• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA

3. Pertimbangan yang memberatkan dan meringankan

Penjatuhan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana pengguna narkotika di Pengadilan Negeri Medan yang dilakukan oleh hakim memuat hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal ini memang sudah ditentukan dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan putusan pemidanaan memuat keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa.

a. Hal-hal yang Memberatkan Pidana dalam KUHP

74Lihat Pasal 60 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

75Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm.120.

KUHP hanya mengatur hal-hal yang dijadikan alasan memberatkan pidana, yaitu sedang memangku suatu jabatan (Pasal 52 KUHP), recidive atau pengulangan, dan Gabungan atau samenloop (Titel 6 Buku 1 KUHP).

1) Jabatan

Pemberatan karena jabatan ditentukan dalam Pasal 52 KUHP yang rumusannya sebagai berikut: “ bilamana seseorang pejabat karena melakukan tindakan pidana, melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiganya.”

Dasar pemberatan pidana tersebut dalam Pasal 52 KUHP adalah terletak pada keadaan jabatan dari kualitas si pembuat (pejabat atau pegawai negeri) mengenai 4 (empat) hal, ialah:76

a) Melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya.

Dalam hal ini yang dilanggar oleh pegawai negeri dalam melakukan tindak pidana itu adalah kewajiban khusus dari jabatan dan bukan kewajiban umum. Suatu jabatan public yang dipangku oleh seorang pegawai negeri terdapat satu kewajiban khusus yang merupakan suatu kewajiban yang berhubungan erat dengan tugas pekerjaan tertentu dari suatu jabatan.

b) Melakukan tindak pidana dengan menggunakan kekuasaan dari jabatnnya.

Suatu jabatan, in casu jabatan public di samping membebankan kewajiban khususnya dari kewajiban umum dari jabatannya, juga memiliki status kekuasaan jabatan, suatu kekuasaan yang melekat yang timbul dari jabatan yang dipangku. Kekuasaan yang dimilikinya ini dapat disalahgunakan pemangkunya untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang berhubungan dengan kekuasaan itu.

c) Menggubakan kesempatan karena jabatannya.

Pegawai negeri dalam melaksanakan tugas pekerjaannya berdasarkan hak dan kewajiban jabatan yang dipangkunya, manakala memiliki suatu waktu (timing) yang tepat untuk melakukan perbuatan yang melanggar

76Marlina,Hukum Penitensier, Op.Cit., hlm. 150.

undang, apabila kesempatan ini disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana itu, maka ia dipidana dengan dapat diperberat 1/3 nya dari ancaman pidana maksimum yang ditentukan dalam pidana yang dilakukannya tersebut.

d) Menggunakan sarana yang diberikan karena jabatannya.

Seorang pegawai negeri dalam menjalankan kewajiban dan tugas jabatannya diberikan sarana-sarana tertentu, dan sarana mana dapat digunakan untuk melakukan tindak pidana tertentu. Di sini dapat diartikan menyalahgunakan sarana dari jabatannya untuk melakukan suatu tindak pidana.77

2) Pengulangan (Recidive)

Pengulangan tindak pidana dalam KUHP tidak diatur secara umum dalam

“Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus untuk sekelompok tindak pidana tertentu baik yang berupa kejahatan didalam Buku II maupun yang berupa pelanggaran didalam Buku III. Disamping itu KUHP juga mensyaratkan tenggang waktu pengulangan yang tertentu. Dengan demikian KUHP menganut sistem Recidive Khusus artinya pemberatan pidana hanya dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu.78

Seseorang yang sering melakukan perbuatan pidana dan karena dengan perbuatan-perbuatannya itu telah dijatuhi pidana bahkan telah sering dijatuhi pidana disebut recidivist. Istilah residive itu menunjuk kepada orang yang melakukan pengulangan perbuatan pidana.

77http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26173/3/Chapter%20II.pdf, diakses 24 Februari 2012.

78http://www.blogger.com/feeds/5318635580496833874/posts/default, diakses 24 Februari 2012.

Menurut doktrin yang menganut ajaran recidive dilihat dari sudut sifat pemberatan pidana, itu dapat digolongkan sebagai berikut:79

a) General recidive atau recidive umum, yaitu apabila seseorang melakukan kejahatan dan kejahatan tersebut telah dijatuhi pidana, maka apabila setelah bebas menjalani pidananya, kemudian ia melakukan kejahatan lagi yang dapat merupakan bentuk kejahatan, semacam apa pun.

b) Speciale recidive atau recidive khusus, yaitu apabila seseorang melakukan kejahatan dan terhadap kejahatan itu telah dijatuhi pidana ileh hakim, kemudian pelaku melakukan kejahatan yang sama atau sejenis.

c) Tuksen stelsel, yaitu apabila seseorang melakukan kejahatan, misalnya pencurian, setelah diputus dengan dijatuhi pidana dan bebas menjalani pidananya, pelaku mengulangi perbuatan pidana, yang merupakan golongan tertentu menurut undang-undang, misalnya penggelapan atau penipuan.

3) Penggabungan (Concursus)

Gabungan melakukan tindak pidana sering diistilahkan dengan concursus atau samenloop. Samenloop adalah satu orang melakukan satu perbuatan pidana. satu satu orang melakukan beberapa perbuatan kejahatan dan atau pelanggaran dan bbeberapa delik itu belum dijatuhi hukuman dan keputusan hakim dan beberapa delik itu akan diadili sekaligus. Titel 6 Buku I mengatur tentang gabungan atau samenloop atau keebalikan dari deelneming (turut serta). gabungan (samenloop) adalah orang yang melakukan beberapa peristiwa pidana.80

b. Hal-hal yang memberatkan pada Putusan Pengadilan

Hal-hal yang memberatkan yang dipertimbangkan oleh hakim untuk menjatuhkan pidana dari lima putusan yang diteliti dalam penulisan tesis ini.

Terhadap anak pelaku tindak pidana pengguna narkotika, yaitu:

79Marlina, Op.Cit., hlm. 150.

80E. Utrecht, Hukum Pidana II, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1994), hlm. 137.

1) Meresahkan mayarakat

1 (satu) dari 5 (lima) putusan yang diteliti dalam penulisan tesis ini memuat hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, yaitu terdapat pada putusan dengan nomor register 357/Pid.B/2010/PN.Mdn.

2) Bertentangan dengan program pemerintah memberantas narkotika

Pada 4 (empat) Putusan Pengadilan yang memberatkan terdakwa adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah untuk memeberantas narkotika, yaitu: Perkara Nomor 2.278/Pid.B/2010/PN.Mdn, Nomor 2.513/Pid.B/2010/PN.Mdn, Nomor 827/Pid.B/2011/PN.Mdn, Nomor 1.101/Pid.B/2011.

c. Hal-hal yang meringankan

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) alasan-alasan yang meringankan pidana adalah:

1) Percobaan (Pasal 53 ayat (2 dan 3).

2) Membantu atau medeplichgqheid (Pasal 57 ayat (1 dan 2)).

3) Belum dewasa atau minderjarigheid (Pasal 47).

Menurut J. E. Sahetapy, hal-hal meringankan dalam persidangan adalah:81 1) Sikap correct dan hormat terdakwa terhadap pengadilan, dan pengakuan

terus terang sehingga memperlancar jalannya persidangan.

2) Pada kejahatannya tersebut tidak ada motif yang berhubungan dengan latar belakang publik.

3) Dalam persidangan, terdakwa telah menyatakan penyesalan atas perbuatannya

81J. E. Sahetapy, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, (Malang: Setara Press, 2009), hlm. 302.

4) Terdakwa tidak terbukti ikut usaha percobaan beberapa oknum yang akan dengan kekerasan melarikan diri dari penjara.

5) Terdakwa belum pernah dihukum tersangkut perkara kriminal.

Pada 5 (lima) putusan hakim terhadap anak pelaku tindak pidana pengguna narkotika hal-hal yang meringankan adalah sebagai berikut:

1) Belum pernah dihukum.

2) Menyesali perbuatannya.

3) Mengakui perbuatannya.

4) Usia Muda.

5) Bersikap sopan di pengadilan.

B. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku