• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan peneliti saat mencari tahu penyebab rendahnya nilai HSE Internal Control pada proyek X PT.Z tahun 2014 ialah, kemampuan mengingat informan yang terkadang lupa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saat melakukan wawancara. Serta tidak dapat melihat dokumen rincian anggaran dana proyek X PT.Z, sehingga hanya dapat dilakukan dengan metode wawancara.

B. Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Proyek X PT. Z Tahun 2014

Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja (SMK3) di proyek harus dilaksanakan sesuai dengan kebijakan SMK3 perusahaan dan peraturan nasional. Namun berdasarkan hasil laporan HSE Internal Control PT.Z tahun 2014, diketahui bahwa proyek X memiliki nilai pemenuhan dibawah standar yang ditetapkan perusahaan. Terdapat lima elemen dari total keseluruhan tiga belas elemen SMK3 perusahaan yang memiliki nilai pemenuhan yang rendah. Elemen- elemen yang memiliki nilai pemenuhan yang rendah ialah elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan; elemen 4: manajemen subkontraktor; elemen 8: komunikasi dan elemen 9: tanggap darurat. Berikut adalah pembahasan mengenai penyebab rendahnya nilai HSE Internal Control pada proyek X PT.Z tahun 2014 ditinjau dari unsur manajemen (manusia, anggaran dana, material dan metode):

1. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan

Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa terdapat delapan temuan yang ada pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan seperti yang ada pada Tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3 Temuan di Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan Elemen 1

Kebijakan dan Kepemimpinan

1. Belum adanya bukti pemasangan kebijakan SMK3LL di area kerja dan/ atau bukti sosialisasi dalam lembar induksi

2. Belum adanya rencana pelaksanaan K3LL yang telah disetujui 3. Belum diajukannya struktur organisasi P2K3 atau Safety

Committee Organization di site

4. Belum adanya sosialisasi kebijakan perusahaan tentang K3LL 5. Belum ditentukannya objective/ target K3LL

6. Belum berjalannya evaluasi dalam pemilihan subkontraktor 7. Belum disusunnya job description untuk setiap personel

karyawan

8. Belum adanya perwakilan manajemen khusus untuk melaksanakan SMK3LL di site

Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan, bahwa unsur uang dan material tidak terdapat kelemahan. Namun unsur manusia dan metode diketahui masih terdapat kelemahan. Kelemahan yang terdapat pada unsur manusia yaitu cara perekrutan manajemen site yang tidak sesuai prosedur, yang disebabkan karena kurangnya koordinasi antara home office dan site. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur metode yaitu kesalahan acuan peraturan yang digunakan oleh manajemen site ketika itu. Kelemahan- kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan HSE

Internal Control pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan di proyek X PT. Z tahun 2014.

Salah satu unsur manajemen ialah uang (money) yang dalam penelitian ini disebut dengan anggaran dana. Anggaran dana adalah modal organisasi perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat (Naja, 2004). Anggaran merupakan salah satu bentuk perencanaan yang harus ditentukan sejak awal. Anggaran menunjukkan perencanaan penggunaan dana untuk melaksanakan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Manajer proyek harus mempunyai kemampuan untuk menjaga agar perkembangan proyek berada pada batas-batas anggaran yang telah ditetapkan (Herjanto, 2007). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa anggaran dana yang ada di proyek X telah memadai dan tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan.

Unsur manajemen lainnya adalah material, yang dimaksud dengan material dalam penelitian ini ialah ketersediaan inventaris kantor yang digunakan dalam melaksanakan pemenuhan elemen kebijakan dan kepemimpinan. Pentingnya unsur material akan berpengaruh pada kegiatan manajerial maupun keefektifan kegiatan operasional yang berlangsung di dalamnya (Moekijat, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara diketahui bahwa inventaris kantor di proyek X telah tersedia dan memadai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peralatan kantor berarti sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan. Adapun peralatan kantor yang dimaksud contohnya berupa mesin fotocopy, komputer dan scanner.

Sejalan dengan itu, hal yang sama juga disampaikan oleh informan kunci yang mengatakan bahwa unsur material yang minimal harus ada di site ialah komputer, printer, scanner, mesin foto copy, dan peralatan tulis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara kepada manajemen site proyek X, unsur material yang disebutkan tadi telah tersedia dan memadai. Oleh karena itu, unsur material tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan telaah dokumen, diketahui bahwa terdapat temuan berupa belum disusunnya job description untuk setiap personel karyawan. Sementara itu, berdasarkan telaah dokumen PT. Z nomor 8000-PL-01 tentang HSE Management System Implementation Policy Rev. F tertera mengenai struktur organisasi HSE di proyek beserta job description nya masing-masing. Struktur organisasi HSE di proyek terdiri dari Chief HSE, HSE Administrator dan HSE Superintendent. Berikut adalah contoh beberapa job description dari ketiganya:

a. Chief HSE

1. Memastikan semua aktivitas K3LL di lapangan berjalan dengan baik 2. Memastikan implementasi prosedur dan dokumen lainnya yang

berhubungan dengan K3LL di site project berjalan dengan baik 3. Menjadi sekretaris P2K3 di proyek

4. Membuat statistik terhadpa semua kecelakaan/ kejadian di tempat kerja

5. Menerapkan sistem yang sudah dibentuk serta bertanggung jawab terhadpa inplementasi sistem tersebut di lapangan

b. HSE Administrator 1. Membantu chief HSE

2. Mengkoordinasikan semua kegiatan K3LL pada proyek yang dikerjakan

3. Menyiapkan dan merawat prosedur dan dokumen K3LL lainnya 4. Mengidentifikasi peraturan perundangan

5. Mengumpulkan, menganalisis dan merawat data statistik kecelakaan dan inside di area kerja

c. HSE Superintendent

1. Membantu chief HSE untuk memastikan bahwa semua kegiatan K3LL di proyek dikerjakan

2. Membantu Chief HSE menegakkan prosedur dan dokumen K3LL lainnya

3. Membantu Chief HSE untuk mengidentifikasi peraturan dan perundangan yang berlaku

4. Membantu Chief HSE menjadi sekretaris P2K3

5. Membantu Chief HSE untuk membuat laporan statistik kecelakaan di tempat kerja

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, diketahui terdapat kelemahan pada unsur metode yaitu kesalahan acuan peraturan yang digunakan oleh manajemen site ketika itu. Kesalahan acuan peraturan dapat mengakibatkan kegagalan dalam menjalankan berbagai kebijaksanaan, rencana dan prosedur perusahaan atau ketidaksesuaian dengan berbagai hukum dan peraturan yang relevan (Tugiman, 2006).

Kesalahan acuan peraturan yang terjadi di proyek X berkaitan dengan kelemahan pada unsur manusia. Kesalahan acuan peraturan disebabkan karena manajemen site ketika itu bukanlah orang yang berasal dari PT. Z melainkan orang rekomendasi dari PT. ABC selaku perusahaan pemberi kerja. Hal itu terjadi karena cara perekrutan manajemen site ketika itu tidak sesuai prosedur yang dimiliki oleh PT. Z. Perekrutan pegawai yang tidak sesuai prosedur dapat mengakibatkan suatu masalah yang akan timbul dikemudian hari, contohnya seperti menurunnya produktifitas perusahaan karena pegawai tersebut akan merasa resah, turunnya semangat kerja, produktifitas kerja menurun, kurangnnya tanggung jawab, kekeliruan dalam melaksanakan pekerjaan yang akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan perusahaan (Nugroho, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, cara rekrutmen yang tidak sesuai prosedur disebabkan karena kurangnya komunikasi atau koordinasi antara home office dan site. Menurut Edwin Emery, komunikasi adalah seni menyampaikan informasi, ide dan sikap seseorang kepada orang lain. Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain (Suprapto, 2009). Terdapat dua bentuk dasar komunikasi yang lazim digunakan (Purwanto, 2006):

1. Komunikasi Verbal

Contoh komunikasi verbal ialah membuat dan mengirim surat kontrak kerja kepada pihak lain; membuat dan mengirim surat teguran; membuat dan mengirim surat pemberitahuan ke media massa; membuat dan mengirim surat pengumuman ke media massa.

2. Komunikasi Nonverbal

Contoh komunikasi nonverbal ialah menggertakan gigi untuk menunjukkan kemarahan; mengerutkan dahi nutuk menunjukkan sedang berpikir keras; dan berpangku tangan untuk menunjukkan seseorang sedang melamun.

Sedangkan, koordinasi menurut Dr. Awaluddin Djamin M.P.A dalam Susilo (2014) adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sehingga dapat saling mengisi, membantu dan melengkapi satu sama lain. Pada setiap organisasi atau perusahaan, setiap bagian atau unit kerja harus bekerja secara terkoordinasi agar dapat menghasilkan hasil yang diharapkan (Fathurrohman, 2012).

Komunikasi dan koordinasi dalam suatu organisasi atau perusahaan menjadi penting dalam suatu organisasi atau perusahaan, karena komunikasi merupakan perekat organisasi, dan koordinasi adalah asal muasal dari kerja sama tim serta terbentuknya sinergi (Dwidjowijoto, 2006). Adapun akibat yang ditimbulkan dari kurangnya komunikasi dan koordinasi dapat menimbulkan terjadinya hubungan kerja yang kurang baik, dan apabila dibiarkan dapat dampak yang kurang baik terhadap etos kerja dan pada akhirnya akan membawa dampak negatif untuk merealisasikan program kerja (Sukoco, 2013). Komunikasi dan koordinasi yang baik dapat membantu perusahaan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Dengan adanya komunikasi dua arah, maka dapat menimbulkan suasana keterbukan antara pimpinan dengan bawahan yang akhirnya dapat memberikan pengaruh terhadap produktivitas kerja pegawai (Sukoco, 2013).

Untuk menanggulangi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan di proyek X, maka perlu dilakukan peningkatan komunikasi atau koordinasi antara home office dan site. Peningkatan komunikasi atau koordinasi dapat dilakukan dengan cara menginformasikan segala perubahan yang terjadi dengan segera baik di home office dan site melalui sistem informasi manajemen (email/ dropbox/ website perusahaan).

Sistem informasi manajemen adalah sebuah sistem yang terpadu untuk menyajikan informasi yang mendukung fungsi operasi, manajemen dan pengambilan keputusan dalam organisasi (Marimin, 2006). Sistem informasi manajemen adalah sebuah sistem yang sudah terkomputerisasi, yang membuat informasi berguna untuk pemakainya dengan keperluan yang sama. Keluaran informasi nantinya digunakan oleh para karyawan saat membuat keputusan dalam memecahkan masalah (Gaol, 2008).

Selain dengan melakukan peningkatan komunikasi antara home office dan site, pihak home office dapat memberikan sanksi jika memungkinkan. Menurut Geller (2001) sanksi atau hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan.

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan, maka perlu dilakukan peningkatan komunikasi verbal dan koordinasi antara home office dan site. Peningkatan komunikasi verbal dilakukan dengan menginformasikan segala perubahan yang terjadi dengan

segera, baik di home office dan site melalui sistem informasi manajemen (email/ dropbox/ website perusahaan).

2. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan Terhadap

Peraturan Perundang-Undangan

Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa terdapat lima temuan yang ada pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan seperti yang ada pada Tabel 5.5 berikut:

Tabel 5.5 Temuan di Elemen 2: Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang- Undangan

Elemen 2

Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

1. Belum adanya list peraturan yang berisi persyaratan hukum/ peraturan K3LL yang jelas bagi manajemen proyek

2. Belum adanya sistem update peraturan, regulasi atau standar internasional

3. Belum adanya HSE Handbook yang digunakan sebagai pedoman aturan kerja di proyek

4. Belum dilakukannya gap analysis secara periodik

5. Belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lain

Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan, bahwa unsur uang dan material tidak terdapat kelemahan. Namun unsur manusia dan metode diketahui masih terdapat kelemahan. Kelemahan yang terdapat pada unsur manusia yaitu manajemen site tidak dapat melaksanakan pemenuhan pada elemen 2 dengan baik yang disebabkan karena kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh manajemen site, dan pihak site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem pendokumentasian PT. Z yang disebabkan karena kurangnya komunikasi atau koordinasi antara home office

dan site. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur metode disebabkan karena kesalahan acuan peraturan yang digunakan oleh manajemen site. Kelemahan-kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan HSE Internal Control pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun 2014.

Menurut Suparmoko (2007) uang merupakan alat yang penting untuk mencapai tujuan organisasi. Diketahui, berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, dalam melaksanakan pemenuhan terhadap elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dana yang dikeluarkan oleh PT. Z telah cukup dan memadai. Oleh karena itu, anggaran dana tidak menjadi penyebab dalam rendahnya pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun 2014.

Sedangkan, jika ditinjau dari unsur material yang dimaksud dalam penelitian ini berupa ketersediaan inventaris kantor contohnya seperti komputer, printer, kertas, scanner. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, diketahui bahwa unsur material telah memadai dan tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun 2014.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, diketahui bahwa terdapat kelemahan dari unsur metode pada pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun 2014. Kelemahan pada unsur metode itu ialah kesalahan acuan peraturan

yang digunakan oleh manajemen site dalam melaksanakan SMK3LL di site. Menurut Tugiman (2006), akibat dari kesalahan acuan peraturan dalam melakukan pekerjaan dapat mengakibatkan kegagalan dalam menjalankan

berbagai kebijaksanaan, rencana dan prosedur perusahaan atau

ketidaksesuaian dengan berbagai hukum dan peraturan yang

relevan (Tugiman, 2006).

Kesalahan acuan peraturan di proyek X ketika itu disebabkan karena pihak site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem pendokumentasian yang dimiliki oleh PT. Z. Sosialisasi merupakan upaya penyegaran kembali pengetahuan K3 sehingga diharapkan nantinya dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, sehat dan produktif serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja (Rabilzani, 2013). Dalam Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang SMK3 menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja. Pentingnya sosialisasi K3 adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan motivasi K3 karyawan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2008), terdapat pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan sosialisasi K3 terhadap pengetahuan, sikap dan motivasi K3 karyawan.

Selain karena pihak site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem pendokumentasian PT. Z, berdasarkan penelitian diketahui pula bahwa kurangnya kompetensi manajemen site juga merupakan penyebab manajemen site tidak dapat melaksanakan pemenuhan elemen 2 di proyek X dengan baik. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku (Pratama dkk, 2005).

Kompetensi ini penting dimiliki oleh pekerja dalam suatu perusahaan untuk mencapai keberhasilan dalam mengatasi tantangan-tantangan yang ada di sekitar lingkungan perusahaan, mampu menyusun tujuan-tujuam dalam bekerja dan memandang diri sendiri sebagai orang yang cakap (Widyarini, 2009).

Penempatan pegawai sesuai kompetensi sangat penting di perusahaan agar mereka dapat memberikan kontribusi yang maksimal kepada perusahaan. Karena dengan kompetensi yang dimilikinya, ia dapat mencapai tujuan perusahaan dan meningkatkan produktifitas perusahaan (Hutapea, 2008). Kurangnya kompetensi pegawai dalam perusahaan akan mangakibatkan pegawai akan memandang rendah kecakapan dirinya sendiri sehingga tidak mampu bekerja dengan maksimal dalam mengatasi tantangan dan tidak akan mampu mencapai tujuan dari perusahaan (Widyarini, 2009).

Kompetensi pegawai dapat ditingkatkan dengan melakukan pelatihan sesuai dengan jabatannya. Pelatihan merupakan salah satu bentuk pengembangan terhadap sumber daya manusia di dalam perusahaan (Hamid, 2014). Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia (Tangkilisan, 2005). Berdasarkan dokumen PT. Z Nomor 8000-PL-01 Rev. D, kebutuhan pelatihan sesuai dengan jabatan karyawan terdapat dalam matriks training perusahaan. Pelatihan spesifik yang dikhususkan untuk manajemen site, salah satunya adalah pelatihan mengenai AK3U dan SMK3.

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, maka perlu dilakukan sosialisasi terhadap sistem pendokumentasian PT. Z ke pihak site. Selain itu, untuk meningkatkan kompetensi pegawai, maka perlu dilakukan pelatihan di tingkat manajemen site sesuai dengan jabatan masing-masing.

3. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen Subkontraktor

Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa terdapat satu temuan yang ada pada elemen 4: manajemen subkontraktor. Temuan tersebut yaitu belum berjalannya penilaian Contractor Safety Management System (CSMS) terhadap subkontraktor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 4: manajemen subkontraktor, bahwa unsur manusia, uang dan material tidak terdapat kelemahan. Namun metode diketahui masih terdapat kelemahan. Kelemahan yang terdapat pada unsur metode yaitu pengadaan subkontraktor langsung dilakukan di site. Kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan HSE Internal Control pada elemen 4: manajemen subkontraktor di proyek X PT. Z tahun 2014.

Uang adalah persediaan asset yang dapat dengan segera digunakan untuk melakukan transaksi (Mankiw, 2007). Uang merupakan alat yang penting untuk mencapai tujuan organisasi (Suparmoko, 2007). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa anggaran dana yang ada di proyek X telah memadai dan tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 4: manajemen subkontraktor.

Material merupakan bahan setengah jadi dan bahan jadi. Untuk mencapai hasil yang lebih baik, penggunaan material sebagai salah satu sarana manajemen harus benar-benar tepat (Suparmoko, 2007). Material yang dimaksud dalam penelitian ini berupa ketersediaan inventaris kantor contohnya seperti komputer, printer, kertas, scanner. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, diketahui bahwa unsur material telah memadai dan tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 4: manajemen subkontraktor di proyek X PT. Z tahun 2014.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, terdapat kelemahan pada unsur metode yaitu belum berjalannya penilaian Contractor Safety Management System (CSMS) terhadap subkontraktor. Temuan ini berkaitan dengan pelaksana metodenya. Manajemen site ketika itu langsung melakukan pengadaan subkontraktor di site. Hal tersebut mengakibatkan subkontraktor tidak terdata di home office PT. Z dan menjadi tidak terkontrol. Temuan pada elemen 4 ini tidak sesuai dengan kebijakan K3 PT. Z nomor 8000-PL-01 HSE Management System Implementation Policy revisi F. Didalam kebijakan K3 PT. Z menyatakan bahwa “project manager, project procurement manager dan construction manager wajib memastikan bahwa semua calon subkontraktor PT. Z yang akan mengikuti tender sudah lulus program CSMS”.

Contractor Safety Management System (CSMS) merupakan suatu sistem manajemen utnuk mengelola K3 kontraktor yang bekerja di lingkungan perusahaan. Contractor Safety Management System (CSMS) merupakan sistem komprehensif dalam pengelolaan kontraktor sejak tahap perencanaan

sampai pelaksanaan pekerjaan (Ramli, 2009). Penerapan CSMS bila tidak berjalan dengan baik dapat menimbulkan rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan K3 di lingkungan kerja. Efek jangka panjang yang timbul adalah dapat terjadi kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, pencemaran lingkungan dan kerugian-kerugian besar lainnya seperti kerusakan alat, menurunnya produksi dan citra perusahaan, serta adanya perbaikan sistem manajemen (Falenshina, 2012). Penilaian CSMS berkaitan dengan penilaian Key Performance Indicator (KPI) HSE. Subkontraktor yang telah lulus CSMS dan terdata di home office, serta aktif bekerja di proyek harus diaudit setidaknya satu bulan sekali untuk mengukur kinerja HSE subkontraktor tersebut, hasil audit nantinya berupa nilai Key Performance Indicator (KPI) HSE (PT. Z, 2014).

Mengacu kepada kebijakan K3 PT. Z nomor 8000-PL-01 HSE Management System Implementation Policy revisi F, KPI merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja subkontraktor yang bekerja di proyek PT. Z. Kepatuhan terhadap program CSMS dan pelaksanaan KPI akan menjadi salah satu item penilaian pembagian insentif reward safety (PT.Z, 2014). Key performance indicator (KPI) bertujuan untuk memastikan subkontraktor mengimplementasikan sistem K3 dalam operasionalnya (Soemohadiwidjojo, 2015).

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 4: manajemen subkontraktor, maka home office PT. Z perlu meningkatkan lagi pengawasan terhadap para subkontraktor yang akan atau sedang bekerja di proyek PT. Z.

Pengawasan dilakukan dengan melakukan inspeksi mendadak ke proyek sebelum periode pelaksanaan audit internal untuk memastikan bahwa para subkontraktor telah lulus penilaian CSMS.

4. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 8: Komunikasi

Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa terdapat empat temuan yang ada pada elemen 8: komunikasi seperti yang terdapat pada Tabel 5.6 berikut:

Tabel 5.6 Temuan di Elemen 8: Komunikasi

Elemen 8 Komunikasi

1. Belum terdapat prosedur mengenai informasi SMK3LL 2. Belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek 3. Belum terpasangnya papan statistik kecelakaan di sekitar area

proyek

4. Belum didokumentasikannya daftar keluhan terhadap gangguan lingkungan sekitar area proyek

Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 8: komunikasi, bahwa unsur uang dan metode tidak terdapat kelemahan. Namun unsur manusia dan material diketahui masih terdapat kelemahan. Kelemahan yang terdapat pada unsur manusia yaitu manajemen site tidak dapat melaksanakan pemenuhan pada elemen 8 dengan baik yang disebabkan karena manajemen site tidak disiplin dalam mengikuti peraturan PT. Z. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur material disebabkan karena tidak adanya bendera K3 dan papan statistik kecelakaan di site yang disebabkan karena infrastruktur kantor di site ketika itu belum siap. Kelemahan-kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan

HSE Internal Control pada elemen 8: komunikasi di proyek X PT. Z tahun 2014.

Salah satu sumber daya dalam perusahaan ialah dana. Dalam menyusun perencanaan harus mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki, termasuk dana (Republik Indonesia, 2012). Uang merupakan faktor penting dalam penerapan K3 di perusahaan. Terbatasnya dana (Sudjana, 2006 dalam Pratasis, 2011) dan minimnya alokasi dana untuk pelaksanaan K3 dapat menjadi faktor penghambat dalam penerapan K3 di perusahaan (Adawiah, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, diketahui bahwa anggaran dana yang ada di proyek X telah memadai dan tidak menjadi