementasi dari ketentuan anti dumping ini terdapat dalam Agreement on Implementation of

Article VI of GATT 1994 yang dihasilkan melalui Uruguay Round dan dikenal

dengan nama Antidumping Code 1994 dimana ketentuannya adalah sebagai berikut :

“the contracting parties recognize that dumping, by which products of one country are introduced into one commerce of another country at less than the normal vakue of the product is to be condemned if it causes or theretens material injury to an established industry in the territory of a contracting party or materially retards the establishment of a domestic industry ”

Maksud pasal ini adalah bahwa negara pengimpor dapat melakukan tindakan perlawanan berupa pengenaan Bea Masuk Anti Dumping untuk mengurangi kerugian yang diderita oleh industri dalam negeri akibat dari barang dumping, dengan syarat telah terjadi kerugian yang disebabkan adanya barang dumping tersebut (causal link). Mengenai aturan pelaksanaan bagi negara-negara anggota GATT diperjelas dalam Agreement of Implementation of Article VI of

GATT 1994 atau yang disebut dengan Antidumping Code 1994. Anti Dumping

pengenaan Bea Masuk Anti Dumping agar tidak terjadi tindakan yang over

protective dalam penggunaan instrumen anti dumping dan tidak dijadikan sebagai

alat proteksi terselubung.

Dengan adanya praktek dumping perusahaan dalam negeri akan terancam bangkrut dan akan mengakibatkan kerugian yang meluas. Untuk menghindari kerugian itu maka negara dapat melakukan pencegahan dengan menerapkan aturan anti dumping yang memungkinkan tindakan remedial (anti-dumping

duties) atas produk tersebut. Namun sering dalam perkembangannya pengaturan

anti dumping ini dimana negara dan pengusaha suatu negara untuk mengeliminir persaingan usaha sehingga melahirkan praktik usaha yang tidak fair. Atas dasar itulah kesepakatan antar negara agar penerapan anti dumping tidak semena-mena yang kemudian melahirkan kesempatan dalam GATT dan Antidumping Code tersebut.

Untuk dapat dilarangnya suatu dumping harus memenuhi unsur-unsur termuat dalam Pasal VI GATT. Walaupun rumusannya sangat sederhana namun dalam prakteknya membutuhkan suatu perlindungan dan kajian yang cukup kompleks untuk menentukan sudah terjadi atau tidaknya suatu dumping yang dilarang dan dapat dikenakan bea masuk antidumping.

Dalam Pasal VI GATT dinyatakan bahwa dumping yang dapat melahirkan tindakan antidumping haruslah46

a. Harga produk ekspor tersebut dibawah normal :

b. Tindakan tersebut : 46

Yoserwan, “Regulasi Antidumping dalam Kerangka GATT /WTO dan Implikasinya Bagi Dunia Usaha”, tanggal 25 September 2011.

1. Menyebabkan kerugian material; atau

2. Mengancam timbulnya kerugian material bagi industri domestik produk tersebut dan ;

3. Secara material menghalangi pengembangan industri dalam negeri.

Ketentuan yang menyatakan bahwa suatu produk dijual dalam perdagangan dibawah harga normal bilamana harga produk tersebut47

1. Lebih rendah dari harga pembanding produk tersebut dalam perdagangan yang normal atau umumnya ordinary course dari produk sejenis yang ditujukan untuk konsumsi di negara pengekspor.

:

2. Bila harga domestik tersebut tidak ada, maka harga tersebut harus lebih rendah dari :

a. Harga pembanding tertinggi dari produk sejenis untuk diekspor ke negara ke-tiga dalam atau perdagangan normal ; atau

b. Biaya produksi barang tersebut di negara asal ditambah dengan biaya penjualan dan keuntungan yang layak.

1. Penentuan Harga

Persoalan yang cukup pelik adalah ketentuan mengenai penerapan secara konkrit berbagai konsep dalam ketentuan tersebut. Persoalan yang pertama adalah penentuan harga ekspor dan harga normal. Secara umum harga ekspor adalah : “ex

factory price without shipping charge at which a products is sold to an unaffiliated or unrelated buyer in importing country. When a price charges for a

47

products does not reflect an arms length or freely negotiated transaction ”48

“The Price at which “like product”are sold in the exporting or producing

country for comsumption, in the ordinary course of business and at the same level of trade-in other words, comparing wholesale sale to wholesale sale, or retail to retail-as dumped product, if insufficient quantities of like products are sold in the exporting country with which comparison, then normal value is calculated on the basis of sales to third countries, on the basis of contructed value. Constructed value is calculated on the basis of what it might actually cost to produced to the product in the exporting country, plus a reasonable profit.”

yakni dimana harga pabrik tanpa dikenai biaya pengriman dari harga tersebut dijual kepada pembeli bebas di negara pengimpor. Bila harga tersebut tidak dapat dipercaya karena ada kemungkinan kerjasama atau pengaturan antara eksportir dan importir atau pihak ketiga, maka harga ekspor ditentukan berdasarkan harga yang dikonstruksikan. Dalam praktek penentuan harga itu juga mengalami berbagai penyesuaian sesuai dengan bentuk penjualan. Kedua pihak dapat saja berbeda dalam menentukan harga ekspor tersebut.

Harga normal ditentukan berdasarkan:

49

Yang pasti negara penuduh (petitioner) selalu menginginkan penilaian yang lebih rendah terhadap harga ekspor dan menaikkan perhitungan harga Dalam terjemahan bebas:

“Harga jual dari produk sejenis di negara pengekspor untuk tujuan konsumsi dalam perdagangan yang biasa atau normal dan pada tingkat perdagangan yang sama. Jika jumlah produk sejenis yang dijual di negara pengekspor tidak mencukupi untuk membuat perbandingan yang benar, maka harga normal yang dihitung berdasarkan penjualan di negara ketiga dengan dasar harga konstruksi. Harga ini dihitung dengan dasar biaya produksi produk tersebut di negara pengekspor ditambah dengan keuntungan yang wajar.”

48

Ibid, hal 3 49

normal, sedangkan pihak tertuduh tentu akan berupaya sebaliknya. Dalam penetapan harga seperti di atas juga harus dipahami konsep terkait, terutama sekali berkaitan dengan pengertian produk sejenis (like produk) dan kegiatan perdagangan yang biasa atau umum (ordinary course of trade).

2. Produk Sejenis (Like Product)

Dalam penyelidikan anti dumping, sangat penting untuk menyelidiki dan menentukan apakah barang yang diduga sebagai barang dumping sejenis dengan produk industri dalam negeri. Barang sejenis dalam article 2.6 adalah barang identik dalam semua aspeknya baik karakter fisik, teknik, susunan kimiawi maupun penggunaan. Bila tidak ada, dapat berupa barang lain yang sekalipun tidak identik dalam segala aspek, tapi mempunyai ciri-ciri yang mendekati sama dengan barang yang diselidiki. Uji like product adalah berdasarkan kriteria sebagai berikut50 a. Karakter fisik : b. Unsur kimia c. Teknologi/ Mesin d. Proses Produksi e. Tingkat Kualitas f. Fungsi / Aplikasi g. Kecenderungan Konsumen h. Segmen Pasar i. Biaya (costing) 50

Dewi Kartika, Analisis Pengenaan Ketentuan Anti Dumping dalam GATT dan Indonesia, (Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008), hal 49.

j. Harga (Pricing) k. Kelompok HS

Menurut pasal 2.6 Agreement on Implementation of Article VI of the

GATT, produk sejenis adalah produk yang identik dalam segala aspek dengan

produk yang diduga dumping. Produk sejenis itu dapat berupa: 1. Barang yang dijual di negara pengekspor ; atau

2. Barang yang diekspor ke negara ketiga ; 3. Barang yang diimpor oleh negara penuduh.

Apabila tidak terdapat produk yang sama dalam segala aspeknya maka produk sejenis adalah produk yang karakternya mendekati produk yang diduga dumping. Dalam GATT Agreement tidak menentukan maksud perdagangan yang umum. Tetapi Article 2.2 Agreement on Implementation of Article VI menentukan bahwa yang tidak termasuk perdagangan yang biasa adalah produk sejenis di dalam negeri negara pengekspor atau penjualan ke suatu negara ketiga dengan harga (Fixed and Variable) produksi per unit di tambah biaya umum, penjualan dan administrasi jika perbuatan dilakukan :

a. Dalam penjualan waktu 1 tahun atau tidak kurang dari enam bulan dengan jumlah yang substansial harga penjualan rata-rata tertimbangg lebih rendah dari biaya per-unit tertimbang atau volume penjualan yang di bawah biaya produksi per unit itu kurang dari 20 % dari total volume penjualan yang dihitung untuk penentuan normal value; dan

b. Harga-harga penjualan di bawah biaya biaya produksi per unit tersebut tidak dapat menutupi semua biaya dalam waktu yang wajar. Tetapi jika

harga-harga penjualan di bawah biaya produksi per-unit tersebut di atas biaya per unit rata-rata tertimbang selama periode diselidiki maka harga- harga tersebut tentunya dapat mengganti biaya-biaya yang dikeluarkan syarat a dan b di atas bersifat kumulatif sehingga untuk mengabaikan perjualan-penjualan di bawah biaya rata-rata perunit tersebut harus memenuhi kedua syarat itu.

3. Ketentuan Barang Dumping

Berdasarkan Article 2.1 Agreement on Implementation of Article VI barang dumping adalah barang yang dijual di pasar luar negeri dengan harga ekspor lebih kecil dari harga domestiknya. Syarat-syarat barang dikatakan barang dumping antara lain adalah:

a. Harga domestik pada level ex-pabrik (nilai normal)

b. Harga domestik yang wajar (harga pada kondisi perdagangan yang wajar (in ordinary course of trade))

c. Barang tersebut diimpor untuk tujuan konsumsi

d. Barang tersebut sejenis dengan produk sejenisnya yang dijual di pasar domestik.

4. Penentuan Kerugian

Dalam pasal VI GATT kerugian akibat dumping mencakup pengertian51

a. Material injury yakni kerugian yang dialami oleh industri domestik

yang memproduksi barang sejenis. Kerugian dihitung dalam periode waktu yang diselidiki (investigation period).

:

51

b. Threat to material injury yakni ancaman akan menimbulkan kerugian

meteril bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis. Dengan demikian kerugian belum terlihat dalam periode waktu yang diselidiki tetapi ada gejala akan melahirkan kerugian.

c. Materally retards yakni mengganggu pengembangan industri dalam

negeri yang menghasilkan produk sejenis. Untuk menentukan kerugian yang diderita harus mengkaji faktor-faktor terkait yakni :

1. Volume impor produk dumping;

2. Pengaruh impor terhadap harga produk sejenis di pasar negara pengimpor ;

3. Pengaruh terhadap produsen produk sejenis.

Volume impor ditentukan berdasarkan apakah volume impor secara absolut (per unit) atau secara relatif (persentase) meningkat cukup signifikan terhadap produksi atau konsumsi produk sejenis tersebut. Pengaruh terhadap harga di negara pengimpor dipertimbangkan dari apakah harga impor lebih rendah atau telah menyebabkan terjadinya pemotongan harga yang cukup siginifikan bagi barang sejenis atau apakah impor tersebut cukup berarti dalam menurunkan harga atau menekan atau mencegah kenaikan harga barang sejenis di negara pengimpor.

Pengujian dampak impor terhadap industri domestik ditentukan berdasarkan52

52

Ibid, hal 30 :

a. Apakah terjadi penurunan indeks dan faktor ekonomi yang relevan pada industri dalam negeri di negara pengimpor seperti penurunan penjualan, laba, output, produktifitas dan yang lainnya.

b. Faktor yang mempengaruhi harga dalam negeri. c. Besarnya marjin dumping

d. Pengaruh negatif yang nyata atau potensial pada cash flow, inventori, tenaga kerja, gaji, pertumbuhan kemampuan peningkatan modal dan investasi.

Berdasarkan Article 3.1 dan Article 3.4 Penentuan kerugian harus berdasarkan pada bukti dan pengujian atas:

1. Kausalitas, yaitu:

a. Efek volume barang dumping terhadap volume sejenis di pasar dalam negeri

b. Efek harga barang dumping terhadap harga barang sejenis di dalam negeri

2. Kerugian industri dalam negeri (impact barang dumping terhadap industri dalam negeri). Pengujian adanya karugian industri dalam negeri, meliputi faktor-faktor berikut53

a. Penurunan penjualan dalam negeri :

b. Penurunan keuntungan c. Penurunan output (produksi) d. Penurunan market share

53

e. Penurunan produktivitas

f. Penurunan utilisai kapasitas produksi g. Gangguan terhadap Return On Investment h. Gangguan terhadap harga dalam negeri

i. The magnitute of dumping margin

j. Perkembangan cash flow yang negatif

k. Inventory meningkat

l. Pengurangan tenaga kerja /penurunan gaji, PHK m. Gangguan terhadap pertumbuhan perusahaan n. Gangguan terhadap Investasi

o. Gangguan terhadap kemampuan meningkatkan modal 5. Hubungan Sebab Akibat

Harga dan dampak saja belum melahirkan dumping yang dilarang dalam kerangka WTO/GATT. Untuk itu harus dibuktikan adanya pengaruh dumping tersebut terhadap kerugian industri dalam negeri. Untuk itu harus dibuktikan adanya hubungan sebab akibat berdasarkan bukti yang relevan. Dengan kata lain apakah kerugian tersebut tidak disebabkan oleh faktor lain seperti kecenderungan ekonomi atau kondisi ekonomi di negara yang bersangkutan. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah54

a. Volume dan harga barang impor yang tidak dijual dengan harga dumping :

b. Faktor pengekang perdagangan dan persaingan antara produsen dalam negeri dan asing

54

c. Pengembangan teknologi

d. Kinerja ekspor dan produktivitas industri

Yang perlu dicermati oleh eksportir adalah penerapan indikator merugikan industri dalam negeri oleh aturan antidumping yang cenderung proteksionis. Hal itu terjadi bilamana sebenarnya hubungan secara langsung dan penggunaan bukti yang tidak tepat.

6. Industri Dalam Negeri

Pengertian industri dalam negeri berdasarkan Article 4 adalah produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis atau kelompok produsen yang secara kolektif memproduksi sebagian besar dari produksi dalam negeri.

a. Produksi pemohon atau pendukung permohonan penyelidikan paling kecil sebesar 25 % dari total produksi industri dalam negeri barang sejenis, dan; b. Secara kolektif jumlah produksi pendukung permohonan adalah sebesar

50% lebih dari total produksi pendukung ditambah dengan yang menolak. Dapat dikecualikan sebagai Industri Dalam Negeri adalah apabila 55

1. Industri Dalam Negeri mempunyai hubungan keterkaitan dengan eksportir atau produsen yang dituduh, dan atau dengan importir barang yang dituduh dumping ataupun mereka dikendalikan oleh pihak ketiga, maka akan diperlakukan berbeda dengan produsen yang tidak mempunyai hubungan istimewa (Unrelated Parties).

:

2. Industri Dalam Negeri melakukan impor barang yang dituduh dumping pada Investigation Period.

55