• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Dual Situated Learning Model dalam membantu terjadinya perubahan konsep tentang zat dan wujudnya pada siswa kelas VII SMP Joannes Bosco Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Dual Situated Learning Model dalam membantu terjadinya perubahan konsep tentang zat dan wujudnya pada siswa kelas VII SMP Joannes Bosco Yogyakarta."

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

vii

ABSTRAK

Dimas Andika Wahyuanto, 2013. “Penggunaan Dual Situated Learning Model Dalam Membantu Terjadinya Perubahan Konsep Tentang Zat Dan Wujudnya Pada Siswa Kelas VII SMP Joannes Bosco Yogyakarta”. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui bagaimana konsep awal siswa (2) apakah terjadi peningkatan pemahaman siswa (3) mengetahui bagaimana konsep akhir dan perubahan konsep siswa. Dengan sampel penelitian diberikan kepada 23 siswa kelas VII Compassion SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Jenis penelitian adalah kuantitatif dan deskripsi kualitatif. Dengan Dual Situated Learning Model

sebagai treatment. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.

Dengan menggunakan test awal, wawancara dan test akhir sebagai instrumen. Tes dianalisis menggunakan uji test t dependent untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa dan deskripsi kualitatif dengan teknik koding untuk mengetahui konsep awal, konsep akhir dan perubahan konsep yang terjadi.

Hasilnya diperoleh bahwa terjadi peningkatan pemahaman siswa mengenai konsep zat dan wujudnya dengan uji test t dependent dan terjadi perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan tes akhir. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata hasil tes siswa mengenai konsep zat dan wujudnya berubah dari 10,13 % menjadi 36,36 %. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perkembangan konsep dari konsep awal mereka dari konsep yang salah menjadi benar dan lengkap, serta dari konsep kurang lengkap menjadi lebih lengkap. Namun masih ada siswa yang tetap mempertahankan konsep awal mereka yang salah. Dengan kata lain perubahan konsepnya belum optimal.

(2)

viii

ABSTRACT

Dimas Andika Wahyuanto, 2013. “The Application of Dual Situated Learning Model to Help the Occurrence of the Conceptual Change of Substance and its Form in the VII grades of Joannes Bosco Junior High School of Yogyakarta”. Physics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Science, Faculty of Teacher and Training Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

The aims of this study were to (1) find out how the students’ initial concept (2) find out whether there was an improvement of the students’ understanding (3) find out howthe final concept and the students’ conceptual change. The sample was given to 23 students of VII compassion class of Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta. The types of this research were quantitative and qualitative description. This research used and Dual Situated Learning Model as the treatment.It was conducted in semester 1 academic year 2012/2013.

This research used pretest, interview and postest as the instruments. The tests were analyzed using dependent t-test to find out the students’ improvement of their understanding and using qualitative description with coding methods to know initial concept, final concept and conceptual change.

The results of this research showedthat there was an improvement of the students' understanding of the concept of substance and its form with dependent t-test and there was a significant difference between pret-test and postt-test scores. From the result, it also showed that the result test average students’ on substance and its form changed from10,13 % to 36,36 %. This showed that there was a concept development of their initial concept, wrong concept becoming right and complete, and also lacking completeness becoming more complete. However, there were some students who still defended their initial concept which was wrong.In other words, the concept of change has not been optimal.

(3)

PENGGUNAAN MEMBANTU TER DAN WUJUDNYA

F

PR JURUSAN PENDIDIK

FAKUL

AN DUAL SITUATED LEARNING MODEL ERJADINYA PERUBAHAN KONSEP TEN YA PADA SISWA KELAS VII SMP JOANN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

DISUSUN OLEH :

FA. DIMAS ANDIKA WAHYUANTO NIM : 081424014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA DIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETA ULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2013

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

EL DALAM ENTANG ZAT NNES BOSCO

(4)

PENGGUNAAN MEMBANTU TER DAN WUJUDNYA

F

PR JURUSAN PENDIDIK

FAKUL

i

AN DUAL SITUATED LEARNING MODEL ERJADINYA PERUBAHAN KONSEP TEN YA PADA SISWA KELAS VII SMP JOANN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

DISUSUN OLEH :

FA. DIMAS ANDIKA WAHYUANTO NIM : 081424014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA DIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETA ULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2013

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

EL DALAM ENTANG ZAT NNES BOSCO

(5)
(6)
(7)

iv

Halaman Persembahan

Karya ini kupersembahkan untuk:

Yesus Kristus & Bunda Maria yang selalu menyertaiku

Bapak FX. Daryanto, Ibu CH. Tri Purwantini, serta adikku

Praska yang selalu mendoakan dan memberikan semangat

Keluarga besar Mbah Atmo Diharjo dan Mbah Wiryo Sutarjo

Lentera jiwaku yang telah menerangiku selama ini

Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik

dengan cerdas & humanis

‘’Bentuk ucapan syukur dan tanda terima kasih atas bakti serta cinta,

didikan dan motivasi yang selama ini telah diberikan dengan tulus ikhlas

dan tanpa pamrih guna memperoleh hasil yang terbaik’’

.

Menaklukkan orang lain membutuhkan paksaan,

Menaklukkan diri sendiri membutuhkan kekuatan

iv

Halaman Persembahan

Karya ini kupersembahkan untuk:

Yesus Kristus & Bunda Maria yang selalu menyertaiku

Bapak FX. Daryanto, Ibu CH. Tri Purwantini, serta adikku

Praska yang selalu mendoakan dan memberikan semangat

Keluarga besar Mbah Atmo Diharjo dan Mbah Wiryo Sutarjo

Lentera jiwaku yang telah menerangiku selama ini

Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik

dengan cerdas & humanis

‘’Bentuk ucapan syukur dan tanda terima kasih atas bakti serta cinta,

didikan dan motivasi yang selama ini telah diberikan dengan tulus ikhlas

dan tanpa pamrih guna memperoleh hasil yang terbaik’’

.

Menaklukkan orang lain membutuhkan paksaan,

Menaklukkan diri sendiri membutuhkan kekuatan

iv

Halaman Persembahan

Karya ini kupersembahkan untuk:

Yesus Kristus & Bunda Maria yang selalu menyertaiku

Bapak FX. Daryanto, Ibu CH. Tri Purwantini, serta adikku

Praska yang selalu mendoakan dan memberikan semangat

Keluarga besar Mbah Atmo Diharjo dan Mbah Wiryo Sutarjo

Lentera jiwaku yang telah menerangiku selama ini

Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik

dengan cerdas & humanis

‘’Bentuk ucapan syukur dan tanda terima kasih atas bakti serta cinta,

didikan dan motivasi yang selama ini telah diberikan dengan tulus ikhlas

dan tanpa pamrih guna memperoleh hasil yang terbaik’’

.

Menaklukkan orang lain membutuhkan paksaan,

(8)
(9)
(10)

vii

ABSTRAK

Dimas Andika Wahyuanto, 2013. “Penggunaan Dual Situated Learning Model Dalam Membantu Terjadinya Perubahan Konsep Tentang Zat Dan Wujudnya Pada Siswa Kelas VII SMP Joannes Bosco Yogyakarta”. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui bagaimana konsep awal siswa (2) apakah terjadi peningkatan pemahaman siswa (3) mengetahui bagaimana konsep akhir dan perubahan konsep siswa. Dengan sampel penelitian diberikan kepada 23 siswa kelas VII Compassion SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Jenis penelitian adalah kuantitatif dan deskripsi kualitatif. Dengan Dual Situated Learning Model

sebagai treatment. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.

Dengan menggunakan test awal, wawancara dan test akhir sebagai instrumen. Tes dianalisis menggunakan uji test t dependent untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa dan deskripsi kualitatif dengan teknik koding untuk mengetahui konsep awal, konsep akhir dan perubahan konsep yang terjadi.

Hasilnya diperoleh bahwa terjadi peningkatan pemahaman siswa mengenai konsep zat dan wujudnya dengan uji test t dependent dan terjadi perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan tes akhir. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata hasil tes siswa mengenai konsep zat dan wujudnya berubah dari 10,13 % menjadi 36,36 %. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perkembangan konsep dari konsep awal mereka dari konsep yang salah menjadi benar dan lengkap, serta dari konsep kurang lengkap menjadi lebih lengkap. Namun masih ada siswa yang tetap mempertahankan konsep awal mereka yang salah. Dengan kata lain perubahan konsepnya belum optimal.

(11)

viii

ABSTRACT

Dimas Andika Wahyuanto, 2013. “The Application of Dual Situated Learning Model to Help the Occurrence of the Conceptual Change of Substance and its Form in the VII grades of Joannes Bosco Junior High School of Yogyakarta”. Physics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Science, Faculty of Teacher and Training Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

The aims of this study were to (1) find out how the students’ initial concept (2) find out whether there was an improvement of the students’ understanding (3) find out howthe final concept and the students’ conceptual change. The sample was given to 23 students of VII compassion class of Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta. The types of this research were quantitative and qualitative description. This research used and Dual Situated Learning Model as the treatment.It was conducted in semester 1 academic year 2012/2013.

This research used pretest, interview and postest as the instruments. The tests were analyzed using dependent t-test to find out the students’ improvement of their understanding and using qualitative description with coding methods to know initial concept, final concept and conceptual change.

The results of this research showedthat there was an improvement of the students' understanding of the concept of substance and its form with dependent t-test and there was a significant difference between pret-test and postt-test scores. From the result, it also showed that the result test average students’ on substance and its form changed from10,13 % to 36,36 %. This showed that there was a concept development of their initial concept, wrong concept becoming right and complete, and also lacking completeness becoming more complete. However, there were some students who still defended their initial concept which was wrong.In other words, the concept of change has not been optimal.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus. Terima kasih atas penyertaanmu selama ini sehingga penulis mampu menyelesikan tugas akhir ini dan berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Tugas akhir ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Pendidikan di Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar merupakan sesuatu yang tidak terbatas.

Terselesaikan tugas akhir ini tentunya tidak dapat berjalan dengan baik tanpa proses panjang dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih, kepada:

1. Pak Drs. T. Sarkim. M.Ed., Ph.D. yang telah memberikan waktu luang untuk membimbing saya disela kesibukan beliau yang sangat padat. Terima kasih atas bimbingan dan perhatiannya Pak Sarkim.

2. Kepala sekolah SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang telah dengan suka cita memberikan ijin penelitian.

3. Pak Raharjo selaku guru mata pelajaran fisika di SMP Joannes Bosco yang telah berkenan dalam memberikan kesempatan dan memberikan masukan dalam pelaksanaan penelitian

4. Romo Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., MST sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing saya selama kurang lebih 4,5 tahun. 5. Para dosen pengajar prodi PFIS yang telah memberikan ilmu dan

membimbing untuk menjadi calon guru yang cerdas dan humanis. 6. Para staf karyawan JPMIPA yang telah melayani dengan sepenuh hati. 7. Simbah Uti, Ayahanda pak FX. Daryanto dan ibunda bu CH.

(13)

x

8. Temen PFIS 2008 yang telah bersama-sama menempuh suka duka dalam perkuliahan

9. Genk S.I.P: Atma’Mbah’, Alex ‘sipit’, Ryan ‘mbink’, Arnold ‘kopral’, Anton’kriting’, Edwin (makasih win mbantu dampingi penelitian) yang telah menyemangati satu sama lain.

10. PFIS futsal FC yang telah meluangkan waktu untuk menyalurkan hobi bermain futsal bersama-sama.

11. Anak-anak kost rafli wawan (matur nuwun pinjaman printernya wan), satrio, ganda, mas riki, heri yang telah memberikan semangat.

12. Temen-temen UKM Sekar (pak pelatih: mas eko, mas jenthik, mbk esti, mbk, petra, mbk winda, mbk tina, novie, fael, edo, pinka, anik, betrik, klara, rian dsb)

13. PPL lovers SMA Taman Madya Jetis (riska, mbk agnes, laras, evi, emi, ratna, ratih, tian, mas arif, dll)

14.KKN’ers kelompok 11 Gading (yoyok, tina,tia, yulia, putri,seto, elis,meta) 15. Anak-anak Trah Siesen & Siesen Insadha 2012 ( Mas Banu, Anyak,

Fembri, Yudha, Sam, Radyt, Rita, Bogi, Tisa, Ayuk, Ucok, dll)

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun serta menyempurnakan tulisan ini. Akhir kata semoga penelitian ini bermanfaat dan menjadi berkat untuk setiap pembaca.

(14)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah... 1

B. Rumusan masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Manfaat Penelitian... 4

BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep dan Konsepsi ... 5

B. Miskonsepsi... 7

C. Perubahan Konsep ... 9

D. Pemahaman Konsep ... 15

E. Dual Situated Learning Model... 16

(15)

xii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Sampel Penelitian ... 27

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

D. Treatment... 27

E. Instrumentasi ... 29

F. Validitas Instrumen ... 31

G. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 34

B. Pelaksanaan Penelitian ... 35

C. Data, Analisis dan Pembahasan C.1 Konsep Awal Siswa... 36

C.2 Peningkatkan pemahaman konsep siswa mengenai zat dan wujudnya.. ... 45

C.3 Konsep Akhir siswa dan Perubahan Konsep... 47

D. Keterbatasan Penelitian ... 64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA... 69

(16)

xiii

DAFTAR TABEL

TABEL 1. Kisi-kisi pembuatan soal pretes dan postes... 30

TABEL 2. Rubrik penilaian pretes dan postes... 32

TABEL 3. Tanggal, jam, kegiatan penelitian ... 34

TABEL 4. Ketentuan penilaian skor pretes dan postes... 36

TABEL 5. Data skor hasil pretes ... 37

TABEL 6. Rangkuman variasi jawaban konsep awal siswa... 38

TABEL 7. Skor total pretes dan postes ... 45

TABEL 8. Paired samples statistics, paired samples test...46

TABEL 9. Data skor hasil postes... 47

(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Diagram perubahan wujud ... 20

GAMBAR 2. Susunan partikel zat padat ... 23

GAMBAR 3. Susunan partikel zat cair... 23

GAMBAR 4. Susunan partikel gas ... 23

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Suratpermohonan ijin penelitian dariUNIVERSITAS ... 72

LAMPIRAN 2 Surat Keterangan telah melakukan penelitian ... 74

LAMPIRAN 3 Rancangan soal pretes dan postes ... 76

LAMPIRAN 4 Pedoman jawaban soal pretes dan postes ... 80

LAMPIRAN 5 Data skor hasil pretes ... 85

LAMPIRAN 6 Hasil lengkap wawancara dua siswa ... 89

LAMPIRAN 7 Rancangan peristiwa/gejala... 96

LAMPIRAN 8 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 107

LAMPIRAN 9 Data skor Hasil Postest... 113

LAMPIRAN 10 Hasil pekerjaan siswa ... 117

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam proses pembelajaran fisika siswa perlu mengalami perubahan konsep, karena inti belajar fisika adalah terjadinya perubahan konsep pada diri seseorang yang sedang belajar (Suparno, 2000: 15). Perubahan yang pertama adalah perubahan dalam arti siswa memperluas konsep, dari konsep yang belum lengkap menjadi lebih lengkap, dari belum sempurna menjadi lebih sempurna. Perubahan yang lain adalah merubah dari konsep yang salah menjadi benar atau sesuai dengan konsep para ahli fisika. Pembelajaran yang hanya membuat konsep tetap saja atau bahkan menjadi menjauh dari yang diterima para ahli, dapat dikatakan pembelajaran yang tidak sukses. Sedangkan pembelajaran fisika yang baik adalah yang memungkinkan perubahan itu secara cepat dan efisien (Suparno, 2000: 18).

Sementara itu dalam bidang fisika, terjadi salah konsep hampir di semua sub bidang seperti mekanika, termofisika, bunyi dan gelombang, optika, listrik dan magnet, dan fisika modern (Suparno, 2005: 8). Salah konsep disebabkan oleh berbagai hal, antara lain dapat disebabkan oleh siswa sendiri, guru yang mengajar, konteks pembelajaran, cara mengajar, dan buku teks. Menurut Brown dan Gil Perez (dalam Suparno 2005: 7) salah konsep itu juga menghinggapi semua level siswa, mulai dari SD sampai dengan mahasiswa. Oleh sebab itu pembetulan miskonsepsi perlu dilakukan di semua level dan sasaran tersebut.

(20)

untuk mengatasi masalah salah konsep, terutama pada siswa supaya terjadi perubahan konsep secara umum tentang konsep fisika, salah satu caranya adalah dengan menggunakan sebuah model ataupun metode pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mengubah miskonsepsi mereka. Pada dasarnya, salah konsep dapat diatasi secara dini dengan menekankan konsepsi fisika yang benar sejak awal misalnya sejak SD atau SMP, supaya salah konsep itu tidak dibawa berlarut-larut sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya mengenai perubahan konsep tentang sains, di antaranya adalah ‘’Pembinaan perubahan konsep radikal

melalui Dual Situated Learning Model (dilaporkan dalam Jurnal of Research In Science Teaching, 2004, Vol. 41, no.2 : 142-164)‘’, ‘’Pengaruh penggunaan

Dual Situated Learning Model terhadap pemahaman konsep siswa mengenai potosintesis dan respirasi (dilaporkan dalam Jurnal of Baltic Science

Education, 2007, Vol.6, no.3)‘’, ‘’Perubahan konsep radikal tentang listrik arus searah menggunakan Dual Situated Learning Model (dilaporkan dalam Jurnal Penelitian Widya Dharma, 2009, Vol.23 : 1-22)’’ di mana ada suatu model pembelajaran yang dirancang khusus untuk mengupayakan perubahan konsep pada bidang sains termasuk fisika. Model pembelajaran itu dikenal sebagai Dual Situated Learning Model (DSLM) yang mana seperti yang dikutip Domi & Sarkim (Domi & Sarkim, 2009) model ini sejak tahun 2001, telah dikembangkan oleh Hsiao Ching She dari Institute of Education, National Chiao-Thung University, Taiwan. Berdasarkan hasil penelitian mengenai perubahan konsep melalui DSLM disimpulkan bahwa DSLM sangat efektif dalam upaya perubahan konsep fisika untuk siswa maupun mahasiswa.

(21)

sehari-hari dan memungkinkan sudah adanya konsep awal dasar pada diri siswa. Dari uraian di atas maka peneliti mengangkat hal tersebut sebagai tugas akhir skripsi dengan judul PENGGUNAAN DUAL SITUATED LEARNING MODEL (DSLM) DALAM MEMBANTU TERJADINYA PERUBAHAN KONSEP TENTANG ZAT DAN WUJUDNYA PADA SISWA KELAS VII SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pemahaman konsep awal siswa tentang Zat dan Wujudnya?

2. Apakah penggunaan Dual Situated Learning model dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa mengenai Zat dan Wujudnya?

3. Bagaimana konsep akhir dan perubahan konsep yang terjadi pada siswa mengenai Zat dan Wujudnya setelah mengikuti pembelajaran menggunakanDual Situated learning Model?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman konsep awal siswa tentang Zat dan Wujudnya

2. Untuk mengetahui apakah penggunaan DSLM dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa mengenai zat dan wujudnya.

(22)

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh setelah melakukan penelitian ini, antara lain: 1. Bagi Guru:

a. Membantu dalam mengetahui dan memahami salah konsep yang terjadi pada siswa

b. Sebagai alternatif model pembelajaran guna meningkatkan pemahaman konsep yang dimiliki siswa

2. Bagi peneliti:

a. Sebagai alternatif model pembelajaran guna meningkatkan pemahaman konsep yang dimiliki siswa jika kelak menjadi guru. b. Memiliki pengalaman mengajar menggunakan model pembelajaran

yang baru.

3. Bagi siswa:

a. Memiliki pengalaman belajar menggunakan Dual Situated Learning Model.

(23)

5

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep dan Konsepsi

A.1 Konsep

Menurut Ausabel (dalam Berg, 1991) konsep merupakan benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri-ciri khas dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol. Misalnya, ‘’meja’’ adalah sebuah benda yang mempunyai

bentuk persegi panjang, segitiga, dan bundar, dengan warna, bahan dan ukuran yang berbeda-beda, serta dengan 1, 2, 3, 4 kaki atau banyak kaki, di sini meja menunjukkan sebuah konsep. Jadi konsep merupakan abstraksi ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan memungkinkan manusia berfikir. Menurut Neil Bolton (dalam Suparno, 2005) konsep diklasifikasi menjadi 3 kelompok yaitu konsep fisis, konsep logika matematik dan konsep filosofis. Konsep fisis merupakan konsep yang berkaitan langsung atau mengacu pada obyeknya seperti benda, besaran, proses dari benda atau besaran, atau relasi antara besaran-besaran. Konsep logika matematis merupakan konsep yang tidak berkaitan langsung dengan obyeknya, namun mengacu pada perilaku dan operasi dalam menangani obyek, misalnya konsep penjumlahan komutatif dan konsep perkalian. Konsep filosofis merupakan konsep yang berhubungan dengan kualitas sifat manusia, misalnya baik, jujur, bijaksana.

A.2 Konsepsi

(24)

tafsiran perorangan dari suatu konsep ilmu. Berg memberikan contoh mengenai konsepsi misalnya, inti konsep massa jenis adalah bahwa untuk jenis bahan tertentu hasil bagi massa dan volume selalu tetap dan bahwa tetapan itu berbeda untuk setiap unsur/senyawa/campuran, maka unsur/senyawa dapat dikenal dari massa jenisnya. Tetapi banyak siswa mempunyai konsepsi yang berbeda, mereka cenderung berfikir bahwa jika jumlah zat ditambah, maka massa jenisnya juga bertambah. Sementara teori dari Piaget menjelaskan konsepsi melalui pengertian-pengertian skema, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi.

Skema merupakan suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan mental anak. Skema bukanlah benda nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam sistem kesadaran orang, maka tidak memiliki bentuk fisik dan tidak dapat dilihat (Suparno, 1997:30).Sedangkan menurut Wadsworth seperti yang dikutip pada Suparno (1997:31) skema adalah hasil simpulan atau bentuk mental, konstruksi hipotesis, seperti intelek, kreativitas, kemampuan, dan naluri. Skema tidak pernah berhenti berubah atau menjadi lebih rinci. Skema juga dapat dipikirkan sebagai suatu konsep atau kategori (Suparno, 1997:31).

(25)

lingkungan baru sehingga pengertian itu berkembang (Suparno, 1997:31).

Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, jika seseorang tidak dapat mengasimilasi pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah dipunyai. Dalam keadaan seperti ini, orang itu akan mengadakan akomodasi, yaitu (1) membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Proses akomodasi ini akan terus berjalan dalam diri seseorang seperti yang dikatakan oleh Piaget dalam Suparno (1997:32).

Ekuilibration merupakan pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi. Dimana pada proses asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan kognitif seseorang, dan dalam perkembangan intelek seseorang, diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi tersebut.

B. Miskonsepsi

(26)

Seperti yang dikutip oleh Suparno (2005:4-6) ada beberapa pandangan para ahli mengenai apa itu miskonsepsi. Seperti Novak mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Brown menjelaskan bahwa miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan mendefinisikan sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima. Feldsine mengemukakan miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Fowler menjelaskan miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar. Menurut Clement bahwa jenis miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah, bukan pengertian yang salah selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsep awal (prakonsepsi) yang dibawa siswa ke kelas formal. Sedangkan menurut Suparno sendiri (2005:95) miskonsepsi atau salah konsep adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar pada bidang itu. Bentuknya dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang naif.

(27)

karenapengalaman hidup mereka. Inilah yang disebut prakonsepsi atau konsep awal siswa.

C. Perubahan Konsep

Perubahan konsep adalah proses yang diupayakan agar konsep spontan yang kurang lengkap dilengkapi, konsep yang salah diperbaiki sehingga sesuaidengan konsep ilmiah atau konsep para ahli (Domi & Sarkim, 2009). Sebelum mengetahui ada tidaknya perubahan konsep pada diri siswa, guru harus terlebih dahulu mendeteksi prakonsepsi atau konsep awal siswa. Carey seperti dikutip oleh Suparno (1997:51) mendefinisikan perubahan konsep dari konsep yang kurang lengkap menjadi lebih lengkap sebagai retrukturisasi lemah, sedang perubahan konsep dari konsep yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah menjadi konsep yang sesuai dengan konsep ilmiah sebagai retrukturisasi kuat atau disebut juga perubahan konsep radikal.

Aplikasinya pada pembelajaran fisika (Suparno, 2000: 18) menjelaskan bahwa proses pembelajaran fisika yang benar haruslah mengembangkan perubahan konsep. Dalam hal tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu membantu proses perluasan konsep dan membetulkan konsep yang salah. Pada proses pertama yaitu proses memperluas konsep yang sudah ada, Suparno mengemukakan beberapa cara yang dapat membantu siswa menambah konsep atau pengetahuan mereka tentang bahan fisika, antara lain:

(28)

2. Siswa diberi bahan baru dan diajak untuk mempelajari sendiri bahan itu sehingga konsepsinya bertambah. Disini diperlukan bantuan pengarahan dari guru. Inilah model pembelajaran mandiri.

3. Siswa diberi kesempatan untuk mencari bahan-bahan baru yang telah disediakan baik dari buku maupun multimedia fisika.

Pembelajaran untuk menambah konsep diatas juga dapat mengakibatkan bertambahnya salah konsep. Guru perlu jeli mengamati apakah siswa dengan bertambahnya konsep baru juga bertambah salah pengertian mereka. Bila hal ini terjadi, guru perlu menggunakan model pembelajaran yang dapat menghilangkan salah konsep sebagai salah satu alternatif pembelajaran.

Proses yang kedua adalah proses membetulkan konsep yang salah, di manadigunakan strategi pembelajaran yang menyediakan pengalaman anomali bagi siswa(Suparno, 2000: 19). Pertama siswa disadarkan bahwa konsep awal mereka itu tidak tepat, atau salah atau tidak cocok dengan situasi yang ada. Cara penyadaran dapat dengan menyediakan data anomali. Dapat juga siswa diajak untuk menjelaskan masalah baru dengan konsep lamanya yang memang ternyata tidak mencukupi, maka ia tertantang untuk mengubah konsepnya. Dengan eksperimen yang hasilnya berlainan dengan konsep awal siswa, maupun melalui diskusi dengan orang yang mempunyai konsep lain, siswa ditantang untuk memikirkan kembali konsep awalnya. Dari sini, siswa terbantu untuk merubah konsep awal mereka.

(29)

a. Bridging Analogy(Analogi Penghubung)

Model penjelasan analogis banyak digunakan untuk menjelaskan konsep fisika yang sulit dan abstrak kepada siswa. Misalnya, karena sulit menjelaskan mengenai konsep tegangan listrik, guru menggunakan analogi dengan bak air. Menurut Brown dan Clement seperti yang dikutip oleh Suparno (2005: 104), contoh-contoh biasa tidak akan membantu siswa mengatasi salah pengertiannya, kecuali bila contoh-contoh itu punya tiga ciri:

1. contoh itu masuk akal bagi siswa,

2. secara explisit contoh punya hubungan analogis dengan persolan yang dihadapi siswa,

3. contoh itu membantu siswa membentuk suatu model mental secara kulitatif.

Penjelasan bridging analogy mempunyai tiga sifat diatas, maka dapat membantu salah konsep. Dalam model ini, guru tidak hanya memberikan contoh, tetapi juga memilih contoh yang dapat menghubungkan contoh-contoh itu dengan persoalan pokoknya dan membangun suatu konstruksi model.

b. Simulasi komputer

(30)

Ada baiknya bahwa guru memilih beberapa simulasi yang memang menyajikan hasil yang berlawanan dengan konsep awal siswa. Dengan pengalaman itu, konsep awal siswa ditantang untuk disesuaikan atau malah dirubah. Penggunaan simulasi komputer ini sangat menguntungkan, karena siswa dapat melakukannya sendiri berkali-kali tanpa harus ditunggui guru seperti pelajaran dalam kelas. Oleh karena siswa dapat mengulanginya sendiri diluar kelas, maka mereka akan lebih cepat merubah gagasan mereka yang tidak benar. Dengan demikian mereka lebih cepat untuk mengerti konsep yang sedang dpelajarinya secara tepat.

c. Diskusi kelompok

Menurut Farmer seperti dikutip Suparno (2005: 110) diskusi dengan siswa-siswa lain adalah cara yang baik untuk mengungkapkan pengetahuan siswa. Dengan berdiskusi mengenai konsep yang baru dipelajari mereka akan tertantang mengerti lebih dalam dan saling mengungkapkan konsep dan gagasan masing-masing, serta bila ada perbedaan pandangan mengenai konsep tersebut mereka saling mendebatkannya secara argumentatif. Dari perdebatan itu, mereka yang mempunyai gagasan tidak benar, dapat memperbaiki gagasannya dengan mengambil gagasan teman lain yang benar. Sedangkan kalau gagasan mereka sudah benar, mereka menjadi lebih yakin akan kebenaran gagasan itu.

(31)

d. Peta konsep

Peta konsep juga dapat digunakan untuk membantu mengatasi salah pengertian. Dalam peta konsep siswa menuliskan gagasan pokoknya dan relasi konsep-konsepnya. Siswa diajak melihat sendiri bahwa beberapa hubungan tidak jalan dan tidak dapat diterima, maka perlu didiskusikan untuk diubah. Lalu ia diminta membuat peta konsep yang baru.

Agar guru lebih mengerti maksud siswa dengan peta konsepnya, sangat baik bila guru mengadakan wawancara dengan siswa tentang peta konsepnya. Siswa diminta menjelaskan peta konsepnya kepada guru dan guru dapat menanyakan lebih mendalam tentang konsep-konsep yang tidak sesuai dan hubungan antar konsep yang tidak cocok dengan pengertian para ahli fisika. Berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan siswa, alasan-alasan salah konsep diketahui, dan guru dapat menentukan bantuan yang lebih sesuai dengan penyebabnya.

e. Problem solving

(32)

Dengan melihat bagaimana cara siswa memecahkan persoalan, dapat dengan mudah dilihat siswa mempunyai salah pengertian dalam langkah yang mana. Bila salah pengertian diketahui, guru juga menanyakan kepada siswa mengapa mereka mempunyai pengertian atau langkah seperti itu. Sekaligus dalam wawancara itu, guru dapat melihat sumber salah pengertian yang dibuat. Langkah selanjutnya adalah menentukan bantuan yang sesuai.

f. Percobaan atau pengalaman lapangan

Menurut penelitian Gilbert, Watts, Osborne; Brouwer; McClelland seperti dikutip oleh Suparno (2005: 114) percobaan ataupun pengalaman lapangan adalah cara yang baik untuk mengkontraskan pengertian siswa tentang kenyataan. Percobaan dan pengamatan dapat menghilangkan salah pengertian intuitif siswa. Percobaan dapat menantang intuisi mereka apakah benar atau tidak.

(33)

D. Pemahaman Konsep

Seseorang dapat dikatakan memahami suatu konsep apabila: 1) dapat mendefinisikan konsep yang bersangkutan, 2) menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-konsep lain, 3) menjelaskan hubungan-hubungan dengan konsep-konsep yang lain, 4) menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari (Berg V.D, 1991). Menurut Kartika Budi seperti yang dikutip Kurniawan (2011: 23), untuk dapat memutuskan apakah siswa memahami konsep atau tidak diperlukan kriteria atau indikator-indikator yang menunjukkan pemahaman tersebut. Beberapa indikator yang menunjukkan pemahaman siswa akan suatu konsep antara lain:

a. Dapat menyatakan pengertian konsep dalam bentuk definisi menggunakan kalimat sendiri.

b. Dapat menjelaskan makna dari konsep bersangkutan kepada orang lain.

c. Dapat menganalisis hubungan antara konsep dalam suatu hukum.

d. Dapat menerapkan konsep untuk (1) menganalisis gejala-gejala alam, (2) untuk memecahkan masalah fisika baik secara teoritis maupun secara praktis, (3) memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi pada suatu sistem bila kondisi tertentu dipenuhi.

e. Dapat mempelajari konsep lain yang berkaitan dengan lebih cepat.

f. Dapat membedakan konsep satu dengan konsep lain yang saling berkaitan.

(34)

E. Dual Situated Learning Model (DSLM)

Dual Situated Learning Model merupakan suatu model pembelajaran yang pada proses pembelajaran yang dilakukan memperoleh fungsi ganda dalam beberapa aspeknya (Domi & Sarkim, 2009). Model ini dikembangkan sejak tahun 2001 oleh Hsiao Ching She seorang pendidik dari Institute of Education National Chiao-Tung University, Taiwan. Menurut She (2004) DSLM ini telah terbuktimemiliki potensiuntuk mempromosikanperubahankonseptualsiswa.

Situated learning memiliki makna bahwa proses perubahan konseptual mengenai konsep sains dan keyakinan siswa terhadap konsep-konsep sains harus berasal dari kehidupan sehari-hari untuk menentukan mental set apa yang penting dan diperlukan untuk membangun pandangan yang lebih ilmiah mengenai konsep tersebut (She, 2004).

Dualberartibahwa model inimemilikidua fungsidalam beberapaaspeknya. She menyatakan fungsi ganda itu dapat dilihat dalam beberapa aspeknya sebagai berikut.

1) Konsep yang dikaji bersifat ganda yaitu konsep ilmiah yang seharusnya dikuasai siswa dan konsep (prakonsep) siswa yang senyatanya dimiliki siswa.

2) Kajian atas prakonsep siswa ditujukan pada dua fungsi ganda yaitu mengidentifikasi salah konsep yang terjadi dan mengembangkan teknik yang memberi peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep ilmiah yang benar.

3) Identifikasi salah konsep ditujukan pada dua fungsi yaitu, menyadarkan siswa bahwa prakonsep yang dimiliki itu salah, dan membangkitkan minat dan atau menantang siswa untuk merekonstruksi prakonsepnya menjadi konsep ilmiah yang benar. 4) Proses rekonstruksi prakonsep, melibatkan dua aspek ganda yaitu

(35)

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa Dual Situated Learning Model merupakan sebuah model pembelajaran yang bertujuan untuk mengupayakan terjadinya proses perubahan konsep kepada siswa dengan cara mengkaji konsep ilmiah dan prakonsep, mengidentifikasi prakonsep yang salah dan mengembangkan teknik remidiasi, menyadarkan siswa akan kesalahannya dan menantangnya untuk memperbaiki, mengupayakan agar perubahan konsep yang terjadi mencakup aspek ontologis dan epistemologis.

DSLM dilaksanakan dalam 6 tahapan sebagai berikut. Tahap 1

Mengidentifikasi konsep-konsep yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap 1 ini, guru menentukan dan merumuskan konsep-konsep yang harus dikuasai oleh siswa pada materi yang akan diteliti.

Tahap 2

Mencari bagaimana konsep awal dan salah konsep yang terjadi pada siswa. Pada tahap ini guru melaksanakan proses pencariankonsep awal dan salah konsep yang terjadi pada siswa berhubungan dengan konsep-konsep yang sudah ditentukan pada tahap 1. Proses pencarian ini dapat dilakukan dengan tes tertulis secara klasikal, dan / atau wawancara secara individual.

Tahap 3

Menganalisis konsep awal dan salah konsep yang terjadi. Pada tahap ini guru menganalisis tentang konsep-konsep awal mana yang terjadi salah konsep, bagaimana kesalahannya, dan apa yang menjadi sumber atau penyebab terjadinya salah konsep pada siswa.

Tahap 4

(36)

Tahap 5

Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan gejala atau peristiwa yang sudah dirancang pada tahap 4.

Tahap 6

Pemantapan konsep. Pada tahap keenam ini siswa diberikan kesempatan untuk memantapkan dan mengaplikasi konsep yang sudah dikuasai siswa. Tahap ini guna meyakinkan guru bahwa proses perubahan konsep memang sudah terjadi.

F. Materi Zat dan Wujudnya

Materi ini diambil dan diringkas dari buku IPA SMP untuk SMP kelas VII karya Marthen Kanginan penerbit Erlangga hal 76-89

IPA Fisika GASING untuk SMP kelas VII karya Yohanes Surya penerbit Grasindo hal 96-112

1. Wujud Zat

Zat didefinisikan sebagai sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Pada prinsipnya ada tiga jenis wujud zat, yaitu padat, cair, dan gas. Di rumah, di sekolah, di jalan, dan di sekitarmu terdapat benda-benda. Beberapa benda, seperti pulpen, buku, kayu, dan tas termasuk zat padat. Beberapa benda, seperti air, alkohol, dan minyak termasuk zat cair. Beberapa zat, seperti udara di sekitar kita dan gas LPG yang digunakan untuk kompor gas termasuk zat gas. Ketiga wujud zat ini dapat kita lihat pada bahan-bahan yang membentuk sebuah mobil.

Apakah zat padat memiliki massa dan menempati ruang? Tidak sukar untuk membuktikannya karena kita telah mengenal zat padat dalam keseharian kita. Kursi belajar yang di duduki jelas menempati sebagian ruang kelas. Kursi itu juga memiliki massa.

(37)

Apakah gas memiliki massa dan menempati ruang? Kita dapat bernafas karena ada udara yang memenuhi ruangan tempat kita berada. Jelas bahwa gas menempati ruang.

b. Sifat Zat berkaitan dengan volume dan bentuknya

Sebuah pulpen termasuk zat padat, ketika pulpen kamu taruh di gelas, kemudian kamu pindahkan ke atas meja, baik volume maupun bentuk pulpen tidak berubah. Jadi zifat zat padat baik volume maupun bentuknya tetap.

Misalkan sejumlah air mula-mula kamu tuang ke dalam botol, kemudian kamu pindahkan ke dalam gelas minum, kemudian kamu pindahkan lagi ke dalam mangkuk. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa volume air tak berubah sedangkan bentuk air mengikuti bentuk wadahnya. Jadi sifat zat cair adalah volume tetap tetapi bentuknya mudah berubah mengikuti bentuk wadahnya.

Jika farfum kita semprotkan ke dalam suatu ruangan maka uap farfum segera mengisi seluruh ruang yang ditempatinya. Jadi, sifat gas adalah volumenya berubah mengikuti volume ruang yang ditempatinya dan bentuknya juga berubah mengikuti bentuk ruang yang ditempatinya.

c. Perubahan wujud zat

(38)
[image:38.595.71.521.98.748.2]

Gas ZatPadat ZatCair d ep o sis i m en g u ap m em b ek u m en ca ir M m en g em -b u n

Gambar 1. Diagram perubahan wujud. (sumber : http//staf.uny.ac.id)

1. Melebur/ Mencair adalah peristiwa perubahan wujud zat dari padat ke cair. Contohnya adalah es yang meleleh ketika dipanasi. Dalam peristiwa ini zat memerlukan energi panas. 2. Menguap adalah peristiwa perubahan wujud zat dari cair ke

gas. Contohnya : memasak air. Dalam peristiwa ini zat memerlukan energi panas.

3. Mengembun adalah peristiwa perubahan wujud zat dari gas menjadi cair. Contohnya peristiwa terjadinya hujan. Dalam peristiwa ini zat melepaskan energi panas.

4. Membeku adalah peristiwa perubahan wujud zat dari cair menjadi padat. Contohnya air yng dimasukkan ke dalam freezer berubah menjadi es.Dalam peristiwa ini zat melepaskan energi panas.

(39)

6. Deposisi/mengkristal adalah peristiwa perubahan wujud zat dari gas menjadi padat. Contohnya adalah perubahan uap air menjadi salju. Dalam peristiwa ini zat tidak memerlukan energi atau melepas kalor.

2. Teori partikel zat

Ketika kamu mengambil sebatang kapur tulis. Kamu potong kapur itu menjadi dua potong. Kemudian potongannya kamu potong lagi menjadi dua. Jika potongan ini terus dilakukan maka suatu saat kamu tidak dapat lagi memotong kapur itu. Bagian terakhir dari kapur yang tidak dapat dipotong lagi dan masih memiliki sifat kapur dapat kamu identifikasikan sebagai partikel.

a. Definisi partikel

Sebagai contoh, ketika kamu membuka tutup botol minyak wangi, minyak wangi menguap. Partikel-partikel minyak wangi dalam wujud gas bergerak ke seluruh ruangan, sehingga kamu dapat mencium bau wangi. Banyaknya partikel minyak wangi dalam wujud gas sama dengan ketika berwujud cair. Hal ini menunjukkan bahwa jarak antar partikel dalam gas lebih jauh daripada jarak antar partikel zat cair.

Ketika gula pasir dilarutkan ke dalam air panas, gula pasir mencair (berubah wujud dari padat menjadi cair). Partikel-partikel gula dalam wujud cair bergerak ke seluruh air yang terdapat dalam gelas, sehingga air terasa manis. Banyaknya partikel gula pasir dalam wujud cair sama dengan ketika berwujud padat. Hal ini menunjukkan bahwa jarak antarpartikel dalam zat cair lebih jauh daripada jarak antarpartikel dalam wujud zat padat.

(40)

yang kita sebut partikel ini disebut molekul. Jadi partikel atau molekul adalah bagian terkecil zat yang masih memiliki sifat zat tersebut.

b. Susunan dan gerak partikel

Zat padat

Dalam zat padat, partikel-partikel saling berdekatan dalam suatu susunan yang teratur, dan diikat cukup kuat oleh gaya tarik-menarik antarpartikel tersebut(lihat gambar 2). Partikel-partikel dapat bergetar dan berputar di tempatnya tetapi tidak bebas untuk mengubah kedudukannya. Itulah sebabnya zat padat memiliki volume dan bentuk yag tetap. Pada berbagai bahan padat, partikel-partikel tersusun dengan suatu pola tertentu. Pola tertentu dari susunan partikel zat padat ini dinamakan kristal.

Zat cair

(41)
[image:41.595.69.517.92.722.2]

Gambar 2. Susunan partikel zat padat Gambar 3. Susunan partikel zat cair

Gambar 4.Susunan partikel gas

Gas

Dalam gas, jarak antarpartikel sangat berjauhan, sehingga gaya tarik-menarik dapat diabaikan (gambar 4). Partikel-partikel bebas untuk bergerak dalam wadahnya. Partikel-partikel bergerak dengan sangat cepat dan bertumbukan satu sama lain dan juga bertumbukan dengan dinding wadahnya. Inilah yang menyebabkan gas menghasilkan tekanan. Dengan teori partikel ini, kamu dapat menjelaskan mengapa gas memiliki volume tidak tetap dan dengan cepat mengisi wadah (ruang) yang ditempatinya (dengan kata lain, bentuknya tidak tetap).

c. Teori partikel menjelaskan perubahan wujud

(42)

dapat lagi mengatasi gerakan partikel-partikel. Akibatnya, partikel-partikel dapat berpindah tempat; kita katakan es (zat padat) telah berubah wujud menjadi air (zat cair).

Jika air (zat cair) dipanaskan, kejadian yang sama terjadi. Pada suhu tertentu, energi partikel-pertikel cukup besar untuk melawan gaya tarik-menarik antarpartikel zat cair yang menahan partikel tetap pada kelompoknya. Akibatnya, partikel-partikel bebas untuk bergerak; kita katakan air (zat cair) telah berubah wujud menjadi up air (gas).

Kejadian sebaliknya terjadi ketika air kamu simpan ke dalam kulkas. Gerak-gerak partikel air (zat cair) menjadi lebih lambat dan jarak antarpartikel makin dekat. Jarak antarpartikel makin dekat berarti gaya menarik antarpartikel makin besar. Pada suhu tertentu, gaya tarik-menarik antarpartikel cukup besar untuk mengikat partikel-partikel tetap pada tempatnya (tidak dapat berpindah). Kita katakan air (zat cair) telah berubah wujud menjadi es (zat padat). Jadi, perubahan wujud terjadi karena perubahan kebebasan gerak partikel-partikel yang menyebabkan perubahan jarak antarpartikel.

3. Kohesidan Adhesi

Dalam bahasan sebelumnya telah diketahui bahwa terdapat gaya tarik-menarik antara partikel-partikel zat. Ada dua jenis gaya tarik-menarik antarpartikel, yaitu kohesi dan adhesi. Kohesi adalah gaya tarik-menarik antara partikel-partikel zat yang sejenis. Adhesi adalah gaya tarik-menarik antara partikel-partikel zat yang tidak sejenis.

Ketika suatu zat cair, misalkan air dituangkan ke dalam tabung reaksi, maka terihat dari samping tabung bahwa permukaan zat cair tidaklah datar tetapi sedikit melengkung pada bagian zat cair yang menempel pada kaca. Kelengkungan permukaan zat cair di dalam sebuah tabung reaksi inilah yang disebutmeniskus.

(43)

reaksi yaitu cekung. Sedangkan meniskus cembung tampak pada permukaan raksa dalam tabung reaksi yaitu cembung. Perbedaan yang mendasari kedua hal tersebut dijelaskan berdasarkan gaya tarik-menarik antarpartikel, yaitu kohesi dan adhesi.

[image:43.595.71.520.239.625.2]

Untuk air dalam tabung reaksi, kohesi antarpartikel air lebih kecil daripada adhesi antarpartikel air dan kaca. Sehingga sebagai akibatnya, permukaan air dalam tabung berbentuk cekung (menikus cekung) dan air membasahi dinding kaca.

Gambar 5. Meniskus pada permukaan zat cair: (a) air membentuk meniskus cekung dan (b) raksa membentuk meniskus cembung.(sumber : http//staf.uny.ac.id)

Untuk raksa dalam tabung reaksi, kohesi antarpartikel raksa lebih besar daripada adhesi antarpartikel raksa dan kaca. Sebagai akibatnya, permukaan raksa, dalam tabung berbentuk cembung (menikus cembung) dan raksa tidak membasahi dinding kaca. Sifat raksa yang tidak membasahi dinding kaca membuat raksa dimanfaatkan sebagai zat cair pengisi termometer.

4. Kapilaritas

Kapilaritas merupakan peristiwa naik atau turunya zat cair dalam pipa kapiler. Penyebab terjadinya kapilaritas adalah adanya kohesi dan adhesi. Air naik dalam pipa kapiler karena adhesi lebih besar daripada kohesi. Sedangkan raksa turun dalam pipa kapiler karena kohesi lebih besar daripada adhesi.

(44)
(45)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Riset kuantitatif digunakan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa baik secara individual maupun secara kelompok setelah mengikuti proses pembelajaran dengan Dual Situated Learning Model dan riset deskriptif kualitatif untuk mengetahui konsep awal siswa, konsep akhir dan perubahan konsep yang terjadi setelah mengikuti proses pembelajaran dengan Dual Situated Learning Model.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian : SMP Joannes Bosco Yogyakarta (Jln. Melati wetan no. 51 Baciro)

2. Waktu penelitian : Bulan September - Nopember Tahun pelajaran 2012/2013

C. Sampel penelitian

Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VII Compassion SMP Joannes Bosco Yoyakarta tahun ajaran 2012/2013 dengan jumlah 26 siswa.

D. Treatment

(46)

Tahap 1

Mengidentifikasi konsep-konsep yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap 1 ini, guru menentukan dan merumuskan konsep-konsep yang harus dikuasai oleh siswa pada materi yang akan diteliti.

Tahap 2

Mencari bagaimana konsep awal dan salah konsep yang terjadi pada siswa. Pada tahap ini guru melaksanakan proses pencarian konsep awal dan salah konsep yang terjadi pada siswa berhubungan dengan konsep-konsep yang sudah ditentukan pada tahap 1. Proses pencarian ini dapat dilakukan dengan tes tertulis secara klasikal, dan / atau wawancara secara individual.

Tahap 3

Menganalisis konsep awal dan salah konsep yang terjadi. Pada tahap ini guru menganalisis tentang konsep-konsep awal mana yang terjadi salah konsep, bagaimana kesalahannya, dan apa yang menjadi sumber atau penyebab terjadinya salah konsep pada siswa.

Tahap 4

Merancang gejala ataupun peristiwa yang dapat dimanfaatkan saat proses pembelajaran dimana peristiwa ataupun gejala tersebut digunakan untuk memperbaiki konsep awal dan salah konsep pada siswa.

Tahap 5

Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan gejala atau peristiwa yang sudah dirancang pada tahap 4.

Tahap 6

(47)

E. Instrumentasi

Instrumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan bentuk instrument berupa tes pilihan ganda dengan alasan dan wawancara. Peneliti memilih menggunakan instrumen berupa tes pilihan ganda karena tes pilihan ganda merupakan bentuk instrumen yang paling banyak digunakan dan dikembangkan oleh peneliti dalam mendeteksi terjadinya miskonsepsi pada peserta didik (Salirawati, 2010). Seperti penelitian Amir, et al. yang menggunakan tes pilihan ganda dengan alasan terbuka. Peserta didik harus menjawab dan menjelaskan mengapa ia menjawab seperti itu. Jawaban yang salah digunakan sebagai bahan tes selanjutnya. Bentuk tes pilihan ganda atau esai disertai alasan terbuka juga digunakan dalam penelitian Krishnan & Howe dengan memperkenalkan two-tier multiple choice items (Salirawati, 2010).

1. Tes awal dan Tes akhir

Tes awal (Pretest) dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dalam kelas pada materi Zat dan Wujudnya dimulai. Tes awal ini dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman konsep awal (prakonsep) siswa tentang materi yang akan dipelajari. Pertanyaan yang dibuat dalam bentuk pilihan ganda disertai alasan disesuaikan dengan isi materi pelajaran yang disajikan serta disesuaikan dengan beberapa aspek, yaitu ingatan, pemahaman, dan penerapan (Triana, 2007: 37). Kemudian, setelah tes awal (pretest) diberikan kepada siswa, selanjutnya hasil pretes dianalisis untuk mengetahui seberapa pemahaman konsep awal siswa, dan salah konsep apa yang terjadi pada siswa.

Test akhir (posttest) diberikan setelah dilakukannya pembelajaran

(48)
[image:48.595.68.516.210.741.2]

Dari uraian singkat di atas, kemudian tersusunlah bentuk soal pretest dan postest sama. Jumlah soal terdiri dari soal pada materi yang telah dibagi menjadi beberapa indikator pencapaian antara lain.

Tabel 1. Kisi-kisi pembuatan tes awal dan tes akhir

No Indikator pencapaian jumlah soal No.soal 1. Menyelidiki perubahan

wujud zat

6 1, 5,7,8, 9,10

2. Menafsirkan susunan gerak partikel pada berbagai wujud zat melalui penalaran

1 2, 3

3. Membedakan kohesi dan adhesi berdasarkan pengamatan

1 6

4. Mengaitkan peristiwa kapilaritas dalam peristiwa kehidupan sehari-hari

1 4

Dari kisi-kisi di atas maka tersusulah 10 soal pilihan ganda disertai alasan mengenai konsep Zat dan Wujudnya. Kriteria soal disusun berdasarkan nomor urut adalah sebagai berikut :

a. Mengenai keterlibatan perubahan wujud (penguapan, pengembunan) air pada peristiwa hujan

b. mengenai kecepatan larutnya gula karena panas c. mengenai ciri zat (gas) yang mudah dimampatkan

d. contoh peristiwa kapilaritas (naiknya minyak pada sumbu kompor) e. mengenai penyubliman pada kapur barus

f. Peristiwa kohesi dan adhesi

(49)

h. Penguapan yang terjadi pada alkohol

i. perubahan wujud saat es dipanasi terus-menerus j. mengenai suhu es saat dipanasi terus menerus

(Untuk bentuk soal lebih lengkap bisa dilihat pada lampiran 3.)

2. Wawancara

Untuk menggali bagaimana konsep awal salah konsep yang terjadi pada siswa, maka diadakan wawancara kepada beberapa siswa untuk mengetahui sebab dan dari mana salah konsep itu terjadi. Wawancara diberikan kepada beberapa siswa yang mempunyai nilai paling rendah. Wawancara ini bersifat sebagai pelengkap dalam artian untuk lebih meyakinkan peneliti mengenai bagaimana pandangan konsep awal siswa mengenai materi. Apakah sungguh-sungguh tidak mengerti, belum mengerti atau sekedar jawaban spontan. Hasil wawancara lengkap bisa dilihat pada lampiran 6.

Dari hasil tes awal dan wawancara tersebut, kemudian peneliti dapat merancang peristiwa atau gejala dan ilustrasi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran untuk memperbaiki prakonsep yang salah atau kurang tepat. Dimana hal ini, sesuai dengan tahapan penjelasan tentang model pembelajaran yang akan digunakan yaitu Dual Situated Learning Model. Untuk merancang peristiwa atau gejala dan ilustrasi tersebut, maka dibuatlah rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) beserta LKS yang lebih lanjut bisa dilihat pada lampiran 7 dan 8.

F. Validitas Instrumen

(50)

mengukur obyek yang seharusnya diukur dan sesuai dengan kriteria tertentu.

Untuk menjamin validitas instrumen, maka dilakukan dengan penyusunan kisi-kisi soal seperti pada tabel.1 karena menurut Sumadi Suryabrata, (dalam Haryanti, 2009: 27) dijelaskan bahwa tujuan penyusunan kisi-kisi soal adalah merumuskan setepat mungkin ruang lingkup, tekanan, dan bagian-bagian tes sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi si penyusun tes.

G. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Untuk teknik pengumpulan data, pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian dimana,

1). Data prakonsep dan salah konsep siswa mengenai materi Zat dan Wujudnya, dikumpulkan menggunakan tes awal yang diberikan sebelum proses pembelajaran menggunakan Dual Situated Learning Modeldilaksanakan.

2). Data konsep siswa mengenai materi Zat dan Wujudnya, sesudah proses pembelajaran menggunakan Dual Situated Learning Model

dilaksanakan dikumpulkan menggunakan tes akhir yang diberikan sesudah proses pembelajaran dilaksanakan.

Dengan Rubrik penilaian tes awal dan tes akhir diberikan pada tabel 2.

Pilihan (obyektif)

Penjelasan (Esai) Kategori jawaban

Skor

Benar Benar A 3

Benar Kurang lengkap dengan unsur benar > 50 % B 2 Benar Kurang lengkap dengan unsur benar < 50 % C 1

Benar Salah D 0

Salah Benar B 2

Salah Kurang lengkap dengan unsur benar > 50 % C 1 Salah Kurang lengkap dengan unsur benar < 50 % D 0

(51)

Rubrik penilaian dengan kriteria seperti yang ada pada tabel 2. Dimaksudkan agar benar-benar terlihat bagaimana dan apa alasan siswa memilih pilihan obyektif tersebut. Apakah hanya asal memilih atau memang benar-benar mengerti alasan pemilihan jawaban dengan alasan baik lengkap, kurang lengkap dengan unsur kelengkapan lebih dari 50 persen, kurang lengkap dengan unsur kelengkapan kurang dari 50 persen.

Sementara untuk teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif.

Analisis deskriptif kualitatif dengan teknik coding dikenakan pada data hasil tes awal mengenai prakonsep dan salah konsep siswa, serta data tes akhir mengenai konsep yang dibangun setelah proses pembelajaran. Analisis deskriptif kualitatif teknik coding ini digunakan untuk mengungkap konsep awal, salah konsep dan perubahan konsep pada siswa yang terjadi.

Analisis kuantitatif dikenakan pada data hasil tes awal dan tes akhir dengan menggunakan statistik prosentase dan test–T untuk kelompok

dependent. Statistik prosentase digunakan untuk mengetahui seberapa prosentase skor siswa secara klasikal untuk konsep awal dan konsep akhir siswa. Sedangkan untuk mengetahui apakah penggunaan DSLM dapat meningkatan pemahaman siswa digunakan test-T kelompok dependent

(52)

34

BAB IV

DATA, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Nopember. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan

Dual Situated Learning Model, peneliti melakukan tes awal sebagai langkah mengetahui seberapa pemahaman konsep awal siswa mengenai materi ajar dan observasi kelas guna mengetahui situasi dan kondisi di kelas yang akan di ajar.

Berikut ini adalah jalannya penelitian yang dilakukan di kelas VII

[image:52.595.70.525.163.670.2]

Compassion di SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang disusun pada tabel dibawah ini :

Tabel 3. Tanggal, jam, kegiatan penelitian

No Tanggal Jam kegiatan penelitian

1 17 September 2012 09.55-10.25 Tes awal 2 17 September 2012 10.25-11.15 Observasi kelas VII

Compassion

3 27,28 September 2012

09.40-09.55 Wawancara

4 22 Oktober 2012 29 Oktober 2012

09.55-11.15 09.55-11.15

Pembelajaran dengan DSLM

(53)

B. Pelaksanaan Penelitian

Karena untuk proses pembelajaran ini dengan menerapkan DSLM yang dilakukan dalam 6 tahap, maka peneliti menguraikan hasil penelitian juga disampaikan tahap demi tahap.

Tahap 1

Mengidentifikasi konsep-konsep yang harus dikuasai siswa.

Hasil dari proses tahap 1 adalah 4 konsep Zat dan Wujudnya, yang kemudian dijabarkan dalam 10 soal tes awal. Soal-soal tes awal dapat dilihat pada lampiran 3.

Tahap 2

Mencari bagaimana konsep awal dan salah konsep yang terjadi Proses ini dilaksanakan melalui tes awal. Data hasil tes awal dapat dilihat pada tabel 4 (data mentah hasil tes awal pada lampiran 5).

Tahap 3

Menganalisis konsep awal dan salah konsep yang terjadi

Analisis dilakukan terhadap hasil tes awal. Dari analisis itu diketahui keseluruhan siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tes awal. Dari proses analisis ini, kemudian diambil 2 orang siswa dengan nilai terendah untuk dilakukan analisis lebih lanjut.

Tahap 4

Merancang peristiwa/gejala dan ilustrasi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran untuk memperbaiki konsep awal dan salah konsep. Daftar peristiwa/ gejala dan ilustrasi tersebut secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 7.

Tahap 5

Melaksanakan pembelajaran

(54)

1). Metode Ceramah interaktif 2). Metode Demonstrasi 3). Metode Tanya jawab 4). Metode Simulasi komputer Tahap 6

Pemantapan konsep

Pemantapan konsep dilakukan melalui tanya jawab. Setelah tanya jawab, diadakan tes akhir, untuk mengukur konsep akhir siswa.

Setelah 6 tahap ini selesai, kemudian dilakukan analisis hasil tes akhir untuk apakah model DSLM dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan untuk mengetahui perubahan konsep yang terjadi.

C. Data, Analisis dan Pembahasan

C.1 Konsep awal siswa

[image:54.595.69.522.117.702.2]

Konsep awal siswa diperoleh melalui tes awal. Tes awal yang digunakan adalah berupa 10 soal dengan pilihan ganda beserta alasan.

Tabel 4. Ketentuan penilaian skor tes awal&tes akhir

Pilihan (obyektif)

Penjelasan (Esai) Kategori jawaban

Skor

Benar Benar A 3

Benar Kurang lengkap dengan unsur benar > 50 % B 2 Benar Kurang lengkap dengan unsur benar < 50 % C 1

Benar Salah D 0

Salah Benar B 2

Salah Kurang lengkap dengan unsur benar > 50 % C 1 Salah Kurang lengkap dengan unsur benar < 50 % D 0

(55)
[image:55.595.71.519.189.589.2]

Dari jawaban hasil tes awal tersebut kemudian dilakukan analisis secara deskriptif untuk mengenahui bagaimana saja konsep awal siswa mengenai zat dan wujudnya. Berikut ini dataskor hasil tes awal.

Tabel 5. Data skor hasil tes awal

Soal Siswa

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 1 1 0 0 2 0 1 0 0 0 5

2 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 4

3 2 1 1 0 2 0 1 0 0 0 7

4 0 1 0 0 0 0 0 0 2 0 3

5 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 4

6 1 1 0 0 1 0 0 0 2 0 5

7 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 3

8 0 2 0 0 2 0 1 0 0 0 5

9 1 0 0 0 1 0 0 0 2 0 4

10 0 0 0 0 1 0 1 0 2 0 4

11 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2

12 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2

13 0 1 0 0 0 0 0 0 2 0 3

14 0 2 0 0 0 0 1 0 0 0 3

15 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 2

16 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0 3

17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

18 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 3

19 0 1 0 0 0 0 0 0 2 0 3

20 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

21 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1

22 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1

Σ

13 15 4 0 14 0 9 1 13 1

Rata2 = 3.04

Dari data skor tes awal, teridentifikasi bahwa pemahaman awal siswa mengenai zat dan wujudnya yang dijabarkan lewat soal-soal diperoleh banyak siswa yang menjawab salah atau kurang lengkap. Ada 23 siswa, dan setiap soal skor maksimumnya 3, maka skor pencapaian maksimumnya adalah 69.Pada soal-soal ini dianalisis jawaban siswa untuk melihat pola kesalahan yang dilakukan siswa.

(56)

dari soal no 2 dengan nilai 15. Dari hal tersebut dikatakan bahwa pemahaman awal siswa mengenai zat dan wujudnya adalah sangat buruk.

[image:56.595.72.519.224.756.2]

Dari jawaban tes awal siswa tersebut dianalisis kemudian dirangkum dan dideskripsikan sehingga terlihat bagaimana konsep awal siswa yang salah, kurang lengkap dan yang sudah benar mengenai Zat dan Wujudnya. Berikut ini konsep awal siswa yang salah dan kurang lengkap dan benar pada tiap-tiap soal beserta deskripsinya.

Tabel 6. Rangkuman variasi konsep awal yang salah, kurang lengkap No Topik/hal Konsep awal(yang salah, kurang lengkap) 1 Mengenai keterlibatan

perubahanwujud

(penguapan,pengembunan)air pada peristiwa hujan

1. penguapan dan pengembunan, tetapi kurang lengkap dalam menjelaskan alasan mengenai terjadinya pengembunan (10)

2. penguapan, pencairan dengan alasan yang bahwa mencairnya titik-titik air diawan(seharusnya pengembunan) (10) 3. Peleburan,pengembunan(1),

pengembunan,pencairan (1) dengan alasan yang tidak kuat

4. Satu siswa tidak memberikan jawaban

2. mengenai kecepatan larutnya gula karena panas

1. gula cepat larut dalam teh panas dengan alasanyang kurang kuat yaitu karena dengan air panas/hangat gula mudah larut , sifat gula adalah larut (9).

2. Hanya 3 siswa yang menjelaskan lebih lengkap bahwa gula yang berwujud padat akan cepat larut karena berubah wujud mencair pada air teh panas

3. Sedangkan 11 siswa menjawab tepat tapi alasan pemilihan jawaban tidak menjawab pertanyaan

3 mengenai ciri zat (gas) yang mudah dimampatkan

1. Hanya 11 siswa yang menjawab udara dalam botol, dengan 4 siswa memberikan alasan kurang lengkap dengan tidak menyertakan sifat gas (pengaruh jarak dan gerak partikel gas).

2. Sedangkan 7 siswa sisanya beralasan karenaudara di dalam balon ringan/menyebar/ elastis tanpa alasan tambahan yang kuat

(57)

No Topik/hal Konsep awal(yang salah, kurang lengkap) kehidupan,

4 contoh peristiwa kapilaritas (naiknya minyak pada sumbu kompor)

Hampir semua siswa tidak/belum mengerti mengenai apa itu kapilaritas dan contoh nya. Sebagian besar dari mereka menanyakan tentang apa itu kapilaritas. Kemungkinan besar jawaban mereka adalah menerka. 5 mengenai penyubliman pada

kapur barus

1. Sebagian besar siswa (20) menjawab menyublim: dengan alasan yang kurang lengkap yaitu kapur barus menyublim karena lama-kelamaan mengeluarkan bau harum akan terkikis, (6),

2. Masih mencampurkan antara penyubliman dan penguapan dilemari (2),

3. Hanya 4 siswa yang menjelaskan perubahan dari padat ke gas karena terkena udara masuk (4).

4. siswa lainnya dengan alasantidak menjawab pertanyaan (8)

5. Sedangkan 3 siswa menjawab salah yaitu, menguap dengan alasan yang tidak kuat: Kapur barus menguap karena bersifat gas dan padat dan tidak ada udara masuk (2), sering tertiup angin (1)

6 Peristiwa kohesi dan adhesi Kebanyakan siswa pada saat mengerjakan bertanya mengenai apa itu kohesi & adhesi. Barangkali siswa tidak mengerti atau belum mengerti. Sehingga jawaban dan alasan asal menjawab

7 pengembunan pada dinding tembok saat musim hujan

1. Alasan siswa kurang lengkap : karena air hujan meresap dan cat jadi terkelupas (11), suhunya rendah (6), akibat suhu tinggi (1) 2. Siswa yang lain menjawab mengembun

tetapi tidak disertai alasan yang jelas

3. Sedangkan 1 siswa menjawab deposisi, 1 siswa menyublim dengan alasan yang tidak kuat

8 Penguapan yang terjadi pada alkohol

1. Sebagian besar siswa sudah menjawab tepat, yaitu alkohol menguap, alkohol menyerap panas dari kulit tetapi dengan alasan yang tidak menjawab pertanyaan (13).

2. Hanya 1 siswa yang menjawab kurang lengkap : karena alkohol bersuhu rendah daripada kulit tanpa penjelasan yang lebih lengkap

(58)

No Topik/hal Konsep awal(yang salah, kurang lengkap) luka

4. Lalu 2 siswa menjawab salah yaituAlkohol membeku dan alkohol menyerap panas dari kulit dengan alasan karena sifat alkohol dingin

5. Sisanya siswa tidak menjawab alasan 9 perubahan wujud saat es

dipanasi terus-menerus

1. Kebanyakan siswa (16) menjawab salah (Padat, cair)dengan alasan kurang lengkap karena es semula padat dipanaskan terus kemudian mencair (tidak menyebutkan unsur gas)

2. Hanya 7 siswa yang menjawab Padat, gas, cair karena perubahan wujud es padat terkena panas berupa gas kemudian mencair (2) Padat, cair, gas karena es padat dipanaskan menjadi cair dan dipanaskan akan menguap (5)

10 mengenai suhu es saat dipanasi terus menerus

1. Suhu akan selalu naik karena tingginya panas dan membuat es mencair (11)

2. Suhu es akan turun karena suhu es menjadi panas es mencair (9)

3. Suhu es akan selalu turun karena es dingin jika dipanasi suhu menjadi hangat (2) 4. Hanya 1 siswa menjawab tepat yaitu Suhu es

tetap saat terjadi perubahan wujud tetapi tidak dijelaskan kenapa, hanya dijelaskan karena tekanan berbeda

a. Dari tabel diatas, diperoleh bahwa konsep awal siswa yang salah dan kurang lengkap tentang konsep zat dan wujudnya dapat dideskripsikan sebagai berikut:

(59)

menjelaskan mengenai turunnya butian-butiran air sebagai suatu perubahan wujud yaitu pengembunan. Sedangkan 10 siswa hanya menyebutkan terjadinya penguapan oleh air laut.

2. Kecepatan larutnya gula. Kebanyakan siswa (23)sudah menjawab tepatbahwa gula akan cepat larut bila di aduk-aduk dalam air teh panas. Tetapi 17 diantaranya masih memiliki konsep yang belum lengkap memberikan alasan mengapa cepat larut. Hanya 7 siswa yang menjelaskan lebih lengkap yaitu karena gula yang berwujud padat akan cepat larut karena pencairan.

3. Contoh zat yang mudah dimampatkan. Siswa masih belum mengerti akan apa itu konsep dimampatkan. Hal ini terlihat dari 7 siswa yang menjawab salah yaitu tembaga karena mudah ditekuk/ditekan maupun dipegang. Sedangkan 1 siswa menjawab air di dalam botol karena udara di dalam botol akan mendorong botol. Sementara 11 siswa menjawab dengan benar yaitu udara di dalam balon tetapi penjelasannya belum lengkap. Mereka hanya menjelaskan karena udara itu ringan, menyebar, elastis tanpa menjelaskan sifat gas (gerak dan jarak antarpartikel).Hanya 4 diantaranya menjelaskan karena udara bersifat seba

Gambar

GAMBAR 1.   Diagram perubahan wujud ........................................................20
Gambar 1. Diagram perubahan wujud. (sumber :  http//staf.uny.ac.id)
Gambar 2.  Susunan partikel zat padat     Gambar 3.  Susunan partikel zat cair
Gambar 5. Meniskus pada permukaan zat cair: (a) air membentuk meniskus cekung dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diagram alir menu Sembunyikan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2 di atas berisi tentang algoritma penyisipan pesan yang mana pesan rahasia akan disisipkan

pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang sertifikasi wakaf sangat tergantung kepada informasi yang mereka terima. Semakin banyak dan

Memperoleh informasi mengenai pemesanan tiket bus sehingga memudahkan pelanggan untuk memilh tempat duduk dan waktu yang diinginkan. Metode Penelitian 1) Metode Pustaka. Metode

Menyusun daftar inventaris butir-butir masukan dalam notulen pembahasan RaperdaMengidentifikasi asas, tujuan, fungsi dan kedudukan pengaturan dan teknik

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

SDIT AL uswah Surabaya is one unified Islamic elementary school that has problems ranging from frequent mistake inputting data, loss of data that has been collected, the data is not

Fakta diatas menunjukkan bahwa pemahaman ibu yang cukup merupakan suatu kemampuan dalam hal pemahaman rehidrasi oral pada balitadiare, ibu yang memiliki pemahaman cukup tentang

Dehidrasi yang dilakukan yaitu dengan cara adsorbsi menggunakan molecular sieve 3A, silica gel, dan kombinasi dari molecular sieve 3A + silica gel. Dari percobaan adsorbsi dari