• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Keterbatasan Penelitian

Pada proses penelitian yang dilakukan, tidak berjalan 100 persen sesuai dengan rencana pembelajaran. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal yang menghambat proses penelitian, diantaranya:

1. Peneliti hanya melakukan 1 kali observasi kelas, dikarenakan waktu untuk mengobservasi KBM sendiri terkendala oleh jadwal guru, dan mahasiswa PPL.

2. Ketidak hadiran siswa pada uji tes awal, proses pembelajaran, dan saat tes akhir menyebabkan pencoretan sejumlah siswa yang menjadi sampel. Sehingga yang seharusnya terdapat 26 siswa menjadi 23 siswa.

3. Proses wawancara siswa untuk menggali bagaimana konsep awal siswa tidak maksimal. Hal ini dikarenakan siswa untuk diwawancarai keberatan jika diadakan saat pulang sekolah karena siswa yang masih kelas VII kebanyakan di jemput. Dan bila diadakan saat proses KBM sendiri akan mengganggu siswa dalam memperoleh materi ajar pada pokok bahasan lainnya. Oleh karena itu proses wawancara dilakukan dengan memaksimalkan saat istirahat sekolah dengan resiko akan terburu-buru dalam menyampaikan tanggapan.

4. Peneliti langsung mengajarkan materi yang digunakan sebagai bahan penelitian tanpa melakukan pengenalan terlebih dahulu dalam artian sebelum-sebelumnya peneliti tidak melakukan KBM untuk pemanasan sebelum penelitian dilakukan. Hal ini memungkinkan siswa belum terbiasa dengan cara mengajar, interaksi, dan cara penyampaian materi yang dilakukan peneliti.

5. Terjadi perubahan beberapa metode pembelajaran pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pada perencanaan, awalnya peneliti telah membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk memdemonstrasikan penyelidikan apakah gas mempunyai massadan telah dilakukan (lebih jelasnya ada pada lampiran 5.). Pada proses pembelajaran tersebut di

dalam kelompok siswa diminta untuk menyelidiki dan menemukan sendiri namum hal ini malah membuat siswa menjadi kurang kondusif. Meskipun sebagian siswa antusias dengan pembagian dan penyelidikan ini,tetapi peneliti merasa hal ini kurang efektif karena waktu tersita banyak untuk mengkondusifkan siswa. Siswa akan tenang ketika dijelaskan oleh peneliti dan mencatat apa yang ditulis oleh peneliti. Hal ini diketahui oleh peneliti selama proses pembelajaran. Untuk mengkondusifkan siswa, pada metode selanjutnya, peneliti tidak membentuk kelompok tetapi menunjuk beberapa siswa untuk maju dan mendemonstrasikan suatu gejala. Hal ini cukup membantu dalam usaha untuk mengkondusifkan siswa, meskipun tidak 100 persen berhasil, tetapi cukup membantu dalam pengelolaan kelas dan manajemen waktu. Walaupun memungkinkan dalam hasilnya tidak optimal seperti apa yang di rancang pada tahap awal.

6. Materi zat dan wujudnya pada kelas VII SMP ini merupakan materi baru yang diajarkan saat peneliti melakukan kegiatan penelitian sehingga siswa benar-benar belum paham sepenuhnya kecuali saat diajarkan pada waktu SD.

7. Terjadi perubahan jadwal tes akhir yang seharusya dilakukan setelah selesai pembelajaran, tetapi dilakukan 1 minggu setelahnya karena keterbatasan waktu. Hal ini dikarenakan pada saat pembelajaran terakhir waktu tidak memungkinkan untuk diadakannya tes akhir dan materi ajar juga belum selesai.

66

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan data dan hasil analisis penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Konsep awal siswa mengenai Zat dan Wujudnya,ditunjukkan oleh skor rata-rata kelas pada tes sebelum pembelajaran dengan

Dual Situated Learning Model, yaitu 3,04 dari skor maksimum 30 atau10,13 %. Dari hal tersebut, diperoleh bahwa pemahaman konsep awal siswa masih belum lengkap, salah, dan tidak menjawab pertanyaan. Siswa menjawab berdasarkan jawaban spontan, intuisi.

2. PenggunaanDual Situated Learning Modeldapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi Zat dan Wujudnya hal ini dilihat dari hasil postes dan pretes dengan uji –t dependent

berbeda secara significant.

3. Konsep akhir siswa setelah pembelajaran menggunakan Dual Situated Learning Model dilihat dari skor rata-rata kelas yaitu 10,91 dari skor maksimum 30 atau 36,36 %. Terjadi perubahan konsep pada siswa, dimana siswa mengembangkan konsep siswa baik dengan memperluas konsep ataupun merubah konsep menjadi benar dan utuh. Namum masih ada juga yang tetap mempertahankan konsep mereka yang salah dan belum lengkap. Dengan keterbatasanpenelitian yang ada, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan Dual Situated Learning Model belum optimal dalam membantu terjadinya perubahan konsep siswa mengenai zat dan wujudnya.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka peneliti memberikan saran bila ingin menggunakan Dual Situated Learning Model sebagai alternatif model pembelajaran fisika pada topik-topik lain untuk memperoleh hasil perubahan konsep siswa yang lebih optimal, harus lebih memperhatikan mengenai hal-hal berikut ini:

1. Proses observasi situasi dan kondisi siswa di kelas perlu dilakukan dalam beberapa kali pengamatan. Dengan pengamatan yang berulang-ulang dimungkinkan peneliti lebih mengetahui bagaimana karakteristik siswa dan metode apa yang lebih membuat siswa nyaman dan materi yang diajarkan bisa benar- benar dipahami siswa.

2. Untuk menggunakan Dual Situated Learning Model, peneliti hendaknya harus terlebih dulu melakukan pengajaran sebelum menggunakan model DSLM dalam artian sebelum treatment dilaksanakan. Hal ini dimungkinkan untuk keterbiasaan pada situasi dan kondisi di dalam KBM dan supaya siswa menjadi terbiasa akan cara mengajar, interaksi, dan cara penyampaian materi peneliti. Dengan kata lain faktor guru sebelumnya tidak begitu berpengaruh terhadap perancangan metode, interaksi dengan siswa, cara penyampaian materi dan memungkinkan siswa sudah tidak terbayang-bayang bagaimana guru sehingga KBM akan berjalan lancar.

3. Bila menggunakan wawancara sebagai salah satu instrumen untuk mengetahui sejauh mana konsep awal siswa hendaknya harus lebih tersusun secara rapi. Dalam artian urutan wawancara dan waktu pelaksanaan wawancara harus sesuai dan disetujui oleh kedua pihak dalam hal ini peneliti dan siswa. Dengan waktu yang tidak mendesak, mepet dimungkinkan hasil wawancara juga akan lebih maksimal dalam menggali konsep awal siswa.

4. Perlu juga diperhatikan mengenai metode pembelajaran yang bisa dengan sungguh-sungguh mengubah konsep awal siswa yang semula salah, kurang lengkap menjadi benar. Dikarenakan dari hasil penelitian ini, metode yang membuat siswa merasa senang dan antusias dalam artian belum tentu apa yang dipelajari siswa bisa paham atau mengerti akan konsep yang sudah dipelajarinya. 5. Dalam memilih materi yang digunakan untuk menerapkan DSLM

hendaknya yang sudah dipelajari siswa pada jenjang itu juga. Hal tersebut lebih memungkinkan siswa masih memiliki daya ingat terhadap materi tersebut.

6. Manajemen waktu perlu lebih diperhatikan terutama dalam merancang dan melaksanakan DSLM dikarenakan perlu waktu lama.

DAFTAR PUSTAKA

Akpinar, E. 2007. The Effect Of Dual Situated Learning Model On Students Understanding Of Photosynthesis And Respiration Conceps. Journal of Baltic Science Education,Vol.6, No.3,16-26.

Berg, V.D.. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Domi, S. & Sarkim, T.. 2009. Perubahan Konsep Radikal Tentang Listrik Arus Searah Menggunakan Dual Situated Learning Model. Jurnal Penelitian, Vol.13, No.1, 1-22.

Fisika Dasar Prodi IPA (Zat dan Wujudnya). http//staf.uny.ac.id. diunduh tanggal 30 Agustus 2012 jam 21:38.

Haryanti. 2009. Penerapan Metode Ceramah dengan Latihan Soal dalam Pembelajaran Fisika dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas I Otomotif 1 SMK 45 Wonosari pada Konsep Usaha dan Energi. Yogyakarta :Universitas Sanata Dharma (skripsi).

Kanginan, M. 2006.IPA Fisika untuk SMP kelas VII. Jakarta: Erlangga.

Kurniawan, A.D.. 2011. Media Pembelajaran Komik untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII SMP Kanisius Gayam Yogyakarta dalam Pokok Bahasan Wujud Zat. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma (skripsi).

Salirawati, D. 2010. Pengembangan Model Instrumen Pendeteksi Miskonsepsi Kimia pada Peserta Didik SMA. Yogyakarta: Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta (disertasi). Diunduh di internet tanggal 30 Agustus 2012 jam 21.30.

She, H.C.. 2004. Fostering Radical Conceptual Change through Dual-Situated Learning Model.Journal Of Research In Science Teaching,Vol. 41, No. 2, Pp. 142–164.

Suparno, Paul.1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suparno, Paul. 2000. Teori Perubahan Konsep dan Aplikasinya dalam Pembelajaran Fisika.Jurnal Kependidikan Widya Dharma, No.2 th. X April. No.2, 15-26.

Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika.

Jakarta: Grasindo.

Suparno, Paul.2006. Diktat Statistik untuk Mahasiswa Pendidikan Fisika.Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Suparno, Paul.2007. MetodePenelitianPendidikan Fisika.Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Surya, Yohanes. 2006. IPA Fisika GASING untuk SMP kelas VII. Jakarta: Grasindo.

Triana, M.H. 2007. Pembelajaran IPA Terpadu dengan Menggunakan Metode Inkuiri dan Media Komputer pada Topik Wujud Zat dan Kelarutan pada Siswa SMP Khatolik Santo Mikail Balikpapan. Yogyakarta:Universitas Sanata Dharma (skripsi).

71

Dokumen terkait