• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENYELESAIAN KASUS PENODAAN AGAMA TAJUL MULUK

C. Keterangan Saksi-Saksi dalam Persidangan

Untuk membuktikan kasus tersebut maka jaksa penuntut umum menghadirkan barang bukti dan saksi-saksi: pertama: saksi atas nama Rois Al Hukuma. Dalam keterangannya saksi tidak mengklaim melihat serta mendengar secara langsung. Saksi Rois Al Hukamah mengatakan: “tentang Tahrief Al-Qur‟an, bahwa saksi tidak mengikuti terdakwa karena tidak sesuai dengan Qur‟an dan Sunnah Rasul. Kerena menurut ajaran terdakwa, Al-Qur‟an itu tidak outentik dengan mengistilahkan “aqidah tahrief Al-Al-Qur‟an”

sudah dirubah oleh sahabat-sahabat Nabi. Sedangkan Al-Qur‟an yang asli sedang dibawah oleh Imam Mahdi al-Muntadhor yang sekarang ini disebut

54

ghaib”. Keterangan saksi atas nama Rois Al-Hukama dimuka persidangan, ia mengatakan “ tentang tahrief Al Qur‟an, saksi menjelaskan yang orisinil dibawah oleh Imam Mahdi dan itu keterangannya ada disaksi lapangan, Ustad Nur itu sebagai wakilnya Tajul waktu ngajar. Keterangan saksi tersebut dibantah oleh pihak terdakwa dikarenakan saksi tidak disumpah oleh Majelis Hakim.

Berdasarkan identitas, Rois dan Tajul merupakan kakak dan adik bersaudara, yang sudah lama berkonfilik, Rois Al-Hukama memutuskan untuk keluar dari lingkaran Tajul atas nasihat kakeknya, kiai Achmad, pada tahun 2009 yang diikuti oleh empat saudaranya, yaitu Ummu Kulsum, Ahmad, Bujur, dan Fatimah, sedangkan saudara yang lainya seperti Nyai Khoirur Ummah, Iklil, Milal, dan Ummu Hani mengikuti langkah Tajul Muluk. Rois bersikukukuh untuk mengajarkan ajaran Sunni, friksi antara Rois dan Tajul semakin memanas, Rois menuduh Tajul telah memfitnah dirinya dan telah mengajarkan ajaran Islam yang sesat. Sedangkan Tajul mengganggap Rois sebagai musuh dalam selimut yang telah menyebarkan fitnah ditengah masyarakat dan para kiai bahwa Tajul telah mengajarkan ajaran yang sesat.

Konflik antara Rois dan Tajul juga disebabkan oleh masalah perempuan, pada tahun 2009. Halimah yang merupakan santriwati darI Tajul Muluk yang secara kebetulan diminta oleh isteri pertama Rois untuk menjadi isteri kedua Rois, ternyata sudah dilamar oleh Tajul. Hal ini juga memicu amarah dari Rois yang sudah lama berkonflik dengan Tajul sebelumnya. Hal ini juga menjadi bahtahan pihak terdakwa terhadap kesaksian saksi Rois Al-Hukamah.

Saksi Ummu Kulsum dalam muka persidangan menerangkan sebagai berikut: “saksi mengatakan bahwa pernah mendengar dari ibu Hani, bahwa Al-Qur‟an yang sekarang adalah tidak benar yang benar nanti adalah dibawah oleh Imam Mahdi, saksi mendengar dari bu Hani bukan dari terdakwa”. Kesaksian ini juga dibantah oleh pihak terdakwa karena saksi Ummu Kulsum hanya mendengar dari orang lain dan tidak melihat secara langsung sehingga kesaksian bersifat testimonium de auditu. Bantahan terdakwa terhadap kesaksian tersebut karena saksi tidak di sumpah oleh Mejelis Hakim dalam persidangan.

Saksi Muhammad Nur mengatakan: “Saksi menerangkan bahwa saksi keluar itu dapat telepon, saksi dikatakan murtad dan pengkhianat jadi balik kafir lagi, sekitar lebih dari 15 (lima belas) menit yang telpon kepada saya, saat itu disampaing saya ada saksi Hoseiri”. Keterangan tersebut dicantumkan pada dakwaan kesatu yang mengatakan bahwa Terdakwa Tajul Muluk alias H.Ali Murtadha mengajarkan sacara vulgar dan bahasa yang keras dengan menyebut murtad, pengkhianat, dan Iblis bagi pengikut dan santrinya yang keluar dari ajaran Terdakwa. Keterangan saksi Muhammad Nur mendapatkan bantahan dari pihak terdakwa karena memberikan kesaksian palsu, yang menyatakan bahwa pada saat menelpon disamping saksi ada saudara Hoseiri, namun saudara Hoseiri membantah prihal tersebut.

Saksi Muhlisin dan Mat Suhrah, menjelaskan bahkawa dalam bertaqiyah demi untuk membelah diri dari ancaman musuh. Maka dalam ajaran terdakwa hal itu dibolehkan. Mejelis Hakim mengatakan bahwa makna taqiyah,

“bukanlah bermakna bohong, melainkan mejelis hakim memahami taqiyah sebagai sikap yang tidak menampakkan maksud hati yang sebenarnya.

Pertimnbangan hukum ini dicantumkan dalam lembaran putusan perkara.

Namun dalam pertimbangan hukum selanjutnya majelis hakim mengatakan bahwa: dalam menilai kebenaran keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh terdakwa merupakan saudara kandung, santri dan pengikut terdakwa yang memperhatikan ajaran terdakwa, maka majelis hakim memandang bahwa hal tersebut dapat dipengaruhi tidak dapatnya keterangan saksi tersebut, sehingga majelis hakim menolak persaksian tersebut. Atas pertimbangan berdasarkan fakta-fakta hukum yang diperoleh, hakim menjatuhkan hukumam 2 (dua) tahun penjara. Putusan tersebut 2 (dua) tahun lebih ringan dari tuntutan Jaksa/Penuntut Umum yang menuntut hukuman 4 (empat) tahun penjara.

Bahwa apa yang diajukan oleh para pihak yang terlibat dalam persidangan, baik itu Jaksa/Penuntut Umum maupun terdakwa, yang mana pengajuan keduanya akan menjadi bahan pertimbangan dari Majelis Hakim.

Kemudian dari hasil pertimbangan tersebut akan menghasilkan sebuah putusan yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetepi sebelum memutuskan Majelis Hakim pada mula akan mempertimbangkan antara fakta yang sebenarnya

56

terjadi sehingga unsur-unsur pidana dapat terpenuhi. Adapun fakta menurut Majelis Hakim sebagai berikut:

Pertama, Bahwa Terdakwa merupakan orang yang menyebarkan ajaran sesat dan menyesatkan dengan merekrut para santri untuk menjadi pengikutnya tepat pada tahun 2003, yang menyebabkan masyarakat menjadi resah dan curiga karena ajaran terdakwa menyimpang dari ajaran prinsipil dalam Islam.

Kedua, bahwa ajaran terdakwa terdapat ajaran tidak meyakini keaslian Al-Qur‟ān dengan mengistilahkan aqidah tahrief al-Al-Qur‟ān sedang yang asli dibawah oleh Imam Mahdiy al-Muntadhor, sehingga Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa ajaran tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

Ketiga, bahwa dalam ajaran terdakwa terdapat ajaran taqiyah alias berbohong kepada selain dari kelompoknya yang bertujuan untuk melindungi dari kelompok yang dianggap musuh oleh terdakwa dan pengikut terdakwa.

Kelima, bahwa ajaran terdakwa berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya yakni dengan mengajarkan Rukun Iman sebagai berikut:

tauhidullah/ma‟rifatullah, annubuwwah, al-imamah, al-adli, al-ma‟ad. rukun islam sholat, puasa, zakat, al-khumus, haji, amar ma‟ruf nahi munkar, jihad, al-wilayah, al-fidha (membebaskan harta dan jiwa yang dimiliki, boleh bunuh diri sebagai ketaan kepada pemimpin), ar-roji‟ah ( keyakinan bahwa semua orang yang sudah mati akan dihidupkan kembali oleh Imam Mahdy untuk menuntut balas kepada sahabat nabi dan Ahli Sunna Waljama‟ah).

Keenam, bahwa dalam pengucapan dua kalimah syahadat berbunyi

“Asyhadu an-laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna muhammmadan rasulallah, wa asyhadu anna „alian waliyullah, wa asyhadu anna „aliyan hujjatullah”, kemudian ajaran memvonis kafir para sahabat, mertua, dan isteri-isteri nabi Muhammad SAW. Ketujuh, bahwa dalam dalam menyampaikan ajaran tersebut terdakwa secara terang-terangan dimuka umum dengan menggunakan bahasa yang keras dan vulgar. Fakta-fakta tersebut menurut Majelis Hakim adalah fakta yang sebenarnya. Dari fakta-fakta inilah hakim dapat menyimpulkan bahwa terdakwa benar telah melakukan tindak pidana ponodaan agama Islam dan melanggar Pasal 156 huruf a (KUHP).