• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketentuan sanksi bagi anak dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. 86

PUTUSAN HAKIM DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA

A. Pengaturan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika

1. Ketentuan sanksi bagi anak dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. 86

Secara khusus ketentuan yang mengatur masalah hukum pidana anak, ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Dibentuknya undang-undang pengadilan anak, antara lain karena disadari bahwa walaupun kenakalan anak merupakan perbuatan anti sosial yang dapat meresahkan masyarakat, namun hal tersebut diakui sebagai suatu gejala umum yang harus diterima sebagai suatu fakta sosial. Oleh karena itu, perlakuan terhadap anak nakal seyogianya berbeda dengan perlakuan terhadap orang dewasa.87

86Ketentuan sanksi bagi anak dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah digantikan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dimana dalam Pasal 106 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 menyebutkan pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Berdasarkan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa undang-undang ini berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.

Anak yang melakukan kenakalan berdasarkan perkembangan fisik, mental maupun sosial

87Nandang Sambas, Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 82.

mempunyai kedudukan yang lemah dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga perlu ditangani secara khusus. Anak nakal perlu dilindungi dari tindakan-tindakan yang dapat menghambat perkembangannya, sehingga dalam penanganannya perlu dibuat hukum pidana anak secara khusus, baik menyangkut hukum pidana materiil, hukum pidana formal, maupun hukum pelaksanaan pidananya.88

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak sebagai respon yuridis terhadap persoalan tentang anak merupakan landasan utama dalam penyelesaian terhadap kenakalan anak. Berkaitan dengan ketentuan pidana, Undang-undang Pengadilan Anak mengaturnya pada Pasal 23 dan Pasal 24. Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal dapat berupa pidana dan tindakan.89

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak menyebutkan pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak adalah:90

a. Pidana pokok, yang meliputi : 1) Pidana penjara;

2) Pidana kurungan;

3) Pidana denda;

4) Pidana pengawasa;

b. Pidana tambahan, dapat berupa:

1) Perampasan barang-barang tertentu;

2) Pembayaran ganti rugi.

Sementara tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak terdapat pada Pasal 24, antara lain:91

a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

88Ibid.

89Wagiati Soetodjo, Op.Cit., hlm. 48.

90Lihat Pasal 23 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

91Lihat Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja;

c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

Pengaturan sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak muncul perbedaan diantara kedua peraturan tersebut.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 Juli 2012. Undang-undang yang rancangannya diajukan oleh Presiden RI pada 16 Februari 2012, sebelumnya telah disetujui DPR-RI pada sidang paripurna tanggal 2 Juli lalu.92 Dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan pidana pokok, terdiri atas:93

a. Pidana peringatan;

b. Pidana dengan syarat;

1) Pembinaan diluar lembaga;

2) Pelayanan masyarakat; atau 3) Pengawasan.

c. Pelatihan kerja;

d. Pembinaan dalam lembaga;dan e. Penjara.

Sedangkan pidana tambahan terdiri atas:94

a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau

92http://www.setkab.go.id/berita-5376-presiden-tandatangani-uu-sistem-peradilan-anak.html.

diakses, 24 Februari 2012.

93Lihat Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

94Lihat Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

b. Pemenuhan kewajiban adat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak diatas, secara normatif ke depan pengaturan tentang jenis-jenis pidana bagi anak mengalami pergeseran. Pada Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut dibuat untuk mengurangi penggunaan pidana perampasan kemerdekaan, maupun pidana badan khususnya pidana penjara. Pidana tambahan berupa Perampasan keutungan yang diperoleh dari tindak pidana dan Pemenuhan kewajiban adat sebelumnya tidak dikenal dalam rumusan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

Selain itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 82 ayat (1), tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak adalah:95

a. Pengembalian kepada orang tua/wali;

b. Penyerahan kepada seseorang;

c. Perawatan dirumah sakit jiwa;

d. Perawatan di LPKS;

e. Kewajiban mengikuti suatu pendidikan formal dan/atau latihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;

f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan atau g. Perbaikan akibat tindak pidana;

Pengaturan dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 menambahkan tindakan itu dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim dimana yang dimaksudkan dengan “teguran” adalah peringatan dari hakim baik secara langsung terhadap anak yang dijatuhi tindakan maupun secara

95Lihat Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

tidak langsung melalui orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, agar anak tersebut tidak mengulangi perbuatan yang mengakibatkan dijatuhi tindakan, sedangkan yang dimaksudkan dengan “syarat tambahan” misalnya kewajiban untuk melapor secara periodik kepada Pembimbing Kemasyarakatan.96 Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tindakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 82 ayat (1) tindakan dapat diajukan oleh penuntut umum dalam tuntutannya, kecuali jika tindak pidana diancam pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun.97

Sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 maka terhadap anak nakal yang melakukan tindak pidana ( Pasal 1 angka 2 huruf a)98 Hakim dapat menjatuhkan pidana sebagaimana Pasal 23 atau tindakan sebagaimana Pasal 24, akan tetapi khusus anak nakal yang melakukan perbuatan sebagaimana ditentukan (Pasal 1 angka 2 huruf b),99

Pasal 26, 27, 28, 29 dan 30 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 merupakan pedoman pemidanan dimana ancaman maksimal pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 2 huruf a, hakim hanya dapat menjatuhkan tindakan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997.

96Penjelasan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

97Lihat Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

98Berdasarkan Pasal 1 angka 2 huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak , anak nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana.

99Berdasarkan Pasal 1 angka 2 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, anak nakal adalah anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan.

paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa ( 26 ayat (l), sedangkan apabila tindak pidana dilakukan dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun (Pasal 26 ayat (2)).

Pasal 26 ayat (3) menentukan Anak Nakal sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2 huruf a belum mencapai umur 12 tahun , melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat 1 huruf b.

Selanjutnya dari Pasal 26 ayat (4) diketahui, jika tindak pidana dilakukan Anak Nakal sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2 huruf a belum mencapai umur 12 tahun, ancaman pidananya tidak diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 24.

Jika anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a diancam dengan pidana kurungan, maka ancaman tersebut ½ (satu per dua) dari ancaman pidana kurungan orang dewasa ( Pasal 27), ½ (satu per dua) dari ancaman orang dewasa ini juga berlaku untuk pidana denda (Pasal 28 ayat (l) , dengan ketentuan apabila denda tidak dapat dibayar maka diganti dengan latihan kerja paling lama 90 (Sembilan puluh) hari, dan tiap latihan tidak lebih dari 4 (empat) jam dan tidak boleh dilakukan pada malam hari (Pasal 28 ayat (2) dan (3)).

Selanjutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (l) jo ayat (6) Hakim dapat menjatuhkan pidana bersyarat apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling

lama 2 (dua) tahun dengan jangka waktu masa pidana bersyarat paling lama 3 (tiga) tahun. Dijatuhkannya pidana bersyarat oleh pengadilan dengan ditentukan adanya syarat-syarat umum dan khusus. Syarat umum menentukan bahwa anak nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalankan masa pidana bersyarat, sedangkan syarat khusus merupakan syarat yang ditentukan dalam putusan hakim untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkn dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak. ( Pasal 29 ayat (2) dan (3). Masa pidana bersyarat bagi syarat khusus lebih pendek daripada masa pidana bersyarat khusus lebih pendek daripada masa pidana bersyarat bagi syarat umum. (Pasal 29 ayat (5).

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak merupakan salah satu pengembangan atau pembaruan dalam sistem pemidanaan. Adapun yang menjadi tujuan dikeluarkannya undang-undang tersebut antara lain memberikan perlindungan bagi masa depan anak demi tercapainya kesejahteraan anak.100 Secara psikologis, perlindungan terhadap anak dengan tujuan memberikan perlindungan agar anak terhindar dari kekerasan, keterlantaran, penganiayaan, tertekan, perlakuan tidak senonoh, kecemasan, dan sebagainya. Atas dasar hal itu, maka perlu adanya hukum yang melandasi sebagai pedoman dan sasaran tercapainya kesejahteraan dan kepastian hukum guna menjamin perlakuan serta tindakan yang diambil terhadap anak.101

100Nandang Sambas, Op.Cit., hlm. 86.

101Ibid., hlm. 87.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, yang dikategorikan sebagai seorang anak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana adalah mereka yang sudah mencapai usia 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.102 Hal ini terdapat perbedaan bila dibandingkan dengan pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menentukan batas pertanggungjawaban pidana bagi anak sudah mencapai usia 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun, dan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

“anak belum pernah kawin” untuk dimintai pertanggungjawabannya.103

Batasan usia anak dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang pengadilan anak selain disebutkan batasan umur, juga menggunakan konsep “belum kawin” sebagai salah satu kriteria konsep anak. Dengan kata lain, sesorang sudah dianggap menjadi dewasa secara hukum jika sudah kawin, kendatipun usianya belum mencapai 18 (delapan belas) tahun.

Disahkannya Rancangan Undang-Undang Sistem Peradilan Anak menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tidak lagi menganut pembatasan atau mendefinisikan anak dengan konsep kawin atau belum kawin. Undang-undang Sistem Peradilan Anak menggunakan konsep berdasarkan usia untuk menaikkan batas usia anak yang bisa dimintakan

102Lihat Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak .

103Lihat Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

pertanggungjawaban hukum, yakni dari 8 (delapan) tahun menjadi 12 (dua belas) tahun.

Mengenai batas usia minimal pertanggungjawaban pidana terhadap anak berbeda antara Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengkaji pada kasus-kasus yang ada, terlihat bahwa usia 8 (delapan) tahun masih terlalu dini bagi seorang anak untuk bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukannya. Pada usia tersebut, anak-anak masih belum dapat memahami apa yang dilakukannya, belum dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Pelanggaran hukum yang dilakukannya adalah reaksi dari kondisi sosial dan individualnya, termasuk sebagai ekspresi dari problem transisi psikologis yang dialaminya, ataupun lebih sebagai kesalahan adaptasi anak terhadap situasi-situasi sulit atau tidak menyenangkan yang dihadapinya.104

Berikut dikemukakan sebagai bahan perbandingan antara Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dapat digambarkan daalam tabel sebagai berikut:

104Op. Cit., hlm. 89.

Tabel.6

Perbandingan Sanksi Pidana Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak

a. Perampasan barang, dan atau b. Pembayaran ganti rugi

Jenis tindakan (Pasal 24 ayat (1)):

a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja; atau

c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja

Pasal 24 ayat (2), jenis tindakan dapat disertai dengan:

a) Teguran; atau

b) Syarat tambahan lainnya.

Untuk anak yang belum berumur 12 Tahun hanya dikenakan tindakan berupa:

1) Tindakan sub b jika melakukan tindak

Jenis sanksi (Pasal 69):

a. Pidana;

b. Tindakan.

Jenis Pidana (Pasal 71 ayat 1):

1. Pidana pokok:

a. Pidana peringatan;

b. Pidana dengan syarat;

1) Pembinaan diluar lembaga;

2) Pelayanan masyarakat; atau 3) Pengawasan.

c. Pelatihan kerja;

d. Pembinaan dalam lembaga;

e. Penjara.

2. Pidana tambahan (Pasal 71 ayat 2):

a. Perampasan keutungan yang diperoleh dari tindak pidana;

b. Pemenuhan kewajiban adat.

Jenis tindakan (Pasal 82):

a. Pengembalian kepada orang tua/wali;

b. Penyerahan kepada seseorang;

c. Perawatan dirumah sakit jiwa;

d. Perawatan LPKS;

e. Kewajiban mengikuti suatu pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;

f. Pencabutan surat izin mengemudi;

g. Perbaikan akibat tindak pidana;

Untuk anak yang belum berumur 12 Tahun yang melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan,

pidana yang diancam pidana mati/seumur hidup (Pasal 26 ayat 3);

2) Salah satu tindakan sub a-c, jika melakukan tindak pidana yang tidak diancam pidana mati/seumur hidup (Pasal 26 ayat 4);

3) Untuk anak yang melakukan

“perbuatan terlarang lainnya” hanya dikenakan tindakan (Pasal 25 ayat 2)

dan pekerja profesional mengambil keputusan untuk:

a. Menyerahkan kembali kepada orang tua/wali (Pasal 21 ayat 1 huruf a);

b. Mengikutsertakan dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan pada instansi pemerintah atau lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial pada instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial baik ditingkat pusat maupun daerah paling lama 6 (enam) bulan (Pasal 21 ayat 1 huruf b)

Lamanya Pidana (Pasal 26, 27, 28):

1) Penjara/kurungan/denda dikurangi ½ dari maksimum ancaman bagi orang dewasa;

2) Maksimum 10 Tahun penjara apabila tindak pidana diancam pidana mati/seumur hidup;

3) Pidana pengganti denda: wajib latihan kerja dengan ketentuan:

a) Paling lama 90 hari kerja;

b) Lama latihan kerja tidak lebih dari 4 jam sehari;

c) Tidak dilakukan pada malam hari.

4) Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.

Lamanya Pidana (Pasal 76, 77, 78, 79, 80, 81):

1) Pidana pelayanan masyarakat dijatuhkan paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120 (seratus dua puluh) jam.

2) Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 3, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.

3) Pidana pelatihan kerja dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.

4) Pidana Penjara dikurangi ½ dari maksimum ancaman bagi orang dewasa;

5) Ancaman pidana minimum tidak berlaku untuk anak;

6) Pidana pembinaan dalam lembaga dilaksanankan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Pidana Bersyarat (Pasal 29):

1) Dapat dijatuhi apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 tahun;

Pidana Bersyarat (Pasal 73):

1) Dapat dijatuhi apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 tahun;

2) Lamanya pidana bersyarat/percobaan maksimal 3 tahun;

3) Hanya bisa djatuhkan ancaman pidana penjara saja.

2) Lamanya pidana bersyarat/percobaan maksimal 3 tahun;

Pembebasan bersyarat (Pasal 62):

Apabila:

1) Telah menjalani pidana penjara 2/3 dari pidana yang dijatuhkan yang sekurang-kurangnya 9 bulan dan berkelakuan baik (ayat 1);

2) Masa percobaan: sama dengan sisa pidana yang harus dijalankannya (ayat 3)

Disahkannya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) pada hari Selasa lalu tanggal 3 Juli 2012 pada Rapat Paripurna merupakan gerbang baru untuk dapat melindungi hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum serta dapat menjamin perlindungan bagi anak dalam peradilan pidana dengan pertimbangan terbaik untuk anak. Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak didalamnya telah terlihat perkembangan dalam sistem hukum di Negara kita dengan masuknya Keadilan Restoratif,105

105Restoratif justice adalah sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan. Marlina, Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice Dalam Hukum Pidana, (Medan: USU Press, 2010), hlm.28.

yang akan digunakan dalam penyelesaian perkara pidana anak dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga korban/ pelaku, serta pihak lain yang terlibat untuk mencari penyelesaian dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, dengan tujuan pemulihan kembali pada keadaan semula, bukan pembalasan. Selain itu dalam pendekatan keadilan restoratif ini, juga mendorong peran serta masyarakat agar terlibat dalam penyelesaian perkara anak. Tidak lagi

hanya menyasar pada “anak sebagai pelaku” – sebagaimana kesan yang muncul dalam persepsi masyarakat, tetapi lebih kepada bagaimana mendidik anak agar dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik untuk anak tentunya. Sesungguhnya yang dibutuhkan adalah bagaimana mendidik, memperbaiki kerusakan, dan memulihkan keadaan seperti semula sehingga dapat terbentuknya kedewasaan pada para pihak untuk waktu ke depannya yang lebih baik.106

Sejalan dengan masuknya Keadilan Restoratif yang diperlukan bagi penyelesaian perkara pidana anak, maka diperlukan juga Diversi yang dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dapat digunakan untuk tindak pidana yang ancamannya di bawah tujuh tahun. Diversi ini merupakan poin penting yang mempunyai tujuan untuk menjauhkan anak dari proses peradilan pidana dengan cara pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (7) undang-undang ini.

Dalam pelaksanaan Diversi,107 haruslah memperhatikan beberapa hal penting yang juga dijelaskan dalam Pasal 8 ayat (3) yaitu:108

a. mempertimbangkan kepentingan korban.

b. kesejahteraan dan tanggung jawab anak.

c. penghindaran stigma negatif.

d. penghindaran pembalasan.

e. keharmonisan masyarakat serta kepatutan.

106http://www.sahabatanak.org/index.php/in/aksi-sahabat/pemenuhan-hak-anak.html, diakses Sabtu, 11 Agustus 2012.

107Diversi adalah sebuah tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana anak. Marlina, Op.Cit., hlm. 11.

108Op.Cit.

f. kesusilaan dan ketertiban umum.

2. Ketentuan Sanksi Bagi Anak Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun