• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tidak seorangpun dapat digusur

KETENTUAN DALAM PENGGUSURAN

Pihak yang akan digusur harus menerima surat peringatan setidaknya 14 hari sebelum pemeriksaan dimulai. Surat peringatan tersebut harus dit- erakan dalam bahasa yang dipahami calon pihak tergusur dan memuat alas an dari dilakukannya penggusuran serta memuat pernyataan ten- tang hak calon pihak tergusur untuk mendapatkan bantuan hukum Sebelum menjatuhkan keputusan, hakim harus mempertimbangkan secara saksama hak dan kebutuhan dari penghuni illegal yang termasuk ke dalam kelompok rentan seperti orangtua, anak-anak, kepala rumah tangga perempuan, dan orang cacat

Apabila penghuni ilegal telah bermukim selama lebih dari 6 bulan, ha- kim haruslah memastikan bahwa pemilik tanah atau pemerintah telah menyediakan tempat alternative untuk ditinggali setelah penggusuran. Tempat alternatif tersebut haruslah tidak mengganggu kehidupan pen- ghuni yang digusur secara berlebihan.

Dengan demikian, sama dengan UU PKK yang memberikan per- lindungan keamanan bermukim bagi penduduk yang tinggal di atas are a pertanian, UU PPI juga memberikan perlindungan serupa bagi penduduk yang tinggal di atas tanah jenis apapun secara ilegal. Penga- dilan biasanya tidak jadi membatalkan penggusuran apabila ternyata tidak terdapat rencana akomodasi alternatif yang layak. Pihak yang di- gusur mempunyai hak untuk memprotes apabila tempat tinggal alter- natif tersebut terlalu jauh dari tempat tinggalnya semula.

Saat ini di Afrika Selatan terdapat perdebatan terkait dengan apakah perkampungan transit (yang disebut juga dengan area relokasi sementara, area penuangan, amatins, dan pondok pemerintah) dapat dikategorikan sebagai tempat tinggal alternatif yang layak. Beberapa hakim menganggapnya sebagai hal yang layak, namun hal ini ditentang oleh berbagai organisasi rakyat miskin dan para pakar hak perumahan. Demikian juga apabila pemilik tanah, baik itu pemerintah atau- pun pihak swasta, berusaha melakukan penggusuran tanpa perin- tah pengadilan maka pihak yang dirugikan dapat memohon kepada pengadilan untuk mencegah dilakukannya penggusuran. Sementara apabila rumah penghuni ilegal dihancurkan tanpa didahului perintah pengadilan, pihak yang dirugikan dapat meminta pengacaranya untuk memohon pengadilan agar memerintahkan pihak yang menghancur- kan melakukan pembangunan kembali, atau mengajukan gugatan kriminal kepada pihak penghancur.

UU ketiga adalah UU Rumah Sewa. UU ini berlaku bagi mereka yang menyewa flat atau rumah dari pihak pemilik tanah, tanpa peduli apakah kesepakatan sewa-menyewa tersebut dikukuhkan secara ter- tulis atau verbal. Sama dengan dua UU sebelumnya, para penyewa ini tidak dapat digusur tanpa melalui perintah pengadilan.

Penggusuran hanya dapat dilakukan apabila: a) masa perjanjian sewa telah berakhir; b) penyewa tidak membayar biaya sewa; c) pe- nyewa menjadi gangguan bagi lingkungan sekitar; d) penyewa secara sengaja merusak rumah atau flat yang disewanya; dan e) penyewa me- langgar syarat dan ketentuan yang berlaku di dalam kontrak sewa.

Untuk mengantisipasi kelalaian penyewa, maka sebelum masa berlaku sewa berakhir, penyewa harus diberikan surat peringatan men- genai segera berakhirnya masa sewa. Bagi penyewa yang melakukan perjanjian dengan kontrak, periode pemberian surat peringatan dican- tumkan dalam kontrak. Sedangkan bagi yang melakukan perjanjian secara verbal, surat peringatan diberikan sesuai dengan interval pem- bayaran sewa. Jadi misalnya jika pembayaran sewa dilakukan sebulan sekali, maka surat peringatan diberikan setidaknya sebulan sebelum masa sewa berakhir.

Meskipun sekilas terlihat tidak memberikan jaminan keamanan bermukim yang memadai apabila dibandingkan dengan dua UU se- belumnya, sesungguhnya UU Rumah Sewa juga memuat beberapa ketentuan yang mencegah penggusuran dilakukan secara sewenang- wenang atau tanpa pandan bulu. Terdapat beberapa klausul yang memberikan keuntungan bagi penyewa seperti: pemilik tanah tidak boleh melarang penyewa untuk masuk ke dalam rumah atau flat yang disewanya; pemilik tanah dilarang menyita properti penyewa untuk menutupi biaya sewa yang belum dibayar, kecuali atas perintah peng- adilan; apabila penyewa menderita penggusuran yang tidak adil, dia dapat mengajukan protes kepada Pengadilan Perumahan Sewa atau datang ke pengadilan untuk meminta bantuan; apabila penyewa me- nolak untuk digusur dan bersikeras untuk tetap tinggal di rumah atau flat, pemilik tanah tidak dapat memaksa penyewa untuk keluar. Penye- lesaian harus diproses melalui pengadilan melalui penerbitan surat pe­

rintah penggusuran; pengadilan akan berpihak kepada penyewa dalam kasus ketika penyewa telah membayar sewanya secara tepat waktu dan rutin namun disangkal oleh pemilik tanah.

Dalam kasus ketika pemilik tanah tidak melakukan perawatan yang baik atas rumah atau flat sehingga penyewa melakukan perawatan secara mandiri, penyewa juga mempunyai hak untuk mengintegrasi- kan biaya perawatan tersebut sebagai bagian dari pembayaran sewa sehingga biaya sewa menjadi lebih murah. Terakhir, UU Rumah Sewa juga memberikan hak kepada penyewa untuk bergabung ke dalam or- ganisasi komunitas atau gerakan sosial yang dapat melindungi dan me- majukan kepentingan para penyewa. Pemilik tanah tidak berhak untuk melakukan diskriminasi kepada penyewa hanya atas dasar karena dia bergabung ke dalam organisasi atau gerakan tersebut.

Hukum anti-penggusuran merupakan instrumen keamanan kepemilikan dalam tataran yang sangat umum. Meski demikian, dalam beberapa kasus dan kondisi, instrumen semacam ini juga terbukti ber- guna bagi MBR dan warga miskin kota yang seringkali menjadi korban penggusuran sewenang-wenang. Selain Afrika Selatan, beberapa nega- ra lain juga mempunyai hukum yang serupa, misalnya India, Brasil, dan Filipina.

Kekurangan utama dari instrumen ini adalah seringkali agar manfaatnya benar-benar dapat dirasakan secara efektif, dibutuhkan prasyarat teknis yang justru seringkali diabaikan, yakni murahnya bi- aya untuk melakukan klaim dan gugatan di pengadilan. Tanpa adanya biaya murah tersebut, MBR dan warga miskin kota yang hak keamanan bermukimnya tercerabut akan enggan untuk menuntut dikembalikan- nya hak mereka. Mereka lebih memilih untuk pasrah digusur daripada terlibat dalam prosedur peradilan yang mahal dan tak dipahaminya. Kerumitan lain terkait dengan isu relokasi. Kebanyakan hukum anti- penggusuran yang berlaku di beberapa negara mensyaratkan diberi- kannya tanah relokasi bagi para korban penggusuran. Ini membutuh- kan kapasitas finansial, manajemen yang tertata, dan kesesuaian tata ruang. Hal-hal tersebut seringkali sulit untuk diusahakan oleh pemer- intah.

Untuk mengantisipasi kesulitan-kesulitan yang mungkin muncul tersebut, peran organisasi masyarakat dan gerakan sosial sangatlah be- sar. Di Afrika Selatan, terdapat banyak organisasi dan gerakan semacam itu. Salah satu yang paling terkenal karena pengaruhnya yang kuat dan rekaman keberhasilan advokasi yang tinggi adalah Western Cape Anti­ eviction Campaign.4.3

Usaha Pengalokasian Tanah Murah

Dokumen terkait