• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1443 H/ 2022 M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1443 H/ 2022 M"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS PENODAAN AGAMA TAJUL MULUK

(Studi Kasus Putusan Pn Sampang Nomor 69/PID.B/2012/PN.SPG) Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syarī‟ah dan Hukum Untuk Memenuhi Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Reksi Wansa NIM: 11160430000026

Di Bawah Bimbingan:

Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag., M.Si.

NIP: 197412132003121002

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443 H/ 2022 M

(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : REKSI WANSA

Nim : 11160430000026

Program Studi : Perbandingan Mazhab

Fakultas : Syari‟ah dan Hukum

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya tulis saya yang bertujuan untuk diajukan sebagai salah satu untuk memenuhi persayaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Setiap sember yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan dicatatan kaki/footnote mengikuti ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya tulis saya atau hasil dari jiblakan dari penulis lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Januari 2022

REKSI WANSA NIM: 1116043000026

(3)

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “ANALISIS PENODAAN AGAMA TAJUL MULUK (Studi Kasus Putusan Pn Sampang Nomor 69/Pid.B/2012/Pn.Spg) telah diajukan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Perbandingan Mazhab Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta pada 9 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program strata (S-1) pada Program Studi Perbandingan Mazhab.

Jakarta, 19 Agustus 2021 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S. Ag., S.H., M.H.,M.A.

NIP:197604072003121001

PANITIA UJIAN MUNAQASAH

1. Ketua : Siti Hanna, S. Ag., LC., M.A (……….) NIP 197402162003121001

2. Sektretaris :Dr. Fitria, S.H., M.R., Ph. D. (……….) NIP 197908222011012007

3. Pembimbing : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. (……….) NIP: 197412132003121002

4. Penguji I : Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M.Ag(……….) NIP.196912011999031003

5. Penguji II : Dr. Fitria, S.H., M.R., Ph. D. (……….) NIP 197908222011012007

(4)

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Tabel Transliterasi Arab ke Latin:

ARAB LATIN

Hijaiyah Nama Huruf Nama

ا

Alif

Tidak

dilambangkan Tidak dilambangkan

ب

Ba B Be

ت

Ta T Te

ث

Tsa Ŝ Tedanes

ج

Jim J Je

ح

Cha H Ha dengan garis bawah

خ

Kha Kh Ka dan ha

د

Dal D De

ذ

Dzal Dz De dan zet

ر

Ra R Er

ز

Zay Z Zet

ش

Sin S Es

ش

Syin Sy Es dan ye

ص

Shad S Es dengan garis bawah

ض

Dhat D De dengan garis bawah

ط

Tha T Te denga garis bawah

ظ

Dzha Z Zet dengan garis bawah

ع

„Ain „ Tanda petik

غ

Ghain Gh Ge dan ha

ف

Fa F Ef

ق

Qaf Q Ki

(5)

v

ك

Kaf K Ka

ل

Lam L El

م

Mim M Em

ن

Nun N En

و

Wawu W We

ه

Ha H Ha

ء

Hamzah „ Apostrof

ي

Ya Y Ye

2. Tanda vocal dalam bahasa arab jika ditulis dengan huruf latin, tabel sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Nama

□-

A Fathah

□-

I Kasrah

□-

I Dhammah

Adapun Transliterasi vocal rangkap dalam tulisan Latin dilambangkan dengan gabungan huruf antara lain sebagai berikut:

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

ي□-

Ai A dan I

و□-

Au A dan U

3. Huruf Mad atau vocal panjang dalam bahasa Arab dengan dilambangkan sebagai berikut:

Ā A dengan garis diatas

□ى-

Ī I dengan garis diatas

و□-

Ū U dengan garis diatas

(6)

vi

4. Kata sandang yang dilambangkan dengan huruf alif dan lam )لا(, diaksarakan menjadi huruf “1” (el), baik dengan diikuti huruf syamsiyyah maupun komariyyah, contoh:

ْ رُق لا

ُ ن =

al- Qur‟an

ُْسلا

ُْةّنْ

ُ

= al-Sunnah bukan as-Sunnah

5. T□a‟ marb□utah hal tersebut sukun atau yang dibaca seperti ber-harakat suk□un, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “h”

sendangkan t□a‟ marb□ūtah yang hidup lambangkan dengan huruf “t” contoh:

َُّيِبَنلاُ ةَّنُّسلا = al-Sunnah al-nabiyya atau as-sunnatun nabiyya

6. Tasydid atau syaddah dilambangkan dengan cara menggandakan huruf yang diberitanda syaddah itu. Jika huruf menerima tanda syaddah itu terletak sesudah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah maka hal ini tidak berlaku. Contoh:

ُْةَ حَّْرلا

= al- Rahmah tidak titulis dengan ar-Rahmah

(7)

vii ABSTRAK

Reksi Wansa NIM 11160430000026. Judul Skripsi: ANALISIS PENODAAN AGAMA OLEH TAJUL MULUK (Studi Kasus Putusan PN Sampang No.69/Pid.B/2012/Pn.Spg) Program Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443 H / 2020 M. xiv + 80 halaman.

Sakripsi ini ditulis bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap Putusan Hakim Pengadilan Negeri Sampang dengan vonis dua (2) tahun penjara terhadap terdakwa Tajul Muluk alias H. Ali Murtadha, apakah sudah sesuai dengan tujuan hukum yang ditegakan selama dalam proses persidangan berlangsung.

Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, yang hukumnya bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadis serta Ijma‟ Ulama, sudah menjadi suatu kewajaran jika dalam praktik hukum di Indonesia banyak menyerap konsep dari hukum Islam itu sendiri. Maka penulis sangat berkeinginan menganalisis kasus ini berdasarkan studi hukum Islam khususnya keberagaman mazhab yang ada di dunia Internasional maupun keberagaman mazhab Islam tersebar di Indonesia.

Penulis menggunakan metode kualitatif dalam menulis skripsi ini, secara pendekatan penulis menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif (normatif yuridis) dan kajian pustaka dengan melihat buku dan peraturan perundang-undangan serta kitab-kitab klasik yang kemudian didukung oleh jurnal digital dan artikel-artikel hukum yang menjadi panduan penulis dalam menulis skripsi.

Hasil dari penelitian penulis menunjukan bahwa putusan hakim dinilai cacat hukum dan kurang sesuai dengan prosedur yuridis yang terdapat dala Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP). Dalam Pasal 161 ayat (1) dan (2) KUHAP mengatur tentang prosedur pembuktian dimana seorang saksi harus melakukan sumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan, namun saksi Rois Al-Hukama dan Ummu Kulsum tidak disumpah oleh Majelis Hakim Pn Sampang. Dalam sudut pandang hukum Islam putusan tersebut tidak susuai dengan tadisi keberagaman mazhab dala hukum Islam itu sendiri.

(8)

viii

Kata kunci :Penodaan Agama, Tajul Muluk, Putusan Hakim PN Sampang No.69/Pid.B/2012/Pn.Spg.

Pembimbing : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si

Daftar Pustaka : 1982 s.d 2019

(9)

ix

KATA PENGANTAR





ْ



ْ



ْ

ْ

Alhamdulillah, Puji serta syukur penulis panjatkan atas kehadirat nikmat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah, beserta inayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan sesuai prosedur yang diberikan oleh dosen pembimbing. Allahumma Shollī „Ālā Syaidinā Muhammad wa „Ālā Ali Syaidinā Muhammad, sholawat berangkaikan salam selalu terlimpa curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawah syī‟ar Islam begitu indah sampai saat ini.

Selanjutnya, penulis juga banyak menyampaikan banyak rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penulisan karya ilmiah skripsi ini, baik berupa moril maupun materil yang sangat berharga. Karena tanpa bantuan dan dukungannya, penulis tidak akan menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar. Oleh karenanya, penulis secara khusus akan menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A Dekan Fakultas Syari‟ah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syari‟ah dan Hukum Univeritas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc, selaku Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan Bapak Hidayatullah, M.H., Sektretaris Program Studi Perbandingan Mazhab.

3. Bapak Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M. Ag. Selaku dosen Penasehat Akademik Penulis.

4. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag., M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu serta arahan, saran dan ilmunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Fakultas Syari‟ah dan Hukum yang telah mendidik dan memberikan banyak ilmu yang tak ternilai harganya kepada penulis, sehingga penulis mendapatkan banyak ilmu dan mampu menyelesaikan studi di Fakultas

(10)

x

Syri‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda serayah atas pengorbanan dalam mendidik, mengasuh, dan selalu mendoakan saya dalam kebaikan dan berjuang sampai titik ini, yang selalu memberikan arahan serta dukungan kepada penulis. Juga kepada kakak tercinta Anita Karolina SQ. S.Pdi dan Edy Susanto SQ. S.Pdi, Marlinda Ertika, Adeno Aguriansa dan tidak lupa pula kakek dan nenek saya tercinta Ujang Usman dan Rusdiana yang telah membersamai, memberikan dukungan serta do‟a sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Juga tidak lupa kepada guru saya KH. Imron Zamzami, S.H., dan DR. Nyai Nurifadah S.H., M.A. yang saya hormati dan saya ta‟dimi yang memberikan peran besar dalam mendidik penulis hingga saat ini, semoga perjuangan dan jasa Kiai dan Nyai mendapatkan balasan daru Allah SWT.

8. Keluarga besar Pesantren Motivator Qur‟an Ekselensia Indonesia yang selalu mendo‟akan dan mendukung saya setiap saat.

9. Kepada adinda Haslinda yang selalu mendukung dan mendoakan saya setiap saat.

10. Kepada sahabat saya Roby Iskandar, Muhammad Ridwan, Assimudin Musa, Zainullah dan semua sahabat MQ dan Kampus tidak bisa saya sebutkan satu persatu, saya ucapkan banyak terimakasi atas doa dan dukungannya selalu.

Saya berdo‟a semoga Allah SWT membalas semua kebaikan atas dukungan dan suportnya kepada saya saat ini. Semoga menjadi amal jariyah untuk kita semua dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis serta bagi para pembaca pada umumnya. Allahumma Aaamin.

Jakarta, 29 Januari 2022

Penulis

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTARK ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vi

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 7

1) Batasan Masalah... 7

2) Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Kegunaan Penelitian... 7

F. Literatur Riview ... 9

G. Metode Penelitian... 10

1) Jenis Penelitian ... 11

2) Sumber Data ... 11

3) Teksnis Pengumpulan Data ... 12

4) Sifat Penelitian dan Pendekatan ... 12

H. Sistematika Penulisan ... 12

(12)

xii

BAB II. PENODAAN AGAMA MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

A. Pengertian Agama dan Penodaan Agama ... 15

B. Makna Frasa Penodaan Agama Dalam Hukum Positif ... 16

C. Penyelesaian Hukum Non Litigasi ... 19

D. Makna Jarimah Penodaan Agama di Tinjau dari Hukum Islam ... 20

E. Keberagaman Mazhab Dalam Hukum Islam ... 21

1) Sejarah dan Perkembangan Mazhab Dalam Hukum Islam ... 23

2) Sebab Terjadi Perbedaan Pendapat Dikalangan Mazhab ... 28

BAB III: FENOMENA PENODAAN AGAMA A. Kasus Penodaan Agama di Indonesia ... 33

B. Fakta Penodaan Agama Tajul Muluk alias H. Ali Murtadha ... 37

C. Putusan Mejelis Hakim PN Sampang Nomor 69/Pid.B/2012/Pn.Spg ... 39

BAB IV: ANALISIS PUTUSAN A. Analisis Putusan Hakim PN Sampang No. 69/Pid.B/2012/Pn.Spg Menurut Hukum Positif ... 47

B. Analisis Putusan Hakim No. 69/Pid.B/2012/Pn.Spg Perspektif Hukum Islam ... 57

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 67

B. Saran-saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN PUTUSAN ... 74

(13)

1 BAB I PEDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan budaya, adat dan agama.

Keberagaman ras, budaya, etnis dan agama di Indonesia menjadikan masyarakat Indonesia memiliki keaneka-ragaman cara pandang, berfikir, interaksi sosial serta dalam menaruh keyakinan terhadap agama yang dianggap paling benar dan cocok.

Sehingga dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat dapat menjalani dengan toleransi yang baik.1

Agama sangat diakui eksitensi ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya di Indonesia. Sebagai negara yang berasaskan Pancasila, sesuai dengan sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Itu sebabnya Indonesia menjadi bangsa yang majemuk, terdapat lebih dari 300 kelompok etnis yang berbeda yang mempunyai ciri khas yang berbeda beda, masing-masing dengan identitas budayanya, serta mempunyai lebih dari 250 bahasa daerah, hampir semua agama penting dunia dianut oleh masyarakat Indonesia.2

Agama adalah sesuatu yang sangat fundamental, maka tidak jarang setiap pengikutnya selalu fanatik terhadap keyakinan yang dianutnya, baik fanatisme positif maupun negatif. Fanatisme negatif terkadang ditunjukan dengan rasa tidak suka terhadap sesuatu yang tidak diyakininya. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran agama dan hukum yang berlaku di Indonesia (hukum positif). Dalam hal itu ada agama yang resmi dan diakui oleh undang-undang yakni Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu sebagai agama baru yang diresmikan pada era Presiden Abdurrahman Wahid3ُ Keberagaman agama di Indonesia merupkan unsur penting dalam kehidupan bernegara sebagaimana yang tercantum dalam Pancasila sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan penegasan konstitusional

1Imam Syaukani Dan Titik Suwariyati, Konpilasi Kebijakan Dan Peraturan Perundang- Undangan Kerukunan Umat Beragama.(Jakarta:Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009. Cet.11.

Hlm 01

2 Imam Syaukani Dan Titik Suwariyati, Konpilasi Kebijakan Dan Peraturan Perundang- Undangan Kerukunan Umat Beragama.(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009. cet.11.

hlm 01

3 Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan Atau Penodaan Agama

(14)

2

dalam pasal 29 ayat (1) UUD 1945, bahwa “ Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” ini menjelaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan memilih kepercayaan yang yang diyakini benar.4

Indonesia adalah negara hukum.5 Oleh karena itu menjaga eksitensi ajaran suatu agama tidak hanya tugas tokoh agama, tapi negara juga berkewajiban menjamin kebebasan beragama bagi para penganut yang merupakan hak bagi setiap warga negara, dengan catatan ada batasan yang sudah diatur oleh negara agar setiap orang dapat saling menghormati orang lain dalam menjalankan haknya. Setiap orang yang tidak mentaati pembatasan-pembatasan yang diatur dalam konstitusi, maka akan dikenakan sanksi hukum.6

Di Indonesia sudah diatur dalam Pasal 28E ayat (1) dan (2) UUD 1945 disebutkan: pertama;Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilihُ pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah warga negara dan meninggalkannya serta berhak kembali; kedua, setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.7 Kemudian disempurnakan dan dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2005 (Covenant on Civil and Political Rights).

Indonesia adalah bangsa yang plural yang terdiri dari suku, agama, dan sebagainya, namun tidak serta merta kebebasan tersebut dibiarkan begitu saja, namun ada pembatas. Seperti diatur dalam Pasal 28J ayat (1) dan (2) UUD 1945, disebutkan: Pertama, Setiap orang wajib menghormati Hak Asasi Manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; Kedua, Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai- nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

4 Undang- Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945

5 A. Rosyid Al-Atok, Negara Hukum Indonesia. Hlm 1

6 Ibid

7 Ibid

(15)

Kebebasan beragama, Islam sebagai agama yang rahmatan lil „alamin, menjamin kebebasan bagi siapapun untuk memeluk agama yang yakini benar, sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 256 yang sebagian penggalan ayatnya yang artinya” tidak ada paksaan dalam agama”.8 Dan Islam juga menjamin keamanan bagi orang non Islam yang tinggal di negara Muslim untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya serta menjamin harta, jiwa, dan raga orang tersebut, yang bersetatus sebagai Kafir Dzimmi, yakni orang kafir yang tianggal di negeri muslim tapi tidak memusuhi orang-orang Muslim. Lain halnya orang kafir yang tinggal dinegara muslim namun memusuhi orang Islam maka orang kafir tersebut wajib diperangi karena sudah memusuhi orang Islam (Kafir Harbi).9

Oleh karena itu, setiap ada persoalan terkait dengan Penodaan Agama menjadi tanggung jawab tokoh agama. Namun negara juga ikut andil dalam masalah tersebut karena terkait dengan sebuah delik dalam tindak pidana.

Contohnya kasus penodaan agama Gerakan Fajar Nusantara,10 Penodaan Agama Islam oleh Basuki Thahaja Purnama (Ahok,11 Kasus Ahmadiyah,12 Penodaan Agama oleh Ahmad Musoddiq,13 Penistaan Agama Hindu oleh Rusgiani.14

Pada tahun 2012 Penodaan Agama yang dilakukan oleh Tajul Muluk alias H. Ali Murtadha yang menggegerkan dunia maya, seorang Ustad yang beraliran Syiah dalam ajarannya menganggap bahwa Al-Qur‟an yang ada pada saat ini tidak asli, sedang yang asli sedang dibawah oleh Al- Imam Mahdiy Al- Muntadhor, dan penyimpangan terhadap hal yang paling prinsipil dalam Islam seperti penyelewengan Rukun Iman dan Rukun Islam.15

8 Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah Ayat 256

9 Abu Ibrahim Muhammad Ali A.M. Majalah Al-Furqon: Indahnya Hukum Qishash.

Gresik: Lajnah Dakwah Ma‟had Al-Furqon Al-Islami.

10 Siti Arpiah, gafatar adalah penjelmaan al-qiyadah al-islamiyah yang dilarang, berita satu, 22 januari 2017, diakses 23 juni 2018

11 https://nasional.tempo.co/read/1477147, kasus penodaan agama, ahok divonis 2 tahun penjara, selasa, 9 mei 2017 11:08 wib

12 https://tirto.id/saksi-ahli-gugatan-uu-penodaan-agama-ahmadiyah-adalah-islam-cyaf, saksi ahli gugatan uu penodaan agama: ahmadiyah adalah islam

13https://mkri.id/public/content/persidangan/risalah/risalah_sidang_perkara%20nomor%2 0140.puu-vii,%2010%20feb%202010.pdf

14 https://news.detik.com/berita/d-2400764/hina-agama-hindu-ibu-rumah-tangga-di-bali- dibui-14-bulan

https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2012/07/120712_vonis_syiah_sampang, pemimpin syiah sampang divonis dua tahun, 12 juli 2012

(16)

4

Dari kasus tersebut membuat warga sekitar menjadi resah. Para Ulama dan Kiai serta aparatur Pemerintah turun tangan dalam masalah ini, hingga ada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sampang yang intinya menyatakan bahwa ajaran yang disampaikan oleh Tajul Muluk adalah sesat.16 Kemudian Tajul Muluk alias H. Ali Murtadha dinyataan olehn penuntut umun 4 (empat) tahun penjara, yang menghadirkan saksi Rois Al Hukama, Muhammad Nur Asmawi, Ummu Kulsum, Mun‟i, kemudian putusan Majelis Hakim Negeri Sampang Nomor 69/Pid.B/2012/Pn.Spg dengan vonis 2 (dua) tahun penjara.17

Dari kasus diatas menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut, menimbang banyak aktifis Hak Asasi Manusia (HAM) yang menilai sikap pemerintah dan penegak hukum dalam kasus Tajul Muluk ini bertentangan dengan 28E ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan UU HAM serta UU Nomor 12 Tahun 2005 yang menyatakan, “setiap orang berhak untuk memeluk agama beribadat menurut agamanya, dan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Koordinator Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) Surabaya, Andy Irfan, menyatakan, pilihan Tajul menyakini mazhab Syiah tak bisa dikatagorikan sebagai penodaan agama."Mazhab Syiah adalah salah satu mazhab yang diakui komunitas Islam di dunia. Lalu bagaimana nasib jutaan pengikut Syiah yang lain Indonesia? Apakah mereka juga terancam pasal penodaan agama?'' gugat Andy di Surabaya, Jumat (13/4/2012).18

Putusan tersebut juga banyak dinilai oleh para akademisi hukum sebagai putusan berstatus cacat hukum. Karena Judex Facti Pengadilan Negeri banyak yang keluar dari koridor semestinya, Majelis Hakim dinilai secara jelas dan nyata telah merivisi, melindungi, dan keluar dari dakwaan Jaksa/ Penuntut Umum dengan memaksakan untuk menghukum terdakwa, lebih dari itu, pengubahan surat dakwaan telah melanggar ketentuan hukum yakni Pasal 182 KUHAP. Saksi

16 Tajus Subki, Multazam Muntahaa, Ainul Azizah, Jurnal Judul Analisis Yuridis Tindak Pidana Penodaan Agama (Studi Kasus Putusan Nomor 69/pid.b/2012/pn.spg).

17 Ibid

18https://amp.kompas.com/regional/read/2012/04/13/13211591/penahanan-tajul-muluk- langgar-ham

(17)

yang dihadirkan atas nama Rois Al-Hukama dan Ummu Kulsum juga tidak disumpah sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 26 jo Pasal 155 Ayat (4) KUHP.19

Alasan kasus Penodaan Agama yang dilakukan oleh Tajul Muluk alias H. Ali Murtadha menarik untuk dikaji, karena masih banyak literatur buku yang membahas tentang aliran-aliran dalam Islam, banyak buku tentang mazhab yang menempatkan Syiah sebagai aliran dalam Islam dan masih dikatagorikan sebagai orang Islam, seperti Ahlusunnah Wal Jama‟ah dan lain sebagainya. Seperti buku

“Pengantar Perbandingan Mazhab” karangan Prof. Huzaimah Tahido Yanggo yang membagi mazhab kepada beberapa golongan yakni mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i, Hambali dan Syiah.20 Tetapi ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah membagi Syiah kepada beberapa golongan, sehingga ada Syiah yang sesat dan ada yang tidak sesat seperti Syiah yang tidak meyakini ajaran “Aqidah Tahrif Al-Qur‟an”

serta tidak mengkafirkan para Sahabat Nabi SAW.21

Aqidah Tahrif Al-Qur‟an adalah karagu-raguan atau tidak meyakini keotentikan Al-Qur‟an. Dalam banyak pendapat Tahrif mempunyai arti: (1) meniadakan sesuatu dari tempatnya ketempat lain; (2) mengurangi atau menambah pada huruf atau harakat dengan mempertimbangkan tetap menjaga dan tidak menyia-nyiakan Al-Qur‟an; (3) mengurangi atau menambah satu kalimah atau dua kalimah dengan tetap menjaga Al-Qur‟an; (4) Tahrif dengan menambahi atau mengurangi pada ayat atau surat dengan tetap menjaga Al-Qur‟an; (5) Tahrif dengan menambah, dengan pemahaman makna sesungguhnya sebagian mushaf yang ada pada kita tidak termasuk firman yang diturunkan (Al- Qur‟an); (6) Tahrif dengan pengurangan, dengan pemahaman sesungguhnya mushaf yang ada pada kita tidak mencakup semua ayat- ayat Al- Qur‟an; (7) Tahrif pada tartib ayat.

Dari uraian latar belakang diatas kasus ini menarik untuk dikaji, maka penulis menganalisis kasus ini dengan judul Skripsi: “Analisis Penodaan Agama Tajul Muluk (Studi Kasus Putusan Nomor 69/Pid.B/2012/Pn.Spg).”

B. Identifikasi Masalah

19 DIREKTORI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA.

20 Prof. Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, hlm 1

21 Shihab 2007: 82; Rasyidi, 84:52

(18)

6

Permasalahan penelitian yang penulis ajukan ini dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Penodaan agama?

2. Apa konsep Islam terkait dengan penodaan agama?

3. Adakah dalil Al-Qur‟an maupun Hadits yang membahas penodaan agama?

4. Apa unsur-unsur pidana penodaan agama dalam Islam?

5. Apa saja yang membuat saudara Tajul Muluk ditetapkan sebagai tersangka penodaan agama?

6. Apa hubungan Syiah dengan Penodaan Agama?

7. Bagaimana penyelesaian kasus Tajul Muluk oleh Hakim Pengadiln Negeri Sampang dengan menggunakan dalil 156a oleh Jaksa Penutut Umum untuk mengadili Tajul Muluk alias H.Ali Murtadha?

8. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutus perkara penodaan agama Tajul Muluk alias H.Ali Murtadha diliahat dari sudut pandang Hukum Islam?

9. Apakah putusan tersebut cacat hukum dan bertentangan dengan UU 28E tentang kebebasan beragama?

10. Apakah bukti yang diajukan oleh Jaksa penuntut Umum sudah memenuhi standar dalam pemindanaan?

C. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, guna mempermudah penyusunan skripsi ini, penulis membuat batasan dan rumusan sebagai berikut:

1. Pembatasan masalah

Dari identifikasi masalah diatas, banyak sekali permasalahan yang sudah dikelompokan oleh penulis, agar lebih mengarah kepada pembahasan khusus dan pembahasan tidak melebar dan fokus pada satu tujuan. Maka dalam skripsi ini, penulis hanya menganalisis PUTUSAN NOMOR 69/PID.B/2012/PN.SPG terkait dengan penodaan agama yang dilakukan oleh saudara Tajul Muluk alis H.Ali Murtadha dari sudut pandang hukum Islam dengan diakaitkan keberagaman mazhab dalam Islam dan Hukum Positif dengan melihat sisi pembuktian dan prosedur hukum acaranya.

(19)

2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan identifikasi masalah yang dikemukakan diatas, maka pokok rumusan masalah dari skripsi ini adalah :

1) Apa pertimbangan hakim dalam memutus perkara penodaan agama Tajul Muluk dalam putusan Putusan Nomor 69/Pid.B/2012/Pn.Spg?

2) Bagaimana tinjauan Hukum Positif dan Hukum Islam terhadap vonis hukuman Tajul Muluk dalam Putusan Nomor 69/Pid.B/2012/Pn.Spg?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara Tajul Muluk dalam Putusan Nomor 69/Pid.B/2012/Pn.Spg.

2. Untuk mengetahui apakah pertimbangan hakim sesuai dengan norma-norma hukum positif yang berlaku, serta untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap putusan hakim dalam Putusan Nomor 69/Pid.B/2012/Pn.Spg

E. Kegunaan Penelitian

Dengan tujuan penelitian sebagaimana yang disebutkan diatas, maka kegunaan penelitian ini sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi warna baru dalam khazanah ilmu hukum khususnya masyarakat yang beragama Islam dan berguna bagi pengembangan teori ilmu hukum, revitalisasi implementasi ilmu hukum pidana khususnya dalam penegakan hukum pidana di Indonesia dalam sistem proses peradilan (acara) kedepan dalam perspektif keberagaman mazhab dalam hukum Islam dan Hukum Positif.

a. Segi filsafat hukum

Kegunaan bagi disiplin ilmu filsafat hukum di antaranya sebagai berikut:

1. Bertujuan agar para penegak hukum dan mahasiswa mampu memahmi tujuan hukum,mengapa negara berhak menghukum, hubungan hukum dengan kekuasaaan, masalah pemidanaan hukum didalam Islam.

(20)

8

2. Bertujuan agar para penegak hukum dan mahasiswa mampu memahami hakikat hukum, baik itu teori imperative (asal mula hukum), teori indikatif (kenyataan-kenyataan sosial yang mendalam), teori Optatif (tujuan hukum,keadilan).

b. Segi Sosiologi hukum

Kegunaan bagi disiplin ilmu sosiologi hukum diantaranya sebagai berikut:

1. Tujuannya agar para penegak hukum dan mahasiswa mampu memahami hukum dari konteks sosial.

2. Bertujuan agar para penegak hukum dan mahasiswa khususnya hakim yang beragama Islam dapat melakukan analisis terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat, dan sarana untuk mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan sosial tertentu.

3. Diharapkan agar para penegak hukum dan mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap efektivitas hukum di masyarakat.

c. Segi peneliti dan Fakultas Hukum

Di harapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam bahan renungan bagi peneliti khususnya dan Mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum pada umumnya karena disitulah letak dimana manusia disebut sebagai binatang yang berfikir, tambahan renungan tersebut dalam bentuk sistem pemidanaan yang menjmin kepastian hukum dan keadilan dalam penegakan hukum di Indonesia.

d. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis di antaranya sebagai berikut :

1. Secara praktis, peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti bagi peneliti secara pribadi sebab penelitian ini bermanfaat dalam menambah keterampilan dalam melakukan kajian ilmiah mengenai persoalan hukum khususnya hubungan antara hukum positif dengan hukum Islam.

(21)

2. Bagi pemerintah dan pejabat/aparat penegak hukum, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan pengembangan konsep pembaharuan hukum pidana khusus dan teori hukum secara universal pada umumnya dalam criminal justice system dan mengantisipasi terjadinya ketidakpastian hukum dan ketidakadilan dalam proses penegakan hukum di Indonesia khususnya melalui justice criminal system. Sehingga efeknya akan merubah stigma pemikiran dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan perubahan dan dinamika yang terjadi dalam memenuhi keadilan di dalam masyarakat, dan pemerintah/aparat hukum dapat menjalankan tugas pokok fungsinya secara profesionalisme, manusiawi, dan dapat memuwujudkan tujuan suci dari hukum itu sendiri.

3. Bagi masyarakat diharapkan bermanfaat sebagai masukan konstruktif dan membentuk budaya tertib dan adil sesuai aturan huku, dan mengetahui hak dan kewajiban hukumnya, sehingga nanti konsep hukum pembagunan di Indonesia jilid 2 akan berjalan de sollen menjadi de sain.

F. Literature Riview

Diantara kajian yang sudah ada yang membahas pemasalahan yang berkaitan dengan Tajul Muluk antara lain oleh :

Pertama: Muafik Jufri Jurnal Ilmu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan judul “Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sampang Nomor 69/Pid.B/2012/PN.SPG. Perspektif Hak Kebebasan Beragama Di Indonesia” 22penelitian ini dalam bentuk jurnal yang diterbitkan di media internet dengan situs journal.um.ac.id dalam penelitian ini penulis meneliti judul diatas dengan perspektif HAM yang menganalisis adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap pemenjaraan Tajul Muluk, dalam penelitian ini berbeda dengan Skripsi penulis yang yang membandingkan antara Hukum Positif dengan Hukum Islam sehingga pembahasan lebih mendalam.

22Muafik Jufri, Jurnal Ilmu Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Dengan Judul

“Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sampang nomor 69/pid.b/2012/pn.spg. Perspektif Hak Kebebasan Beragama Di Indonesia”

(22)

10

Kedua : Kelvin Oktvian Skripsi Universitas Tarumanegara dengan judul “Analisis Sistem Pembuktian dan Penjatuhan Pidana Dalam Tindak Pidana Penodaan Agama Berdasarkan Pasal 156A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:Studi Kasus Putusan No.69/Pid.B/PN.Spg” penelitian ini masih ditinjau dari hukum positif dalam pembahasannya lebih mengerucut kepada sisi pembuktian dan sanksi saja namun tidak membahas perspektif Hukum Pidana Islam nya.23Perbedaan dengan penulis yang lengkap kepada kajian Hukum Islam yang dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Ketiga: Tajus Subki, Multazam Muntahaa, Ainul Azizah, Jurnal Lentera Hukum dengan judul: “Analisis Yuridis Tindak Pidana Penodaan Agama (Putusan PN Sampang No.69/Pid.B/2012/Spg)24. Perbedaan dengan penelitian penulis, Penulis menganalis dari sudut pandang Hukum Islam yang tidak dibahas dalam penelian Tajus Subki dan kawan-kawan.

Keempat: Yota Eka Saputra Tanwir Skripsinya dengan judul:

“Penyelesaian Hukum Pidana Terhadap Kekerasan Atas Nama Agama Dalam Kasus Tajul Muluk dan Ahmadiyah Dihubungkan Dengan Pasal 156 KUHP Jo. UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi. Kekerasan atas nama ternodaanya agama yang terjadi pada masyarakat Islam Syiah Imamah di Sampang, Madura dan Masyarakat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandegelang Banten. Membuat kegelisahan begitu mendalam di dalam diri penulis.

Penelitian ini mengabungkan dua kasus yang sama kejadiannya terkait dengan isu agama namun tidak meneliti secara spesifik satu kasusnya.25 Dan tidak membahas sisi dari Hukum Islam nya.

F. Metode Penelitian

Faktor penting yang sangat berbengaruh dalam penulisan ataupun penyusunan karya tulis yang bersifat imiah adalah dengan menentukan metode

23 Google Cedikia, Muafik Jufri Jurnal Ilmu Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Dengan Judul “Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sampang Nomor 69/pid.b/2012/Pn.Spg. Perspektif Hak Kebebasan Beragama Di Indonesia”

24 Tajus Subki, Multazam Muntahaa, Ainul Azizah, Jurnal Lentera Hukum Dengan Judul:

“Analisis Yuridis Tindak Pidana Penodaan Agama (Putusan Pengadilan Negeri Sampang Nomor:69/Pid.B/2012/Pnspg)

25 Yota Eka Saputra Tanwir Skripsinya Dengan Judul: “Penyelesaian Hukum Pidana Terhadap Kekerasan Atas Nama Agama Dalam Kasus Tajul Muluk Dan Ahmadiyah Dihubungkan Dengan Pasal 156 Kuhp Jo. Uu no.39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi.

(23)

apa yang akan digunakan nantinya sehingga penelitian jadi terarah sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis itu sendiri serta pengkajian dan penganalisisan objek studi dapat dilakukan dengan benar dan optimal, menggunkan metode yang tepat merupakan suatu kunci keberhasilan nantinya sehingga dapat emberikan hasilyang ilmiah.

Menggunakan metode penelitian yang tepat sangat dibutuhkan pemahaman oleh penulisnya Metode penelitian yang diterapkan oleh penulis bertujuan untuk memberikan hasil penelitian yang bersifat ilmiah agar analisis yang dilakukan terhadap studi dapat dipertanggungjawabkan.

Suatu rangkaian proses untuk menentukan aturan hukum, prinsip- prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab isu hukum yang dihadapi merupakan maksud dari penelitian itu sendiri. Adapun dalam skripsi ini mengunakan metode pendekatan antara lain:

a. Jenis Penelitian

Di latar belakang masalah sudah dijelaskan alasan penulis memilih kasus Tajul Muluk sebagai objek penelitian dengan menggunakan putusan hakim yang mengadili kasus tersebut dalam hal ini putusan Hakim Negeri Sampang sebagai objek pendukung utama, serta histori terkait dengan kasus Tajul Muluk ini. Oleh karena itu dalam penulisan penelitian ini menggunakan tipe penelitian Hukum Normatif (legal researce). Tipe penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang bersifat formil seperti undang-undang, peraturan-peraturan yang terkait dengan kasus dan permasalahan yang dibahas. Data yang digunakan lebih berupa kata-kata daripada angka-angka.26

b. Sumber Data

Penelitian yang merujuk kepada beberapa literatur yang merupakan penelitian pustaka, sumber data diperoleh dari, yaitu data sekunder, data Primer adalah data yang didapat dari Putusan Hakim Negeri Sampang Nomor

26 Emzir, Metode Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta Pers,2011), Hlm.3

(24)

12

69/Pid.B/2012/Pn.Spg.27 dan didukung oleh dokumen-dokumen resmi, publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, komentar-komentar atas putusan pengadilan sehingga dapat mendukung, membantu, melengkapi, dan membahas masalah-masalah yang timbul dalam skripsi ini. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan isu hukum yang menjadi pokok permasalahan, dan didukung oleh pendapat-pendapat ulama mazhab seperti mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i, Hambali

c. Teknis Pengumpulan Data

Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian pustaka (library researce), maka teknis pengumpulan data yang akan dugunakan oleh penulis adalah dengan mengumpulkan buku-buku hukum, undang-undang, kamus hukum, jurnal, karya ilmiah, kitab undang-undang yang berkaitan dengan masalah yang diteli, baik dari bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

Kemudian mengadakan telaah buku dan mencatat materi-materi dari dalam buku tersebut yang bekaitan dengan judul penelitian. Setelah itu, catatan tersebut diklasifikasikan sesuai dengan pokok-pokok kajian permasalahan yang akan dibahas dan melakukan pengutipan baik secara langsung maupun tidak langsung pada bagian-bagian yang pada penulis dapat dijadikan sebagai sumber rujukan yang nantinya akan disajiakan secara sistematis segingga menghasilkan sebuah kesimpulan.

d. Sifat Penelitian dan pendekatan

Dengan mengambil Putusan Hakim Pengadilan Negeri Sampang Nomor 69/Pid.B/2012/PN.Spg terkait dengan kasus Tajul Muluk sebagai obejek penelitian, maka penelitian ini bersifat dekriptif, analitik komperatif yaitu memberikan pemaparan tentang putusan serta teori-teori hukum yang digunakan, yang kemudian dianalisis dengan Hukum Positif dan Hukum Islam

27 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,Hlm.135

(25)

setelah sebelumnya diuraikan pandangan-pandangan mereka kemudian dibandingkan antara keduanya sehingga dapat diperoleh kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis ingin menggambarkan sekilas tentang isi disetiap bab yang akan ditulis dalam skripsi karya ilmiah ini sebagai berikut:

Bab I: Berisikan tentang prosedur dalam penelitian yang berisikan tentang latar belakang masalah. Dengan itu bisa di identifikasi sebuah masalah, membuat batasan dengan tujuan untuk terfokus kepada masalah yang diteliti, membuat rumusan, serta penulis juga menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian, serta , menentukan metode apa yang digunakan dalam penelitian.

dengan Syiah, hubungan Syiah dengan penodaan agama, landasan hukum tentang Penodaan Agama, saksi pelaku penodaan agama, serta sekilas memaparkan pandangan

Bab II: Penulis memberikan gambaran umum tentang pengertian Penodaan Agama berdasarkan Hukum Positif dan Hukum Islam, kemudian penulis memaparkan landasan hukum pidana Penodaan agama,. Penulis juga membahas terkait dengan kultur keberagaman mazhab dalam hukum Islam.

Bab III: Penulis menyajikan tentang berbagai macam fenomena penodaan agama di Indonesia secara deskriptip beserta sekilas muatan Putusan Hakim tersebut, penulis juga menjelaskan tentang fakta-fakta analisis terkait dengan Penodaan Agama Tajul Muluk alias H. Ali Murtadha.

Pada Bab IV: Berisikan tentang Putusan Hakim beserta dengan pertimbangan dalam memutus perkara Penodaan Agama Tajul Muluk alias H.

Ali Murtadha, kemudian menganalis putusan tersebut dari sudut pandang Hukum Positif dan Hukum Islam.

Bab V: Berisikan tentang kesimpulan dari hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan sebagaimana yang tergambar dalam skripsi ini yang diikutsertakan dengan saran guna untuk mendukung perbaikan skripsi ini.

(26)

14 BAB II

PENODAAN AGAMA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM ISLAM

A. Pengertian Agama

Secara etimologi penodaan penodaan berasal dari kata noda. Noda yaitu

“1.menyebabkan menjadi /tampak kotor);bercak ;2.Aib;cela;cacat”1 Sehingga dalam makna primer yakni sesuatu yang bermula dibalik kata tersebut yang mempunyai arti kata suatu bintik-bintik yang mempunyai warna khas yang berada ditegah warna yang dominan dan merata. Sedangkan menurut makna sekunder yang bermula dari metamorphosis atau majazi atau kiasan, yang mempunya arti kata aib atau sesuatu yang berbeda dari norma umum.2

Agama berasal dari bahasa Sansekarta yang artinya peraturan, dan juga dalam bahasa Sansekarta agama terdiri dari dua kata, yakni “a” mempunyai arti tidak, dan “gama” mempunyai arti kacau. Jadi dari penjelasan diatas bahwasanya Agama artinya tidak kacau.3 Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan. Banyak agama memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan asal- usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang-orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama, atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.4

Menurut Daraadjaat, agama adalah peroses hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan terhadap sesuatu yang diyakininya, yang lebih tinggi dari pada manusia. Sedangkan Gloock dan Staark bahwa agama adalaha sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, sistem perilaku yang terorganisasi, yang

1 KBBI (KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA)

2 Lukman Ainul Yakin, Makna Hukum Frasa Penodaan Agama Dalam Pasal 156 Kuhp, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

3 Ibid

4 The Everything World's Religions Book: Explore The Beliefs, Traditions And Cultures Of Ancient And Modern Religions, Page 1 Kenneth Shouler - 2010

(27)

kesemuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihahayati sebagai yang paling maknawi.5

B. Makna Frasa Penodaan Agama Menurut Hukum Positif

Secara umum penodaan agama adalah suatu perbuatan yang bertentangan akan sesuatu yang dianggap mulia oleh sebuah kelompok yang harus dijaga kesuciannya seperti, simbol suatu agama/ tokoh agama/ kitab suci agama beserta ajaran yang ada didalamnya dengan perbuatan, perkataan atau tulisan yang berisikan ejekan terhadap simbol yang dianggap suci.6

Menurut Barda Nawawi Arief tindak pidana penodaan agama dapat dibedakan menjadi (tiga) 3 jenis, yaitu:7 (1) Tindak pidana menurut agama, (2) Tindak pidana terhadap agama, (3) Tindak pidana yang berhubungan dengan agama. Tindak pidana “menurut agama” yakni perbuatan-perbuatan menurut hukum yang berlaku adalah tidak pidana dan dianggap terlarang atau tercelah oleh agama, atau tidak dianggap sebagai penodaan agama oleh hukum namun dianggap tercelah oleh agama.8 Tidak pidana “terhadap agama” ialah sesuai dengan Pasal 156 KUHP:9

Tindak pidana “terhadap kehidupan beragama” antara lain dalam Pasal 175-18i dan 503 ke-2 KUHP yang mencakup perbuatan-perbuatan: Pertama, merintangi pertemuan/ upacara agama dan upacara penguburan Jenazah (pasal 175); kedua, menertawakan petugas agama dalam menjalankan tugasnya yang dizinkan (Pasal 177 ke-1); ketiga, menghina benda-benda keperluan ibadah (pasal 177 ke-2), keempat, merintangi pengangkutan mayat ke kuburan (Pasal 178); kelima, Menodai/ merusak kuburan (Pasal 179), menggali, mengambil, memindahkan jenazah ( Pasal 180); keenam, menyembunyikan/ menghilangkan

5 Zakiah, Drajat, 2005,” Ilmu Jiwa Agama Jakarta Bulan Bintang”, Hal 10.

6 Kurnia Dewi Anggraini, 2017, "Penafsiran Tindak Pidana Penodaan Agama Dalam Perspektif Hukum Era Hukum, Volume 2.No.1, hm. 271

7 Nawawi Arief, Delik Agama Dan Penghinaan Tuhan (Blasphemy) Di Indonesia Dan Perbandingan Berbagai Negara, (Semarang: Badan Penerbit Undip, 2007), hal. 1.

8 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cetakan Ke-6 (jakarta:

pt. Fajar interpratama, 2017) hlm. 326

9 Pasal 156 a sudah ada sejak dikeluarkannya undang-undang nomor 1 PNPS 1995 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan Penodaan Agama, lembaran negara nomor. 3 tahun 1965 tanggal 27 januari 1965 dimana salah satu pasalnya, yaitu pasal 4 undang-undang nomor 1 pnps 1965 dimasukkan ke dalam kuhp menjadi pasal 156a.

(28)

16

Jenazah untuk menyembunyikan kematian/kelahiran (Pasal 181); ketujuh, membuat gaduh dekat bangunan ibadah atau pada waktu ibadah dilakukan (Pasal 503 ke-2).10 Kemudian delik yang berhubungan dengan agama, sebagaimana yang tertancum dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945:11“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya”.

Dari jenis-jenis penodaan agama yang dikenal sebagai tindak pidana penodaan terhadap agama adalah murtad dan penghinaan hal ini dikenal dengan istilah hukum sebagai penodaan agama.12 Indonesia adalah negara hukum,13 telah berupaya sedemikian mungkin untuk melindungi agama yang dianut oleh warga negara dengan membuat peraturan hingga pelaksanaan terhadap para pelanggar hukum yang sudah disahkan oleh undang-undang guna mencegah terjadinya penodaan agama yang dapat menimbulkan permusuhan dan perpecahan serta pertentangan antar agama dan para pengikutnya di Indonesia.

Pasal tentang penodaan agama diperkuat dengan undang-undang nomor 1/ PNPS/1965 yang mengatur tentang kasus penodaan agama. Pasal 1 menyebutkan: “setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penaksiran dan mana menyimpang dari pokok- pokok ajaran agama itu”. Pasca diundangkannya Undang-Undang No.1/

PNPS/ 1965 tentang pencegahan dan atau Penodaan Agama, maka ditambahkannya Pasal 156 a KUHP yang mengatur tentang perbuatan yang menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap orang atau

10 Makalah pada Forum " Debat Publik RUU Tentang KUHP "Diselenggarakan Oleh Departemen Kehakiman dan Ham, Di Jakarta Tanggal 21- 22 november 2000, hal 3

11 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat 2 2011 hal. 163

12 Ibid

13 A. Rosyid Al-Atok, Negara Hukum Indonesia

(29)

golongan lain dimuka umum, kolompok yang berlainan suku, agama, keturunan dan sebagainya.14

Dalam pasal 156 KUHP 15menyatakan bahwa: "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun. Barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: Pertama, yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; kedua, dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama manapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Inti dari pasal tersebut yang berisikan larangan-larangan yang bersifat ppermusuhan, penyalahgunaan atau penodaan. Maksud agama dalam penjelasan pasar di atas ialah, agama yang secara resmi ditetapkan oleh undang-undang yaitu agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu Budha dan Kong Hu Cu.16

Dalam memperkuat keyakinan hakim dalam menilai benar atau tidaknya perbuatan terdakwan, maka dibutuhkan pembuktian dan alat-alat bukti yang lain. Hal tersebut merupakan bagian yang terpenting dalam hukum acara pidana yang bertujuan agar tidak salah dalam menjatuhkan vonis hukuman kepada pihak terdakwa agar mencapai sebuah kebenaran materil.17 Dalam mencari sebuah kebenaran materil merupakan sesuatu yang tidak mudah, melihat alat-alat bukti yang disediakan oleh undang-udang bersifat relatif kebenarannya, misal adalah keterangan saksi.18

Berikut adalah sistem pembuktian, dalam praktiknya sering diterapkan oleh hakim dalam pengadilan: Pertama, Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (Positive vettelijk bewijs theorie), sistem ini disebut positif, karena sistem pembuktian yang hanya mendasarkan pada undang-undang semata. Artinya keyakinan hakim tidak dibutuhkan apabilah suatu tuduhan terlah terbukti berdasarkan alat-alat bukti yang disebut dalam

14 Tajus Subki, Multazaam Muntahaa & Ainul Azizah, “Analisis Yuridis Tindak Pidana Penodaan Agama Studi Putusan Pengadilan Negeri Sampang Nomor: 69/Pid.B/2012/Pn.Spg”, Journal Etika Hukum, Volume 1, Nomor 1 (april 2014): 55.

15 Pasal 156 KUHP

16 Tafsir Undang-Undang No. 1 pnps 1965 pasal 1

17 Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi kedua Penerbit Sinar Grafika, hlm 349

18 Hery Soedirman, D.Sc and Johan J.O‟connel, Modern Criminal the Investigation, New York-London hlm 19

(30)

18

undang-undang.19Kedua, Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu, sitem ini kebalikan dari sistem sebelumnya, sesuai dengan sebutannya ialah mendasarkan kebenaran hanya atas dasar keyakinan hakim melulu.

Keyakinan hakimlah yang menentukan nasib terdakwa, pengakuan terdakwa pun tidak menjamin terdakwa bener-benar telah melakukan perbuatan yang didakwakan.20

Ketiga, Sistem pembuktian atas dasar keyakinan hakim yang logis, sistem pembuktian ini sering dinamakan dengan sistem pembuktian bebas, karena hakimlah yang bebas menyentukan kebenrannya atas atas dasar keyakinan keyakinan yang didapat dari alasan yang logis. Sistem yang disebut sebagai jalan tengah yang mendasarkan kepada keyakinan hakim dalam batas tertentu. Yakinanan hakim atas alasan yang logis atau teori yang berdasarkan udang-udang.21

Keempat, Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif, yaitu sistem yang mendasarkan pada dua alasan, yakni berdasarkan keyakinan hakim yang disertai dengan keyakinan berdasarkan alat-alat bukti yang disebut dalam undang-udang.22 Sistem ini disebut dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi: “ Hakim tidak boleh menjatuhkan hukum pidana kepada sesorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benr terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya”. Pasal 294 ayat (1) HIR menyebutkan: “Tidak seorang pun boleh dikenakan pidana, selain jika hakim mendapat keyakinan dengan alat-alat bukti yang sah, bahwa benar terjadi perbuatan yang dipidana dan bahwa orang-orang yang didakwa bersalah melakukan perbuatan itu.

Proses adjudikasi didasarkan pada hubungan dari tiga prinsip dasar hukum acara pidana, yaknii asas praduga tak bersalah, proses dan prosedur.

Ketiga prinsip dasar ini yang melahirkan kewenangan dan diskresi dalam

19 Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi kedua Penerbit Sinar Grafika, hlm 249

20 Ibid 252

21 A. Minkenhof, op.cit., hlm. 219

2222 Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi kedua Penerbit Sinar Grafika, hlm 254

(31)

penegakan hukum pidana termasuk didalamnya adalah penjatuhan pidana.

Adapun makna dari asas praduga tak bersalah yaitu seseorang dipandang tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara hukum.23

Hak pembuktian terdakwa (evidential burden) kendati bukanlah sesuatu yang amat baru dalam konteks hukum pidana Indonesia. Terkait dengan ketidakmampuan bertanggung jawab dan unsur melawan hukum yang tidak ditegaskan didalam undang-undang, terdakwa diberikan hak untuk membuktikan sebaliknya. Kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur diam-diam yang memandang secara umum bahwa seseorang mempunyai alat berfikir yang normal ketika melakukan perbuatan pidana. Maka dengan itu, penuntut umum tidak mempunyai kewajiban untuk membuktikannya.

Sebaliknya, terdakwa diberikan hak untuk membuktikan sebaliknya jika terdakwa mendalilkan ketidakmampuan bertanggung jawab.24

C. Penyelesaian Hukum Non-Litigasi

Pada umumnya penyelesain sengketa hukum diselesaikan melalui proses persidangan di pengadilan yang dipimpin oleh majelis hakim, cara tersebut dikenal dengan penyelasaikan hukum secara litigasi. Dalam penyelesaian hukum secara litigasi perkara akan diperiksa oleh hakim pengadilan dalam suatu rangkaian persidangan. Tugas tersebut dilakukan oleh badan Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara/PTUN dan Mahkamah Konstitusi.

Penyelesaian perkara secara litigasi mempunyai kekuatan hukum pasti dan bersifat final, serta dapat menciptakan kepastian hukum dengan pihak menang atau kalah (win and lose position) dan dapat dipaksakan pelaksanaan putusannya apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan yang sudah ditetapkan oleh pengadilan (eksekusi). Menurut Sudikno Mertokusumo putusan pengadilan mempunyai tiga macam kekuatan yang merupakan

23 Muhammad Ainu Syamsu, Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip Penjatuhan Pidana, (Depok: Edisi Pertama, Pranadamedia Group, 2016), hlm 114

24 Ibid 121

(32)

20

keistiwewaan penyelesaian perkara dengan litigasi, yakni mempunyai kekuatan yang mengikat kedua pihak, kekuatan pembuktian kekuatan eksekutorial.25

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non-litigasi), yakni penyelesaian sengketa melalui negosiasi (musyawarah), mediasi, arbitrase, dan konsiliasi. Pada praktiknya penyelesaian sengketa juga biasanya didalakukan dengan cara damai melalui kepala desa. Penyelesaian ini diterima oleh pihak yang bersengketa karena prosesnya didasarkan pada pengaturan sendiri dan masih kental diwarnai dengan adat kebiasaan setempat. Cara penyelesaian non-litigasi dibagi beberapa jenis, diantaranya; pertama, penyelesaian dengan cara negosiasi, cara ini dilakukan dengan cara bermusyawarah guna mencapai kata sepakat yang dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa.26

Kedua, penyelesaian sengketa melalui mediasi. Penyelesaian ini merupakan penyelesaian yang dilakukan diluar pengadilan. Terdapat perbedaan cara negosiasi dengan cara mediasi, yang mana cara mediasi yakni melibatkan orang lain sebagai mediator. Cara mediasi dapat diketemukan dalam dalam Pasal 6 ayat (3), (4), (5) UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa. Dasar hukum mediasi diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 1999. Dalam UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyebutkan arbitrase adalah cara menylesaikan sengketa perdata diluar pengadilan umun didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Ketiga, penyelesaian sengketa melalui arbitrase, sering kali dalam penyelesaian sengketa menemukan titik buntu. Hal ini terciptanya kesepakatan tertulis dari para pihak dapat mengajukan usaha penyelesaian sengketa melalui jalan arbitrase. Cara arbitrase merupakan penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang bersifat mengikat dan final. Secara Bahasa arbitrase bersumber dari kata arbitrare yang berarti kekuasaan dengan visi menyelesaikan sesuatu

25 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Cet. I; Yogyakarta: Liberty, 1993), h. 177-182.

26 3 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia (Cet. I; Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 1.

(33)

menurut kebijaksanaan. Jadi arbitrase itu sebenarnya adalah lembaga peradilan oleh hakim swasta.27

Dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa jika dibandingkan dengan lembaga peradilan, lembaga peradilan mempunyai kelebihan, yaitu; a. Dijamin kerahasiaan para pihak; b.

Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedur dan administrasi; c. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil; d. Para pihak dapat memilih hukum apa yang akan diterapkan untuk menyelesaikan masalah serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; e. Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.28

Keempat, penyelesaian sengketa melalui konsiliasi. Dalam penyelesaian ini para pihak yang berperkara dapat melibatkan pihak ketiga sebagai konsiliator yang netral serta tidak memihak. Dalam praktik penyelesaian sengketa, mediator dan konsiliator mempunyai tugas yang sama yakni sebagai fasilitator dengan melakukan komunikasi antara para pihak yang bersengketa untuk menemukan solusi yang bisa memuaskan para pihak yang bersengketa.

Terdapat perbedaan antara mediator dengan konsiliator, konsiliator biasanya berperan untuk mengatur waktu dan tempat pertemuan para pihak yang bersengketa, mengarahkan topik pembicaraan, membawa pesan dari pihak satu kepihak lain jika pesan tersebut tidak bisa disampaikan secara tatap muka. Semua tugas atau peran yang sudah disebutkan diatas juga dilakukan oleh seorang mediator, akan tetapi seorang mediator juga dituntut untuk memberikan solusi dan proposal penyelesaian sengketa, hal ini tidak dilakukan oleh seorang konsiliator sebagai tugasnya.

Kelima, penyelesaian sengketa oleh kepala desa. Dalam masyarakat pedesaan sering kali dalam praktik penyelesaian sengketa melibatkan kepala desa sebagai fasilitatohr. Seperti yang sudah disebutkan diatas penyelesaian ini juga

27 12Hasanuddin Rahman, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis: Contract Draftig (Cet. I; Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 340.

28 Achmad Ali, op. cit., h. 27.

(34)

22

sama dengan negosiasi, mediasi, arbitrase dan konsiliasi merupakan penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Dalam Pasal 15 ayat (1) huruf k PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa disebutkan bahwa “Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14, kepala desa mempunyai kewajiban mendamaikan perselisihan masyarakat di desa”.29

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi) pada praktiknya sering kali dilakukan oleh masyarakat desa, yang mana penyelesaian ini diakui dan dibenarkan oleh dalam peraturan perundang- undangan. Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman disebutkan bahwa “ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan diluar pengadilan Negara melalaui perdamaian atau arbitrase”.30

D. Makna Jarimah Penodaan Agama di Tinjau dari Hukum Pidana Islam Islam adalah agama mayoritas di Indonesia, maka menjadi hal yang prioritas untuk ditegakkan dan dihormati keberadaannya karena nilai kesusilaan didalamnya, bukan hanya agama Islam tapi juga semua agama di Indonesia, sehingga menjadi pemersatu dan keanekaragamannya.31

Mantan Menteri Agama Surya Dharma Ali mengatakan tidak adanya definisi atau penjelasan yang jelas menurut Undang-Undang sehingga makna penodaan agama menjadi multi tafsir serta tidak memberikan kepastian hukum yang dapat menimbulkan permasalahan di Indonesia.32 Konteks pidana di dalam Islam disebut jarimah, Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna merusak (Kesucian, keluhuran, dan lain sebagainya).33 tindak pidana penodaan agama atau di dalam Islam dikenal dengan istilah jarimah di dalam istilah agama Islam disebut dengan kata

ٌّ بَض”

Mempunyai

2916Republik Indonesia, “PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang “Desa”

dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan (Cet.I; Bandung: Fokusmedia, 2006), h. 11.

30 Republik Indonesia, “UU”, op. cit., h. 20.

31 L . j Van Aveldorn, op.cit. hlm 41.

32 Boris Tampubolon, op. cit.,1.

33 KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA KBBI

(35)

makna menghina atau mencaci maki, sebagaimana dalam firman Allah Al- Qur‟an Surat Al An'am ayat 108.34

Al Wahidi dari Qatadah, “ Ayat tersebut diturunkan ketika ada orang muslim mencela berhala-berhala orang kafir lalu mereka balik mencaci-maki Tuhan orang Islam maka turunlah ayat tersebut hingga Allah memberikan larangan bagi kaum muslimin agar tidak mencela Tuhan yang disembah oleh kaum jahil yang tidak ada pengetahuan tentang Allah ". Ibnu Abbas berkata dalam riwayat Al-Walibi , "Mereka orang-orang kafir mengatakan, "wahai Muhammad Berhentilah kamu dari menghina Tuhan kami atau sungguh kami akan mengejek Tuhanmu!, kemudian Allah melarang orang-orang muslim untuk tidak menghina berhala orang-orang kafir sehingga orang kafir dari mencaci maki Tuhan orang Islam tanpa didasari dengan ilmu pengetahuan lebih-lebih dengan ejekan yang lebih parah.35

E. Keberagaman Mazhab Dalam Hukum Islam

Dalam ruang lingkup ikhtilaf yang melararbelakangi munculnya berbagai aliran mazhab merupakan suatu hal yang tidak bisa dipungkiri lagi dalam Islam. Seorang Ulama dari kalangan Mazhab Syafi‟i yakni Imam Nawawi pernah mengakatakan “ Para Ulama mengingkari adanya penyatuan dalam perbedaan pendapat”.36 Dari pernyataan Imam Nawawi menunjukan bahwa sejak zaman dahulu memang perbedaan pendapat dalam memahami hukum Islam memang sering terjadi, sehingga dalam menangani masalah tersebut para ulama berdiskusi serta lapang dada dalam menerima segalah perbedaaan yang ada.

Dalam konteks fiqih, memang memungkinkan adanya seuatu perbedaan dengan disebabkan berbagai sebab, diantaranya adalah sebab perbedaan metode dalam memahami nash-nash Al-Qur‟an dan Hadis, serta pola berfikir yang dilakukan oleh para Imam Mujtahid. Dalam hal ini muncul istilah ahlul ra‟yi dan ahlul Hadis. Hal ini mengacuh kepada metode istihad yang dominan

34 Al-Qur‟an Surat Al An'am Ayat 108

35 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Dan Terjemah Dengan Transliterasi, ( Semarang:

Asy-Syifa, 2000), hlm. 246

36 Dikutip oleh Majdi Kasim, op.cit. h.29.

Referensi

Dokumen terkait

6. Time deposits: money put in savings accounts usually stays there for a periotl time. Demand deposits: money put into a checking can be withclrawn or transferred from the

Penelitian ini membahas permasalahan tentang Bagaimana Tren Facebook di Kalangan Mahasiswa FISIP USU sehingga menimbulkan suatu gaya hidup, apa alasan mahasiswa FISIP

Berdasarkan definisi ini, mas}lah}at mursalah yang dimaksudkan dalam al-Istidla>l al-Mursal adalah mas}lah}at yang tidak ada pengakuan dari suatu dalil sebagai

Saran yang diperoleh yaitu Pemilu 2019 tidak boleh terpaku dengan demokrasi yang berlaku secara umum karena dengan memasukkan hakikat demokrasi dalam bentuk negara lainnya

Kali Wonokromo yang adalah bagian dari delta Sungai Brantas (Brantas river basin) , karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran sedimen, faktor

Perintisan dan pengembangan pola-pola kemitraan antara pelaku seni kria dengan pelaku-pelaku pariwisata dalam rangka meningkatkan dan membudayakan hasil karya seni

This research aims to test the effectiveness of biofertilizer “M - Star” in increasing land productivity, growth of sweet corn and the efficiency of inorganic

Sementara itu nilai rata-rata untuk non kelompok tani terhadap ketiga variabel dengan skor 2.00, menunjukkan penerapan teknologi cukup mudah diamati hasilnya,