• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA

2. Pertimbangan non yuridis

Di samping pertimbangan yang bersifat yuridis hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan yuridis saja tidaklah cukup untuk menentukan nilai keadilan dalam pemidanaan anak dibawah umur, tanpa ditopang dengan pertimbangan non yuridis yang bersifat sosiologis, psikologis, kriminologis dan filosofis.65

65Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, (Bandung: PT. Alumni, 2009), hlm.

93.

Pertimbangan non-yuridis oleh hakim dibutuhkan oleh karena itu, masalah tanggung jawab hukum yang dilakukan oleh anak dibawah umur tidaklah cukup kalau hanya didasarkan pada segi normatif, visi kerugiannya saja, tetapi faktor intern dan ekstern anak yang melatarbelakangi anak dalam melakukan kenakalan atau kejahatan juga harus ikut dipertimbangkan secara arif oleh hakim yang mengadili anak. Aspek sosiologis berguna untuk mengkaji latar

belakang social mengapa seorang anak melakukan suatu tindak pidana, aspek psikologis berguna untuk mengkaji kondisi psikologis anak pada saat anak melakukan suatu tindak pidana dan setelah menjalani pidana sedangkan aspek kriminologi diperlukan untuk mengkaji sebab-sebab seorang anak melakukan tindak pidana dan bagaimana sikap serta prilaku anak yang melakukan tindak pidana, dengan demikian hakim diharapkan dapat memberikan putusan yang adil sesuai dengan kebutuhan anak.66

Masalah perilaku, kejiwaan dan kondisi sosial seseorang sangatlah sulit diukur secara eksak dan diselesaikan secara zakelijk. Untuk itu, sebagai profil hukum pidana anak yang arif harus mampu mengadakan pendekatan sosial (sosiological approach) yang sesuai terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana untuk mengetahui kondisi anak yang sebenarnya, misalnya: kelabilan jiwanya, tingkat pendidikan, sosial ekonominya, sosial budayanya di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Langkah ini perlu diambil agar hakim dapat membuat keputusan yang sesuai, tidak merugikan perkembangan jiwa dan masa depan anak.67 Jika hakim dalam putusannya hanya mendasarkan pada pertimbangan yuridis saja dapat menyebabkan kerugian terhadap kehidupan anak,68

66

tetapi juga tindakan hakim itu

http://aweygaul.wordpress.com/2012/06/10/efektifitas-pidana-penjara-bagi-pelaku-tindak-pidana-anak/, diakses Sabtu, 30 Juni 2012.

67Bunadi Hidayat, Op.Cit., hlm. 94.

68Hakim dalam memberikan pertimbangan terhadap anak, berupa pertimbangan yuridis saja berarti hakim hanya memandang dari segi normatif saja. Satjipto Rahardjo dalam sebuah diskusi mengemukakan bahwa, hakim tidak boleh hanya berlindung di belakang undang-undang, ia harus tampil dalam totalitas termasuk dengan nurani. Hukum, undang-undang hanya kertas dengan tulisan umum dan abstrak. Di tangan para hakim, ia menjadi keadilan yang hidup. Pemidanaan terhadap anak

dapat disebut sebagai stigmatic maker's decision for children (pembuat stigma keputusan untuk anak-anak).69

Sejak adanya sangkaan atau diadakan penyidikan sampai diputuskan pidananya dan menjalani putusan tersebut, anak harus didampingi oleh petugas sosial yang membuat Case Study tentang anak dalam sidang. Pembuatan laporan sosial yang dilakukan oleh sosial worker ini merupakan yang terpenting dalam sidang anak, yang sudah berjalan ialah pembuatan Case Study oleh petugas Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak.70

Peran BAPAS yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarkatan (PK) juga dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Bab IV Pasal 34 ayat 1 yang menyatakan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan bertugas:

a. Membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum dan Hakim dalam perkara anak nakal, baik didalam maupun di luar siding anak dengan membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan (LITMAS).

b. Membimbing, membantu dan mengurus anak nakal berdasarkan putusan pengadilan yang menjatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda diserahkan kepada Negara dan harus mengikuti latihan kerja atau yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan.

tidak cukup didasarkan pada pertimbangan yuridis, tetapi lebih bijaksana apabila didasarkan pada pertimbangan non yuridis, seperti pertumbuhan fisik, mental dan spiritual anak.

69Op.Cit.

70Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hlm.45.

Adapun yang tercantum dalam case study ialah gambaran keadaan si anak, berupa:71

a. Masalah sosialnya;

b. Kepribadiannya;

c. Latar belakang kehidupannya, misalnya:

1) Riwayat sejak kecil;

2) Pergaulannya diluar dan di dalam rumah;

3) Keadaan rumah tangga si anak;

4) Hubungan antara bapak, ibu dan si anak;

5) Latar belakang saat dilakukannya tindak pidana tersebut.

Laporan hasil penelitian kemasyarakatan tersebut sebagai salah satu bahan pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara anak. Dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan.

Bunyi Pasal 52 ayat (2), yaitu:

“Putusan sebagaiman yang dimaksud dengan ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan”

Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan tersebut karena dalam menetukan sanksi yang akan dijatuhkan kepada anak nakal, hakim mempunyai pilihan antara lain menjatuhkan sanksi (Pasal 23) atau mengambil tindakan (Pasal 24).Secara teoritis pilihan-pilihan sanksi yang dapat dijatuhakan kepada anak adalah untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk anak. Anak yang berkonflik dengan hukum secara sosiologis tidak dapat dinyatakan salah sendiri

71Ibid, hlm. 46.

karena ia belum menyadari akibat dari tindakannya dan belum dapat memilih mana tindakan yang baik dan mana tindakan yang tidak baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.72

Pelanggaran pidana oleh anak lebih merupakan kegagalan proses sosialisasi dan lemahnya pengendalian sosial terhadap anak. Oleh karena itu keputusan hakim dalam perkara anak harus mempertimbangkan keadaan anak yang sesungguhnya atau realitas sosial anak tersebut, bukan hanya melihat aspek pidananya saja.73

Meskipun Hakim wajib mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan, namun dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tidak menjelaskan alasan Laporan pembimbing Kemasyarakatan ini diwajibkan untuk dipertimbangkan Hakim dalam mengambil keputusannya. Hakim tidak terikat penuh pada laporan penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan. Hakim pengadilan dalam mengambil keputusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan sidang pengadilan. Akan tetapi, pada Pasal 60 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menggantikan Udang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak menjelaskan bahwa hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan apabila laporan penelitian

72http://bangopick.wordpress.com/2008/02/09/peranan-bapas-dalam-perkara-anak/, diakses Sabtu, 11 Agustus 2012.

73Ibid.

kemasyarakatan tidak dipertimbangan dalam putusan hakim, putusan batal demi hukum.74

Hakim yang menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak memisahkan anak dari orangtuanya, atas pertimbangan bahwa rumah yang jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang baik (a bad home is better than a good institution/prison). Hakim seyogianya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum sidang dilakukan. Dalam mengambil putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Dihindarkan putusan hakim yang mengakibatkan penderitaan batin seumur hidup atau dendam pada anak, atas kesadaran bahwa putusan hakim bermotif perlindungan.75