DIKSI DAN GAYA BAHASA
1. Ketepatan Pemilihan Kata
Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan penggunaan bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosakata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya. Indikator ketepatan kata ini, antara lain: (1) mengomunikasikan gagasan berdasarkan pilihan kata yang tepat dan sesuai berdasarkan kaidah bahasa Indonesia, (2) menghasilkan kamunikasi puncak (yang paling efektif) tanpa salah penafsiran atau salah makna, (3) menghasilkan respon pembaca atau pendengar sesuai dengan harapan penulis atau pembicara, dan (4) menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.
a. Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual. Kata makan, misalnya, bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. la tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil (denotatif), tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata itu adalah makna denotatif atau konotatif.
Kata rumah monyet mengandung makna konotatif. Akan tetapi, makna konotatif itu tidak dapat diganti dengan kata lain sebab nama lain untuk kata itu tidak ada yang tepat. Begitu juga dengan istilah rumah asap.
Makna-makna konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional daripada makna denotatif. Makna denotatif adalah makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu. Misalnya:
rumah gedung, wisma, graha penonton pemirsa, pemerhati
dibuat dirakit, disulap sesuai harmonis tukang ahli juru
pembantu asisten
pekerja pegawai, karyawan tengah madia
bunting hamil, mengandung mati meninggal, wafat
Makna konotatif dan makna denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang menyertainya. Sedangkan, makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai, tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna
denotatif adalah makna yang bersifat umum, sedangkan makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus.
Kalimat di bawah ini menunjukkan denotatif dan konotatif.
1) Dia adalah wanita cantik (denotatif) 2) Dia adalah wanita manis (konotatif)
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita.
Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek daripada bodoh), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih jelek daripada
rumah). Di pihak lain, kata-kata itu dapat pula mengandung arti
kiasan yang terjadi dari makna denotatif referen lain.
Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini.
Perhatikan kalimat di bawah ini.
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaan masyarakat.
Kata membanting tulang (makna denotatif adalah pekerjaan 'membanting sebuah tulang) mengandung makna "bekerja keras" yang merupakan sebuah kata kiasan. Kata
membanting tulang dapat kita masukkan ke dalam golongan
kata yang bermakna konotatif.
Kata-kata yang dipakai secara kiasan pada suatu kesempatan penyampaian seperti ini disebut idiom atau
ungkapan. Semua bentuk idiom atau ungkapan tergolong dalam kata yang bermakna konotatif. Kata-kata idiom atau ungkapan seperti, keras kepala, panjang tangan, sakit hati, dan sebagainya.
b. Kata Umum dan Kata Khusus
Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya. Makin luas ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, makin sempit ruang lingkupnya makin khusus sifatnya.
Kata-kata abstrak biasanya merupakan kata umum, tetapi kata umum tidak selalu abstrak. Kata konkret lebih khusus daripada kata abstrak. Tingkat keumuman kata itu dapat digambarkan sebagai suatu piramida terbalik.
Abstrak/umum/luas/kurang jelas
Konkret/khusus/sempit/jelas
Makin umum suatu kata makin banyak kemungkinan salah paham atau perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin khusus, makin sempit ruang lingkupnya, makin sedikit kemungkinan terjadi salah paham. Dengan kata lain, makin
Keadaan kesehatan
penyakit penyakit darah
khusus kata yang dipakai, makin dekat penulis kepada ketepatan pilihan katanya. Namun demikian, suatu kata khusus/konkret masih juga menimbulkan gambaran yang berbeda-beda pada beberapa individu, yaitu sesuai dengan pengalaman atau pengetahuan masing-masing mengenai kata tersebut. Keumuman/kekhususan kata dapat pula ditinjau dari kemungkinan hubungannya dengan kata-kata lain. Ada kata-kata yang mempunyai hubungan luas, ada pula kata-kata yang mempunyai hubungan sempit, terbatas, bahkan khusus (unik). Perhatikan pasangan kata-kata berikut:
Hubungan Luas Hubungan Khusus/unik
1) besar - mayor, makro
2) kecil - mikro, sipit
3) runcing - mancung
4) bergelombang - keriting, ikal
5) memasak - menanak 6) campuran - ramuan 7) memotong - menebang 8) aturan - hukum 9) membawa - menjinjing 10) jatuh - tersungkur
Yang termasuk ke dalam kata khusus ialah: 1) nama diri : Dadi, Nero, Pusi, Mas Karto, Obet;
2) nama geografi : Aceh, Krakatau, Kali Ciliwung, Pontianak; 3) kata-kata indera:
untuk pengecap : manis, asam, asin, pahit, pedas
untuk pendengaran : detak, debur, debar, dengung, desir, derap, detik, desas, desus, desah, derak;
untuk penglihatan : silau, kelam, kemilau, remang, kabut, kilat, kelap-kelip;
untuk penciuman : harum, apak, basi, wangi.
Kata-kata indera sering dipergunakan secara menyilang. Kata manis untuk pengecap digunakan juga untuk penglihatan. Demikian juga, kata asam sering digunakan untuk penciuman. Kata jelas untuk penglihatan digunakan juga untuk pendengaran.
c. Sinonim, Homofon, dan Homograf
Dalam melambangkan konsep dengan kata, idealnya satu konsep untuk satu kata, hal ini akan mengurangi kesulitan berkomunikasi, tetapi kenyataannya tidak demikian sehingga hubungan kata dan makna sering menjadi rumit.
❖ Sinonim ialah kata-kata yang mempunyai makna yang sama atau mirip.
Misalnya. muka, paras, wajah, tampang.
❖ Homofon ialah kelompok kata yang mempunyai kesamaan bunyi, tetapi tulisan berbeda dan makna pun berbeda.
Misalnya:
- Sanksi (hukuman) - Sangsi (ragam) - Bank (tempat menyimpan uang) - Bang (kakak) ❖ Homograf ialah kelompok kata yang mempunyai kesamaan huruf
tetapi pengucapannya berbeda dan maknanya berbeda.
Misalnya: Teras (inti - e keras) dan teras (beranda rumah- e lemah),
d. Abstrak dan Konkret
Kata abstrak ialah kata yang mempunyai referen berupa konsep. Sedangkan, kata konkret adalah kata yang mempunyai referen berupa obyek yang dapat diamati. Kata abstrak lebih sulit dipahami daripada kata konkret. Bandingkan kata-kata seperti manusia, bunga, rakyat, ayam, bambu dengan kata-kata kemanusiaan, demokrasi, kehewanan, kecerdasan, dan sebagainya.
Kata-kata mana yang dipakai dalam tulisan? Hal ini bergantung kepada jenis dan tujuan penulisan. Jika yang akan dideskripsikan ialah suatu fakta, tentu saja harus lebih banyak digunakan kata-kata konkret. Tetapi jika yang, dikemukakan ialah klasifikasi atau generalisasi, maka yang banyak digunakan ialah kata-kata abstrak. Kerap kali suatu uraian dimulai dengan kata yang abstrak (konsep tertentu) kemudian dilanjutkan dengan penjelasan yang menggunakan kata-kata konkret.
Contoh:
1) Keadaan kesehatan anak-anak di desa sangat buruk.
2) Banyak yang menderita malaria, radang paru-paru, cacingan, dan kekurangan gizi.
e. Jargon dan Slang
Jargon ialah kata-kata yang digunakan secara terbatas dalam bidang ilmu, profesi, atau kelompok. Termasuk dalam jargon ialah sandi, kode rahasia untuk kalangan tertentu (kedokteran, militer).
Misalnya:
Slang ialah kata-kata tidak baku yang dibentuk secara khas sebagai cetusan keinginan untuk tampil beda, jika telah usang akan muncul kata-kata baru.
Misalnya: asoy, mana tahan, enggak la yaw, meneketehe,
icepede.
Slang juga bermakna sosial, yaitu kata yang terdapat di daerah pertemuan dua bahasa daerah.
Misalnya: bahasa Tegal.
f. Perubahan Makna
Dalam memilih kata-kata, kita harus waspada karena makna kata itu kerap kali berubah atau bergeser. Perubahan ini dapat meluas atau menyempit, kadang-kadang berubah sama sekali.
1) Makna Asosiasi, yaitu berhubungan erat dengan keperluan pemakaian berbahasa.
Makna dapat menyempit/meluas, yaitu:
a) Makna Menyempit, yaitu cakupan makna dahulu lebih luas dari makna sekarang.
Contoh:
KATA MAKNA DAHULU MAKNA
SEKARANG
Sarjana
Madrasah Pendeta
Orang yang banyak ilmu
Sekolah
Orang yang berilmu
Gelar lulusan perguruan tinggi Sekolah agama islam
Sebutan kepada guru agama kristen
b) Makna Meluas, yaitu cakupan makna sekarang lebih luas dari makna lebih dahulu
Contoh : - Bapak - Saudara - Ibu - Putra-putri
Makna Asosiatif dibedakan menjadi beberapa makna sebagai berikut.:
a) Makna Konotatif, yaitu sikap emosi pribadi, emosi lingkungan/sikap sosial yang dikenakan terhadap makna denotatif sebuah kata.
Contoh: mati, meninggal, wafat, bunting, hamil, duduk perut, dan sebagainya.
b) Makna Reflektif, yaitu menghubungkan denotatif suatu kata dengan makna denotatif yang lain, biasanya cenderung pada yang bersifat tabu/kurang sopan.
c) Makna Stilistik, yaitu berhubungan dengan gaya mengarang, lingkungan masyarakat pemakai bahasa.
Contoh:
❖ Bahasa Profesi (iklan, manajemen, hukum, dan lain-lain)
❖ Status Bahasa (bahasa percakapan, bahasa sopan, dan lain-lain)
❖ Modalitas Bahasa (bahasa memorandum, bahasa kuliah)
❖ Gaya Pribadi (gaya Soekarno, Soeharto, Sutan Takdir Alisyahbana, Taufik Ismail, dan lain-lain) d) Makna Kolokatif, yaitu lebih banyak berhubungan dengan
makna dalam frase sebuah bahasa. Contoh:
❖ Indah, bagus, cantik, molek.
❖ Kencang, keras, deras, cepat, lekas, laju ❖ Dara, gadis, perawan
❖ Penelitian, pemeriksaan, pengawasan, penilaian
❖ Medan, forum, gelanggang, arena
e) Deiksis, yaitu gejala semantis pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhatikan acuan pembicaraan.
Contoh:
❖ Kita harus berangkat sekarang ❖ Harga barang naik semua sekarang
❖ Sekarang pemalsuan barang terjadi dimana-mana