• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketentuan Sanksi Bagi Anak Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

PUTUSAN HAKIM DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA

A. Pengaturan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika

2. Ketentuan Sanksi Bagi Anak Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Sebelum membahas ketentuan sanksi pidana bagi anak dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, berikut ini akan disajikan bagaimana stelsel sanksi dalam undang-undang narkotika dan sejauh mana undang-undang tersebut berlaku bagi pelaku anak. Apabila dicermati, terdapat beberapa pasal dalam undang-undang narkotika yang khusus diberlakukan bagi anak, yaitu bagi mereka yang belum cukup umur.109

Namun demikian, oleh karena undang-undang narkotika tidak secara khusus mengatur tentang stelsel sanksi bagi anak, maka akan dilihat bagaimana berlakunya stelsel sanksi dalam undang-undang narkotika tersebut terhadap anak. Meskipun, dalam undang-undang narkotika juga terdapat beberapa pasal pengecualian yang khusus diberlakukan terhadap mereka yang belum cukup umur.110

109Berdasarkan penjelasan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang dimaksud dengan “belum cukup umur” dalam ketentuan ini adalah seseorang yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.

Sehingga berlakunya stelsel sanksi dalam undang-undang narkotika terhadap anak harus diberlakukan juga undang-undang pengadilan anak sebagaimana ketentuan khusus yang diterapkan terhadap anak. Hal ini sebagai konsekuensi adanya asas Lex specialis

110Lihat Pasal 55 ayat (1), Pasal 60 ayat (2) huruf c dan Pasal 128 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

derogat legi generalis (hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis)).111

Untuk memberikan gambaran yang lebih utuh tentang bagaimana stelsel sanksi bagi anak dalam undang-undang narkotika, berikut akan dijelaskan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Berkaitan dengan tema pokok penelitian ini mengenai penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak, maka sajian terhadap ketentuan-ketentuan pidana bagi anak dalam undang-undang narkotika hanya akan difokuskan pada ketentuan-ketentuan pidana yang terkait langsung dengan tema penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur mengenai ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan narkotika dalam Pasal 127 yang menyatakan:112

(1) Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.

(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.”

111Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perundang-undangan Dan Yurisprudensi, (Bandung: Alumni, 1979), hlm.16.

112Lihat Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Berdasarkan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut diatas, maka penyalahgunaan narkotika dalam konteks penelitian ini mengandung makna bahwa penyalahgunaan narkotika yang dilakukan dengan tanpa hak dan melawan hukum yang ditujukan bagi diri sendiri.

Anak pelaku tindak pidana pengguna narkotika berdasarkan ketentuan Pasal 127 undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika jo Pasal 22 Undang Nomor 3 Tahun 1997Pengadilan Anak (telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) dapat dijatuhi pidana atau tindakan sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak yang melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dalam hal ini narkotika paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

Stelsel Sanksi dalam undang-undang narkotika diatas menggunakan double track system. Double track system merupakan sistem dua jalur mengenai sanksi dalam hukum pidana, yakni sanksi pidana di satu pihak dan jenis sanksi tindakan dipihak lain.113

113M. Sholehuddin, Op.Cit, hlm. 17

Sanksi pidana bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan, sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Jika fokus sanksi pidana tertuju pada perbuatan salah seseorang lewat pengenaan

penderitaan (agar yang bersangkutan menjadi jera), maka fokus sanksi tindakan terarah pada upaya memberikan pertolongan agar dia berubah.114

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan narkotika tersebut di dalam menerapkan ketentuan pidana juga langsung diikuti dengan kewajiban untuk memperhatikan ketentuan pasal mengenai rehabilitasi terhadap pecandu narkotika yang dimuat di dalam ketentuan Pasal 54 ayat (2).115

Pasal 4 huruf d Undang-undang Narkotika yang menyatakan “Undang-undang Narkotika bertujuan : Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika”, namun dalam Pasal 54 Undang-undang Narkotika menyebutkan “Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial” dimana berdasarkan Pasal 54 hak penyalah guna untuk mendapat rehabilitasi menjadi tidak diakui. Penyalah guna yang awalanya mendapatkan jaminan rehabilitasi, pada Pasal 127 undang-undang Narkotika, penyalahguna narkotika kemudiaan juga menjadi subyek yang dapat dipidana dan kehilangan hak rehabilitasinya, kecuali dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban narkotika.116

Pembuktiaan penyalahguna narkotika merupakan korban narkotika sebagaimana diatur dalam undang-undang narkotika, merupakan suatu hal yang sulit,

114Ibid., hlm. 32

115Dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

116https://docs.google.com:www.aidsindonesia.or.id/?file_id%3D58+kedudukan+hukum+pengg una+narkotika, diakses Kamis, 14 Juni 2012

karena harus melihat awal pengguna narkotika menggunakan narkotika dan diperlukan pembuktiaan bahwa penggunaan narkotika ketika menggunakan narkotika dalam kondisi dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.117 Dalam implementasinya Mahkamah Agung RI mengeluarkan Surat Edaran Nomor 04 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, danPecandu Narkotika kedalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Sosial yang menjadi pegangan Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dalam memutus narkotika.118

Pasal 103 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika memerintahkan untuk menjalani rehabiltasi bagi pengguna narkotika yang bunyinya:119

(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:

a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau

b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.

Berdasarkan pada Pasal 103 Undang-Undang Narkotika Mahkamah Agung RI mengeluarkan terobosan dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 tentang penetapan penyalahgunaan, korban penyalahgunaan,

117Lihat Penjelasan Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

118Op.cit.

119Lihat Pasal 103, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, dimana ditentukan klasifikasi tindak pidana sebagai berikut :120

a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan Penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan;

b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a diatas ditemukan barang bukti pemakaiaan 1 (satu) hari, dengan perincian antara lain;

1) Kelompok metamphetamine (shabu) : 1 gram 2) Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram

9) Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide : 2 gram 10) Kelompok PCP (Phencyclidine) : 3 gram

c. Surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan penyidik;

d. Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh hakim;

e. Tidak dapat terbukti yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap narkotika.

B. Perlindungan Terhadap Anak dalam Sistem Hukum Pidana 1. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).121

120http://sumedang.nu.or.id/page/id/document_detil/1/1/Paper/Kedudukan_Hukum_Pengguna_

Narkotika_dalam_UU_No__35_Tahun_2009_tentang_Narkotika.html, diakses Rabu, 27 Juni 2012

121Ketentuan pidana anak yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada Pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 47 telah dihapuskan setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pengadilan Anak. Uraian ketentuan pidana tersebut guna memberikan gambaran mengenai perlindungan bagi anak yang melakukan tindak pidana sebelum lahirnya Undang-Undang Pengadilan Anak.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjadi sumber dan pokok-pokok peraturan hukum pidana sebenarnya telah merumuskan suatu aturan khusus mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh seorang anak. Namun ketentuan-ketentuan yang ada masih sangat umum dan tidak mengatur secara tegas seperti apa hukum acaranya.122

Perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana diatur dalam buku I KUHP, yakni pada Bab II tentang : Pengecualian, pengurangan dan penambahan hukuman. Terhadap anak yang belum berusia 16 tahun (pasal 46 KUHP) yang melakukan tindak pidana pelanggaran, hakim dapat mengambil tindakan untuk tidak mengenakan sesuatu hukuman apapun bagi si anak. Dan karenanya si anak untuk pembinaan dan pendidikan dikembalikan kepada orangtuanya/walinya. Disini hakim mengembalikannya kepada orangtuanya untuk dididik sebagaimana mestinya. Hakim dalam mengambil keputusan demikian jelas terlebih dahulu harus memperhatikan kondisi sosial orang tua/ wali si anak tersebut. Apakah memungkinkan si anak mendapat pendidikan/pembinaan yang sebaik-baiknya atau tidak? atau anak itu diserahkan kepada pemerintah untuk dididik atau dibina. Artinya si anak dijadikan menjadi anak negara. Ini terjadi apabila dalam keluarga anak tersebut tidak memungkinkan lagi dibina secara baik,karena sifat si anak sendiri maupun karena kondisi orangtua/walinya.123

122https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:3CcrvCnVyZQJ:eprints.undip.ac.id, diakses, Senin 10 September 2012.

123Aminah Azis, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Medan: USU Press, 1998), hlm. 55.

Akan tetapi terhadap tindak pidana yang diatur diluar pasal-pasal yang diatur dalam pasal 45 itu (pasal 47 KUHP), maka apabila pelakunya adalah anak,maka berlaku ketentuan sebagai berikut:124

1. Hukuman maksimum dikurangi sepertiga;

2. Apabila hukuman maksimum hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup,maka maksimum hukumannya menjadi penjara 15 tahun;

3. Tidak ada hukuman tambahan,sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf B (1e) dan (3e) KUHP.

Pasal 45-47 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur mengenai bagaimana sikap yang dapat dilaksanakan oleh pengadilan dalam mengadili seorang anak yang belum genap berusia 16 tahun yang melakukan suatu tindak pidana. Akan tetapi dari pasal tersebut tidak ada ditegaskan mengenai yang dimaksud dengan kejahatan anak.125

Hal ini tidak mengherankan karena Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kita dibuat pada tahun 1915 dan diundangkan pada tahun 1918 dimana pada waktu itu terhadap kejahatan anak belum mendapat perhatian khusus sehingga terhadap seorang anak yang dalam proses peradilannya disamakan dengan orang dewasa.

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ketentuan yang mengatur mengenai kejahatan anak ini hanya diatur dalam beberapa pasal saja yaitu,antara lain Pasal 45,46,47.

124Ibid.

125Ibid.

Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), menyatakan bahwa:126

“Jika seorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum 16 tahun, hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, wali, atau pemeliharanya, dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman atau memerintahkan supaya sitersalah diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman, yakni jika perbuatan itu masuk dalam bagian kejahatan atau salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 524, 417, 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 dan perbuatan itu dilakukannya sebelum lalu 2 tahun sesudah keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran itu atau sesuatu kejahatan atau menghukum anak yang bersalah itu.”

Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), menyebutkan bahwa anak pelaku tindak pidana adalah orang yang belum berumur 16 tahun ketika dia melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran. Maka hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana tersebut dapat memerintahkan untuk dikembalikan kepada orang tua atau walinya dengan tidak dijatuhi hukuman berupa pidana, atau memerintahkan supaya anak pelaku tindak pidana diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman

Bunyi Pasal 46 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:127

1. Jika hakim memerintahkan, supaya si tersalah diserahkan kepada pemerintah, maka ia baik ditempatkan dalam rumah pendidikan negeri supaya disitu atau kemudian dengan cara lain, ia mendapat pendidikan dari pihak pemerintah, baik diserahkan kepada seseorang yang ada di Negara Indonesia atau kepada perserikatan yang mempunyai hak badan hukum (rechts persoon) yang ada dinegara Indonesia atau kepada balai derma yang ada di Negara Indonesia supaya disitu mendapat pendidikan dari mereka

126Lihat Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

127Lihat Pasal 46 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

atau kemudian dengan cara lain dari Pemerintah, dalam kedua itu selama-lamanya cukup 18 tahun.

2. Peraturan untuk menjalankan ayat pertama dari pasal ini ditetapkan dengan ordonansi.

Berdasarkan Pasal 46 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), anak yang telah melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran dimana hakim memerintahkan anak tersebut di serahkan kepada pemerintah, maka anak tersebut menjadi anak negara dimana anak tersebut tidak dijatuhi hukuman. Akan tetapi, diserahkan kepada Balai Bimbingan Kemasyarakatn dan Pengentasan anak untuk mendapat pendidikan dari negara sampai anak itu berumur 18 tahun.

Pasal 47 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), menyatakan bahwa:128

1. Jika hakim menghukum sitersalah, maka maksimum hukuman utama yang ditetapkan atas perbuatan yang dapat dihukum itu dikurangi dengan sepertiganya.

2. Jika kejahatan itu diancam dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, maka dihukum penjara selama-lamanya 15 tahun.

3. Hukuman tambahan yang tersebut dalam pasal 10 huruf b (1e) dan 3e tidak dijatuhkan.

Pasal 47 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), menyebutkan apabila anak pelaku tindak pidana yang diancam hukuman pidana maka terhadap anak tersebut ancaman hukuman tersebut dikurangi dengan sepertiganya. Apabila kejahatan yang dilakukan anak diancam dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, maka pidana yang dijatuhkan terhadap anak paling lama 15 tahun.

128Lihat Pasal 47 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Ketiga pasal tersebut antara lain ditentukan bahwa kepada hakim yang mengadili seorang anak yang belum mencapai umur 16 tahun diberikan kemungkinan mengambil salah satu dari 3 (tiga) sikap yaitu:

1. Mengembalikan si anak kepada orangtuanya

2. Menyerahkan si anak kepada lembaga pendidikan anak-anak nakal

3. Menjatuhkan hukuman dengan ketentuan hukuman yang dijatuhkan adalah hukuman pokok dikurangi dengan 1/3 nya.

Hakim akan mengembalikan si anak kepada orangtuanya atau pertimbangan,orangtua si anak tersebut masih mampu untuk mendidika anak tersebut.

Akan tetapi kalau hakim berpendapat bahwa orang tuanya dianggap tidak sanggup lagi untuk mendidik anaknya tersebut maka anak tersebut akan diserahkan kepada lembaga lembaga pendidikan anak-anak nakal kepunyaan negara untuk dididik. Di tempat ini si anak akan dididik sampai berumur 18 tahun. Ia akan diberikan pendidikan latihan pekerjaan-pekerjaan yang akan berguna apabila ia kelak kembali ke masyarakat.129

Setelah lahirnya undang-undang pengadilan anak, dalam pengaturannya terdapat ketentuan penutup pada Pasal 67 yang secara lengkap menyatakan, bahwa:130

“bahwa pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, maka Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dinyatakan tidak belaku lagi.”

129Aminah Azis, Op. Cit., hlm.58.

130Nandang Sambas, Op.Cit., hlm. 92.

Ketentuan-ketentuan mengenai pemidanaan anak dalam Pasal 45, 46, dan 47 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan sub sistem dari keseluruhan sistem pemidanaan (umum), dan keseluruhan dari sistem pemidanaan anak. Mengandung arti bahwa sistem pemidanaan terhadap anak tidak hanya diatur dalam ketiga pasal itu, melainkan diatur dalam keseluruhan sistem pemidanaan lainnya yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Kalau diperhatikan Pasal 45, 46, dan 47 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mengatur tentang kewenangan hakim dalam menjatuhkan putusan jenis-jenis sanksi yang berupa pidana dan tindakan, serta lamanya pidana untuk anak yang melakukan tindak pidana. Jadi hanya mengatur tentang “strafsoort” dan “strafmaat”, sedangkan aturan sistem pemidanaan lainnya seperti tentang cara pelaksanaan pemidanaan (“strafmodus”), percobaan, penyertaan, berbarengan, tenggang waktu kadaluarsa penuntutan, dan pelaksanaan pidana, serta prinsip-prinsip umum pemidanaan lainnya, sepanjang tidak ditentukan lain menurut undang-undang, masih tetap berlaku ketentuan umum yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, (asas lex specialis derogat lex generalis).131

Setelah ketentuan Pasal 45, 46, dan 47 dinyatakan tidak berlaku lagi, maka salah satu sub sistem pemidanaan anak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah tidak ada, dan diganti dengan aturan-aturan yang ada dalam undang-undang pengadilan anak. Dengan demikian, sistem pemidanaan anak yang semula berada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya yang

131Ibid., hlm.93

berkaitan dengan jenis-jenis sanksi pidana (stafsoort), dan lamanya pidana (starfmaat), sekarang berada diluar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Artinya aturan khusus tentang jenis pidana serta lamanya pidana di dalam undang Nomor 3 Tahun 1997 Pengadilan Anak yang telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menjadi aturan umum yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).132